Pesan Rahbar

Home » » Pendapat Wahabi Tentang Hadis Al-Ghadir Dan Rincian Jawaban

Pendapat Wahabi Tentang Hadis Al-Ghadir Dan Rincian Jawaban

Written By Unknown on Friday, 22 April 2016 | 20:21:00


Alhamdulillah masih ada pendapat yang sesuai dengan pandangan Ahlul bait (sa) tentang sebab-sebab turunnya ayat ini (Al-Maidah: 67). Orang-orang Quraisy telah menyebarkan usaha-usaha mereka dan menjungkir-balikkan landasan-landasan yang kokoh agar kaum muslimin tidak mengenal masalah Imamah dan kekhalifahan pasca Nabi saw.

Karena itulah, kita jumpai kaum nashibi (orang-orang yang membenci Ahlul Bait s.a) sangat membenci dan menolak keberadaan hadis Al-Ghadir, hadis tentang sebab-sebab turunnya ayat ini dan ayat-ayat imamah lainnya. Mereka sangat berkeinginan hadis ini dan yang lainnya tidak terdapat dalam kitab-kitab hadis yang shahih dan kitab-kitab rujukan Ahlussunnah. Kami melihat mereka berusaha keras melakukan kajian ilmiah berdasarkan Al-Qur’an dan hadis-hadis muttaqun alayh, kemudian menyerang dan mengecam ulama-ulama dan para pengikut Ahlul bait (sa). Kemudian mereka berusaha keras meniadakan dan mengeluarkan hadis-hadis tersebut dari kitab-kitab rujukan Ahlussunnah.

Syeikh Albani mengatakan dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahih 5: 644:
Nabi saw dijaga dari bahaya manusia sehingga ayat ini turun: “Allah menjagamu dari bahaya manusia.” Kemudian mengeluarkan kepalanya dari kubah sambil berkata: “Wahai manusia, pulanglah aku telah dijaga oleh Allah.”

Hadis ini diriwayatkan oleh At-Tirmidzi Shahih Tirmidzi 2: 175, Ibnu Jarir 6: 199 dan Al-Hakim 2: 3, dari jalur Harits bin Abid dari Said Al-Jariri, dari Abd bin Syaqiq dari Aisyah. Aisyah mengatakan: Lalu Nabi saw menyebutkannya (hadis ini).
Tirmidzi mengatakan: Hadis ini hadis gharib. Sebagian ahli hadis meriwayatkan hadis ini dari Al-Jariri dari Abdullah bin Syaqiq, ia berkata: Nabi telah dijaga…dan mereka tidak menyebutkannya. Hadis ini bersumber dari Aisyah.

Tirmidzi mengatakan: ini benar, karena Harits bin Abid yaitu Abu Qudamah Al-Ayadi daya hafalannya lemah. Ini dinyatakan oleh Al-Hafizh dengan pernyataannya: Dia jujur tapi salah.

Pernjelasan Tirmidzi berbeda dengan yang lain, antara lain Ismail bin Aliyah. Ia mengatakan: Harits bin Abid adalah tsiqqah, kuat dan dapat dipercaya hafalannya. Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dengan dua sanad antara lain dari Al-Jariri, sebagai hadis mursal.

Tirmidzi mengatakan: Hadis ini shahih mursal; adapun pendapat Al-Hakim tentang sanad hadis ini yang berujung pada Aisyah: sanadnya shahih tapi ditolak, kami tidak menyebutkannya walaupun ia diikuti oleh Adz-Dzahabi.

Memang, hadis ini shahih, karena hadis ini mempunyai bukti dari hadis Abu Hurairah, ia berkata: Ketika Rasulullah saw berhenti di suatu tempat, mereka (para sahabat) melihat pohon yang paling besar lalu mereka berharap Nabi saw berhenti, lalu beliau berhenti di bawah pohon itu juga para sahabatnya. Ketika berada di bawah pohon itu, beliau menggantungkan pedangnya di pohon itu, lalu datanglah orang arab badui dan mengambil pedang dari pohon itu kemudian mendekati Nabi saw yang sedang tidur, lalu ia membangunkan beliau dan berkata: Wahai Muhammad, siapakah yang akan menghalangimu dariku malam ini? Nabi saw menjawab: Allah. Kemudian Allah menurunkan ayat ini: “Wahai Rasul, sampaikan apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu, dan jika kamu tidak melakukan berarti kamu tidak menyampaikan risalah-Nya. Allah menjagamu dari bahaya manusia, sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” (Al-Maidah: 67)

Riwayat ini diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dan Ibnu Mardawaih sebagaimana yang disebutkan oleh tafsir Ibnu Katsir 6:198, dari dua jalur: dari Hammad bin Salamah dan Jabir, juga diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim.
Riwayat ini mempunyai dua bukti yaitu riwayat dari Said bin Jubair dan Muhammad bin Ka’b Al-Qarazhi sebagai hadis mursal.

Ketahuilah! Orang-orang syiah mengira ada perbedaan tentang hadis-hadis tersebut, bahwa ayat ini turun pada hari Ghadir Khum, tentang Ali (ra). Mereka menyebutkan sejumlah hadis mursal dan sangat lemah. Antara lain hadis dari Abu Said Al-Khudri, yang telah dinyatakan tidak shahih oleh hasil penelitian tentang hadis-hadis dhaif (4922). Dan riwayat-riwayat yang disebutkan oleh Abdul Husein Asy-Syi’i dalam kitabnya Al-Murajaat: 38, tanpa satu penelitian terhadap satupu sanadnya. Dan ini kebiasaan dia dalam menyebutkan hadis-hadis dalam kitabnya. Karena ia hanya mengumpulkan semua hadis yang menguatkan mazhabnya, baik hadis itu shahih maupun tidak shahih. Kaidah orang-orang syi’ah: Tujuan menganggap baik wasilah! Karena itu, ia dan riwayat-riwayat hadisnya harus diwaspadai. Bukan hanya itu, bahkan ia menipu para pembaca walaupun harus berdusta. Dalam bab tertentu ia mengutip hadis dari Abu Said, itu batil dan dusta: Hadis ini diriwayatkan tidak hanya oleh seorang penyusun kitab-kitab hadis seperti Imam Al-Wahidi…!

Sisi kedustaannya: Mereka yang pemula pun tentang ilmu tahu bahwa Al-Wahidi tidak tergolong pada penulis kitab-kitab hadis yang empat. Dia hanya seorang mufassir yang meriwayatkan hadis-hadis, yang sanadnya shahih dan tidak shahih. Dan hadis Abu Said ini termasuk hadis yang tidak shahih. Ia meriwayatkan dari jalur yang sangat lemah sebagaimana kelemahan itu nampak dalam penjelasannya.

Inilah kebiasaan orang-orang syiah dari dulu hingga sekarang. Mereka berdusta atas nama Ahlussunnah dalam kitab-kitab dan ceramah-ceramah mereka. Karena itu, orang yang paling mengetahui tentang mereka yaitu Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan: Syiah adalah golongan yang paling pendusta, saya mengetahui kedustaan mereka dari sebagian kitab-kitabnya, terutama Abdul Husein ini …

Yang lebih berdusta darinya adalah Khumaini. Ia menjelaskan dalam kitabnya bahwa ayat ‘Ishmah (ayat ini) turun pada hari Ghadir Khum tentang Imamah Ali bin Abi Thalib, dengan pengakuan Ahlussunnah dan kesepatan syi’ah. Dalam hal ini saya akan menambah penjelasan tentang kelemahan mereka, insya Allah. (selesai)

Jawaban:
Kami ingin mengatakan kepada seorang pembahas seperti Syeikh Albani:
Pertama: Tinggalkan kecamanmu, penyebaran hukummu, dan pengklasifikasianmu tentang orang yang paling jujur dan yang paling berdusta dari golongan ummat Islam. Karena di kalangan sunni dan syi’i terdapat bermacam-macam manusia. Tapi nashibi (orang-orang yang membenci Ahlul bait Nabi saw) punya hukum tersendiri.

Jangan lupa wahai pembahas, Ibnu Taimiyah yang tidak bersikap adil terhadap Ali bin Abi Thalib (sa) ia juga tidak bersikap adil terhadap pengikutnya. Kami berterima kasih Anda mengakui kebenaran: Anda telah membela Ali bin Abi Thalib (sa) dan menolak kezaliman Ibnu Taimiyah dan keingkarannya terhadap hadis Al-Ghadir: “Barangsiapa yang menjadikan aku pemimpinnya, maka Ali juga pemimpinnya.” Kemudian Anda menyatakan hadis ini adalah shahih, kemudian Anda mencatatnya dalam kitabmu tentang hadis-hadis yang shahih 5: 330, no: 1750. Kemudian Anda mengatakan dalam halaman 344: Setelah aku mengetahui hadis ini, maka aku terdorong untuk menyampaikan pendapat secara merdeka tentang hadis ini dan keterangan keshahihannya: Aku melihat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah telah mendhaifkan baris yang pertama hadis ini, dan mendustakan baris yang terakhir! Dalam hal ini Ibnu Taimiyah telah berlebihan mengambil kesimpulan, terlalu cepat mendhaifkan hadis-hadis sebelum mengumpulkan sanad-sanadnya dan menelitinya secara mendalam. Allah adalah Tempat memohon perlindungan.

Adapun apa yang disebutkan oleh syiah tentang hadis ini dan lainnya, bahwa Nabi saw bersabda tentang Ali (ra): “Sesungguhnya ia adalah khalifahku sesudahku,” tidak shahih dari beberapa sisi, bahkan kebatilan mereka banyak, ini ditunjukkan oleh realitas sejarah tentang kedustaannya. Sekiranya benar Nabi saw menyabdakan hadis itu, niscaya itu menjadi kenyataan, karena beliau bersabda sesuai dengan wahyu, sementara Allah tidak mengingkari janji-Nya!! (selesai).

Kami mengamati bahwa Syeikh Albani akhirnya juga gegabah, menjadikan berita syar’i sebagai berita ghaibiyah. Dua hal ini jelas berbeda. Jika ia telah mengakui keshahihan hadis Al-Ghadir, dan mengokohkan hukumnya: “Barangsiapa yang menjadikan aku pemimpinnya, maka Ali juga pemimpinnya”, sebagai wahyu dari Allah saw, maka wajib baginya dan kaum muslimin menjadikan Ali sebagai pemimpin mereka.

Tetapi hal itu tidak menjadi kenyataan, bahkan mereka menyerang rumah Ali dan Fatimah (sa) pada hari kedua atau ketiga dari wafatnya Rasulullah saw, mereka mengancam membakar rumahnya jika keduanya tidak keluar dan tidak berbaiat. Kemudian mereka memaksa Ali untuk berbaiat, dan ini peristiwa ini masyur dalam kitab-kitab sejarah, misalnya di dalam:
1. Tarikh Ya’qubi, jilid 2 halaman 126.
2. Tarikh Ath-Thabari, jilid 1 halaman 18.
3. Tarikh Ibnu Khaldun, jilid 3 halaman 26-28.

Kedua hadis itu sama, dua-duaya adalah wahyu. Jika mengukur keshahihan hadis pertama dengan fakta yang terjadi, maka juga hadis yang kedua. Mengapa yang terjadi justru sebaliknya? Memaksa Ali (sa) untuk berbaiat kepada orang lain.

Wahai pembahas yang mulia, pemberitaan dua hadis itu bersifat tasyri’i, wahyu tentang kewajiban bagi kaum muslimin, bukan berita ghaibiyah, keshahihannya tidak dapat diukur dengan fakta yang terjadi. Karena jika demikian cara mengukurnya, terlalu banyak ayat Al-Qur’an dan hadis Nabi saw yang tidak menjadi kenyataan dalam kehidupan manusia karena kezaliman manusia dan para penguasanya.

Kedua: Ketika Anda mendhaifkan hadis tentang sebab turunnya ayat ini, apakah Anda telah mengumpulkan sanad-sanad hadis itu lalu menelitinya secara mendalam, sehingga Anda mengatakan: hadis itu mursal dan sangat lemah?

Apakah Anda telah meneliti semua sanad hadis itu, yang telah dikutip oleh Ats-Tsa’labi, Abu Na’im, Al-Wahidi, Abu Said As-Sijistani, Al-Haskani, dan sanad-sanad mereka? Kemudian mendapatkan semua itu mursal atau dhaif, dan Anda dapatkan diantara perawi-perawinya orang yang tidak menjadi pegangan Anda? Apakah telah terjadi pada Anda apa yang telah terjadi pada Ibnu Taimiyah yang Anda sendiri mengkritiknya?

Yang jelas, Anda tidak punya waktu yang cukup untuk meneliti semua itu. Kami berharap Anda mendapat karunia dalam meneliti apa yang telah kami tulis tentang tafsir ayat ini, meneliti secara mendalam sanad-sanadnya yang telah kami persembahkan, dan membahasnya dengan ukuran-ukuran yang Anda kehendaki. Dengan syarat, Anda tidak menulis hal-hal yang kontradiktif dalam kitab-kitab Anda, bersifat objektif, tidak mendhaifkan suatu riwayat karena memberitakan keutamaan Ali bin Abi Thalib (sa) dalam suatu topik, dan dalam topik yang lain Anda menerimanya dan menjadikannya pegangan.

Pada kesempatan ini kami akan menyebutkan sanad-sanad hadis itu yang hanya dari satu sumber kitab yaitu Syawahid At-Tanzil oleh Al-Hakim Al-Haskani:

Ubaidillah bin Abdullah bin Ahmad Al-‘Amiri Al-Qurasyi, murid Al-Hakim An-Naisaburi penulis kitab Al-Mustadrak. Ia mengatakan dalam kitabnya yang telah diteliti oleh Al-Muhmudi: jilid 1: 250-257:

244: Memberitakan kepada kami Abu Abdillah Ad-Daynuri, ia berkata: Bercerita kepada kami Ahmad bin Muhammad bin Ishaq bin Ibrahim As-Sunni. Ia berkata: memberitakan kepadaku Abdurrahman bin Hamdan, ia berkata: bercerita kepada kami Muhammad bin Ustman Al-‘Abasi, ia berkata: bercerita kepada kami Ibrahim bin Muhammad bin Maymun, ia berkata: bercerita kepada kami Ali bin ‘Abis dari Al-A’mas dari Abu Al-Juhaf (Dawud bin Abi Awf) dari ‘Athiyah: dari Abu Said Al-Khudri, ia berkata: Ayat ini turun berkaitan dengan Ali bin Abi Thalib: “Wahai Rasul, sampaikan apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu, dan jika kamu tidak melakukan berarti kamu tidak menyampaikan risalah-Nya…”

245: Memberitakan kepada kami Al-Hakim Abu Abdillah Al-Hafizh, ia berkata: memberitakan kepada kami Ali bin Abdurrahman bin Isa Ad-Dahqan bil-Kufah, ia berkata: bercerita kepada kami Al-Husayn bin Al-Hikam Al-Habari, ia berkata: bercerita kepada kami Al-Hasan bin Al-Husayn Al-‘Irani, ia berkata: bercerita kepada kami Hibban bin Ali Al-‘Unzi, ia berkata: bercerita kepada kami Al-Kalabi dari Abu Shilah dari Ibnu Abbas tentang firman Allah Azza wa Jalla: “Wahai Rasul, sampaikan apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu, dan jika kamu tidak melakukan berarti kamu tidak menyampaikan risalah-Nya…” Ia berkata: Ayat ini turun berkaitan dengan Ali, memerintahkan Rasulullah saw agar menyampaikannya kemudian Rasulullah saw memegang tangan Ali seraya bersabda: “Barangsiapa yang menjadikan aku pemimpinnya, maka Ali juga pemimpinnya. Ya Allah, sayangilah orang yang menyayangi Ali dan musuhilah orang yang memusuhinya.”

246: Diriwayatkan oleh jema’ah dari Al-Habari, dan diriwayatkan oleh As-Sabi’i darinya dalam tafsirnya: Seolah-olah aku mendengarnya dari As-Sabi’i, dan diriwayatkannya oleh jema’ah dari Al-Kalabi.
Sanad hadis ini banyak terdapat dalam kitab doa, mengharap petunjuk untuk menunaikan hak wilayah, dalam sepuluh jilid kitab.

247: Memberitakan kepada kami Abu Bakar As-Sakri, ia berkata: memberitakan kepada kami Abu ‘Amr Al-Muqri, ia berkata: memberitakan kepada kami Al-Hasan bin Sufyan, ia berkata: bercerita kepada kami Ahmad bin Azhar, ia berkata: bercerita kepada kami Abdurrahman bin ‘Amr bin Jabalah, ia berkata: bercerita kepada kami Umar bin Na’im bin Umar bin Qais Al-Mashir, ia berkata: aku mendengar kakekku berkata: bercerita kepada kami Abdullah bin Abu Awfa, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah saw bersabda pada hari Ghadir Khum, dan membacakan ayat ini: “Wahai Rasul, sampaikan apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu, dan jika kamu tidak melakukan berarti kamu tidak menyampaikan risalah-Nya…” Kemudian beliau mengangkat tangannya sehingga kelihatan putih ketiaknya, kemudian bersabda: “Ingatlah, barangsiapa yang menjadikan aku pemimpinnya, maka Ali juga pemimpinnya. Ya Allah, sayangi orang yang menyayangi Ali, dan musuhi orang yang memusuhi Ali.” Kemudian bersabda: “Ya Allah, syaksikan.”

248: Memberitakan kepada kami ‘Amr bin Muhammad bin Ahmad yang bersikap adil terhadap bacaanku yang asli berdasarkan tek yang aku dengan, ia berkata: memberitakan kepada kami Zahir bin Ahmad, ia berkata: memberitakan kepada kami Abu Bakar Muhammad bin Yahya Ash-Shuwali, ia berkata: bercerita kepada kami Mughirah bin Muhammad, ia berkata: bercerita kepada kami Ali bin Muhammad bin Sulaiman An-Nawfali, ia berkata: bercerita kepadaku ayaku, ia berkata: Aku mendengar Ziyad bin Mundzir berkata: aku berada di dekat Abu Ja’far Muhammad bin Ali ketika ia bercerita kepada manusia saat ada seseorang dari Bashrah datang kepadanya, ia berkata kepadanya: UtsmanAl-A’sya meriwayatkan dari Hasan Al-Bashri, ia berkata kepadanya: Wahai putera Rasulillah, jadikan aku tebusanmu sesungguhnya Al-Hasan memberitakan kepada kami bahwa ayat ini turun berkaitan dengan seseorang yang tidak diceritakan kepada kami, yaitu ayat: “Wahai Rasul, sampaikan apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu, dan jika kamu tidak melakukan berarti kamu tidak menyampaikan risalah-Nya…” Ia berkata: Sekiranya manusia ingin mengetahuinya tentu aku akan menceritakannya, tapi saat Nabi saw khawatir Jibril datang kepadanya saw lalu berkata: Sesungguhnya Allah menyuruhmu untuk menunjukkan kepada ummatmu tentang shalat mereka, puasa, puasa, dan haji mereka, agar menjadi kokoh hujjah terhadap mereka tentang semua itu. Kemudian Rasulullah saw bersabda: “Ya Rabbi, sesungguhnya kaumku sudah mendekat pada zaman jahiliyah, mereka saling membanggakan dirinya, dan meninggalkan pemimpinnya, aku khawatir.” Kemudian Allah swt menurunkan ayat: “Wahai Rasul, sampaikan apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu, dan jika kamu tidak melakukan berarti kamu tidak menyampaikan risalah-Nya, Allah menjagamu dari bahaya manusia…” Setelah Allah menjamin kekhatirannya dengan penjagan-Nya, beliau memegang tangan Ali bin Abi Thalib, kemudian bersabda:

يا أيها الناس من كنت مولاه فعلي مولاه اللهم وال من والاه وعاد من عاداه وانصر من نصره واخذل من خذله وأحب من أحبه وأبغض من أبغضه

“Wahai manusia, barangsiapa yang menjadikan aku sebagai pemimpinnya, maka Ali juga pemimpinnya. Ya Allah, sayangi orang yang menyayangi Ali dan musuhi orang yang memusuhinya, tolonglah orang yang menolongnya dan hinakan orang yang menghinanya, cintai orang yang mencintainya dan murkai orang yang murka padanya.”

Ziyad berkata: kemudian Utsman berkata: Aku tidak pernah pulang ke negeriku dengan membawa sesuatu yang lebih aku cintai daripada hadis ini.

249: Bercerita kepadaku Ali bin Musa bin Ishaq dari Muhammad bin Mas’ud bin Muhammad, ia berkata: bercerita kepada kami Sahl bin Bahr, ia berkata: bercerita kepada kami Fadhl bin Syadzan, dari Muhammad bin Abu Umayr, dari Umar bin Udzaynah dari Al-Kalabi dari Abu Shaleh: dari Ibnu Abbas dan Jabir bin Abdullah, mereka berkata: Allah memerintahkan kepada Muhammad untuk menetapkan Ali di depan manusia dan memberitakan kepemimpinannya kepada mereka, kemudian Rasulullah saw merasa khawatir mereka berkata bahwa beliau hanya mencintai putera pamannya, dan mencerca Ali karenanya. Kemudian Allah menurunkan wahyu yaitu ayat: “Wahai Rasul, sampaikan apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu, dan jika kamu tidak melakukan berarti kamu tidak menyampaikan risalah-Nya, Allah menjagamu dari bahaya manusia…” Setelah turun ayat ini Rasulullah saw menyampaikan secara terbuka kepemimpinannya (Ali bin Abi Thalib) pada hari Ghadir Khum.

250: Bercerita kepadaku Muhammad bin Qasim bin Ahmad dalam tafsir, ia berkata: bercerita kepada kami Abu Ja’far Muhammad bin Ali Al-Faqih, ia berkata: bercerita kepada kami ayahku, ia berkata: bercerita kepada kami Sa’d bin Abdullah, ia berkata: bercerita kepada kami Ahmad bin Abdullah Al-Baraqi dari ayahnya, dari Khalaf bin Ammar Al-Asadi, dari Abul Hasan Al-Abdi, dari Al-A’masy dari Ubabah bin Ruba’i: Dari Abdullah bin Abbas dari Nabi saw, dalam kontek hadis tentang Mi’raj, beliau menyampaikan hadis kudsi: “Sesungguhnya Aku belum pernah mengutus seorangpun nabi kecuali Aku jadikan baginya seorang wazir (pembantu khusus), dan sesungguhnya engkau adalah utusan Allah dan Ali adalah wazirmu.” Ibnu Abbs berkata: Kemudian Rasulullah merasa khawatir untuk menyampaikan kepada manusia, khawatir karena hadis ini mereka kembali ke jahiliyah sehingga kembali tujuh hari yang telah berlalu. Kemudian Allah swt menurunkan: “Maka boleh jadi kamu hendak meninggalkan sebagian dari apa yang telah diwahyukan kepadamu, dan dadamu merasa sempit karenanya sebab merasa khawatir mereka mengatakan …” (Hud: 12), Rasulullah saw merasa khawatir sehingga hari yang kedelapan belas Allah menurunkan ayat: “Wahai Rasul, sampaikan apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu, dan jika kamu tidak melakukan berarti kamu tidak menyampaikan risalah-Nya, Allah menjagamu dari bahaya manusia…” (Al-Maidah: 67) Kemudian Rasulullah saw menyuruh Bilal azan di hadapan manusia sehingga besok pagi tidak ada seorangpun kecuali semuanya keluar ke Ghadir Khum. Kemudian esok harinya Rasulullah saw dan manusia keluar lalu bersabda: “Wahai manusia, Allah telah menurunkan kepadaku suatu risalah, dan dadaku merasa sempit karena khawatir kalian meragukan aku dan mendustakan aku, sehingga Tuhanku mengecamku karenanya dan menurunkan padaku azab setelah azab yang lain.” Kemudian beliau memegang tangan Ali bin Abi Thalib dan mengangkatnya sehingga kelihatan putih ketiaknya, lalu bersabda:

أيها الناس الله مولاي وأنا مولاكم، فمن كنت مولاه فعلي مولاه، اللهم وال من والاه وعاد من عاداه وانصر من نصره واخذل من خذله

“Wahai manusia, Allah adalah Pemimpinku dan aku adalah pemimpin kalian. Barangsiapa yang menjadikan aku pemimpinnya, maka Ali juga pemimpinnya. Ya Allah, sayangi orang yang menyayangi Ali dan musuhi orang yang memusuhinya, tolonglah orang yang menolongnya dan hinakan orang yang menghinanya.”
Kemudian Allah menurunkan ayat: “Hari ini Kusempurnakan agamamu …” (Al-Maidah: 3). (Selesai).
______________________________________________

Hadis Al-Ghadir dan Macam-Macam Redaksinya, Hal Ini Terkait Dengan Cantuman Al-Qur'an Surat Al Maidah Ayat 67 
Posted by AHLUL BAIT NABI SAW on Jumat, 22 April 2016



Ayat Tabligh: Penegasan Kepemimpinan Ali bin Abi Thalib (sa)

يَأَيهَا الرَّسولُ بَلِّغْ مَا أُنزِلَ إِلَيْك مِن رَّبِّك وَ إِن لَّمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْت رِسالَتَهُ وَ اللَّهُ يَعْصِمُك مِنَ النَّاسِ إِنَّ اللَّهَ لا يهْدِى الْقَوْمَ الْكَفِرِينَ‏

“Wahai Rasul, sampaikan apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu, dan jika kamu tidak melakukan berarti kamu tidak menyampaikan risalah-Nya. Allah menjagamu dari bahaya manusia, sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir”

Makna yang terkandung dalam ayat ini: Sampaikan bagian yang terpenting dari risalah Tuhanmu, jika kamu tidak melakukannya berarti kamu tidak menyampaikan seluruh risalah-Nya.

Hadis-hadis yang shahih dan mutawatir yang bersumber dari Ibnu Abbas, Jabir Al-Anshari, Abu Said Al-Khudri, Ibnu Mas’ud, Barra’ bin Azib dan Abu Hurairah menyatakan bahwa ayat ini turun kepada Rasulullah saw dalam haji wada’ untuk memproklamirkan kepemimpinan Ali bin Abi Thalib (sa) di Ghadir Khum.


Pendapat di kalangan Ahlussunnah

Tentang sebab turunnya ayat ini kitab-kitab Ahlussunnah menyebutkan riwayat-riwayat hadis yang sangat bervariatif. Jika kita pahami secara teliti riwayat-riwayat itu dapat kita kelompokkan ke dalam enam pendapat.


Pendapat yang pertama

Ayat ini turun pada awal kenabian. Ayat ini turun karena Nabi saw takut kepada orang-orang kafir dalam menyampaikan risalah Allah swt. Setelah mendapat jaminan dari ayat ini Nabi saw merasa aman dalam menyampaikan risalah-Nya. Kesimpulan pendapat ini: ayat ini turun 23 tahun sebelum turunnya surat Al-Maidah.

Pendapat ini berdasarkan riwayat yang semakna dengan riwayat yang bersumber dari Abu Asy-Syaikh bahwa Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Allah mengutusku untuk menyampaikan risalah, lalu aku merasa khawatir dan aku tahu bahwa manusia akan mendustakanku; kemudian Allah memberi jaminan kepadaku untuk menyampaikan risalah atau mengazabku, lalu Allah menurunkan (ayat ini) Ya Ayyuhar Rasul balligh ma unzila ilayka mir Rabbika.

Riwayat ini terdapat dalam:
1. Ad-Durrul mantsur As-Suyuthi jilid 2 halaman 298.
2. Asbabun Nuzul Al-Wahidi, jilid 1 halaman 438.


Pendapat yang kedua

Ayat ini turun di Mekkah sebelum hijrah.

Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari Jabir Al-Anshari, ia berkata: Jika Rasulullah saw akan keluar rumah datanglah Abu Thalib untuk mendampingi dan menjaganya. Sehingga turunlah ayat Wallahu ya’shika minannas. Kemudian datang lagi Abu Thalib ketika Rasulullah saw hendak pergi, lalu beliau berkata kepadanya: “Wahai pamanku, Allah telah menjagaku, karena itu aku tidak butuh pendamping untuk menjagaku.” (Ad-Durrul Mantsur 2: 298-299).

Thabrani, Abu Asy-Syaikh dan Abu Naim meriwayatkan dalam kitab Ad-Dalail, Ibnu Mardawaih dan Ibnu Asakir meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata: Nabi saw perlu pendamping untuk menjaganya, maka diutuslah Abu Thalib untuk mendampinginya. Setiap hari tokoh-tokoh dari Bani Hasyim menjaganya. Kemudian Nabi saw bersabda: Wahai pamanku, Allah telah menjagaku sehingga aku tidak perlu lagi pendamping untuk menjagaku. (Mu’jam Al-Kabir, Ath-Thabrani 11: 205).


Pendapat yang ketiga

Ayat ini turun di Madinah tanpa ada peristiwa yang penting. Suyuthi mengutip beberapa riwayat yang berkaitan dengan ayat ini bahwa Nabi saw tidak perlu adanya penjagaan, baik di Mekkah maupun di Madinah.

Suyuthi mengatakan dalam kitabnya Ad-Drrul Mantsur 2: 298-299:
Thabrani dan Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari ‘Ishmah bin Malik Al-Khathami, ia berkata: kami menjaga Rasulullah saw pada malam hari, sehingga turunlah ayat ini, maka kami tidak perlu lagi menjaga beliau.

Ibnu Jarir dan Abu Asy-Syaikh meriwayatkan Said bin Jubair, ia berkata: Ketika ayat ini turun Rasulullah saw bersabda: “Janganlah kalian menjagaku, karena Tuhanku telah menjagaku.”

Ibnu Jarir dan Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari Abdullah bin Syaqiq bahwa Rasulullah saw selalu diikuti sekelompok sahabatnya sehingga turun ayat ini. Ketika turun ayat ini Nabi saw keluar rumah dan bersabda: “Jagalah siapa yang perlu kalian jaga, karena Allah telah menjagaku dari bahaya manusia.”

Abd bin Hamid, Ibnu Jarir dan Abu Syaikh meriwayatkan dari Muhammad bin Ka’b Al-Qurazhi bahwa Rasulullah saw senantiasa butuh penjagaan sahabatnya, sehingga turun ayat ini, dan mereka tidak menjaga beliau setelah ada berita Nabi saw dijaga oleh Allah dari bahaya manusia.

Benarkah Rasulullah saw tidak perlu dijaga? Sementara banyak riwayat yang menyatakan bahwa Rasulullah saw tetap dijaga baik di Mekkah maupun di Madinah sampai beliau wafat.

Di antara hadis-hadis tentang sirah Nabi saw yang disepakati adalah beliau mengharapkan kabilah-kabilah arab untuk menjaganya dan melindunginya dari rencana-rencana pembunuhan agar beliau dapat menyampaikan risalah Allah azza wa jalla. Para sahabat Anshar berbaiat kepada Nabi saw, dengan baiat Aqabah, untuk menjaga Nabi saw dan menjaga Ahlul baitnya sebagaimana mereka menjaga diri mereka dan keluarga mereka. Dengan demikian, sekiranya ayat ini turun di Mekkah, niscaya tidak perlu semua penjagaan itu.

Kitab-kitab hadis, tafsir dan tarikh di kalangan Ahlussunnah dipenuhi oleh riwayat-riwayat tentang penjagaan terhadap Nabi saw di Mekkah dan di Madinah, khususnya dalam peperangan, sampai beliau wafat.

Musnad Ahmad 2: 222 meriwayatkan bahwa pada tahun perang Tabuk Rasulullah saw melakukan shalat malam, tokoh-tokoh sahabat berkumpul di belakang Nabi saw untuk menjaganya…

Kita tahu bahwa perang Tabuk itu terjadi pada akhir tahun dari kehidupan Nabi saw. Riwayat ini sebenarnya sudah cukup untuk menolah pendapat tersebut. Riwayat ini dijadikan pegangan oleh para ahli hadis, penulis-penulis kitab Sirah untuk menjelaskan penjagaan terhadap Nabi saw, kisah-kisahnya, nama-nama mereka dan kisah-kisah mereka.

Anehnya, sebagaimana kita cermati, sebagian mereka menyebutkan tentang perlunya penjagaan terhadap Nabi saw, kemudian mengatakan tidak perlu lagi penjagaan setelah ayat ini turun di Mekkah sebelum hijrah atau sesudah hijrah. Seolah-olah mereka mengingkari janji dan berusaha menjauhkan ayat ini dari peristiwa Al-Ghadir.

Orang yang menjaga Nabi saw di siang hari dalam perang Badar ketika beliau tidur: Sa’d bin Mu’ad. Dalam perang Uhud: Muhammad bin Musallamah. Dalam perang Khandaq: Zubair bin Awwam. Yang menjaga malam hari dalam perang Khaibar: Abu Ayyub Al-Anshari. Kemudian Rasulullah saw berdoa: “Ya Allah, jagalah Abu Ayyub sebagaimana ia tidak tidur untuk menjagaku.” Adapun yang menjaga di lembah-lembah pegunungan: Bilal, Sa’d bin Abi Waqqash, dan Dzikwan bin Abdu Qais; di bawah pimpinan ‘Ubbad bin Basyir. Ketika ayat ini turun, mereka meninggalkan penjagaan. (‘Uyunul Atsar 2: 402)

Kesimpulannya, pendapat yang mengatakan bahwa Nabi saw tidak perlu lagi penjagaan, tidak punya dalil dari Sirah Nabi saw, justru dalil yang mereka gunakan bertentangan dengan Sirah Nabi saw. Yakni, Bani Hasyim menjaga Nabi saw di Mekkah sampai beliau hijrah, kemudian sebagian sahabat-sahabatnya menjaga beliau di Madinah sampai beliau wafat.


Pendapat yang keempat

Ayat ini turun di Madinah pada tahun kedua hijrah, sesudah perang Uhud.
Suyuthi mengutip riwayat dalam Ad-Durrul Mantsur 2: 291: Ibnu Abi Syaibah dan Ibnu Jarir meriwayatkan dari Athiyah bin Sa’d, ia berkata: Ubadah bin Shamit dari Bani Harits bin Khazraj datang kepada Rasulullah saw, lalu ia berkata: Ya Rasulallah, aku punya pemimpin dari yahudi yang jumlahnya banyak, dan aku berlindung kepada Allah dan Rasul-Nya dari kepemimpinan yahudi, aku berpemimpin kepada Allah dan Rasul-Nya.

Kemudian Abdullah bin Ubay berkata: Aku takut pada segala yang memusingkan, dan aku tidak berlepas dari kepemimpinan para pemimpin. Kemudian Rasulullah saw bersabda: Wahai Aba Hubbab, tahukah kamu orang yang dituju oleh Ubadah tentang kepemimpinan yahudi, dia adalah kamu bukan yang lain. Kemudian aku menghadap, lalu turunlah ayat ini.


Pendapat yang kelima

Ayat ini turun ketika ada seseorang berusaha memperdaya dan membunuh Nabi saw dalam perang Bani Anmar yang dikenal Dzatur Riqa’.

As-Suyuthi mengutip riwayat ini dalam kitabnya Ad-Durrul Mantsur 2: 298-299:
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Jabir bin Abdullah, ia berkata: Ketika Rasulullah saw berada dalam peperangan Bani Anmar, beliau berhenti di Dzat Ar-Riqa’. Ketika beliau sedang duduk di dekat sumur dan menyelonjorkan kedua kakinya, Ghaurits bin Harits berkata: Aku akan membunuh Muhammad. Kemudian para sahabatnya berkata kepadanya: Bagaimana mungkin kamu bisa membunuhnya? Aku berkata kepadanya: Berikan pedangmu padaku, jika ia memberikan pedangnya kepadaku aku akan membunuhnya. Kemudian ia mendatangi Rasulullah saw dan berkata: Wahai Muhammad, berikan pedangmu padaku, aku ingin melihatnya. Rasulullah saw memberikannya, dan ia gemetar tangannya. Kemudian Rasulullah saw bersabda: “Kekuatan Allah berada di antara aku dan keinginanmu.” Ketika itulah Allah menurunkan ayat Ya Ayyuhar Rasul balligh ma unzila ilayka min Rabbika …

Dalam riwayat yang lain menyebutkan: Ketika Rasulullah saw berhenti di suatu tempat yang dipilihkan oleh para sahabatnya di dekat pohon, kemudian beliau tertidur di bawah pohon itu. Kemudian datanglah seorang arab dusun lalu menghunus pedangnya dan berkata: Siapakah yang akan menghalangimu dariku? Rasulullah saw menjawab: Allah. Maka gemetarlah tangan orang arab dusun itu dan jatuhlah pedangnya. Perawi riwayat ini mengatakan: Ia tertimpa oleh pohon sampai berserakan otaknya. Ketika itulah Allah menurunkan ayat ini.

Benarkah ayat ini turun dalam peristiwa tersebut?
Dalam Sirah Ibnu Hisyam 3: 225 disebutkan: Perang Bani Anmar (Dzat Ar-Riqa’) terjadi pada tahun keempat hijrah. Yakni, beberapa tahun sebelum turunnya Surat Al-Maidah.

Dalam Sirah Ibnu Hisyam 3: 227 disebutkan: bahwa kisah Ghaurits tidak berkaitan dengan turunnya Surat Al-Maidah: 67, tetapi berkaitan dengan turunnya Surat Al-Maidah: 11. Ini pun tidak benar, karena ayat ini termasuk ke dalam surat Al-Maidah.

Banyak riwayat yang menyebutkan bahwa perang Dzat-Ar-Riqa’ berkaitan dengan disyariatkannya shalat Khauf, tidak berkaitan dengan Surat Al-Maidah: 67. Riwayat ini terdapat di dalam:
1. Shahih Bukari jilid 5, halaman 53: Bersumber dari Jabir bin Abdullah (ra).
2. Mustadrak Al-Hakim jilid 3, halaman 29; Al-Hakim mengatakan: riwayat ini shahih menurut persyaratan Bukhari dan Muslim.
3. Musnad Ahmad jilid 3, halaman 364 dan 390; dan jilid 4 halaman 59.
4. Majma’ Az-Zawaid 8: 9.
5. Al-Kafi 8: 127.


Pendapat yang keenam

Penutur riwayat dalam kelompok ini tidak menyebutkan tahun dan peristiwa penting turunnya ayat ini, mereka hanya mengatakan bahwa ayat ini turun untuk menguatkan Nabi saw dalam hal kewajiban menyampaikan risalah.

Ad-Durrul Mantsur 2: 299 mengutip riwayat yang bersumber dari Abd bin Hamid, Ibnu Jarir, Ibnu Mundzir, Ibnu Abi Hatim dan Abu Asy-Syaikh dari Qatadah tentang ayat ini, ia berkata: Allah telah memberitakan kepada Nabi saw bahwa Dia akan melindungi dan menjaganya dari bahaya manusia, dan memerintahkan kepadanya agar menyampaikan risalah-Nya. Diberitakan kepada kami bahwa Nabi saw pernah ditanyai: Sekiranya engkau dijaga oleh Allah? Nabi saw menjawab: “Demi Allah, Allah tidak akan membiarkan aku dari bahaya manusia apa yang kutinggalkan pada mereka sesudahku.”

Pendapat ini mirip pendapat yang pertama hanya tidak menyebutkan fokus peristiwanya. Pendapat ini sudah terbantah oleh pendapat sebelumnya. Apalagi riwayat ini tidak sesuai dengan makna yang terkandung di dalam surat Al-Maidah: 67.


Renungan bagi kita

Mengapa terjadi bermacam-macam riwayat hadis yang saling berbeda secara subtasial? Apakah sahabat-sahabat Nabi saw tidak mengetahui secara pasti kapan dan apa latar belakang turunnya ayat ini? Apakah mereka tidak berada di dekat Nabi saw ketika ayat ini turun? Atau mereka tidak bertanya kepada Nabi saw? Mungkinkah Nabi saw tidak menjelaskan ayat ini kepada mereka? Ataukah sebagian ulama pasca sahabat yang membelokkan penjelasan sahabat Nabi saw? Jawabannya: Bagi para sahabat Nabi saw tidak mungkin tidak mengetahui secara pasti peristiwa ini, karena hampir seluruh sahabat mengikuti Nabi saw dalam haji wada’ dan menyaksikan khutbahnya di Ghadir Khum.

Yang jelas sebagian dari mereka ingin menghilangkan jejak bahwa ayat ini berkaitan dengan pengangkatan Imam Ali bin Abi Thalib (sa) sebagai pemimpin pasca Rasulullah saw. Tidak jarang ayat Al-Qur’an atau hadis Nabi saw dibelokkan dari makna yang sebenarnya karena kepentingan politik, yang umumnya dilakukan oleh penguasa dan ulama di sekitar penguasa. Hal ini tidak hanya terjadi di zaman dahulu, tetapi juga terjadi di zaman kita. Na’udzu billah, kita berlindung kepada Allah swt, semoga Dia menyelamatkan kita dari kelompok mereka ini.


Pendapat yang sesuai dengan Ahlul Bait Nabi saw

Pendapat ini mengatakan bahwa ayat ini turun kepada Rasulullah saw pada hari Ghadir Khum sehubungan dengan perintah memproklamirkan kepemimpinan Imam Ali bin Abi Thalib (sa) sebagai pemimpin pasca Rasulullah saw.

Ad-Durrul Mantsur 2: 298 mengutip riwayat yang bersumber dari Ibnu Abi Hatim, Ibnu Mardawaih dan Ibnu Asakir dari Abu Said Al-Khudri, ia berkata: Ayat ini yaitu Ya Ayyuhar Rasul balligh ma unzila ilayka min Rabbika turun kepada Rasulullah saw pada hari Ghadir Khum sehubungan dengan Ali bin Abi Thalib.

Diriwayatkan oleh Ibnu Mardawaih dari Ibnu Mas’ud, ia berkata: Di zaman Rasulullah saw kami membaca: “Ya Ayyuhar Rasul balligh ma unzila ilayka min Rabbika – Anna Ali mawla al-mu’minin (Ali pemimpin orang-orang mukmin) – wa in lam taf’al fama ballaghta risalatahu, wallahu ya’shimuka min an-nasi.”

Dalam Al-Mi’yar wal Mawazin: 213 meriwayatkan dari Jabir bin Abdullah dan Abdullah bin Abbas, mereka berkata: Allah memerintahkan kepada Muhammad agar mengangkat Ali bin Abi Thalib di hadapan manusia dan memberitakan kepemimpinannya kepada mereka. Rasulullah saw khawatir mereka mengatakan: “Dia terlalu mencintai anak pamannya”. Dan beliau khawatir juga mereka mencerca Ali bin Thalib. Kemudian Allah menurunkan wahyu kepadanya: Ya ayyuhar Rasul balligh ma unzila ilayka min Rabbika. Kemudian Rasulullah saw berdiri memproklamirkan kepemimpinan Ali bin Abi Thalib pada hari Ghadir Khum.

Riwayat yang semakna dengan riwayat tersebut terdapat dalam:
1. Syawahid At-Tanzil jilid 1 halaman 157, hadis ke 221.
2. Tarikh Damsyiq Ibnu Asakir jilid 2 halaman 85, cetakan pertama, hadis ke 585 dan 586.
3. Tafsir Al-Mizan jilid 6 halaman 45, mengutip dari Tafsir Ast-Tsa’labi tentang ayat ini: Ketika Rasulullah saw memegang tangan Ali, beliau bersabda: “Barangsiapa yang menjadikan aku sebagai pemimpinnya, maka Ali juga pemimpinnya. Ya Allah, sayangi orang yang menyayangi Ali dan musuhi orang yang memusuhinya.”
4. Al-Ghadir Al-Amini jilid 1 halaman 192: Ayat ini turun pada tanggal 18 Dzul-Hijjah tahun Haji Wada’.
5. Asbabun Nuzul Al-Wahidi, halaman 115 cet. Al-Halabi Mesir; halaman 150 cet. Al-Hindiyah Mesir.
6. Tafsir Al-Kabir Fakhur Razi, jilid 12 halaman 50 cet. Mesir 1375 H; jilid 3 halaman 637 cet. Ad-Dar Al-Amirah Mesir.
7. Tafsir Fathul Qadir Asy-Syaukani, jilid 2 halaman 60 cet Al-Halabi; halaman 57 cet. Pertama.
8. Tafsir Al-Manar Syeikh Muhammad Abduh, jilid 6 halaman 463.
9. Tafsir An-Naisaburi jilid 6 halaman 470.
10. Tafsir Ruhul Ma’ani Al-Alusi, jilid 2 halaman 348.


Hadis Al-Ghadir dan Redaksinya

Hadis Al-Ghadir adalah hadis yang disampaikan oleh Rasulullah saw di Ghadir Khum, setelah haji wada’, di hadapan kurang lebih 150.000 sahabat, di bawah terik matahari yang sangat panas, sambil memegang tangan Imam Ali bin Abi Thalib (as). Hadis Al-Ghadir adalah hadis yang paling mutawatir, tidak ada satupun hadis Nabi saw yang melebihi kemutawatiran hadis Al-Ghadir.

من كنت مولاه فعـلي مولاه، اللهمّ وال من والاه وعاد من عاداه

“Barangsiapa yang menjadikan aku pemimpinnya, maka Ali adalah pemimpinnya. Ya Allah, cintailah orang yang mencintainya, dan musuhi orang yang memusuhinya.”

من كنت مولاه فإنّ عليّاً مولاه، اللهمّ عاد من عاداه ووال من والاه

“Barangsiapa yang menjadikan aku pemimpinnya, maka sesungguhnya Ali adalah pemimpinnya. Ya Allah, musuhi orang yang memusuhinya, dan cintai orang yang mencintainya.”

Zaid bin Arqam juga mengatakan bahwa Rasulullah saw:

من كنت وليّه فهذا وليّه، اللهمّ وال من والاه وعاد من عاداه

“Sesungguhnya Allah adalah pemimpinku dan aku adalah pemimpin setiap mukmin.” Kemudian beliau memegang tangan Ali (as) seraya bersabda: “Barangsiapa yang menjadikan pemimpinnya, maka ini adalah pemimpinnya. Ya Allah, cintailah orang yang mencintainya, dan musuhi orang yang memusuhinya.”

من كنت مولاه فهذا عليّ مولاه

“Barangsiapa yang menjadikan aku pemimpin, maka ini Ali adalah pemimpinnya.”


Hadis-hadis tersebut terdapat di dalam:
1. Shahih Muslim, jilid 4/1873, Dar Fikr, Bairut.
2. Shahih Tirmidzi, jilid 5, halaman 297, hadis ke 3797.
3. Sunan Ibnu Majah, jilid 1, halaman 45, hadis ke 121.
4. Musnad Ahmad jilid 5, halaman 501, hadis ke18838, halaman 498, no: 18815, cet Bairut.
5. Musnad Ahmad, jilid 4, halaman 368 dan 372.
6. Musnad Ahmad bin Hamnbal, jilid 1, halaman 88, cet.pertama; jilid 2, halaman 672, dengan sanad yang shahih; jilid 4, halaman 372. cet. Pertama.
7. Khashaish Amirul mu’minin (as), halaman 96, cet Kuwait 1406 H.
8. Fadhilah ash-Shahabah, halaman 15, Dar kutub ilmiyah, Bairut.
9. Mustadrak Al-Hakim, jilid 3, halaman 533, Dar fikr, Bairut 1398 H.
10. Majma’ az-Zawaid, jilid 9, halaman 104-105, Dar kitab Al-Arabi, Bairut 1402 H.
11. Tarjamah Al-Imam Ali bin Abi Thalib, dalam Tarikh Damsyiq, oleh Ibnu Asakir Asy-Syafi’I, jilid 1, halaman 213, hadis ke: 271,277,278,279,281,460,461 dan 465; jilid 2, halaman 14, hadis ke: 509,510,519,520,524,525,529,530,531,533,534,536,537,538,540,541,542,551,554,555,556,557,563,564,574,575,577,578,579 dan 587,cet. Pertama, Bairut.
12. Majma’uz Zawaid, oleh Al-Haitsami Asy-Syafi’I, jilid 9, halaman: 103,105,106,107 dan 108.
13. Kanzul ‘Ummal jilid 15, halaman: 91,92,120,135,143,147 dan 150, cetakan. Kedua.
14. Khashaish Amirul Mu’minin, oleh An-Nasa’I Asy-Syafi’I, halaman 94,95 dan 50, cet. Al-Haidariyah.
15. Al-Mustadrak Al-Hakim, jilid 3, halaman 110.
16. Hilyatul Awliya’, oleh Abu Na’Imam Muhammad Al-Baqir (as), jilid 5, halaman 26.
17. Usdul Ghabah, oleh Ibnu Atsir, jilid 5, halaman 369; jilid3, halaman 274; jilid 5, halaman 208.
18. Jami’ul Ushul, oleh Ibnu Atsir, jilid 9, halaman 468.
19. Al-Manaqib, oleh Al-Khawarizmi Al-Hanafi, halaman 79,94 dan 95.
20. Ad-Durrul Mantsur, oleh As-Suyuthi, jilid 5, halaman 182.
21. Nizham Durar As-Samthin, oleh Az-Zarnadi Al-Hanafi, halaman 112.
22. Manaqib Ali bin Abi Thalib, oleh Ibnu Al-Maghazili Asy-Syafi’I, halaman 19, hadis ke: 24,23,30,31,32,34 dan 36.
23. Al-Hawi, oleh As-Suyuthi, jilid 1, halaman 122.
24. Al-jarh wat-Ta’dil, oleh Abi Hatim, jilid 4, halaman 431, cet. Haidar Abad.
25. Yanabi’ul Mawaddah, oleh Al-Qundusi Al-Hanafi, halaman: 31,33,36,37,38,181,187,274.
26. Dzakhairul ‘Uqba, halaman 67.
27. Al-Ishabah, jilid 1, halaman 305,372 dan 567; jilid 2, halaman 257,382,408 dan 509; jilid 3, halaman 542; jilid 4, halaman 80.
28. Al-Aghani, oleh Abil Farj Al-Isfahan, jilid 8, halaman 307.
29. Tarikh Al-Khulafa’, oleh As-Suyuthi Asy-Syafi’I, halaman 169, cet. As-Sa’adah, Mesir; halaman 65, cet Al-Maimaniyah, Mesir.
30. Mashabih As-Sunnah, oleh Al-Baghawi Asy-Syafi’i, jilid 2, halaman 275.
31. Kifayah Ath-Thalib, oleh Al-Kanji Asy-Syafi’I, halaman: 58,60,62 dan 286, cet. Al-Ghira.
32. Al-Imamah was Siyasah, oleh Ibnu Qataibah, jilid 1, halaman 101.
33. Syawahidut Tanzil, oleh Al-Haskani Al-Hanafi, jilid 1, halaman 157, hadis ke: 210,212 dan 213.
34. Sirr Al-‘Alamin, oleh Al-Ghazali, halaman 21.
35. Misykat Al-Mashabih, oleh Al-Umari, jilid 3, halaman 243.
36. Ar-Riyadh An-Nadharah, jilid 2, halaman 222,223 dan 224.
37. At-Tarikh Al-Kabir, oleh Al-Bukhari, jilid 1, halaman 375, cet. Turki.
38. Faraid As-Samthin, jilid 1, halaman 63 dan 66.
39. Ihqaqul Haqq, jilid 6, halaman 228.
40. Al-Bidayah wan-Nihayah, jilid 5, halaman: 211,212,213 dan 214; jilid 7, halaman: 338,348,448 dan 334.
41. Al-Manaqib, oleh Abdullah Asy-Syafi’I, halaman 106.
42. Wafaul Wafa’, oleh Abdullah Asy-Syafi’I, halaman 106.
43. Miftahun Naja, oleh Al-Badkhasyi, halaman 58.
44. Taysirul Wushul, oleh Ibnu Ar-Rabi,, jilid 2, halaman 147.
45. Tarikh Baghdad, oleh Al-Khatib Al-Baghadi, jilid 8, halaman 290.
46. Al-Kina wal- Asma’, oleh Ad-Dawlabi, jilid 1, halaman 160, cet. Haidar Abad.
47. Nizham An-Nazhirin, halaman 39.
48. Al-Jarh wat-Ta’dil, oleh Ibnu Mundzir, jilid 4, halaman 431.
49. Asy-Syadzarat Adz-dzahabiyah, halaman 54.
50. Akhbar Ad-Duwal, oleh Al-Qurmani, halaman 102.
51. Dzakhair Al-Mawarits, oleh An-Nabilis, jilid 1, halaman 213.
52. Kunuzul Haqaiq, oleh Al-Mannawi, huruf Mim, cet. Bulaq.
53. Arjah Al-Mathalib, oleh Syaikh Abidillah Al-Hanafi, halaman: 564,568,570,471,448,581,36 dan 579.
54. Muntakhab min shahih Bukhari wa Muslim, oleh Muhammad bin Utsman Al-Baghdadi, halaman 217.
55. Fathul Bayan, oleh Haasan Khan Al-Hanafi, jilid 7, halaman 251, cet, Bulaq
56. Al-Arba’in, oleh Ibnu Abil Fawaris, halaman 39.
57. Al-I’tiqad ‘Ala Madzhab As-Salaf, oleh Al-Baihaqi, halaman 182.
58. Al-Mu’tashar minal Mukhtashar, jilid 2, halaman 332, cet. Haidar Abad.
59. MawdhihAwhamil Jam’I Wat-Tafriq, oleh Al-Khatib Al-Baghdadi, jilid 1, halaman 91.
60. At-Tahdzib, oleh Ibnu Hajar Al-‘Asqalani Asy-Syafi’I, jilid 1, halaman 337.
61. Al-Bayan Wat-Ta’rif, oleh Ibnu Hamzah, jilid 2, halaman 230.
62. Al-Adhdad, halaman 25 dan 180.
63. Al-‘Utsmaniyah, oleh Al-Jahizh, halaman 134 dan 144.
64. Mukhtalib Al-Ahadist, oleh Ibnu Qutaibah, halaman 52.
65. An-Nihayah, oleh Ibnu Atsir Al-Jazari, jilid 4, halaman 346, cet. Al-Muniriyah, Mesir.
66. Ar-Riyadh An-Nadharah, oleh Muhibuddin Ath-Thabari Asy-Syafi’i, jilid 2, halaman 244, cet. Al-Kaniji, Mesir.
67. Duwal Al-Islam, jilid 1, halaman 20.
68. Tadzkirah Al-Huffazh, oleh Adz-Dzahabi, jilid 1, halaman 10.
69. Al-Mawaqif, oleh Al-Iji, jilid 2, halaman 611.
70. Syarah Al-Maqashid, oleh At-Taftajani, jilid 2, halaman 219.
71. Muntakhab Kanzul ‘Ummal (catatan pinggir) Musnad Ahmad, jilid 5, halaman 30.
72. Faydhul Qadir, oleh Al-Mannawi Asy-Syafi’I, jilid 1, halaman 57.
73. Atsna Al-Mathalib fi Ahadits Mukhtalif Al-Maratib, halaman 221.
74. Ar-Rawdh Al-Azhar, oleh Al-Qandar Al-Hindi, halaman 94.
75. Al-Jami’ Ash-Shaghir, oleh As-Suyuthi, hadis ke 900.
76. Al-Mu’jam Al-Kabir, oleh Ath-Thabrani, jilid 1, halaman 149 dan 205.
77. Al-Fadhail, oleh Ahmad bin Hambal, hadis ke: 91,822 dan 139.
78. Al-Kamil, oleh Ibnu ‘Adi, jilid 2, halaman 20.
79. Asy-Syaraf Al-Muabbad Li-Ali Muhammad, oleh An-Nabhani Al-Bairuti, halaman 111.
80. Maqashid Ath-Thalib, oleh Al-Barzanji, halaman 11.
81. Al-Fathu Ar-Rabbani, jilid 21, halaman 312.

Perawi hadis Al-Ghadir:
1. Muhammad bin Ishaq, shahibus Sirah.
2. Mu’ammar bin Rasyid
3. Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i (Imam Syafi’i).
4. Abdur Razzaq bin Hammam Ash-Shan’ani, guru Bukhari.
5. Said bin Manshur, shahibul Musnad.
6. Ahmad bin Hanbal (Imam Hanbali), shahibul Musnad.
7. Ibnu Majah Al-Qazwini.
8. At-Turmidzi, shahibush Shahih.
9. Abu Bakar Al-Bazzar, shahibul Musnad.
10. An-Nasa’i.
11. Abu Ya’la Al-Mawshili, shahibul Musnad.
12. Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, penulis Tafsir dan Tarikh.
13. Abu Hatim Ibnu Hibban, shahibush Shahih.
14. Abul Qasim Ath-Thabrani, penulis Mu’jam.
15. Abul Hasan Ad-Daruqudni.
16. Al-Hakim An-Naisaburi, shahibul Mustadrak.
17. Ibnu Abd Al-Birr, penulis Al-Isti’ab.
18. Khathib Al-Baghdadi, penulis Tarikh Baghdad.
19. Abu Na’im Al-Isfahani, penulis Hilyatul Awliya’ dan Dalailun Nubuwwah.
20. Abu Bakar Al-Baihaqi, penulis Sunan Al-Kubra.
21. Al-Baghawi, penulis Mashabih As-Sunnah.
22. Jarullah Az-Zamakhsyari, penulis tafsir Al-Kasysyaf.
23. Fakhrur Razi, mufassir.
24. Ibnu Asakir Ad-Damsyiqi, penulis tarikh Damsyiq.
25. Adh-Dhiya’ Al-Muqaddasi, shahibul Mukhtarah.
26. Ibnu Atsir, penulis Usdul Ghabah.
27. Abu Bakar Al-Haitsami, hafizh besar, penulis Majmauz zawaid.
28. Al-Hafizh Al-Muzzi, penulis Tahdzibul kamal.
29. Al-Hafizh Adz-Dzahabi, penulis Talkhish al-Mustadrak.
30. Al-Hafizh Al-Khathib At-Tabrizi, penulis Misykatul Mashabih.
31. Nizhamuddin An-Naisaburi, mufassir terkenal.
32. Ibnu Katsir, mufassir. Mengakui kemutawatiran hadis Al-Ghadir (lihat: Al-Bidayah wan-Nihayah 5/213).
33. Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani, penulis syarah Bukhari (Fathul Bari).
34. Al-Ayni Al-Hanafi, penulis Umdatul Qari fi syarh shahih Bukhari.
35. Al-Hafizh Jalaluddin As-Suyuthi.
36. Ibnu Hajar Al-Makki, penulis Ash-Shawaiqul Muhriqah.
37. Syeikh Ali Al-Muttaqi Al-Hindi, penulis Kanzul Ummal.
38. Syeikh Nuruddin Al-Halabi, penulis Sirah Al-Halabi.
39. Syah Waliyullah Ad-Dahlawi, penulis banyak kitab, masyhur dengan julukan Allamah Al-Hindi.
40. Syihabuddin Al-Khafaji, pensyarah Asy-Syifa’ dan penta’liq tafsir Al-Baidhawi.
41. Az-Zubaidi, penulis Tajul ‘Arus.
42. Ahmad Zaini Dahlan, penulis Sirah Ad-Dahlaniyah.
43. Syeikh Muhammad Abduh, mufassir dan pensyarah Nahjul Balaghah.


Kemutawatiran Hadis Al-Ghadir

Hadis Al-Ghadir Kemutawatirannya diakui oleh jalaluddin As-Suyuthi, di dalam:
1. Al-Faraid Al-Mutaksirah fil Akhbar Al-Mutawatirah.
2. Al-Azhar Al-Mutanatsirah fil Akhbar Al-Mutawatirah.

Pernyataan As-Suyuthi tentang kemutawatiran hadis Al-Ghadir ini dikutip oleh:
1. Allamah Al-Mannawi, di dalam At-Taysir fi Syarhi Al-jami’ Ash-Shaghir, jilid 2, halaman 442.
2. Allamah Al-‘Azizi, dalam Syarah Al-Jami’ Ash-Shaghir, jilid 3, halaman 360.
3. Al-Mala Ali Al-Qari Al-Hanafi, di dalam Al-Mirqat Syarhul Misykat, jilid 5, halaman 568.
4. Jamaluddin ‘Athaullah bin Fathlullah Asy-Syirazi, dalam kitabnya Al-Arba’ina; dan rujuk pula: Khulashah Abqat Al-Anwar, jilid 6, halaman 123.
5. Al-Mannawi Asy-Syafi’I, di dalam kitabnya At-Taysir fi-Syarhi Al-Jami’ Ash-Shaghir, jilid 2, halaman 123.
6. Mirza Makhdum bin Mir Abdul Baqi, di dalam An-Nawaqish ‘Ala Ar-Rawafidh; dan rujuk: Khulashah Abqat Al-Anwar, jilid 6, halaman 121.
7. Muhammad bin Ismail Al-Yamani Ash-Shina’ani, di dalam kitab Ar-Rawdhah An-nadiyah. Rujuk: Ihqaqul Haqq, jilid 6, halaman 294; dan Khulashah Abqat Al-Anwar, jilid 6, halaman 127.
8. Muhammad Shadr ‘Alim, dalam kitab Ma’arij Al-‘Ali fi Manaqib Al-Murtadha; silahkan rujuk: Ihqaqul Haqq, jilid 6, halaman 294; dan Khulashah Abqat Al-Anwar, jilid 6, halaman 127.
9. Syaikh Abdullah Asy-Syafi’I, di dalam kitabnya Al-Ar-Ba’in.
10. Syaikh Dhiyauddin Al-Muqbili, di dalam kitabnya Al-Abhats Al-Musaddadah fil Funun Al-Muta’addidah; dan rujuk: Khulashah Abqat Al-Anwar, jilid 6, halaman 125.
11. Ibnu Katsir Ad-Damsyiqi, di dalam Tarikhnya, dalam Tarjamah Muhammad bin Jarir Ath-thabari.
12. Abu Abdillah Al-Hafizh Adz-Dzahabi. Pernyataannya tentang Kemutawatiran hadis Al-ghadir dikutip oleh Ibnu Katsir, dalam Tarikhnya, jilid 5, halaman 213-214.
13. Al-Hafizh Al-Jazari. Ia menyebutkan kemutawatiran Hadis ini dalam kitabnya Asna Al-Mathalib fi Manaqib Ali bin Abi Thalib, halaman 48.
14. Syaikh Hisamuddin Al-Muttaqi, ia menyebukan kemutawatiran hadis ini dalam kitabnya Mukhtashar Qithful Azhar Al-Mutanatsirah.
15. Muhammad Mubin Al-Kahnawi, di dalam kitab Wasilah An-najah fi Fadhail As-Sadat, halaman 104.


Jumlah Sahabat yang bersama Nabi saw di Ghadir Khum

Ulama berbeda pendapat tentang jumlah sahabat yang menyertai Nabi saw di Ghadir Khum:
1. Sebagian pendapat mengatakan: 90.000 sahabat.
2. Sebagian pendapat mengatakan: 114.000 sahabat.
3. Ada yang mengatakan: 120.000 sahabat.
4. Dan ada juga yang menyatakan: 124.000 sahabat.

Pernyataan tersebut terdapat dalam:
1. Tadzkirah Al-Khawwash, oleh As-Sabth bin Al-Jauzi Al-Hanafi, halaman 30.
2. As-Sirah Al-Halabiyah, jilid 3, halaman 257.
3. As-Sirah An-Nabawiyah oleh Zaini Dahlan (catatan pinggir) As-Sirah Al-Halabiyah, jilid 3, halaman 3.
4. Al-Ghadir, oleh Al-Amini, jilid 1, halaman 9.


Perawi Hadis Al-Ghadir dari kalangan sahabat nabi saw

Seratus sepuluh sahabat Nabi saw yang meriwayatkan hadis Al-Ghadir, mereka adalah:
1. Abu Hurairah, wafat pada tahun 57/58/59 H.Silahkan rujuk : Tarikh Baghdad, oleh Al-Khatib Al-Baghdadi, jilid 8, halaman 290 ; Tahdzibut Tahdzib, jilid 7, halaman 327 ; Al-Manaqib, oleh Al-Khawarizmi, halaman 130 ; Asna Al-Mathalib, halaman 3 ; Ad-Durrul Mantsur, oleh As-Suyuthi, jilid 2, halaman 259 ; Tarikh Al-Khulafa’, halaman 114 ; Kanzul ‘Ummal, oleh Al-Muttaqi Al-Hindi, jilid 6, halaman 153; Al-Isti’ab, oleh Ibnu Abd Al-Birr, jilid 2, halaman 473; Al-Bidayah wan-Nihayah, oleh Ibnu Katsir Ad-Damsyiqi, jilid 5, halaman 214.
2. Abu Layli Al-Anshari, ia terbunuh pada perang shiffin tahun 37 H. Silahkan rujuk: Al-Manaqib, oleh Khawarizmi, halaman 35; Tarikh Al-Khulafa’, halaman 114.
3. Abu Zainab bin ‘Auf Al-Anshari. Silahkan rujuk: Usdul Ghabah, jilid 3, halaman 307/jilid 5, halaman 205; Al-Ishabah, jilid 3, halaman 408.
4. Abu Fudhalah Al-Anshari, terbunuh pada perang shiffin. Silahkan rujuk: Usdul Ghabah, jilid 3, halaman 307/jilid 5, halaman 205; Tarikh Ali Muhammad, oleh Al-Qadhi, halaman 67.
5. Abu Qudamah Al-Anshari. Silahkan rujuk: Usdul Ghabah, jilid 5, halaman 276.
6. Abu ‘Amrah bin ‘Amr bin Muhshin Al-Anshari. Silahkan rujuk: Usdul Ghabah, jilid 3, halaman 307.
7. Abu Al-Haitsami At-Tihan, terbunuh pada perang shiffin; silahkan rujuk: Nakhbul Manaqib, oleh Al-Ju’abi; Maqtal Al-Husain, oleh Al-Khawarizmi.
8. Abu Rafi’ Al-Qibthi. Silahkan rujuk : Maqtal Al-Husain, oleh Al-Khawarizmi.
9. Abu Dzuwaib Khawailid bin Khalid bin Mahrats, wafat pada masa pemerintahan Utsman bin Affan. Silahkan rujuk: Maqtal Al-Husain.
10. Abu Bakar bin Quhafah, wafat tahun 13 H. Silahkan rujuk: An-Nakhbul Manaqib, oleh Abu Bakar Al-Ju’abi; hadis Al-Ghadir, oleh Al-Manshur Ar-Razi; Asna Al-Mathalib, oleh Syamsuddin Al-Jazari, halaman 3.
11. Usamah bin Zaid bin Haritsah, wafat tahun 54 H. Silahkan rujuk: Usdul Ghabah, tentang Hadis Wilayah, jilid 5, halaman 205; Nakhbul Manaqib.
12. Ubay bin Ka’b Al-khazraji, wafat tahun 30/31 H. Silahkan rujuk: Nakhbul Manaqib.
13. As-ad bin Zurarah Al-Anshari. Silahkan rujuk: An-Nakhbu, oleh Abu Bakar Al-Ju’abi; Al-Wilayah, oleh Abu Said Mas’ud As-Sijistani; Asna Ath-Thalib, oleh Syamsuddin Al-Jazari, oleh Ibnu ‘Uqdah.
14. Asma’ binti ‘Amis Al-Khats’amiyah. Rujuk: Kitab Al-Wilayah, oleh Ibnu ‘Uqdah.
15. Ummu Salamah istri Nabi saw. Rujuk: Kitab Al-Wilayah, oleh Ibnu ‘Uqdah; Yanabi’ul Mawaddah, halaman 40. Wasilah Al-Maal, oleh Syaikh Ahmad bin Fadhl bin Muhammad Al-Makki Asy-Syafi’i.
16. Ummu Hani binti Abi Thalib (as). Rujuk: Yanabi’ul Mawaddah, halaman 40; Musnad Al-Bazzar; Kitab Al-Wilayah, oleh Ibnu ‘Uqdah.
17. Abu Hamzah Anas bin Malik Al-Anshari Al-Khazraji, Khaddam Nabi saw, wafat tahun 93 H. Rujuk: Tarikh Baghad, oleh Al-Khatib Al-Baghdadi, jilid 7, halaman 377; Tarikh Al-Khulafa’, oleh As-Suyuthi, halaman 114; Kanzul ‘Ummal, jilid 6, halaman 154 dan 403; Maqtal Al-Husain, oleh Al-Khawarizmi; Nuzul Abrar; oleh Al-Badkhasyi, halaman 20; Asna Ath-Thalib, oleh Al-Jazari; halaman 4.
18. Barra’ bin Azib Al-Anshari Al-Ausi, wafat tahun 72 H. Rujuk: Musnad Ahmad, jilid 4, halaman 281; Sunan Ibnu Majah, jilid 1, halaman 28 dan 29; Khashais Amirul Mu’minin, oleh An-Nasa’I, halaman 16; Tarikh Baghdad; jilid 14, halaman 236; Tafsir Ath-Thabari, jilid 3, halaman 428; Al-Isti’ab, oleh Ibnu Abd Al-Birr, jilid 2, halaman 473; Ar-Riyadh An-Naadharah, oleh Muhibuddin Ath-Thabari, jilid 2, halaman 25; Dzakhairul ‘Uqba, halaman 14; Tafsir Fahrur Razi, jilid 3, halaman 636; Tafsir An-Naisaburi, jilid 6, halaman 194; Al-Jami’ Ash-Shaghir, jilid 2, halaman 555; Misykatul Mashabih, halaman 557; Kanzul ‘Ummal, jilid 6, Halaman 397; Al-Bidayah wan-nihayah, oleh Ibnu Katsir, jilid 5, halaman 209.
19. Buraidah bin Al-Hashib Abu Sahl Al-Aslami, wafat tahun 63 H. Rujuk: Al-Mustadark Al-Hakim, jilid 3, halaman 110; Al-Isti’ab, oleh Ibnu Abd Al-Birr, jilid 2, halaman 473; Asna Ath-Thalib, oleh Al-Jazari Asy-Syafi’I, halaman 3; Tarikh Al-Hkulafa’, halaman 114; Al-Jami’ Ash-shaghir, jilid 2, halaman 555; Kanzul ‘Ummal, jilid 6, halaman 367; Miftahun Naja, halaman 20; Tafsir Al-Manar, jilid 6, halaman 464.
20. Abu Said Tsabit bin Wadi’ah Al-Anshari Al-Khazraji Al-Madini. Rujuk: Usdul Ghabah, jilid 3, halaman 307/jilid 5, halaman 205; Tarikh Ali Muhammad, halaman 67.
21. Jabir bin Sammah bin Junadah Abu Sulaiman As-Suwai, wafat setelah tahun 70 H; dalam Al-Ishabah, ia wafat tahun 73 H. Rujuk: Kanzul ‘Ummal, jilid 6, halaman 398; Al-Isti’ab, jilid 2, halaman 473; Tahdzibut Tahdzib, jilid 7, halaman 337; Kifayah Ath-Thalib, halaman 16; Al-Bidayah wan-Nihayah, oleh Ibnu Katsir, jilid 5, halaman 209;Asna Ath-Thalib, oleh Al-Jazari, halaman 3; Tarikh Ali Muhammad, oleh Al-Qadhi, halaman 67.
22. Jabir bin Abdullah Al-Anshari, wafat di Madinah tahun 73/74/78 H. Rujuk: Al-Isti’ab, jilid 2, halaman 473; Tahdzibut Tahdzib, jilid 7, halaman 337; Kifayah Ath-Thalib, halaman 16; Al-Bidayah wan-Nihayah, oleh Ibnu Katsir, jilid 5, halaman 209; Kanzul ‘Ummal, jilid 6, halaman 398; Yanabi’ul Mawaddah, halaman 41; Asna Ath-Thalib, halaman 3; Tarikh Ali Muhammad, halaman 67..
23. Jabalah bin Amr Al-Anshari.
24. Jubair bin Math’am, wafat tahun 57/58/59 H. Rujuk: Tarikh Ali Muhammad, halaman 69; Yanabi’ul Mawaddah, halaman 31 dan 336.
25. Jarir bin Abdullah bin Jabir, wafat tahun 51/54 H. Rujuk: Majma’uz Zawaid, oleh Al-Haitsami, jilid 9, halaman 114; Al-Bidayah wan-Nihayah, oleh Ibnu Katsir, jilid 7, halaman 349; Kanzul ‘Ummal, jilid 6, halaman 399.
26. Abu Dzar Jundab bin Junadah Al-Ghifari, wafat tahun 31, Rujuk: Hadis Al-Wilayah, oleh Ibnu ‘Uqdah; Nakhbul Manaqib. Oleh Al-Ju’abi; Faraid As-Samthin; Maqtal Al-Husain, oleh Al-Khawarizmi; Asma Ath-Thalib, oleh, oleh Syamsuddin Al-Jazari Asy-Syafi’I, halaman 4.
27. Abu Junaid Junda’ bin Amr Al-Anshari: rujuk: Usdul Ghabah, jilid 1, halaman 308; Tarikh Ali Muhammad, halaman 67.
28. Habbah bin JuJuwayn Abu Qudamah Al-‘Urani, wafat tahun 76/79 H. Rujuk: Majma’uz Zawaid, jilid 9, halaman 103; Tarikh Baghdad, jilid 8, halaman 276; Al-Kina wal-Asma’, oleh Ad-Dawlabi, jilid 2, halaman 88; Usdul Ghabah, jilid 1, halaman 367; Al-Ishabah, jilid 1, halaman 372.
29. Hubsyi bin Junadah As-Saluli. Rujuk: Usdul Ghabah, jilid 3, halaman 307/jilid 5, halaman 205; Ar-Riyadh An-Nadharah, oleh Muhibuddin Ath-Thabari, jilid 2, halaman 169; Kanzul ‘Ummal, jilid 6, halaman 154; Al-Bidayah wan-Nihayah, oleh Ibnu Katsir, jilid 5, halaman 211; Majma’uz Zawaid, jilid 9, halaman 106; Tarikh Al-Khulafa’, halaman 114; Nuzlul Abrar, oleh Al-Badkhasyi, halaman 20.
30. Habib bin Badil bin Waraqah Al-Khaza’i. Rujuk: Usdul Ghabah, jilid 1, halaman 368.
31. Hudzaifah bin usaid Abu Sarihah Al-Ghifari, wafat tahun 40/42 H. Rujuk: Yanabi’ul Mawaddah, halaman 38; Shahih Tirmidzi, jilid 2, halaman 298; Al-fushulul Muhimmah, oleh Ibnu Shabagh, halaman 25; Al-Bidayah wan-Nihayah, jilid 5, halaman 209/jilid 7, halaman 348; Ash-Shawa’iqul Muhriqah, oleh Ibnu Hajar, halaman 25; As-Sirah Al-Halabiyah, jilid 3, halaman 301; Majma’uz Zaawaid, jilid 9, halaman 165; Tarikh Al-Khulafa’, halaman 114; Tarikh Ali Muhammad, halaman 68.
32. Hudzaifah bin Al-Yaman Al-Yamani, wafat tahun 36 H. Rujuk Da’atul Huda Ila Haqqil Muwalat, oleh Al-Hakim Al-Haskani; Asna Al-Muthalib, oleh Al-Jazari, halaman 4.
33. Hassan bin Tsabit, salah seorang penyair Al-Ghadir pada abad pertama, silahkan rujuk syairnya dan biografinya.
34. Al-Imam Al-Mujtaba’ Al-Hasan (as) cucu Rasulullah saw. Rujuk: Hadis Al-Wilayah, oleh Ibnu ‘Uqdah; An-Nakhbu, oleh Al-Ju’abi; Maqtal Al-Husain, oleh Al-Khawarizmi.
35. Al-Imam As-Syahid Al-Husain (as) cucu Rasulullah saw. Rujuk: hadis Al-Wilayah, oleh Ibnu ‘Uqdah; An-Nakhbu, oleh Al-Ju’abi; Maqtal Al-Husain, oleh Al-khawarizmi; Al-Manaqib, oleh Ibnu Al-Maghazili; Hilyatul Awliya’, oleh Abu Na’Imam Muhammad Al-Baqir (as), jilid 9, halaman 64.
36. Abu Ayyub Khalid bin Zaid Al-Anshari, syahid pada perang Rumawi tahun 50/51/52 H. Rujuk: Ar-Riyadh An-Nadharah, jilid 2, halaman 169; Usdul Ghabah, jilid 5, halaman 6/jilid 3, halaman 307/jilid 5, halaman 209; Tarikh Al-Khulafa’, halaman 114; Kanzul ‘Ummal, jilid 2, halaman 154; Al-Ishabah, oleh Ibnu Hajar Al-‘Asqalani, jilid 7, halaman 780/jilid 6, halaman 223/jilid 2, halaman 408, cet. Pertama; Nuzlul Abrar, oleh Al-Badkhasyi, halaman 20.
37. Abu Sulaiman Khalid bin Walid bin Al-Mughirah Al-makhzumi, wafat tahun 21/22 H. Rujuk: An-Nakhbu.
38. Khuzaimah bin Tsabit Al-Anshari, terbunuh pada perang Shiffin tahun 37. Rujuk: Usdul ghabah, jilid 3, halaman 307; Asna Al-Mathalib, halaman 4; Tarikh Ali Muhammad, halaman 67.
39. Abu Syuraih Khawailid/ Ibnu ‘Amr Al-Khaza’I, wafat tahun 68 H.
40. Rifa’ah bin Abdul Mundzir Al-Anshari. Rujuk: Hadis Al-Wilayah; Nakbul Manaqib; Kitab Al-Ghadir, oleh Al-Manshur Ar-Razi.
41. Zubair bin ‘Awwam, terbunuh tahun 36 H. Rujuk: Hadis Al-Wilayah; Kitab Al-Ghadir, oleh Al-Manshur Ar-Razi; Asna Al-Mathalib, halaman 3.
42. Zaib bin Arqam Al-Anshari Al-Khazraji, wafat tahun 66/68 H. Rujuk: Musnad Ahmad, jilid 4, halaman 368; Khashaish, oleh An-Nasa’I, halaman 16; Al-Kina Wal-Asma’, jilid 2, halaman 61; Shahih Muslim, jilid 2, halaman 325, cet. Tahun 1327;Mashabih As-Sunnah, oleh Al-Baghawi, jilid 2, halaman 199; Shahih Tirmidzi, jilid 2, halaman 298; Musnad Ahmad, jilid 1, halaman 109, 118 dan 533; Ar-Riyad An-Nadharah, oleh Muhibuddin Ath-Thabari, jilid 3, halaman 169; At-Talikhish, oleh Adz-Dzahabi, jilid 3, halaman 533; Mizanul I’tidal, oleh Adz-dzahabi jilid 3, halaman 224; Mathalib As-Saul, oleh Ibnu Thalhah, halaman 16; Majma’uz Zawaid, oleh Abu Bakar Al-Haitsami, jilid 9, halaman 104 dan 163; Syarhul Madzahib, oleh Az-Zarqani Al-Maliki, jilid 7, halaman 13; Al-Manaqib, oleh Al-Khawarizmi, halaman 93; Al-Isti’ab, oleh Ibnu Abd Al-Birr, jilid 2, halaman 473; Al-Bidayah wan-Nihayah, jilid 5, halaman 208; Kifayah Ath-Thalib, oleh Al-Kanji Asy-Syafi’I, halaman 14; Tarikh Al-hkulafa’, oleh As-Suyuthi, halaman 114; Al-Jami’ Ash-Shaghir, jilid 2, halaman 555; Tahdzibut Tahdzib, oleh Ibnu Hajar, jilid 7, halaman 338; Raiyadh Ash-Shalihin, halaman 557; Nuzlul Abrar, oleh Al-Badkhasyi, halaman 19 dan 21; Ruhul Ma’ani, oleh Al-Alusi, jilid 2, halaman 350.
43. Abu Saiz Zaid bin Tsabit, wafat tahun 45/48; Rujuk: Asna Al-Mathalib, halaman 4.
44. Zaid/Yazid bin syarahil Al-Anshari. Rujuk: Usdul Ghabah, jilid 2, halaman 233; Al-Ishabah, oleh Ibnu Hajar, jilid 1, halaman 233; Al-Ishabah, oleh Ibnu Hajar, jilid 1, halaman 567; Tarikh Ali Muhammad, halaman 67.
45. Zaid bin Abdullah Al-Anshari. Rujuk: hadis Al-wilayah, oleh Ibnu ‘Uqdah.
46. Abu Ishaq Sa’d bin Abi Waqash, wafat tahun 54/55/56/58 H. Rujuk: Al-Khashaish, oleh An-Nasa’I, halaman 3,4,18 dan 25; Sunan Ibnu Majah, jilid 1, halaman 30; Al-Mustadrak Al-Hakim, jilid 3, halaman 116;Hilyatul Awliya’, oleh Al-Hafizh Abu Na’Imam Muhammad Al-Baqir (as), jilid 4, halaman 356; Musykil Al-Atshar, oleh Al-Hafizh Ath-Thahawi Al-Hanafi, jilid 2, halaman 309;Kifayah Ath-Thalib, oleh Al-Kanji Asy-Syafi’I, halaman 16 dan 151; Majma’uz Zawaid, oleh Al-Hafizh Al-Haitsami, jilid 9, halaman 107; Al-Bidayah wan-Nihayah, oleh Ibnu Katsir Asy-Syami, jilid 5, halaman 212/jilid 7, halaman 340; Tarikh Al-Khulafa’, oleh Jamaluddin As-Suyuthi, halaman 114; Kanzul ‘Ummal, jilid 6, halaman 154 dan 405; Nuzlul Abrar, oleh Al-Badkhasyi, halaman 20.
47. Sa’d bin Junadah Al-‘Awfi ayah dari ‘Athiyah Al-‘Awfi. Rujuk: Hadis Al-Wilayah; An-Nakhbu; Maqtal Al-Husain, oleh Al-khawarizmi.
48. Sa’d bin ‘Ubadah Al-Anshari Al-Khazraji, wafat tahun 14/15 H. Rujuk: An-Nakhbu, oleh Qadhi Abu Bakar Al-Ju’abi.
49. Abu Said Sa’d bin Malik Al-Anshari Al-Khudri (Abu Said Al-Khudri), wafat tahun 63/64/65/74 H, di makamkan di Baqi’. Rujuk Tafsir An-Naisaburi, jilid 6, halaman 194; Al-Manaqib, oleh Al-khawarizmi, halaman 80; Al-Fushulul Muhimah, oleh Ibnu Shabagh Al-Maliki, halaman 27; Majma’uz Zawaid, oleh Al-Hafizh Al-Haitsammi, jilid 9, halaman 108; Tafsir Ibnu Katsir, jilid 2, halaman 14; Al-Bidayah Wan-Nihayah, jilid 7, halaman 349 dan 350; Tarikh Al-Khulafa’, halaman 114; Ad-Durrul Mantsur, jilid 2, halaman 259 dan 298; Kanzul ‘Ummal, jilid 6, halaman 390 dan 403; Tafsir An-Manar, jilid 6, halaman 463; Asna Al-Mathalib, oleh Al-Kazari, halaman 3.
50. Said bin Zaid Al-Quraisyi Al-‘Adawi, wafat tahun 36/37 H. Rujuk: Al-Manaqib, oleh Ibnu Al-Maghazili.
51. Said bin Sa’d bin Ubadah Al-Anshari. Rujuk: Kitab Al-Wilayah, oleh Ibnu ‘Uqdah.
52. Abu Abdillah Salman Al-Farisi, wafat tahun 36/37 H. Rujuk: Hadis Al-Wilayah; Al-Nakhbu; Faraid As-Samthin; Asna Al-Mathalib, halaman 4.
53. Abu Muslim Salamah bin ‘Amr bin Aku’ Al-Aslami, wafat tahun 74 H. Rujuk: Hadis Al-Wilayah, oleh Ibnu ‘Uqdah.
54. Abu Sulaiman Sammarah bin Jundab Al-Firusi, wafat di Basrah tahun 58/59/60 H. Rujuk: Hadis Al-Wilayah; Nakhbul Manaqib; Asna Al-Mathalib, halaman 4.
55. Sahl bin Hunaif Al-Anshari Al-Ausi, wafat tahun 38 H.Rujuk: Usdul Ghabah, jilid 3, halaman 307; Asna Al-Mathalib, halaman 4.
56. Abdul Abbas Sahl bin Sa’d Al-Anshari Al-Khazraji As-Sa’di, wafat tahun 91 H. Rujuk: Yanabi’ul Mawaddah, halaman 38; Tarikh Ali Muhammad, halaman 67.
57. Abu Imamah Ash-Shudi Ibnu Ajlan Al-Bahili, wafat tahun 86 H. Rujuk: Hadis Al-Wilayah.
58. Dhamrah Al-Asadi. Rujuk: Hadis Al-Wilayah; dalam Kitab Al-Ghadir, oleh Al-Manshur Ar-Razi, disebut Dhamrah bin Hadid dan ia mengiranya Dhamrih bin Jundab atau Ibnu Habib.
59. Thalhah bin Abidillah At-Tamimi, terbunuh pada perang Jamal tahun 36. Rujuk: Muruj Adz-Dzahab, oleh Al-Ma’udi, jilid 2, halaman 11; Mustadrak Al-Hakim, jilid 3, halaman 171; Al-Manaqib, oleh Al-khawarizmi, halaman 112; Majma’uz Zawaid, oleh Al-Hafizh Al-Haitsami, jilid 9, halaman 107; Jam’ul Jawami’, oleh As-Suyuthi; Tahdzibut Tahdzib, oleh Ibnu Hajar, jilid 1, halaman 391; Kanzul ‘Ummal, jilid 6, halaman 83 dan 154; Al-Bidayah Wan-Nihayah, oleh Ibnu Katsir, jilid 1, halaman 391; Kanzul ‘Ummal, jilid 6, halaman 83 dan 154; Al-Bidayah Wan-Nihayah, oleh Al-Jazari Asy-Syafi’I, halaman 3.
60. ‘Amir bin ‘Umair An-Numairi. Rujuk : Hadis Al-Wilayah ; Al-Ishabah, oleh Ibnu Hajar, jilid 2, halaman 255.
61. ‘Amir bin Layli bin Dhamrah. Rujuk : Hadis Al-Wilayah ; Usdul Ghabah, oleh Ibnu Atsir, jilid 3, halaman 92 ; Al-Ishabah, oleh Ibnu Hajar, jilid 2, halaman 257 ; Usdul Ghabah, jilid 3, halaman 93.
62. ‘Amir bin Layli Al-Ghifari ; Rujuk : Al-Ishabah, oleh Ibnu Hajar, jilid 2, halaman 257.
63. Abu Thufail ‘Amir bin Watsilah Al-Laytsi, wafat tahun 100/102/108/110 H. Rujuk: Musnad Ahmad, jilid 1, halaman 30 dan 118/jilid 4, halaman 370; Al-Khashaish, oleh An-Nasa’I, halaman 15 dan 17; Shahih Tirmidzi, jilid 2, halaman 26,31 dan 298; Al-Mustadrak Al-Hakim, jilid 3, halaman 109,110 dan 533; Usdul Ghabah, oleh Ibnu Atsir, jilid 3, halaman 92/jilid 5, halaman 376; Al-Manaqib, oleh Al-Khawarizmi, halaman 93 dan 217; Kifayah Ath-Thalib, oleh Al-Kanji Asy-syafi’I, halaman 15; Ar-Riyadh An-Nadharah, jilid 2, halaman 179; Al-Bidayah Wan-Nihayah, oleh Ibnu Katsir, jilid 5, halaman 211/jilid 7, halaman 246 dan 348; Al-Ishabah, jilid 4, halaman 159/jilid 2, halaman 252; Kanzul ‘Ummal, jilid 6, halaman 390; Yanabi’ul Mawaddah, oleh Al-Qundusi Al-Hanafi, halaman 38.
64. ‘Aisyah binti Abi Bakar bin Quhafah, istri Nabi saw. Rujuk : Hadis Al-Wilayah, oleh Ibnu ‘Uqdah.
65. ‘Abbas bin Abdul Muthalib bin Hasyim, paman nabi saw. Wafat tahun 32 H. Rujuk: Asna Al-Mathalib, oleh Al-Jarazi Asy-Syafi’I, halaman 3.
66. ‘Abdurrahman bin Abdi Rabb Al-Anshari. Rujuk: Usdul Ghabah, oleh Ibnu Atsir, jilid 3, halaman 307/jilid 5, halaman 205; Al-Ishabah, oleh Ibnu Hajar, jilid 2, halaman 408; Tarikh Ali Muhammad, halaman 67.
67. Abu Muhammad Abdurrahman bin Auf Al-Qarasyi Az-Zuhri, wafat tahun 31/32 H. Rujuk: Al-Manaqib, oleh Ibnu Al-Maghazili; Asna Al-Mathalib, halaman 3.
68. ‘Abdurrahman bin Ya’mar Ad-Dili. Rujuk: Hadis Al-Wilayah;Maqtal Al-Husain, oleh Al-Khawarizmi.
69. Abdullah bin Ubay, Abdul Asad Al-Makhzumi. Rujuk: Hadis Al-Wilayah.
70. Abdullah bin Badil bin Waraqah pemimpin suku Khaza’ah, terbunuh pada perang shiffin.
71. Abdullah bin Basyir Al-Mizani. Rujuk Al-Wilayah.
72. Abdullah bin Tsabit Al-Anshari. Rujuk; Tarikh Ali Muhammad, halaman 67.
73. Abdullah bin Ja’far bin Abi Thalib Al-Hasyimi, wafat tahun 80 H. Rujuk: Hadis Al-Wilayah; dan baca Argumennya terhadap Muawiyah dengan hadis Al-Ghadir.
74. Abdullah bin Hanthab Al-Qarasyi Al-Makhzumi. Rujuk; Ihyaul Mayyit, oleh As-Suyuthi.
75. Abdullah bin Rabi’ah. Rujuk: Maqtal Al-Husain, oleh Al-Khawarizmi.
76. Abdullah bin Abbas, wafat tahun 68 . Rujuk: Al-Khashaish, oleh An-Nasa’I, halaman 7; Musnad Ahmad, jilid 1, halaman 331; Al-Mustadrak Al-Hakim, jilid 132; Al-Bidayah Wan-Nihayah, oleh Ibnu Katsir Asy-Syami, jilid 7, halaman337;Majma’uz Zawaid, oleh Al-Hafizh Al-Haitsami, jilid 9, halaman 108; Al-Kifayah, oleh Al-Kanji Asy-Syafi’I, halaman 115; Al-Ishabah, oleh Ibnu Hajar, jilid 22, halaman 509; Kanzul ‘Ummal, oleh Al-Mttaqi Al-Hindi, jilid 6, halaman 153; Tarikh Al-Khulafa’,oleh Jalauddin Asd-Suyuthi, halaman 114; Syamsul Akhbar, oleh Al-Qarasyi, halaman 38; Nuzlul Abrar, oleh Al-Badkhasyi, halaman 20 dan 21; Tarikh Ibnu Katsir, jilid 7, halaman 348; Tafsir Fakhrur Razi, jilid 3, halaman 636; Tafsir An-Naisaburi, jilid 6, halaman 194; Tafsir Ruhul Ma’ani, oleh Al-Alusi, jilid 2, halaman 348; Dan Rujuk pula Ayat Tabligh dan Ayat Ikmaluddin.
77. Abdullah bin Ubay, wafat tahun 86/87 H. Rujuk: Hadis Al-Wilayah.
78. Abu Abdurrahman Abdullah bin Umar bin Khaththab Al-‘Adawi, wafat tahun 72/73. Rujuk: Majma’uz Zawaid, oleh Al-Hafizh Al-Haitsami, jilid 9, halaman 106; Tarikh Al-Khulafa’, halaman 114; Kanzul ‘Ummal, jilid 6, halaman 154; Nuzlul Abrar, oleh Al-Badkhasyi, halaman 20; Asna Al-Mathalib, halaman 4.
79. Abu Abdurrahman Abdullah bin Ma’ud, wafat tahun 32/33 H. rujuk: Ayat Tabligh dalam Ad-Durrul Mantsur, oleh Jalaluddin As-Suyuthi, jilid 2, halaman 298; Tafsir Asy-Syaukani, jilid 2, halaman 57; Tafsir Ruhul Ma’ani, oleh Al-Alusi, jilid 2, halaman 348; Asna Al-Mathalib, halaman 4.
80. Abdullah bin Yamin/Yamil. Rujuk : Al-Mufradat, tentang Hadis Wilayah, oleh Al-Hafizh Ibnu ‘Uqdah : Usdul Ghabah , jilid 3, halaman 274 ; Al-Ishabah, jilid 2, halaman 382 ; Yanabi’ul Mawaddah 34.
81. Utsman bin Affan, wafat tahun 35 H. Rujuk: Al-Mufradat tentang hadis wilayah, oleh Ibnu ‘Uqdah; kitab Al-Ghadir, oleh Al-Manshur Ar-Razi; Al-Manaqib, oleh Ibnu Al-Maghazili.
82. ‘Ubaid bin ‘Azib Al-Anshari, saudara Al-Barra’ bin Azib.
83. Abu Thuraif ‘Adi bin Hatim, wafat tahun 68 H. Rujuk: Yanabi’ul Mawaddah, halaman 38; Tarikh Ali Muhammad, halaman 67.
84. ‘Athiyah bin Bashir Al-Mazini. Rujuk : Hadis Wilayah, oleh Ibnu ‘Uqdah.
85. ‘Uqdah bin ‘Amir Al-Juhhani, seorang Gubernur Mesir pada masa pemerintahan Muawiyah selama 3 tahun, wafat sekitar tahun 60 H. Rujuk: Hadis Al-Wilayah; Tarikh Ali Muhammad, halaman 67.
86. Amirul Mu’minin Ali bin Abi Thalib (as). Rujuk: Musnad Ahmad, jilid 1, halaman 152; Al-Bidayah Wan-Nihayah, oleh Ibnu Katsir, jilid 2, halaman 348; Majma’uz Zawaid, jilid 9, halaman 107; Tarikh Al-Khulafa’, halaman 114; Tahdzibut Tahdzib, oleh Ibnu Hajar, jilid 7, halaman 337; Nuzlul Abrar, oleh Al-Badkhasyi, halaman 20; Musykil Al-Atsar, oleh Al-Hafizh Ath-Thahawi, jilid 2, halaman 307; Al-bidayah Wan-Nihayah, jilid 5, halaman 211; Kanzul ‘Ummal, jilid 6, halaman 154,397,399 dan 406; Mizanul I’tidal, oleh Adz-dzahabi, jilid 2, halaman 303; Hilyatul Awliya’, oleh Abu Na’Imam Muhammad Al-Baqir (as), jilid 9, halaman 64.
87. Abu Yaqzhan Ammar bin Yasir, syahid pada perang Shiffin tahun 37, rujuk: Syarah Nahjul Balaghah, jilid 222, halaman 273; Asna Al-Mathalib, halaman 4.
88. Ammarah Al-Khazraji Al-Anshari, terbunuh pada perang Yamamah, Rujuk: Majma’uz Zawaid, jilid 9, halaman 107; Tarikh Al-Khulafa’, halaman 65.
89. Umar bin Abi Salamah bin Abdi Asad Al-Makhzumi, anak tiri nabi saw, ibunya adalah Ummu Salamah istri Nabi saw, wafat tahun 83. Rujuk: Hadis Al-Wilayah, oleh Al-Hafizh Ibnu ‘Uqdah.
90. Umar bin Khaththab, terbunuh tahun 23 H. Rujuk: Al-Manaqib, oleh Ibnu Al-Maghazili Asy-Syafi’I; Ar-Riyath An-Nadharah, oleh Mihibuddin Ath-Thabari Asy-Syafi’I, jilid 2, halaman 161; Dzakhairul ‘Uqba, halaman 67; Al-Bidayah Wan-Nihayah, oleh Ibnu Katsir, jilid 7, halaman 349; Asna Al-Mathalib,m halaman 3; Yanabi’ul Mawaddah, oleh Syaikh Sulaiman Al-Qundusi Al-Hanafi, halaman 249.
91. Abu Najib Imran bin Hashin Al-Khaza’I, wafat tahun 52 H. di Basrah. Rujuk: Hadis Al-wilayah; Asna Al-Mathalib, halaman 4.
92. Amer bin Hamq Al-Khaza’I Al-Kufi, wafat tahun 50 H. Rujuk: Maqtal Al-Husain, oleh Al-Khawarizmi; Hadis Al-Wilayah.
93. Amer bin Syarahil. Rujuk: Maqatal Al-Husain, oleh Al-Khawarizmi.
94. Amer bi Ash. Rujuk: Al-Imamah Was-Siyasah, oleh Ibnu Qutaibah, halaman 93; Al-Manaqib, oleh Al-Khawarizmi, halaman 126.
95. Amer bin Marrah Al-Juhhani Abu Thalhah atau Abu maryam, Rujuk: Al-Mu’jam Al-Kabir; Kanzul ‘Ummal, jilid 6, halaman 154.
96. Ash-Shiddiqah Fatimah Az-Zahra’ binti Nabi saw. Rujuk: Hadis Al-Wilayah; Kitab Al-Ghadir, oleh Al-Manshur Ar-Razi; Mawaddah Al-Qurba, oleh Syihabuddin Al-Hamdani.
97. Fatimah binti Hamzah bin Abdul Muthalib, rujuk: Hadis Al-Wilayah; kitab Al-Ghadir, oleh Al-Mantsur Ar-Razi.
98. Qais bin Tsabit bin Syamas Al-Anshari. Rujuk: Usdul Ghabah, jilid 1, halaman 368; Al-Ishabah, jilid 1, halaman 305.
99. Qais bin Sa’d bin Ubadah Al-Anshari Al-Khazraji, salah seorang penyair Al-Ghadir pada abad pertama. Rujuk: Argumennya terhadap Muawiyah bin Abi Sofyan dengan hadis Al-Ghadir.
100. Abu Muhammad Ka’b bin Ajrah Al-Anshari Al-Madani, wafat tahun 51 H. Rujuk: Hadis Al-Wilayah.
101. Abu Sulaiman Malik bin Huwairats Al-Laytsi, wafat tahun 74 H. Rujuk: Al-Manaqib, oleh Imam Al-hanabilah Ahmad bin Hambal; hadis Al-Wilayah; Majma’uz Zawaid, jilid 9, halaman 108; Tarikh Al-Khulafa’, halaman 114; Nuzlul Abrar, oleh Al-Badkhayi, halaman 20.
102. Miqdad bin Amer Al-Kandi Az-Zuhri, wafat tahun 33 H. rujuk: Tarikh Ali Muhammad, halaman 67.
103. Najiyah bin Amer Al-Khaza’i. Rujuk: Usdul Ghabah, jilid 5, halaman 6; Al-Ishabah, jilid 3, halaman 543.
104. Abu Barzah Fadhlah bin Utbah/’Abid/Abdullah Al-Aslami, wafat di Khurasan tahun 65 H. Rujuk: Hadis Al-Wilayah.
105. Nu’man bi Ajlan Al-Anshari, Rujuk: Tarikh Ali Muhammad, halaman 67.
106. Hasyim Al-Marqal Ibnu Utbah bin Waqash Az-Zuhri Al-Madani, terbunuh pada perang Shiffin tahun 37 H. Rujuk: Udul Ghabah, jilid 1, halaman 368; Al-Ishabah, jilid 1, halaman 305.
107. Abu Wasamah wahsyi bin Harbi Al-Hamashi. Rujuk: Hadis Al-Wilayah; Maqtal Al-Husain, oleh Al-Khawarizmi.
108. Wahab bin Hamzah. Rujuk: Rujuk: Maqtal Al-Husain, oleh Al-Khawarizmi.
109. Abu Juhaifah Wahab bin Abdullah As-Suwai, wafat tahun 74 H. Rujuk: Hadis Al-Wilayah.
110. Abu Murazim Ya’la bin Marrah bin Wahab Ath-Tsaqali. Rujuk: Usdul Ghabah, oleh Ibnu Katsir, jilid 2, halaman 233/jilid 3, halaman 93/jilid 5, halaman 6; Al-Ishabah, oleh Ibnu Hajar, jilid 3, halaman 543.


Perawi Hadis Al-Ghadir dari Kalangan Tabi’in

Delapan puluh empat Tabi’in yang meriwayatkan hadis Al-Ghadir, mereka adalah:
1. Abu Rasyid Al-Hubrani Asy-Syami (namanya Khidir/Nu’man). Dalam kitabnya At-Taqrib, halaman 419, Ibnu Hajar mengatakan ia adalah seorang tabi’in yang terpercaya. Ia meriwayatkan dari Amirul Mu’minin Ali bin Abi Thalib (as) Rujuk: Mizanul I’tidal, oleh Adz-Dzahabi, jilid 2, halaman 302.
2. Abu Salamah (Namanya Abdullah, sebagian mengatakan: Islami) Ibnu Abdur Rahman bin Auf’ Az-Zuhri Al-Madani. Khulashah Al-Khazraji, halaman 380, mengatakan ia adalah seorang faqih; Ibnu Hajar dalam kitabnya At-Taqrib, halaman 422, mengatakan: Ia seorang yang terpercaya. Ia meriwayatkan dari
3. Jabir Al-Anshari. Rujuk: Al-‘Umdah, halaman 56.
4. Abu Sulaiman Al-Muadzdzin, dalam At-Taqrib (dikatakan Abu Salman), salah seorang tabi’in terkemuka. Ia meriwayatkan dari Amirul Mu’mininm Ali bin Abi Thalib (as). Rujuk: Syarah Nahjul Balaghah, oleh Ibnu Abil Hadid, jilid 2, halaman 362.
5. Abu Shahih As-Samman Dzikwan Al-Madani mawla Juwairiyah Al-Ghithfaniyah. Adz-Dzahabi mengatakan dalam kitabnya At-Tadzkirah, jilid 1, halaman 78: ia adalah salah seorang manusia yang agung dan terpercaya, wafat tahun 101 H. Ia meriwayatkan dari Abu Hurairah dan Umar bin Khathhab. Rujuk: Ayat Tabligh; Ar-Riyadh An-Nadharah, jilid 2, halaman 161.
6. Abu ‘Anfuwanah Al-Mazini. Ia meriwayatkan dari Abu Junaidah Junda’ bin ‘Amer bin Mazin Al-Anshari. Rujuk: Usdul Ghabah, jilid 1, halaman 308.
7. Abu Abdur Rahim Al-Kindi. Ia meriwayatkan dari Amirul Mu’minin Ali bin Abi Thalib (as). Rujuk: Musnad Ahmad bin Hambal, jilid 1, halaman 308.
8. Abul Qasim Ashbagh bin Nubatah At-Tamimi Al-Kufi. Al-‘Ajali dan Ibnu Mu’in mengatakan ia adalah seorang yang terpercaya. Ia meriwayatkan dari Abu Ayyub Khalid bin Zaid Al-Anshari. Rujuk: Ar-Riyadh An-Nadharah, jilid 2, halaman 169; Usdul Ghabah, jilid 5, halaman 6/jilid 3, halaman 307/jilid 5, halaman 205.
9. Abu Layly Al-Kindi. Sebagian mengatakan namanya Salamah bin Muawiyah, sebagian mengatakan Said bin Basyar. Dalam At-Taqrib dikatakan ia adalah seorang tabi’in terkemuka dan terpeyaca. Ia meriwayatkan dari Zaid bin Arqam. Rujuk: Al-Manaqib, tentang Ali bin Al-Husain, oleh Ahmad bin Hambal: bercerita kepada kami Ibrahim bin Ismail dari ayahnya, dari Salamah bin Kuhail, dari Abu Layli Al-Kindi, ia berkata: Aku mendengar Zaid bin Arqam berkata, ketika kami menunggu jenazah ada seorang bertanya: Wahai Aba ‘Amir, apakah kamu mendengar Rasulullah saw bersabda kepada Ali pada hari Ghadir Khum: “Barang siapa menjadikan aku pemimpinnya maka Ali adalah pemimpinnya? “Ia menjawab: Ya. Beliau menyabdakan hadis itu sebanyak empat kali.
10. Iyas bin Nudzair. Ia meriwayatkan dari Amirul Mu’minin Ali bin Abi Thalib (as). Rujuk: Al-Mustadrak Al-Hakim jilid 3, halaman 371.
11. Jamil bin ‘Umarah. Ia meriwayatkan dari Salim bin Abdillah bin Umar bin Khaththab, dari Umar bin Khaththab. Rujuk : Al-Bidayah Wan-Nihayah, oleh Ibnu Katsir, jilid 5, halaman 213.
12. Haritsah bin Nashr. Meriyatakan dari Amirul Mu’minin Ali bin Abvi Thalib (as). Rujuk: Al-Khashaish, oleh An-Nasa’I Asy-Syafi’I, halaman 40.
13. Habib bin Abi Tsabit Al-Asadi Al-Kufi. Adz-Dzahabi mengatakan ia seorang faqih dari tabi’in yang terpercaya, ia wafat tahun 117/119 H. Ia meriwayatkan dari Zaid bin Arqam Al-Anshari. Rujuk : At-Tahdzib, oleh Ibnu Hajar, jilid 1, halaman 103 ; Tahdzib At-Tahdzib, oleh Ibnu Hajar, jilid 1, halaman 104 ; Al-khashaish, oleh An-Nasa’i, halaman 15 ; Al-Mustadrak Al-Hakim, jilid 3, halaman 109 dan 533 ; Al-Mustadrak Al-Hakim, jilid 3, halaman 109 dan 533 ; Al-Bidayah Wan-Nihayah, oleh Ibnu Katsir, jilid 5, halaman 208 ; Musnad Ahmad bin Hambal, jilid 1, halaman 118.
14. Al-Harits bin Malik. Ia meriwayatkan dari Abu Ishaq Sa’d bin Abi Waqqash. Rujuk: Kifayah Ath-Thalib, oleh Al-Kanji Asy-Syafi’I, halaman 16.
15. Al-Husain bin Malik bin Al-Huwairats. Ia meriwayatkan dari ayahnya Abu Sulaiman Malik bin Al-huwairats Al-Laytsi. Rujuk Majma’uz Zawaid, oleh Al-Hafizh Al-Haitsami, jilid 9, halaman 108; Tarikh Al-Khulafa’, oleh As-Suyuthi, halaman 114; Al-Manaqib, oleh Imam Al-Hanabilah Ahmad bin Hambal.
16. Hakam bin ‘Utaibah Al-Kufi Al-Kindi. Adz-dzahabi mengatakan dalam At-Tadzkirah, jilid 1, halaman 104: Ia seorang faqih dan terpercaya, penulis Sunnah wa Atba’, wafat tahun 114/115 H. Ia meriwayatkan dari Sa’d bin Abi Waqqash. Rujuk: Al-Mustadrak Al-Hakim, jilid 3, halaman 110; Hilyatul Awliyah’.
17. Hamid bin ‘Umarah Al-Khazraji Al-Anshari. Ia meriwayatkan dari ayahnya ‘Umarah bin Al-Khazraji Al-Anshari. Rujuk: Mama’uz Zawaid, jilid 9, halaman 107.
18. Hamid Ath-thawil Abu ‘Ubaidah Ibnu Abi Hamid Al-Bishri, wafat tahun 143. Adz-Dzahabi mengatakan dalam kitabnya At-Tadzkirah, jilid 1, halaman 136: Hamid adalah seorang Hafizh dan Muhaddist terpercaya dan salah seorang tokoh ahli hadis. Ia meriwayatkan dari Said bin Al-Musayyab, dari Sa’d bin Abi Waqqash. Rujuk: Kitab Al-Wilayah, oleh Ibnu ‘Uqdah Al-Kufi.
19. Khutsaimah bin Abdur Rahman Al-Ja’fi Al-Kufi. Ibnu Hajar dalam kitabnya At-Tahdzib, jilid 3, halaman 179 mengatakan: Ia adalah seorang terpecaya dan wafat tahun 80 H. Ia meriwayatkan dari Sa’d bin Abi Waqqash. Rujuk: Al-Mustadrak Al-Hakim, jilid 3, halaman 116.
20. Rabi’ah Al-Jurasyi, terbunuh tahun 60/61/74 H. Dalam At-Taqrib, halaman 123 dikatakan: Ia adalah seorang faqih dan dinyatakan terpecaya oleh Ad-Daruquthni dan lainnya. Ia meriwayatkan dari Sa’d bin Abi Waqqash. Rujuk: Al-‘Umdah, halaman 48.
21. Abul Mutsanna Riyah bin Harits An-Nakhfi Al-Kufi. Dalam kitabnya At-Taqrib Ibnu Hajar mengatakan ia adalah salah seorang tabi’in terkemuka; dan dalam At-Tahdzib dikatakan: Abul Mutsanna adalah tabi’in yang terpercaya. Rujuk Hadis Ar-Rukban.
22. Abu ‘Amer zadzan bin Umar Al-Kindi Al-Bazzar atau “Al-Bazzaz.” Al-Kufi. Dalam Mizanul I’tidal, Adz-Dzahabi mengatakan ia adalah salah seorang tabi’in terkemuka. Dalam At-Tahdzib, jilid 3, halaman 303, Ibnu Hajar mengatakan: ia terpecaya, wafat tahun 82 H. Ia meriwayatkan dari Amirul Mu’minin Ali bin Abi Thalib (as). Rujuk: Musnad Ahmad bin Hambal, jilid 1, halaman 84.
23. Abu Maryam Zirr bin Hubaisy Al-Asadi, ia seorang tabi’in terkemuka, wafat tahun 81/82/83 H. Dalam At-Tadzikirah, jilid 1, halaman 40, Adz-Dzahabi mengatakan ia adalah Imam yang layak diteladani; dalam kitab At-Taqrib dikatakan ia adalah terpercaya dan mulia; At-Tahdzib, jilid, halaman 322, dan Hilyatul Awliya’, jilid 4, halaman 181 dan 191 mengatakan ia adalah seorang tabi’in yang terpercaya. Ia meriwayatkan dari Amirul Mu’minin Ali bin Abi Thalib (as) Rujuk: Syarah Al-Mawahib, oleh Al-Hafizh Abu Abdillah Az-Zarqani, jilid 7, halaman 13.
24. Ziyad bin Abi Ziyad. Al-haitsami dalam kitabnya Majma’uz Zawaid dan Ibnu Hajar dalam kitabnya At-Taqrib mengatakan ia adalah seorang tabi’ain terpercaya. Ia meriwayatkan dari Amirul Mu’minin Ali bin Abi Thalib (as) Rujuk: Musnad Ahmad bin Hambal, jilid 1, halaman 88.
25. Zaid bin Yutsa’I Al-hamdani Al-Kufi. Ibnu hajar dalam At-Taqrib, halaman 136, mengatakan ia adalah tabi’in terpercaya. Ia meriwayatkan dari Amirul Mu’minin Ali bin Abi Tahlib (as). Rujuk: Musnad Ahmad bin Hambal, jilid 1, halaman 118.
26. Salim bin Abdullah bin Umar bin Khaththab Al-Quraysi Al-‘Adi Al-Madani. Adz-Dzahabi mengatakan dalam At-tahdzkirah, jilid 1, halaman 77: Ia adalah seorang faqih, alim beramal, zuhud, dan mulia. Dalam At-Taqrib Ibnu hajar mengatakan: Ia adalah salah seorang faqih yang jujur, hidup sederhana seperti ayahnya, pemberi petunjuk dan pendiam, termasuk tiga tabi’in terkemuka, wafat tahun 106 H. Ia meriwayatkan dari ayahnya Abdullah bin Umar, dari kakeknya Umar bin Khaththab, Rujuk: Al-Bidayah Wan-Nihayah, oleh Ibnu Katsir, jilid 5, halaman 213, meriwayatkan dari kitab Ghadir Khum bagian pertama, oleh Ibnu Jarir; Tarikh Al-bukhari, jilid 1, halaman 375, bagian pertama; dan hadis Ar-Rukban. Ibnu Katsir meriwayatkan dalam kitabnya Al-Bidayah Wan-Nihayah, jilid 5, halaman 213: Berceritera kepada kami Mahmud (Muhammad) bin ‘Auf Ath-tha-I, berceritera kepada kami Abdullah bin Musa, memberikan kepada kami Ismail bin Kasytith (Nasyith), dari Jamil bin ‘Umarah, dari Salim bin Abdullah bin Umar (Ibnu Jarir mengatakan dari Umar bin Khaththab), ia berkata, aku mendengar Rasulullah saw bersabda sambil memegang tangan Ali: “Barang siap menjadikan aku pemimpinnya maka Ali adalah pemimpinnya, ya Allah, kasihi orang yang menolongnya dan musuhi orang yang memusuhinya.”
27. Said bin Jubair Al-Asadi Al-Kufi. Dalam At-tadzkirah, jilid 1, halaman 65, Adz-Dzahabi menyatakan: Ia adalah salah seorang tabi’in yang terpuji; dalam Khulashah Al-khazraji, halaman 116, dikatakan: ia adalah seorang terpercaya dan imam yang ucapannya dapat dijadikan hujjah; dalam At-Taqrib, halaman 133, dikatakan: ia adalah seorang faqih yang terpercaya, terbunuh di tangan Al-Hajjaj tahun 95 H; Tahdzibut Tahdzib, jilid 4, halaman 13, dari Ath-thabari, mengatakan: ia adalah seorang yang terpercaya dan hujjah bagi kaum muslimin. Rujuk: Al-Mustadrak Al-Hakim, jilid 3, halaman 110; Tarikh bnu Katsir, jilid 7, halaman 348. Ia meriwayat hadis Al-Ghadir dari Ibnu Abbas, dan Buraidah bin Hashib Abu Sahl Al-Aslami. Rujuk: Tarikh Ibnu Katsir, jilid 7, halaman 347.
28. Said bin Abi Hudd Al-Kufi. Ia meriwayatkan dari Amirul Mu’minin Ali bin Abi Tahlib (as). Rujuk: faraid As-Samthin, bab sepuluh.
29. Said bin Al-Musayyab Al-Qurasyi Al-Makhzumi, menantu Abu Hurairah, wafat tahun 94 H. Dalam At-Tadzkirah, jilid 1, halaman 47, Adz-Dzahabi mengatakan: Ahmad bin Hambal dan lainnya mengatakan bahwa hadis-hadis Mursal Said adalah Shahih, dan mengatakan juga bahwa Ibnu Al-Madani ilmu Said bin Al-Musayyab, dan bagiku tidak ada tabi’in yang lebih mulia darinya; Abu Nu’aim juga mengatakan dalam kitabnya Hilyatul Awliya’, jilid 2, halaman 161. Ia meriwayatkan dari Sa’d bin Abi Waqqash. Rujuk: Hilyatul Awliya’, jilid 4, halaman 356; Kifayah Ath-Thalib, oleh Al-Kanji Asy-Syafi’I, halaman 16.
30. Said bin Wahab Al-Hamdani Al-Kufi. Dalam Khualashah Tahdzibul Kamal, halaman 122, Ibnu Mu’in mengatakan: ia adalah orang yang terpercaya, wafat tahun 76 H. Ia meriwayatkan dari Amirul Mu’minin Ali bin AbiThalib (as). Rujuk: Musnad Ahmad bin Hambal, jilid 1, halaman 118.
31. Abu Yahya Salamah bin Kuhail Al-Hadhrami Al-Kufi, wafat tahun 121 H. Dalam Khulashah At-Tahdzib, halaman 136, dan At-Taqrib, halaman 154, dikatakan bahwa Ahmad dan Al-‘Ajali menyatakan dia adalah tabi’in yang terpercaya. Ia meriwayatkan dari Habbah bin Juwain Abu Qudamah Al-‘Urani; Zaid bin Arqam Al-Anshari; Hudzaifah Al-Usaid Abu Sarihah. Rujuk: Shahih Tirmidzi, jilid 2, halaman 298.
32. Abu Shadiq Salim bin Qais Al-Hilali, wafat tahun 90 H. Ia banyak berhujjah dengan hadis Al-Ghadir dalam kitab-kitabnya yang ada di kalangan kami. Ia meriwayatkan dari Amirul Mu’minin Ali bin Abi Thalib (as) dan Abu Said Al-Khudri. Rujuk: Tanzil, oleh Al-Hakim Al-Haskani, jilid 1, halaman 157; Al-Fahras, oleh Ibnu Nadim, halaman 307; At-Tanbin Wal-Asraf, oleh Al-Mas’udi, halaman 198.
33. Abu Muhammad Sulaiman bin Mahran Al-A’masy. Ad-Dzahabi mengatakan dalam kitabnya At-Tadzkirah, jilid 1, halaman 138: Ia wafat 147/148, lahir tahun 61 H. Ia meriwayatkan dari Zaid bin Arqam, dan Abu thufail Amir bin Watsilah Al-laytsi. Rujuk: Al-Khashaish, oleh An-Nasa’I, halaman 15; Munasyadah Ar-Rahbah; ayat Tabligh; Al-Manaqib, oleh Al-Khawarizmi, halaman 93; Musnad Ahmad, jilid 1, halaman 118.
34. Sahm bin Al-Hashin Al-Asadi. Ia meriwayatkan dari Abu Said Al-Khudri. Rujuk: Hadis Al-Wilayah, oleh Al-Hafizh Ibnu ‘Uqdah.
35. Syahr bin Husyab. Ia meriwayatkan dari Abu Hurairah. Rujuk : Tarikh Baghdad, jilid 8, halaman 290.
36. Dhahhak bin Muzahim Al-Hilali Abul Qasim, wafat tahun 105 H. Ahmad dan Ibnu Mu’in dan Abu Zar’ah mengatakan bahwa ia adalah seorang terpercaya. Ia meriwayatkan dari Ibnu Abbas. Rujuk : Al- Bidayah Wan-Nihayah, jilid 7, halaman 337 ; Majma’uz Zawaid, jilid 9, halaman 108, Dalam Faraid As-Samthin, Al-Hafizh Al-Hamwini, meriwayatkan dari Abul Qasim bin Ahmad Ath-Thabrani, dari Al-Husain An-Nairi, dari Yusuf bin Muhammad Ibnu Sabiq, dari Abu Malik Al-Hasan, dari Jawhar, dari Dhahhak, dari Abdullah bin Abbas, ia mengatakan bahwa Rasulullah saw bersabda pada hari Al-Ghadir : « Ya Allah, berilah ia inayah dan turun inayah-Mu sebab dia, rahmati dia turunkan rahmat-Mu sebab dia, tolonglah dia turunkan pertolongan-Mu sebab dia ; ya Allah, sayangi orang yang menyayanginya, dan musuhilah orang yang memusuhinya. »
37. Thawus bin Kisan Al-Yamani Al-Jandi, wafat tahun 106 H. Ia meriwayatakan dari Buraidah. Rujuk : Hilyatul Awliya’, oleh Abu Na’im, jilid 4, halaman 20-23. Pada halaman 23 dikatakan : Berceritera kepada kami Ahmad bin Ja’far bin Salim, berceritera kepada kami Muhammad bin Ali An-Nasa’I, berceritera kepada kami Husain Al-Asyqar, berceritera kepada kami Ibnu ‘Uyaynah, dari ‘Amer bin Dinar, dari Thawus, dari Buraidah, dari Nabi saw, beliau bersabda : « Barang siapa menjadikan aku pemimpinnya maka Ali adalah pemimpinnya. »
38. Thalhah bin Al-Musharrif Al-Ayyami (Al-Yamami) Al-Kufi. Ibnu Hajar mengatakan: Ia adalah terpercaya dan qari’ yang utama, wafat tahun 112 H. Ia meriwayatkan dari Amirul Mu’mini Ali bin Abi Thalib (as), Anas bin Malik, dan Abu Hurairah. Rujuk: Hilyatul Awliya’, jilid 5, halaman 26.
39. ‘Amir bin Sa’d bin Abi Waqqash Al-Madani. At-Taqrib, halaman 185 mengatakan: ia adalah tabi’in terpercaya yang ketiga, wafat tahun 104 H. ia meriwayatkan dari ayahnya Sa’d bin Abi Waqqash. Rujuk: Al-Khashaish, oleh An-Nasa’I, halaman 3,4 dan 18.
40. Aisyah binti Sa’d, wafat tahun 117 H. Dalam kitabnya At-Taqrib, halaman 473 Ibnu Hajar mengatakan: Ia tabi’in terpercaya. Ia meriwayatkan dari ayahnya Sa’d bin Abi Waqqash. Rujuk: Al-khaishaish, oleh An-Nasa’I, halaman 18; faraid As-Samthin; Al-Bidayah Wan-Nihayah, oleh Ibnu Katsir, jilid 5, halaman 212.
41. Abdul Hamid bin Al-Mundzir bin Al-Jarud Al-‘Abdi. An-Nasa’I dan Ibnu Hajar dalam kitabnya At-Taqrib, halaman 224, mengatakan: Ia tabi’in yang terpercaya. Ia meriwayatkan dari Abu Thufail. Rujuk: Usdul Ghabah, jilid 5, halaman 276.
42. Abu Umarah Abdu Khayr bin Yazid Al-Madani Al-Kufi Al-Mukhadhrami. Ibnu Mu’in dan-‘Ajali mengatakan ia orang yang terpercaya, sebagiaman yang tertera di dalam kitab Al-Khulashah, halaman 269. Ibnu Hajar mengatakan dalam kitabnya At-Taqrib, halaman 225: Ia orang yang terpercaya dan terpercaya dan termasuk tabi’in terkemuka. Ia meriwayatkan dari Amirul Mu’minin Ali bin Abi Tahlib (as). Rujuk:Majma’uz Zawaid, jilid 9, halaman 104; Tarikh Ibnu Katsir, jilid 5, halaman 209; Al-Manaqib, oleh Al-Khawarizmi, halaman 94.
43. Abdur Rahman bin Abi Layli, wafat tahun 82/83/86 H. Di dalaman Al-Mizan dikatakan: Ia termasuk para imam tabi’in dan terpercaya. Dalam At-Tadzkiran dikatakan sebagai seorang faqih, dan dalam At-Taqrib Ibnu Hajar mengatakan sebagai orang yang terpercaya. Ia meriwayatakan dari ayahnya Abu Layli Al-Anshari, dan Sa’d bin Abi Waqqash. Rujuk: Hadis Munasyadah Ar-Rahbah; Tarikh Al-Khulafa’, halaman 114; Al-manaqib, oleh Al-khawarizmi, halaman 35; Al-Mustadrak Al-hakim, jilid 3, halaman 116; Hilyatul Awliya’, jilid 4, halaman 356.
44. Abdur Rahman bin Sabith, dipanggil Ibnu Abdillah bin Sabith Al-Jamahi, ia terpercaya dan termasuk tabi’in thabaqat menengah, wafat tahun 118 H. Ia meriwayatkan dari Sa’d bin Abi Waqqash. Rujuk: Al-Bidayah Wan-Nihayah, oleh Ibnu Katsir, jilid 7, halaman 340; Sunan Ibnu Majah, jilid 1, halaman 38.
45. Abdullah bin As’ad bin Zurarah. Ia meriwayatkan dari ayahnya As-Ad bin Zurarah Al-Anshari. Rujuk: Asna Al-Mathalib, halaman 4; Hadis Al-Wilayah, oleh Al-Hafizh Ibnu ‘Uqdah.
46. Abu Maryam Abdullah bin Ziyad Al-Asadi Al-Kufi. Ibnu Hibban menggolongkannya sebagai orang yang terpercaya, Khulashah Al-khazraji, halaman 168; juga Ibnu Hajar dalam kitabnya At-Taqrib, halaman 130. Ia meriwayatkan dari Amirul Mu’minin Ali bin Abi Thalib (as). Rujuk: Musnad Ahmad, jilid 1, halaman 152.
47. Abdullah bin Syarik Al-‘Amiri Al-Kufi. Ahmad dan Ibnu Mu’in mengatakan ia seorang terpercaya, sebagaimana yang tertera di dalam kitab Mizanul I’tidal, oleh Adz-Dzahabi, jilid 2, halaman 46. Ia meriwayatkan dari Sa’d bin Abi Waqqash. Rujuk: Al-Kifayah, oleh Al-Kanji Asy-Syafi’I, halaman 16 dan 151.
48. Abu Muhammad Abdullah bin Muhammad bin Aqil Al-Hasyimi Al-Madani, wafat setelah tahun 140 H. Ia meriwayatkan dari Jabir bin Abdullah Al-Anshari. Rujuk: Al-Bidayah wan-Nihayah, jilid 5, halaman 213: Ibnu Jarir berkata bahwa Al-Muthallib bin Ziyad, dari Abdullah bin Muhammad bin ‘Aqil, mendengar Jabir bin Abdullah berkata: Kami berada di Ghadir Khum, lalu Rasulullah saw datang kepada kami, lalu bersabda sambil memegang tangan Ali: “Barang siapa menjadikan aku pemimpinnya maka Ali adalah pemimpinnya.”
49. Abdullah bin Ya’la bin Marrah. Ia meriwayatkan dari ‘Amir bin Layli Al-Ghifari. Rujuk: Al-Ishabah, jilid 2, halaman 257; Hadis Al-Munasyadah; Usdul Ghabah, jilid 3, halaman 93.
50. ‘Adi bin Sbabit Al-Anshari Al-Kufi Al-khathami, wafat tahun 116. Adz-Dzahabi mengatakan di dalam kitabnya Mizanul I’tidal, jilid 2, halaman 193; Ia adalah seorang tasyayu’ yang alim, jujur, dan imam masjid mereka. Ia meriwayatkan dari Barra’ bin ‘Azib Al-Anshari. Rujuk: Musnad Ahmad, jilid 4, halaman 281. 50. Abul Hasan ‘Athiyah bin Sa’d bin Junadah Al-‘Aufi Al-Kufi, wafat tahun 111 H. Ibnu Al-jauzi dalam kitabnya At-Tadzkirah, halaman 25, mengatakan ia adalah seorang terpercaya; juga Al-Hafizh Al-Haitsami dalam kitabnya Majma’uz Zawaid, jilid 9, halaman 109, dan Al-Yafi’I dalam kitabnya Mir’atul Jinan, jilid 1, halaman242, mengatakan: ia dicambuk oleh Al-Hajjaj sebanyak 400 kali karena tidak mau mengecam Ali bin Abi Thalib (as), dan ia pun tetap tidak mau mengecamnya. Ia meriwayatkan dari Zaid bin Arqam. Rujuk: Al-bidayah Wan-Nihayah, jilid 5, halaman 209; Kanzul ‘Ummal, oleh Al-Muttaqi Al-Hindi, jilid 6, halaman 390; Musnad Ahmad, jilid 4, halaman 368.
51. Ali bin Zaid bin Jud’an Al-Bisri, wafat tahun 129/131 H. Ibnu Syaibah mengatakan ia seorang yang terpercaya dan jujur. Ia meriwayatkan dari Anas bin Malik, dan Barra’ bin ‘Azib Al-Anshari. Rujuk: Tarikh Baghdad, oleh Al-Khathib Al-Baghdadi, jilid 7, halaman 377; Musnad Ahmad, jilid 4, halaman 281.
52. Abu Harun ‘Umarah bin Juwain Al-‘Abdi, wafat tahun 134 H. Ia meriwayatkan dari Abu Said Al-Khudri, dan Barra’ bin ‘Azib Al-Anshari. Rujuk:
53. Umar bin Abdul Aziz, Khalifah Al-Amawi, wafat tahun 101 H. Rujuk: Hilyatul Awliya’, oleh Al-Hafizh Abu Na’Imam Muhammad Al-Baqir (as), jilid 5, halaman 364; Al-Aghani, oleh Abul Farj, jilid 8, halaman 156; Tarikh Damsyiq, Ibnu Asakir Asy-Syafi’I, jilid 5, halaman 320; Faraid As-Samthin, oleh Al-Hamwini, bab ke 10; Nizham Durar As-Samthim, oleh Al-Hafizh Jamaluddin Az-Zarnadi.
54. Umar bin Abdul Ghaffar. Ia meriwayatkan hadis Munasyadah (sumpah) seorang pemuda terhadap Abu Hurairah di Masjid Kufah. Rujuk: Syarah Nahjul Balaghah, jilid 1, halaman 360.
55. Umar bin Ali Amirul Mu’minin (as). Dalam kitab At-Taqrib dikatakan ia adalah termasuk tiga orang yang terpercaya, wafat pada masa pemerintahan Al-Walid, sebagian mengatakan sebelum masa pemerintahan Al-Walid. Ia meriwayatkan dari ayahnya Amirul Mu’minin Ali bin Abi Thalib (as). Rujuk: Al-Bidayah Wan-Nihayah, oleh Ibnu Katsir, jilid 5, halaman 211.
56. ‘Amer bin Ju’dah bin Hubairah. Ia meriwayatkan dari ayahnya dari kakeknya, dari Ummu Salamah (r.a). Rujuk: Yanabi’ul Mawaddah, oleh Syaikh Sulaiman Al-Qundusi Al-Hanafi, halaman 40.
57. ‘Amer bin Marrah Abu Abdillah Al-Kufi Al-Hamdani, wafat tahun 116 H. Dalam Tahdzibut, jilid 8, dikatakan ia adalah seorang tabi’in yang terpercaya; dalam At-Tadzkirah, jilid 1, halaman 108, Adz-dzahabi mengatakan ia adalah seorang tabi’in yang terpercaya; dalam At-Tadzkirah, jilid 1, halaman 108, Adz-Dzahabi mengatakan ia aaadalah seorang tabi’in yang terpercaya dan kuat ingatannya. Ia meriwayatakan dari Amirul Mu’minin Ali bin Abi Thalib (as). Rujuk: Mizanul I’tidal, oleh Adz-dzahabi, jilid 2, halaman 303.
58. Abu Ishaq ‘Amer bin Abdillah As-Saba’I Al-Hamdani. Dalam kitabnya Mizanul I’tidal, Adz-Dzahabi mengatakan ia salah seorang tabi’in Kufah yang kuat ingatannya; di dalam kitab At-Tadzkirah, jilid 1, halaman 101, ia dipuji; dalam kitab At-Taqrib disebutkan ia adalah seorang tabi’in terpercaya dan hidup sederhana, wafat tahun 127 H. Ia meriwayatkan dari Zaid bin Arqam. Rujuk: Al-Bidayah Wan-Nihayah, jilid 7, halaman 29; Kifayah Ath-Thalib, halaman 14; Ar-Riyadh An-Nadharah, jilid 2, halaman 169.
59. Abu Abdillah ‘Amer (‘Amir) bin Maimun Al-Udi. Adz-Dzahabi menyebutkan di dalam kitabnya At-Tadzkirah, jilid 1, halaman 56, Ia adalah seorang tabi’in yang terpercaya dan memiliki jiwa kepemimpinan; dalam At-Taqrib, halaman 288, disebutkan ia adalah seorang yang terpercaya dan hidup sederhana. Ia meriwayatkan dari Ibnu Abbas. Rujuk : Al-khashaish, oleh An-Nasa’i halaman 7 ; Musnad bin Hanbal, jilid 1, halaman 331 ; Al-Mustadrak Al-Hakim, jilid 3, halaman 132.
60. ‘Umar bin Sa’d Al-Hamdani Al-Kufi. Ibnu Hibban mengatakan ia seorang yang terpercaya, At-Taqrib menerimanya pujian itu. Ia meriwayatkan dari Anas bin Malik dan Abu Said Al-Khudri. Rujuk: Kanzul “Ummal, jilid 6, halaman 154 dan 403.
61. ‘Umairah binti Sa’d bin Malik Al-Madani, saudara perempuan Sahl, Ummu Rifa’ah Ibnu Mubasysyir. Ia meriwayatkan dari Amirul Mu’mini Ali bin Abi Thalib (as). Rujuk: hilyatul Awliya’, oleh Abu Nu’aim, jilid 5, halaman 26; Al-Khashaish, oleh An-Nasa’I, halaman 16; Tarikh Ibnu Katsir, jilid 5, halmaan 211.
62. Isa bin Thalhah bin Abidillah At-Tamimi Abu Muhammad Al-Madani, salah seorang ulama yang dinyatakan dapat dipercaya oleh Ibnu Mu’in, wafat pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, demikian juga dinyatakan Al-Khazraji dalam Khulashahnya, halaman 257. Ia meriwayatkan dari ayahnya Thalhah bin Abidillah. Rujuk: Al-Mustadrak Al-Hakim, jilid 3, halaman 171; Tahdzibut Tahdzib, oleh Ibnu Hajar, jilid 1, halaman 391; Kanzul ‘Ummal, jilid 6, halaman 403.
63. Abu Bakar Fithr bin Khalifah Al-makhzumi mawlahum Al-Hannath; Ahmad, Ibnu Mu’in. Al-‘Ajali, dan Ibnu Sa’d menyatakan ia sebagai orang yang terpercaya dan jujur; atau lebih dari itu sebagaimana yang diungkapkan oleh Tahdzibut Tahdzib. Ia meriwayatkan dari Abu Thufail ‘Amirah bin Watsilah Al-Laytsi. Rujuk Al-Mustadrak Al-Hakim, jilid 3, halaman 109; Udul Ghabah, jilid 3, halaman 92/jilid 5, halaman 376; Yanabi’ul Mawaddah, halaman 38; Tarikh Ali Muhammad, halaman 67.
64. Qabishah bin Dzulaib; biogarfinya dipuji oleh Adz-Dzahabi dalam kitabnya At-Tadzkirah, jilid 1, halaman 53; Ibnu Hibban menyatakan dalam Khulashahnya, halaman 268, ia adalah seorang yang terpercaya; ia wafat tahun 87 H. Ia meriwayatkan dari Jabir bin Abdullah. Rujuk: Asna Al-mathalib, oleh Al-Jazari, halaman 3; Tarikh Ali Muhammad, oleh Al-qadhi, halaman 6.
65. Abu Maryam Qais Ats-Tsaqafi; An-Nasa’I menyatakan ia sebagai orang yang terpercaya sebagaimana yang terdapat didalam Khulashah Al-Khazraji, halaman 395. Ia meriwayatkan dari Amirul Mu’minin Ali bin Abi Thalib (as). Rujuk: Musnad Ahmad, jilid 1, halaman 152.
66. Muhammad bin Umar bin Abi Thalib, wafat pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, sebagian mengatakan tahun 100 H; Ibnu Hibban mengatakan ia orang yang terpercaya. Ia meriwayatkan Amirul Mu’minin Ali bin Abi Thalib (as). Rujuk: Al-Bidayah Wan-Nihayah, oleh Ibnu Katsir, jilid 2, halaman 348; Majma’uz Zawaid, jilid 9, halaman 107; Musykilul Atsar, oleh Al-Hafizh Ath-thahawi, jilid 2, halaman 307.
67. Abu Dhuha Muslim bin Shubaih Al-hamdani Al-Kufi Al-‘Aththar; Ibnu Mu’in dan Abu Zar’ah mengatakan ia orang yang teroercaya sebagaimana yang terdapat di dalam At-Tahdzib, halaman 321; Ibnu Hajar mengatakan dalam At-Taqrib ia adalah orang yang terpercaya. Ia meriwayatkan dari Zaid bin Arqam. Rujuk: Kanzul ‘Ummal, jilid 6, halaman 390.
68. Muslim Al-Mula’i. Ia meriwayatkan dari ayahnya, dari Habban bin Juwain Al-‘Urani. Rujuk: Al-Ishabah, jilid 1, halaman 372; Usdul Ghabah, jilid 1, halaman 367.
69. Abu Zurarah Mush’ib Sa’d Abi waqqash Az-Zuhri Al-Madani; Ibnu Hajar dalam kitabnya At-Taqrib, halaman 334, mengatakan ia orang yang terpercaya, wafat tahun 103 H. Ia meriwayatkan dari Sa’d bin Abi Waqqash. Rujuk: Musykilul Atshar, oleh Al-Hafizh Ath-thahawi, jilid 2, halaman 309.
70. Muthallib bin Abdillah Al-Qurasyi Al-makhzumi Al-Madani; Abu Zur’ah dan daruqutni mengatakan ia adalah orang yang terpercaya. Ia meriwayatkan dari Abdullah bin Hanthab Al-Qurasyi Al-Makhzumi. Rujuk: Ihyaul Mayyit, oleh As-Suyuthi, dari Al-Hafizh Ath-Thabrani.
71. Mathrul Warraq. Ia meriwayatkan dari Abu Hurairah. Rujuk: Tarikh Baghdad, jilid 8, halaman 290.
72. Ma’ruf bin Khurbudz. Ibnu Hibban mengatakan ia terpercaya. Ia meriwayatkan dari Abu Thufail, dari Hudzaifah bin Usaid. Rujuk: Al-Bidayah Wan-Nihayah, jilid 5/209, 7/348.
73. Manshur bin Ruba’i. Ia meriwayatkan dari Hudzaifah Al-Yamani. Rujuk: At-Tadzkirah, oleh Adz-Dzahabi, jilid 1, halaman 127 dan 241; Da’atul Huda Ila Adail Haqqil Muwalat.
74. Muhajir bin Mismar Az-Zuhri Al-Madani; Ibnu Hibban mengatakan ia terpercaya. Ia meriwayatkan dari Sa’d Abi Waqqash. Rujuk: Al-khashaish, oleh An-Nasa’I, halaman 3.
75. Musa bin Aktal bin ‘Umair An-Numairi. Ia meriwayatkan dari pamannya ‘Amir bin ‘Umair An-Numairi. Rujuk : Al-Ishabah, jilid 2, halaman 255.
76. Abu Abdillah Maimun Al-BishriMawla Abdur Rahman bin Sammarah. Ibnu Hibban mengatakan ia orang yang terpercaya sebagaimana yang terdapat di dalam Majma’uz Zawaid, jilid 9, halaman 111. Ibnu Hajar mengatakan di dalam Al-Qawlul Musaddad: Maimun dinyatakan terpercaya oleh bukan seorang ahli, dan sebagian dari mereka membicarakan sebagai hafizh, At-Tirmidzi menyatakan hadisnya shahih. Ia meriwayatkan dari Zaid bin Arqam. Rujuk: Musnad Ahmad, jilid 4, halaman 61; Mizanul I’tidal, oleh Adz-Dzahabi, jilid 3, halaman 224; Kanzul ‘Ummal, oleh Al-Mttaqi Al-Hindi, jilid 6, halaman 390.
77. Nadzir Adh-Dhabbi Al-Kufi. Ia meriwayatkan dari Amirul Mu’minin Ali bin Abi Thalib (as). Rujuk: Usdul Ghabah, jilid 3, halaman 371.
78. Hani bin Hani Al-Hamdani Al-kufi. An-Naasa’I meniadakan kelemahan darinya sebagaimana yang terdapat di dalam At-Taqrib. Ia meriwayatkan dari Amirul Mu’minin Ali bin Abi Thalib (as). Rujuk: Usdul Ghabah, jilid 3, halaman 321.
79. Abu Balaj Yahya bin Salim Al-Fazari Al-Wasithi. Ibnu Mu’in dan An-Nasa’I serta Ad-Daruquthni mengatakan ia terpercaya sebagaimana yang terdapat di dalam Khulashah Al-Khazraji, halaman 383; dalam Majma’uz Zawaid, jilid 9, halaman 109, Al-Hafizh Al-Haitsami juga mengatakan ia adalah orang yang terpercaya. Ia meriwayatkan dari Ibnu Abbas. Rujuk : Al-khashaish, oleh An-Nasa’i, halaman 7 ; Musnad Ahmad, jilid 1, halaman 331 ; Al-Mustadrak Al-Hakim, jilid 3, halaman 131.
80. Yahya bin Ju’dah bin Hubairah Al-Makhzumi. Ibnu Hajar mengatakan dalam kitabnya At-Taqrib, ia adalah termasuk tiga orang yang terpercaya. Ia meriwayatkan dari Sa’d bin Abi Waqqash. Ujuk: Nihayah, oleh Ibnu Katsir, jilid 5, halaman 209.
81. Yazid bin Abi Yiyad Al-Kufi, salah seorang imam Kufah, wafat tahun 389, ia hidup selama 90 tahun. Ia meriwayatkan dari Amirul Mu’minin Ali bin Abi Thalib (as) Rujuk: Musnad Ahmad, jilid 1, halaman 88.
82. Yazid bin Hayyan At-Tamimi Al-Kufi. Al-‘Ashimi dan An-Nasa’I mengatakan ia orang terpercaya sebagaimana yang terdapat di dalam Khulashah Al-Khazraji, halaman 370; Ibnu Hajar dalam Taqribnya mengatakan ia orang yang terpercaya dan termasuk tabi’in Thabaqat menengah. Ia meriwayatkan dari Zaid bin Arqam. Rujuk: Shahih Muslim, jilid 2, halaman 325, cet. Tahun 1327; Kanzul ‘Ummal, jilid 6, halaman 102.
83. Abu Dawud Yazid bin Abdur Rahman bin Udi Al-Kufi; Ibnu Habban mengatakan ia orang yang terpercaya, dalam kitab Khulashah Al-khazraji, halaman 372. Ia meriwayatkan dari Abu Hurairah Ad-dausi. Rujuk: Bidayah Wan-Nihayah, oleh Ibnu Katsir, jilid 5, halaman 214.
84. Abu Najih Yasar Ats-tsaqafi, wafat tahun 109 H. Ibnu Mu’in mengatakan ia terpercaya, sebagaimana yang terdapat di dalam kitab Khulashah Al-Khazraji, halaman 384. Ia meriwayatkan dari Sa’d bin Abi Waqqash. Rujuk: Al-Khashaish, oleh An-Nasa’I, halaman 18.


Makna kata Mawla

Makna kata Mawla: kekasih, penolong, pelindung, dan pemimpin.
Hadis Al-Ghadir disampaikan oleh Rasulullah saw di depan kurang-lebih 150.000 sahabat, sesudah haji wada’, dalam situasi yang sangat penting. Tentu missi ini bukan missi yang sederhana, tetapi missi yang paling besar, paling menentukan masa depan Risalah Nabi saw, dan nasib kaum muslimin dan mukminin pasca Rasulullah saw. Di sini jelas, tidak mungkin kata Mawla bermakna kekasih, penolong dan pelindung, tapi jelas bermakna pemimpin. Karena kepemimpinan adalah puncak segala persoalan dalam Islam. Gagalnya kepemimpinan adalah kegagalan segala aspek kehidupan.

Dengan demikian jelaslah bahwa kata Mawla dalam hadis Al-Ghadir bermakna pemimpin, bukan kekasih, penolong atau pelindung. Kondisi kaum muslimin dewasa ini menunjukkan adanya kegagalan kepemimpinan Islam pasca Rasulullah saw. Kegagalan kepemimpinan Islam akan berdampak pada segala aspek kehidupan: Idiologi, politik, sosial, ekonomi, pendidikan; penyimpangan makna ayat-ayat Al-Qur’an dan hadis-hadis Nabi saw, perselisihan, permusuhan, kezaliman, kesengsaraan kaum muslimin.

(Tafsir-Tematis/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: