Pengungsi di perbatasan Suriah dan Turki. – Foto: Getty Images
Sedikitnya 16 pengungsi Suriah tewas, termasuk tiga anak-anak ditembak oleh pasukan Turki yang berusaha melewati perbatasan dengan Suriah. Mereka menjadi korban operasi militer ini selama empat bulan terakhir.
“Seorang ayah dan anaknya dibunuh di Ras al Ain, di timur perbatasan Suriah-Turki, pada 6 Februari 2016. Dua pengungsi lain ditembak mati di Guvveci, sebelah barat perbatasan, pada 5 Maret,” papar pengamat hak asasi manusia (HAM) di Suriah, sebagaimana disitat dari Daily Mail, Kamis 31 Maret 2016.
Menurut pengamat angka kematian yang disebabkan operasi militer pasukan Turki lebih tinggi dari angka yang terpublikasi. Turki tidak mau wilayah negaranya dimasuki pengungsi. Ankara menumpas mereka semua semata karena para pengungsi itu berusaha menyeberang masuk dari zona perang Suriah ke negaranya.
Sejak Desember 2015, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengubah kebijakan negaranya. Dari yang semula membantu para korbang perang mencari perlindungan atau suaka baru, beralih menutup perbatasan.
Diduga kebijakan yang tidak memihak kepada kemanusiaan itu dilakukan Erdogan menyusul datangnya banyak tekanan dari negara Barat.
“Sekarang setiap pengungsi yang ketahuan menyelendup masuk akan ditembak di tempat atau ditangkap. Walau ada juga yang beruntung, setelah ditembak mereka dibawa ke rumah sakit untuk mendapat perawatan dan kemudian boleh menjadi warga negara Turki,” ujar seorang penyelundup.
Akibat perang di Suriah, jalur gelombang perpindahan manusia ke Eropa semakin membeludak. Negara-negara eropa beralasan, masalahnya bukan sekadar menyediakan tempat penampungan yang layak atau mengeluarkan izin perlindungan suaka. Sikap protektif atas dugaan menyusupnya teroris di tengah-tengah pengungsi sebagai alasan.
Pemerintah di Benua Biru dibuat waswas dengan hadirnya sekelompok jihadis yang kemudian meneror negaranya. Mereka menyamar menjadi pengungsi, diterima masuk, tetapi pada akhirnya membuat kekacauan dan menewaskan banyak orang.
Demikian yang menjadi kekhawatiran besar, setelah insiden teror ISIS yang terjadi di Paris pada Jumat 13 November 2015 dan di Brussels pada minggu lalu.
(Daily-Mail/Satu-Islam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email