Pesan Rahbar

Home » » Para Pangeran Berebut Takhta Negara Kabah

Para Pangeran Berebut Takhta Negara Kabah

Written By Unknown on Sunday, 3 July 2016 | 11:22:00

Seorang pangeran menulis surat secara terbuka menyerukan kudeta terhadap Raja Salman bin Abdul Aziz.

Raja Arab Saudi Salman bin Abdul Aziz bertemu perempuan kembar Jackie Voskamp dan Joyce Kriesmer di Ibu Kota Washington D.C., Amerika Serikat, 5 September 2015. (Foto: SPA)

Raja Arab Saudi Abdullah bin Abdul Aziz pada 2006 mengeluarkan dekrit: jika putra terakhir dari pendiri Arab Saudi mendiang Raja Abdul Aziz bin Saud meninggal, penguasa baru negara Kabah itu bakal dipilih di antara para cucunya oleh sebuah dewan berisi pangeran-pangeran senior.

Ketika dekrit itu keluar, selain Raja Abdullah, anak lelaki dari mendiang Raja Abdul Aziz dari klan Hissa as-Sudairi masih hidup adalah Putera Mahkota Pangeran Nayif bin Abdul Aziz, Wakil Putera Mahkota Sultan bin Abdul Aziz, Gubernur Makkah Salman bin Abdul Aziz, dan termuda Pangeran Muqrin bin Abdul Aziz.

Salman beruntung. Lima tahun kemudian Pangeran Nayif meninggal. Raja Abdullah menunjuk dia sebagai wakil putera mahkota dan Pangeran Sultan naik menjadi putera mahkota. Dewi fortuna menghampiri Pangeran Salman lagi setahun berselang.

Pangeran Sultan wafat. Pangeran Salman otomatis naik pangkat menjadi putera mahkota. Raja Abdullah lantas mengangkat Pangeran Muqrin sebagai wakil putera mahkota.

Hingga akhirnya Raja Abdullah menemui ajal dan Pangeran Salman dinobatkan sebagai raja baru di negeri Dua Kota Suci itu awal Januari lalu. Seperti biasa, Pangeran Muqrin naik menjadi putera mahkota dan Raja Salman menunjuk Pangeran Muhammad bin Nayif sebagai wakil putera mahkota.

Di sinilah Raja Salman mulai menyiapkan keturunannya sebagai calon raja Saudi. Tiga bulan setelah naik takhta, dia mencopot Pangeran Muqrin dan memberi jalan bagi Pangeran Muhammad, putra sulung dari istri ketiganya, menjadi wakil putera mahkota.

Muqrin dicopot lantaran dia dianggap terlalu reformis seperti mendiang Raja Abdullah. Selain itu, darah bangsawan Pangeran Muqrin ternoda lantaran ibunya bukan orang ningrat.

Perlu diingat, semua penguasa Saudi berasal dari klan Sudairi. Sejak Raja Saud, Raja Faisal, Raja Khalid, Raja Abdullah, hingga raja ketujuh, Salman bin Abdul Aziz, beribu Hissa as-Sudairi, satu dari sekian banyak istri mendiang Raja Abdul Aziz.

Raja Salman kelihatan sekali mempersiapkan Pangeran Salman meski dia terlalu muda dan diyakini kurang berpengalaman. Usianya dipercaya baru 30 tahun walau di dokumen resmi tertulis 35 tahun. Selain menjabat wakil putera mahkota, Pangeran Salman juga menteri pertahanan dan ketua komite kebijakan ekonomi.

Pangeran Muhammad bin Nayif kemungkinan besar bisa senasib dengan Pangeran Muqrin walau dia dikenal sangat akrab dengan Amerika Serikat, saat perang global menumpas Al-Qaidah.

Apalagi sebagai menteri dalam negeri, kredibilitas Pangeran Muhammad bin Nayif sudah tercoreng dengan dua insiden selama musim haji tahun ini, yakni jatuhnya sebuah derek raksasa di Masjid Al-Haram, Kota Makkah, menewaskan 111 jamaah haji dan melukai lebih dari 200 lainnya serta tragedi Mina mengakibatkan 1.100 orang wafat dan 934 lainnya cedera. Sudah menjadi tugasnya mengamankan pelaksanaan haji.

Sinyal itu sudah kelihatan saat Raja Salman memboyong anaknya, Pangeran Muhammad, saat melawat ke Amerika Serikat, sekutu istimewa rezim Bani Saud di panggung politik internasional, awal bulan ini.

"Dia anak raja. Jadi punya kesempatan kuat menjadi raja berikutnya," kata seorang pejabat Saudi tersohor menolak disebut identitasnya. "Makin lama Salman selamat, kian besar kesempatan bagi MBS (Pangeran Muhammad bin Salman)."

Tapi bisa saja rencana Raja Salman itu berantakan setelah muncul seruan agar dirinya lengser. Permintaan itu disampaikan seorang pangeran senior segenerasi dengan Pangeran Muhammad bin Salman dan Pangeran Muhammad bin Nayif, sama-sama cucu dari mendiang Raja Abdul Aziz.

Pangeran menolak ditulis identitasnya ini mengunggah dua surat ke media sosial awal bulan ini dan sudah dibaca dua juta kali. Dia mendesak 13 anak-anak Bin Saud masih hidup, terutama Pangeran Talal, Pangeran Turki, dan Pangeran Ahmad bin Abdul Aziz, bersatu dan menggulingkan Raja Salman lewat kudeta dalam istana sebelum membikin pemerintahan baru.

Dia bilang perlu ada rapat darurat dengan para pengeran senior untuk menyelamatkan negara, menggeser orang-orang di posisi penting dan mengangkat pejabat baru berkualitas dari keluarga Bani Saud, tanpa melihat generasi.

"Raja tidak dalam kondisi stabil dan kenyataannya putra raja (Muhammad bin Salman) memerintah kerajaan," tulis sang pangeran dalam suratnya. Dia mengungkapkan empat atau lima pamannya tengah menyiapkan rencana untuk mendongkel Raja Salman.

Dia mengklaim sudah mendapat banyak sokongan termasuk dari rakyat dan para kepala suku. "Mereka bilang Anda harus melakukan ini, kalau tidak negara akan menghadapi bencana," ujarnya.

Tekanan terhadap rezim Salman kian besar lantaran ekonomi Saudi goyang. Melorotnya harga minyak mentah dunia hingga di bawah US$ 50 saat ini, menurut IMF (Dana Moneter Internasional), bisa membuat anggaran Saudi tahun ini defisit lebih dari US$ 107 miliar atau kini setara Rp 1.566 triliun.

Tekanan terhadap anggaran kian diperberat oleh ongkos perang di Yaman. Bahkan Riyadh, seperti dilansir surat kabar the Financial Times, menarik US$ 70 miliar (Rp 1.029,5 triliun) dananya di luar negeri buat mengurangi defisit.

Sejatinya rezim Bani Saud sudah ketakutan saat Revolusi Arab bertiup empat tahun lalu. Unjuk rasa besar-besaran di jalan telah berhasil menumbangkan rezim kolot Zainal Abidin bin Ali (Tunisia), Husni Mubarak (Mesir), dan Muammar al-Qaddafi (Libya).

Jeleknya solusi mereka terapkan adalah membeli kesetiaan rakyat. Awal 2011, saat diperingatkan bakal terjadi pemberontakan di Tunisia, Mesir, dan Libya, Raja Abdullah mengguyur komunitas Syiah menjadi oposisi dengan beragam paket, termasuk perumahan, kesehatan, kesejahteraan, dan bonus bagi pegawai negeri.

Raja Salman mengambil langkah serupa tidak lama setelah naik takhta. Dia memberi bonus dua bulan gaji bagi pegawai negeri dan pensiunan. Alhasil, cadangan devisa Saudi turun hingga US$ 36 miliar (Rp 529 triliun) selama Februari sampai Maret.

Konflik internal dan persaingan antar pangeran sejatinya bukan hal baru di Saudi, namun kudeta tidak umum terjadi.

Terakhir berlangsung pada 1964 ketika Raja Saud dipaksa turun oleh Pangeran Faisal, telah menguasai Garda Nasional dan mengancam melakukan kudeta. Sebelas tahun kemudian Raja Faisal ditembak mati oleh seorang keponakannya.

Persoalan ekonomi dan buruknya pemerintahan memungkinkan perubahan rezim di Saudi kian dekat.

(CNN/Economist/The-Guardian/The-Independent/The-Time/Washington-Post/Al-Balad/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita:

Index »

KULINER

Index »

LIFESTYLE

Index »

KELUARGA

Index »

AL QURAN

Index »

SENI

Index »

SAINS - FILSAFAT DAN TEKNOLOGI

Index »

SEPUTAR AGAMA

Index »

OPINI

Index »

OPINI

Index »

MAKAM SUCI

Index »

PANDUAN BLOG

Index »

SENI