Situs NU Garis Lurus yang disebut Kiai NU lawannya sebagai “kelompok munafik” baru-baru ini memposting surat terbuka salah satu anggota Banser yang bernama Hadi Wijaya. Postingan tersebut diberi judul “Surat Terbuka Anggota Banser: Cabut Perintah Pengamanan Gereja! (22 juli 2015)
Salah satu point yang disebutkan adalah pengakuan dari orang dalam sendiri tentang salah satu tugas Banser, yaitu menjaga gereja.
1. “Memohon dan meminta dengan segala hormat kepada semua pucuk pimpinan yang ada di Pengurus Besar Nahdlatul Ulama khususnya KH. Said Aqil Siraj, untuk mengeluarkan Perintah Komando untuk mencabut Perintah Pengamanan Gereja-Gereja di seluruh Indonesia oleh Banser NU atas permintaan Persatuan Gereja Indonesia (PGI) selama Tiap Perayaan Hari Natal karena, sesungguhnya Pengamanan Perayaan Hari Natal dan Perayaan Hari besar agama lainya itu adalah Tanggung Jawab dan wewenang aparat keamanan sah Negeri ini.”
Pengakuan akan adanya perintah untuk mengamankan Gereja-Gereja di seluruh Indonesia oleh Banser NU atas permintaan Persatuan Gereja Indonesia (PGI) selama Tiap Perayaan Hari Natal. Inilah salah satu “tugas mulia” para pengemban bendera islam NUsantara. Pengakuan ini hampir semakna dengan pengakuan dan keluhan yang disampaikan mantan petinggi GP Ansor (Induk Banser), Khatibul Umam Wiranu (Ketua PP GP Ansor 2005-2010).
Ada sedikit kejanggalan dan ketidak sinkronan dari penyataan-pernyataan dalam surat terbuka tersebut.
Di awal sang penulis menyebutkan:
“Sesungguhnya pengamanan perayaan hari Natal dan perayaan hari besar agama lainya itu adalah tanggung jawab dan wewenang aparat keamanan sah negeri ini.”
Tapi di bagian akhir malah menyatakan;
3. “Permohonan ini kepada seluruh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama adalah sebagai rasa solidaritas atas apa yang terjadi menimpa Muslim di daerah Tolikara Papua, ibarat jika para pelaku tidak dihukum dengan tegas oleh kelompoknya sendiri maka nanti pasukan kaum muslimin yang ada di bumi Indonesia yang akan menghukum mereka. Cepat atau lambat karena negara ini adalah Negara Pancasila dan Negara atas hukum.”
4. “Kepada semua komunitas Banser NU dimanapun berada di seluruh Indonesia, ibarat satu tubuh. Bagian kecil tubuh terluka maka semua tubuh ikut terluka, hendaknya menahan diri sambil menunggu perintah komando tertinggi dari Ketua Tanfidziah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama jalan terbaik bagi solusi kedamaian dan kondusif demi Indonesia jaya raya abadi.”
Ya begitulah plin plannya NU, satu sisi ngomong “Tanggung Jawab dan wewenang aparat keamanan sah Negeri ini.” Ucapan yang seakan-akan mendukung dan menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah, tapi di sisi lain menyatakan.
“Nanti Pasukan Kaum Muslimin yang ada di Bumi Indonesia yang akan menghukum mereka.”
“sambil menunggu Perintah Komando Tertinggi dari Ketua Tanfidziah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama”.
Urusannya diserahkan kepada sang komandan tertinggi.
Jadi mana yang harus diikuti dan dipatuhi mas…?
Padahal kita sudah sama-sama tahu bagaimana pemerintah kita sudah berupaya mencarikan solusi dalam permasalahan ini dan menyarankan serta menghimbau kepada masyarakat agar menyerahkan sepenuhnya penyelesaian konflik ini kepada pemerintah.
Aneh…aneh……
______________________________________
Lihat Kesini Petikannya:
Iedul Fitri Berdarah, Natal, Gereja dan Banser NU…
Siapa yang tidak mengenal sepak terjang tokoh-tokoh NU dan Banser NU dalam mengawal paham Liberal di NUsantara?
Kaum muslimin menyaksikan di depan mata tingkah laku mereka, sikap “menjilat” yang mereka bungkus dengan toleransi antar umat beragama.
Berbagai data, fakta dan realita yang ada menunjukkan dengan jelas hubungan mesra ormas NU[1] dan sayap paramiliter nya tersebut dengan para pemeluk agama salib di negeri ini. Lihatlah bagaimana gagahnya Banser NU, ketika berdiri di depan pintu-pintu gereja, dengan penuh waspada menjaga ketenangan dan kekhusyu’an ibadah para penyembah berhala. Dalam rangka “bertoleransi” dengan (baca: menjilat) “domba-domba tuhan.”
Sebagian gambar-gambarnya bisa dilihat disini:
http://cdn-media.viva.id/thumbs2/2014/12/24/286789_banser-nu-ikut-jaga-gereja-lokasi-bom-bunuh-diri-di-solo_663_382.jpg
http://cdn-2.tstatic.net/surabaya/foto/bank/images/ansorsisisrear.jpg
http://img.lensaindonesia.com/thumb/500-1/uploads–1–2011–12–banser.jpg
http://t1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQfN7fouYoma1JA-tFViLNjbtCkvd8hlPCq5eBML-_eZTBqs1843g
http://t3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSeXRlfyjFW3vFNtOuc0X4FzfYmyyMjU36Qf-9aaozgJX7xj8I
https://a.disquscdn.com/get?url=http%3A%2F%2Fwww.voa-islam.com%2F%2Fphotos3%2Fbanser-jaga-gereja.jpg&key=uSp-FEF79TqhDtf3XZ0JWg
http://www.jurnalislam.com/gambar/nasional/nasional-berdalih-ukhuwah-wathaniyah-3000-banser-akan-jaga-gereja-se-jateng-328-l.jpg
http://cdn.ar.com/images/_t/500×0/stories/2012/12/banser_jaga_gereja.jpg
Demikian pula pembelaan Gus Dur, Shinta Nuriyah (istri Gus Dur), Wahid Institute (LSM milik keturunan Gus Dur), Gus Nuril, Cak Nun, tokoh-tokoh liberal NU dan segudang “orang-orang penting” dari ormas NU kepada agama penyembah Trinitas Kristen Indonesia, adalah fakta yang sulit untuk dibantah. Yang menunjukkan memang ormas NU dan orang-orang yang ditokohkan dalam ormas NU tersebut memiliki hubungan yang sangat mesra dengan para penganut Kristen Nashara.
Sebagian gambar-gambarnya bisa dilihat di sini:
http://www.sesawi.net/wp-content/uploads/2014/04/Paus-Yohannes-Paulus-II-dan-Gus-Dur-1.jpg
http://www.sesawi.net/wp-content/uploads/2014/04/Paus-Yohannes-Paulus-II-dan-Gus-Dur-dan-Bu-Shinta.jpg
http://www.sesawi.net/wp-content/uploads/2014/04/Paus-Yohannes-Paulus-II-dan-Gus-Dur-dan-Yenny-Wahid.gif
http://img.lensaindonesia.com/thumb/350-630-1/uploads–1–2013–08–14788-sahur-bareng-sinta-nuriyah-abdurrahman-wahid-di-gkjw-istri-gus-dur-gereja.jpg
https://cintarasulullah.files.wordpress.com/2009/01/gusdur-rabi.jpg?w=468
Untuk Video bisa di klik di sini:
Namun apa balasan mereka?
Bagaikan “Air susu dibalas air tuba.” Seperti seseorang yang menolong anjing yang terjepit disebuah pohon, dengan penuh kasih sayang Sang Tuan menolong melepaskan anjing tersebut dari jepitan pohon. Namun tak disangka dan tak diduga, baru saja Sang Anjing lepas dari jepitan pohon, maka segera Sang Anjing menggigit Tuannya.
Para tokoh dan elite NU “bermain asmara” dengan kaum penyembah berhala yang Nabi Isa alaihi salam berlepas diri dari kekufuran mereka, namun dalam waktu yang sama umat Islam, bahkan warga NU sendiri dibantai dimana-mana oleh pasukan salibis “sebagai balas jasa” atas toleransi antar umat beragama.
Belum lekang dari ingatan kita bagaimana kaum muslimin yang sedang merayakan hari raya Iedul Fitri 16 tahun yang lalu, tepatnya pada Iedul Fitri 19 Januari 1999 kaum muslimin dikejutkan dengan berita penyerbuan, pembakaran masjid-masjid, pembunuhan dan pembantaian kaum muslimin di Ambon dan Maluku.
Pelakunya adalah “umat kasih”, sekelompok umat yang senantiasa mengumandangkan slogan “Jika engkau ditampar pipi kirimu, maka berikanlah pipi kananmu .” “Domba-domba tuhan” yang selalu dibela Gus Dur, dan orang-orang yang setipe dengannya dari ormas NU.
Tidak berselang lama dari Tragedi Berdarah Iedul Fitri 1999 Ambon dan Maluku. Kembali kaum muslimin Indonesia dan dunia digemparkan dengan tragedi berikutnya. Penyerangan, pembakaran, pembunuhan dan pembantaian penghuni sebuah Pondok Pesantren yang jika menilik dari namanya, nampaknya sebuah Ponpes NU. Tidak hanya penghuni Pondok Pesantren Wali Songo yang dihabiskan oleh pasukan salibis tersebut, namun warga muslim sekitar juga tidak luput dari kekejaman dan kebrutalan mereka, sedikitnya 200 orang muslimin meregang nyawa pada peristiwa itu.
Maka benarlah firman Allah subhanahu wa ta’ala:
وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُوْدُ وَلاَ النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ
“Orang-orang Yahudi dan Nashrani tidak akan ridha kepadamu sampai engkau mau mengikuti agama mereka.” (Al-Baqarah : 120)
Demikianlah kaum kafir Yahudi dan Nashara (Kristen) tidak akan pernah ridha dan rela kepada Islam dan kaum muslimin sampai mereka berhasil memurtadkan umat Islam.
Lihatlah pada hari-hari ini makar yang sama mereka lancarkan, bertepatan dengan hari raya kaum muslimin, hari raya Iedul Fitri, tidak tangung-tanggung meskipun di dekat markas aparat keamanan, mereka kembali menyerang, meghancurkan dan membakar masjid.
Foto-fotonya bisa klik di sini:
http://www.seruanku.com/wp-content/uploads/2015/07/foto-pembakaran-masjid-di-papua.jpg
https://encrypted-tbn2.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcR0GlUn1MPDoebYGNndQslslOT1eYKIWIubXl98TKPqhL8ABuvS
https://encrypted-tbn3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcTyBejvYA9RcywO792NXfd9icA2Qum0ZKTpQDgNVnoOc7Qi4hok
http://images.solopos.com/2015/07/bcv08brBwm.jpg
https://encrypted-tbn1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSkjZAVVzJO2Cph_MyA5xTCdi9OlrDX1ALGAgRm4NO1OFEWt2m02w
https://encrypted-tbn1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSGTDmPxloQ1_YYrxpTFSrNZKXCtiEhNf5bmzfR46JCGmYn7YCLCg
https://encrypted-tbn1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQgvRXEq0-AwM-f32hGP-5sEBR9zmt0aQKk5b9YGYOtKct19PhNUA
Video bisa lihat disini:
Lalu kemana para penggiat “toleransi umat beragama”?
Mana suara “Wahid Institute” buatan putri Gus Dur tokoh NU yang selalu terdepan membela hak-hak minoritas?
Mana pembelaan Gus Nuril, Cak Nun, dan para Kiai NU yang sering berceramah di gereja-gereja, untuk Islam dan kaum muslimin yang terzhalimi di Papua?
Lalu dimanapula pasukan paramiliter NU (baca: Banser) yang dengan sangat disiplinnya, penuh tanggung jawab dan dengan gagah berani menjaga seremonial peribadatan berhala di gereja-gereja mereka pada saat Natal?
Ataukah memang harta benda, kehormatan dan jiwa kaum muslimin dihadapan mereka nilainya lebih rendah dibandingkan harta benda, kehormatan dan jiwa penyembah tiga tuhan tersebut?
Ataukah karena memang tidak ada bayaran dari Bank Dunia, yang mendukung Liberalisme dan Pluralisme mereka?
[1] Ormas NU yang kami maksudkan di sini mencakup siapa saja yang punya hubungan dengan NU. Sama saja apakah dia memegang posisi struktural di ormas NU, para tokohnya, para kiainya, ormas-ormas yang berafiliasi ke NU, warga NU atau siapa saja yang memiliki manhaj dan metode yang sejalan dengan NU.
________________________________________
Sebut Bahwa Nama "NU Garis Lurus Munafik" . Ini Kata Seluruh Ulama NU
Posted by AHLUL BAIT NABI SAW on Rabu, 13 Juli 2016
Saudara pembaca semoga Allah memberikan hidayah dan taufik -Nya kepada kita semua …
Baru-baru ini ormas NU dan warganya dihebohkan dengan kehadiran “Jamaah baru” yang menyebut namanya dengan “NU Garis Lurus“.
Serta-merta hal ini mengundang “reaksi keras dan radikal” dari pihak “lawannya“, sebut saja situs resmi NU, disana NU Garis Lurus disebut sebagai “Kerikil Terbaru NU”, yang dimuculkan oleh segelintir orang NU.
ak kalah sengitnya seorang yang dianggap tokoh di “NU Garis Bengkok“.
Maaf sebelumnya, kami hanya meminjam istilah mereka, karena kalau ada yang lurus berarti lawannya kan bengkok?
KH Tobary Syadzili mengeluarkan komentarnya, dia berkata:
“………. Dengan demikian, mereka (NU Garis Lurus -pen) adalah termasuk golongan orang-orang yang munafik”
Lalu suasana bertambah panas, “al-Fadhil”, “Syekh” KH Muhammad Idrus Ramli, seorang yang dianggap sangat berpengaruh di kelompok NU Garis Lurus, seorang kandidat Ketua PBNU mendatang, tidak mau kelompoknya dianggap sebagai “NU Palsu” terlebih-lebih jika divonis kelompok mereka sebagai kelompoknya orang-orang “munafik”.
Saudara pembaca, semoga Allah memberikan hidayah dan taufik –Nya kepada kita semua…
Demikianlah hakikat ormas NU, tokoh-tokoh, para Kiai, dan warganya…
Mereka senantiasa berpecah belah, “gontok-gontokan”, centang-perenang, carut-marut, masing-masing kelompok berbangga dengan kelompoknya sendiri, dan menganggap di luar kelompoknya sesat, golongan munafik, bahkan wajib masuk neraka. Demikianlah wajah asli ormas “NU”, meskipun mereka menampakkan kerukunan, bersatu, saling berlemah lembut, dan semisalnya. Itu terjadi ketika mereka memiliki kepentingan yang sama. Namun akan mudah tercerai berai, saling menyesatkan, saling memunafikkan, bahkan sampai berani mengharamkan surga bagi saudaranya, jika masing-masing memiliki target duniawi. Lihat saja dalam contoh kasus peristiwa di atas, kedua orang yang ditokohkan, dua orang yang di-Kiai-kan, “al-Fadhil” “Syekh” KH Muhammad Idrus Ramli dengan KH Thobary Syadzily (Syekh Nawawy al-Bantany). Ketika ada kepentingan bersama, misalnya demi mengamankan apa yang mereka sebut sebagai “amaliah dan tradisi NU” dua aliran NU ini sanggup untuk “duduk bersama” dengan mesra, sebagamana terjadi dalam beberapa forum “debat” menghadapi musuh yang mereka sebut sebagi wahabi.
Lihat di sini:
Namun hari-hari ini kedua “ulama” ini harus “bercerai” menempuh jalan hidup masing-masing, Syekh Kiai Idrus Ramli berada dalam kelompok “orang-orang munafik“, sedangkan Syekh Kiai Thobary Syadzily berada dalam kelompok “NU Garis Bengkok“
Demikianlah saudaraku, dari contoh peristiwa ini bisa kita simpulkan:
Ormas NU terkotak-kotak, tercerai-berai, centang-perenang, yang masing-masing kelompok bangga dengan kelompoknya. Sangat mudah menyesatkan dan memunafikkan saudaranya, ini adalah bukti dari kekerasan dan tindakan radikal yang dilakukan tokoh dan warga NU. Bahkan berani mengharamkan surga bagi orang yang berseberangan kepentingan dengan mereka.
Berkumpul karena kepentingan yang sama, bercerai ketika berbeda target, visi dan misi duniawi.
_____________________________________
Potret Buram NU Dalam Menyikapi Aliran Sesat, Akidah Wahabi dan NU Sunni Memang Beda, NU Menyatakan Syiah Tidak Sesat, Hanya Berbeda
Posted by AHLUL BAIT NABI SAW on Kamis, 14 Juli 2016
Sungguh ironis dan sangat disayangkan ormas NU yang memiliki pengikut yang banyak, mengklaim sebagai ormas yang di dalamnya terdapat segudang ulama, namun dalam menyikapi aliran-aliran sesat, yang kesesatannya telah jelas di depan mata masih saja bermain mata.
Terus saja mereka menutup-nutupi realita dan fakta yang ada. Bahkan berani dengan terang-terangan “melawan” dan berusaha membalikkan opini. Memutar balikkan fakta yang berujung pada kesimpulan aliran sesat adalah kebenaran, sedangkan kelompok yang benar dituding dan dituduh sebagai aliran menyimpang.
Usaha dan upaya ormas NU dalam memutar balikkan fakta tersebut dilakukan dengan cara sistematis, dan terus berkesinambungan.
Mereka lakukan dengan berbagai macam cara, dengan statemen, komentar, tindakan, perbuatan, cara menyikapi, membantah, menuding, memvonis bahkan memfitnah kelompok lain yang mereka pojokkan sebagai kelompok sesat dan menyimpang.
Namun di sisi lain, terhadap kelompok-kelompok yang telah jelas kesesatannya, mereka tidak segan-segan untuk membela, bergandeng tangan dengan mereka, bekerjasama, membiarkan, mengayomi, menaungi dan melindungi aliran-aliran sesat tersebut. Sehingga kelompok-kelompok sesat tersebut tumbuh subur dan terus melancarkan makar-makar busuk mereka, hingga korban dari kaum muslimin terus berjatuhan.
Di antara contohnya adalah sebagai berikut:
– NU menyikapi fatwa MUI: JIL sesat
Dalam Musyawarah Nasional VII Majelis Ulama Indonesia (MUI) tahun 2005, yang kemudian menghasilkan Keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor: 7/MUNAS VII/MUI/11/2005, tentang: PLURALISME, LIBERALISME, DAN SEKULARISME AGAMA.
Yang kesimpulannya adalah Paham SEPILIS yang diusung dan disebarluaskan oleh tokoh-tokoh NU, semisal Gus Dur, Ulil Abshar Abdala, Abdul Moqsith Ghazali dan para gembong JIL (Jaringan Islam Liberal) atau JIN (Jamaah Islam NUsantara) lainnya, adalah PAHAM YANG BERTENTANGAN DENGAN ISLAM dan UMAT ISLAM HARAM UNTUK MENGIKUTINYA.
Coba kita perhatikan fatwa MUI di atas, dengan jelas dan sangat gamblang menyatakan bahwa paham SEPILIS yang ditebarkan ditengah umat oleh kelompok JIL atau JIN -yang notabene pelakunya tokoh-tokoh NU, semisal Gus Dur- adalah ajaran yang sesat dan menyesatkan. Bertentangan dengan agama Islam dan Haram untuk mengikutinya.
Namun pada prakteknya, fatwa MUI tersebut “dilanggar”, tidak diindahkan, tokoh-tokoh NU berpemahaman SEPILIS terus bergentayangan, bebas menebarkan kesesatan mereka, bahkan mendapat kursi empuk di ormas NU.
_________________________________________
Akidah Wahabi dan NU Sunni Memang Beda, NU Menyatakan Syiah Tidak Sesat, Hanya Berbeda
Posted by AHLUL BAIT NABI SAW on Rabu, 08 April 2015
Antara Tradisi Kultur Syi’ah-NU dan Adu Domba Wahabi
Ahlus Sunnah harus bijak dan hati-hati menyikapi isu-isu seputar tradisi dan kultur kaum Syafiiyah ini. Perlu pemahman, bahwa tradisi tersebut bukanlah perkara ushul tapi furu’.
Akidah wahabi dan NU Memang Beda
Berbagai perbedaan pendapat dan pergerakan antara NU dan Syi’ah adalah suatu kewajaran. Sebab, menurut Prof. Dr. Umar Shihab (Ketua MUI Pusat): “Syiah bukan ajaran sesat, baik Sunni maupun Syiah tetap diakui Konferensi Ulama Islam International sebagai bagian dari Islam.”Lain halnya dengan aliran wahabi. Sebab ini aqidah. Karena wahabi itu memang beda (dengan Sunni) secara aqidah.
Saya setuju kalau kita mengatakan ‘Laa Sunni Walaa Syiah’ (tidak ada Sunni dan tidak ada Syiah, Red).
SYIAH dan NU memiliki titik temu di bidang fikih dan tasawuf seperti tahlilan, qunut, maulidan, ziarah kubur, hormati ahlulbait dll jadi bisa bersatu..Titik Temu Islam Ahlus Sunnah (NU) dan Islam Syi’ah ada dibidang fikih dan tasawuf serta sama sama anti Wahabi Nejed, Secara ideologis, wahabi selalu memiliki misi untuk menghancurkan negara yang tidak berdasarkan ajaran setan nejed.
Selain wahabi, Ahmadiyah dan aliran sesat sejenisnya berbeda dengan NU. Perbedaan utamanya dalam persoalan aqidah.
Perbedaan dalam Islam sudah terjadi sejak zaman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam. Para Sahabat sendiri sering berbeda dengan Nabi, juga dengan sesama Sahabat.
Tradisi perbedaan di kalangan para Sahabat berlanjut pada masa berikutnya. Termasuk di zaman para ulama mujtahidin. Perbedaan tersebut masing-masing berdasarkan dalil.Berbagai perbedaan di kalangan NU dan Syi’ah tidak perlu dipermasalahkan.
“Perbedaan sesama kita, Apalagi kalau hanya seperti angkat tangan berdoa setelah shalat, atau baca basmalah kecil dan keras, atau ketika sujud itu didahulukan tangan atau didahulukan lutut, atau kalau berwudhu sebahagian atau semua, MAKA JANGAN dipersoalkan”
“Yang penting (pendapatnya) ada dalil, dan tahu dalil, tidak taqlid,”
Kami meyakini, untuk menyerap berbagai perbedaan dalam dunia fikih, diperlukan tauhid yang lurus kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Seperti tercermin dalam ayat pertama surat al-’Alaq, “Iqro’ bismirobbikalladzi kholaq….” (Bacalah, dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan!).*
Perbedaan syariat wahabi dan Islam sudah berbeda dari pemahaman akidah.
“wahabi mengkafirkan orang-orang yang tidak mau mendukung ajaran mereka,”
Hari-hari ini adalah momen di mana wahabi mencari tempat pijakan di tubuh NU, dengan alasan memiliki beberapa kesamaan ajaran. Di internet, bisa mudah kita temukan bagaimana kaum wahabi mencari momen ‘meminjam’ tangan NU guna memusuhi sesama loyalis ahlulbait.
Strategi lain dari dakwah wahabi saat ini yang perlu diperhatikan adalah, klaim-klaim wahabi terhadap kesamaan ajaran sebagian penganut NU dan indikasi adu domba antar kelompok.
Sejumlah elemen Islam berpaham wahabiyang selama ini peduli dengan gerakan pemurtadan dan perusakan akidah, menghimpun diri ke dalam satu aliansi bernama ”Aliansi Ahlus Sunnah untuk Kehormatan Keluarga dan Sahabat Nabi”– selanjutnya disingkat “ASKES”.
Hari Kamis (14/11/2013), sekitar 600 massa ASKES menggelar aksi unjuk rasa damai menentang pelaksanaan Ritual ‘Asyurakaum Syi’ah di Balai Samudera Kelapa Gading Jakarta.
Dalam aksi di depan Balai Samodra Jakarta itu, ASKES juga membagi-bagikan 400 eksemplar buku terbitan MUI Pusat yang berjudul “Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syiah di Indonesia”.
Buku itu diutamakan dibagi kepada aparat keamanan yang dengan keras berupaya menjaga bentrokan antara massa ASKES dan peserta ritual Syiah.
“Ini salah satu bentuk edukasi. InsyaAllah, kami akan terus melakukan edukasi kepada umat Islam Indonesia tentang hakekat dan penyimpangan Syiah, sebagaimana telah dijelaskan dalam buku MUI tersebut,” kata Koordinator ASKES yang akrab dipanggil Ustad Anung itu.
Pada saat yang sama, penentangan terhadap ritual kaum Syiah itu juga dilakukan kaum Muslimin Indonesia di sejumlah kota, khususnya di Surabaya dan Bandung.
Di Surabaya, ritual kaum Syiah itu dilarang diselenggarakan pihak keamanan, karena sikap tegas Gubernur dan MUI Jatim.
Menurut Koorodinator “ASKES”, Anung Al Hamat Lc, aksinya terutama dilakukan sebagai bentuk penyadaran kepada kaum Muslimin, bahwa ada perbedaan yang sangat mendasar antara ajaran dan ibadah kaum Syiah dengan umat Islam pada umumnya,
Pelaksanaan Asyuro pemeluk Syiah yang dilaksanakan secara terbuka di beberapa kota rupanya telah menjadi perhatian elemen wahabi Indonesia. Seperti diketahui, biasanya dalam perayaan 10 Muharram, kaum Syiah mengadakan ritual atau kerap disebut Asyuro menimbulkan iri hati wahabi yang teramat sangat mencintai Mu’awiyah, Yazid dan konco konco nya.
Agresivitas wahabi di Indonesia, kini sangat mengganggu dan menyita tenaga serta pikiran umat Islam Indonesia. Hal itu juga suatu hal yang aneh. Kaum wahabi mengaku bersaudara dengan kaum NU, tetapi mereka tak henti-hantinya menyebarkan permusuhan, khususnya melaknat syi’ah yang pro ahlulbait.
Habib Zein : Wahabi itu Ahlus Sunnah, kalau Syiah bukan
“Menghubungkan NU Dengan Wahabi Seperti Othak-Athik Gathuk”(dikait-kaitkan, red).
Kamis, 20 September 2012
Benar klaim bahwa Islam Syafi’i adalah mazhab yang paling dekat dengan esoterisme dan Syiah, juga bahwa NU esoterismenya berwajah Syiah dan eksoteriknya berwajah Sunni. Juga dikatakan NU adalah proses untuk menggabungkan keduanya.
Anggota Dewan Syura Ahlulbait Indonesia (ABI), Dr Muhsin Labib mengatakan, antara Nahdhatul Ulama (NU) dan Syiah ada kemiripan dilihat dari beberapa tradisi dan praktek.
“Islam Syafi’i adalah mazhab yang paling dekat dengan esoterisme dan Syiah. Baru setelah itu terjadi Syiah dalam jenis lain dan itu di representasikan oleh NU dan membentuk kultur NU,” jelasnya saat menjadi salah satu narasumber dalam seminar Syiah “Menuju Kesepahaman dan Kerukunan Umat Islam” di Gedung Sucofindo, Pasar Minggu, Jakarta, Selasa (18/09/2012).
Ia juga mengungkapkan bahwa NU adalah proses upaya untuk menggabungkan Sunni-Syi’ah.
“NU esoterismenya berwajah Syiah dan eksoteriknya berwajah Sunni-Syafi’i. NU adalah proses untuk upaya menggabungkan keduanya (Sunni-Syiah). Oleh karena itu, tidak heran pada waktu itu Gus Dur mengatakan bahwa NU itu Syi’ah minus Imamah,” ungkapnya.
Lebih jauh, lulusan Qom Iran itu juga mengingatkan agar kalangan NU mewaspadai penumpang-penumpang gelap seperti Yayasan Al-Bayyinat masuk ke tubuh NU menjadi pengurus.
“NU Gusdurian adalah NU yang toleran dan menyejukkan. Jangan sampai penumpang-penumpang gelap seperti Al-Bayyinat masuk ke tubuh NU menjadi pengurus,” katanya mengingatkan.
Selain mencurigai AL Bayyinat, ia juga menduga bahwa ada upaya untuk melemahkan organisasi seperti NU dan menggunting otoritas NU yang dilakukan kaum Salafi.
Anggota Dewan Syura Ahlulbait Indonesia (ABI), Dr Muhsin Labib mengatakan, antara Nahdhatul Ulama (NU) dan Syiah ada kemiripan.
NU: Syiah Tidak Sesat, Hanya Berbeda
Said Aqil Siroj
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menilai aliran Islam Syiah
secara umum bukan merupakan aliran sesat. “Tidak sesat, hanya berbeda
dengan kita,” kata Ketua Umum PBNU, Said Aqil Siradj, di kantor
kepresidenan, Jakarta, Selasa 28 Agustus 2012.
Menurut dia, Syiah merupakan salah satu sekte Islam yang sudah ada sejak 14 abad lalu. Sekte ini pun ada di berbagai belahan bumi, termasuk Indonesia. “Pusatnya memang di Iran,” ujar Said.
Menurut dia, Syiah merupakan salah satu sekte Islam yang sudah ada sejak 14 abad lalu. Sekte ini pun ada di berbagai belahan bumi, termasuk Indonesia. “Pusatnya memang di Iran,” ujar Said.
Tarekat dapat Cegah Konflik Sunni-Syiah
Selasa, 28/08/2012 17:14
Konflik antara Sunni dengan Syiah bisa dicegah dengan mengembangkan
nilai-nilai tarekat. Ini pas, karena Sunni di Indonesia suka tarekat,
yang juga deket dengan Syiah.
Demikian dinyatakan Wakil Rais Syuriyah PCI NU Mesir Ahmad Syaifuddin pada NU Online, melalui yahoo massenger, Selasa sore (28/8/2012).
“Syiah dan Sunni yang sufi itu sama-sama mencintai ahli bait, khususnya Sayidina Ali bin Abi Thalib. Semua sanad tarekat bermuara ke Imam Ali, kecuali Naqsyabandiyah yang juga punya sanad ke Abu Bakar. Bedanya kalau sufi itu ta’dhim (penghormatan), kalau syiah itu taqdis (pengkultusan). Nah, di situ kesamaan kita dengan Syiah,” jelasnya.
Dia mencontohkan bahwa Sunni yang sufi dan Syiah bisa saja mengadakan haul Imam Ali, Hasan Husein bersama-sama, dengan catatan pihak Syiah tidak menampakkanghuluw atau melampaui batas.
“Keduanya sama-sama tanazul. Yang beda dari mereka jangan diperlihatkan, yang beda dari kita jangan diperlihatkan,” ujar mahasiswa program doktor di Universitas Al-Azhar tersebut.
Dia melanjutkan, konflik Sunni-Syiah tidak bisa diselesaikan dengan debat, bahsul masail, atau munazharah. “Ndak mungkin berhasil itu diskusi,” tegasnya.
Syaifuddin berpesan, Syiah di Indonesia jangan seperti Syiah Iran. “Teman-teman Syiah di Indonesia harus melakukan pribumisasi. Kalau di Jawa ya harus njawani, pakai blangkon, pakai bubur abang bubur putih. Kalau di Sumatera yang harus menyesuaikan dengan Sumetera.”
Demikian dinyatakan Wakil Rais Syuriyah PCI NU Mesir Ahmad Syaifuddin pada NU Online, melalui yahoo massenger, Selasa sore (28/8/2012).
“Syiah dan Sunni yang sufi itu sama-sama mencintai ahli bait, khususnya Sayidina Ali bin Abi Thalib. Semua sanad tarekat bermuara ke Imam Ali, kecuali Naqsyabandiyah yang juga punya sanad ke Abu Bakar. Bedanya kalau sufi itu ta’dhim (penghormatan), kalau syiah itu taqdis (pengkultusan). Nah, di situ kesamaan kita dengan Syiah,” jelasnya.
Dia mencontohkan bahwa Sunni yang sufi dan Syiah bisa saja mengadakan haul Imam Ali, Hasan Husein bersama-sama, dengan catatan pihak Syiah tidak menampakkanghuluw atau melampaui batas.
“Keduanya sama-sama tanazul. Yang beda dari mereka jangan diperlihatkan, yang beda dari kita jangan diperlihatkan,” ujar mahasiswa program doktor di Universitas Al-Azhar tersebut.
Dia melanjutkan, konflik Sunni-Syiah tidak bisa diselesaikan dengan debat, bahsul masail, atau munazharah. “Ndak mungkin berhasil itu diskusi,” tegasnya.
Syaifuddin berpesan, Syiah di Indonesia jangan seperti Syiah Iran. “Teman-teman Syiah di Indonesia harus melakukan pribumisasi. Kalau di Jawa ya harus njawani, pakai blangkon, pakai bubur abang bubur putih. Kalau di Sumatera yang harus menyesuaikan dengan Sumetera.”
Habib Zein : Wahabi itu Ahlus Sunnah, kalau Syiah bukan
Selasa, 18 September 2012 12:27:09JAKARTA
Kaum Muslimin yang mengkritik ajaran syiah adalah pemecah belah umat, agen Zionis, dan kesusupan Wahabi.
Pimpinan Yayasan Al Bayyinat Jawa Timur, Habib Ahmad Zein Al Kaff justru menampakkan kewahabian nya dengan membela musuh abadi NU yakni wahabi ! Serigala berbulu domba saja lah yang membela wahabi dengan menyalahkan NU.
“Wahabi sama-sama Ahlussunnah, kalau mereka (Syiah) bukan. Kalau wahabi kitab rujukannya sama, rukun Iman, rukun Islamnya juga sama, sedangkan Syiah berbeda, kita hanya berbeda dalam masalah furu’iyah (cabang) dengan Wahabi” tegas Habib Zein dalam konferensi pers setelah acara tabligh akbar bertajuk “Mengokohkan Ahlus Sunnah wal Jamaah di Indonesia”, yang digelar Ahad kemarin (16/9) di masjid Al-Furqan Dewan Dakwah Jakarta.
Habib Zein : Habib yang masuk syiah, jadi mantan Habib
Pimpinan Al Bayyinat Habib Ahmad Zein Al Kaff
menegaskan bahwasanya jika ada seorang mengaku dari kalangan Habaib,
namun mengaku pula sebagai seorang syiah. Maka, orang tersebut bukanlah
Habib lagi.
“Saya katakan tidak ada Habib yang masuk Syiah, Habib yang masuk
Syiah bukan Habib lagi, tapi (statusnya) sudah mantan Habib. (Dia) bukan
habib lagi,” jelas Habib Zein yan juga pengurus Nahdlatul Ulama Jawa
Timur.komentar :
perkembangan wahabi di Indonesia memang lebih besar dibandingkan perkembangan Syiah di Malaysia, hal ini karena ulama di Malaysia sangat sulit menggadaikan aqidahnya.
Di Malaysia Ulamanya tidak mudah dibeli dengan uang. Wahabi di Indonesia menyebarkan uang bermilyar-milyar dollar untuk menyebarkan ajaran mereka, siang malam orang-orang wahabi mendekati para tokoh seperti MIUMI.
Sehingga banyak tokoh ulama dan Habaib yang mereka adalah Ahlussunnah, tetapi membela wahabi, karena sudah diberangus oleh kebaikan orang-orang wahabi.
Yang diberikan itu bisa tokoh atau organisasinya, hampir semua organisasi di Indonesia dibantu dana oleh wahabi.
Menyikapi tokoh-tokoh NU yang membela wahabi maka mereka telah menyelisihi Gusdur dan Said Aqil Siraj.
Orang NU yang membela wahabi itu telah berkhianat terhadap Kiyai Hasyim Asyari sudah jauh-jauh hari telah mewanti-wanti untuk menjauhi wahabi dalam Qanun azazi NU.
Rabu, 12 September 2012 12:15
Umar Syahab, Ketua Dewan Syura Ahlulbait Indonesia :“Kami meyakini ada grand design bahwa Syiah harus dilarang di Indonesia. Segala upaya dilakukan.
Pertama lewat buku dan tulisan yang sifatnya provokatif.
Kedua, melalui pengajian dan seminar di kampus.
Ketiga, mencari pijakan yang kuat dari Kementerian Agama, Majelis Ulama Indonesia, dan Kejaksaan.”
demikian kata Umar Syahab, Ketua Dewan Syura Ahlulbait Indonesia.
Nah, keberanian itulah yang dimiliki oleh seorang almarhum Abdurrahman Wahid atau akrab disapa Gus Dur. Itulah yang diungkapkan oleh Jaya Suprana dalam diskusi bertajuk “Gus Dur & Kebudayaan” yang diselenggarakan di Wahid Institute pada Jum’at, 3 Agustus 2012.
Jaya Suprana memang salah satu tokoh yang paling dekat dengan Gus Dur. Bahkan, dalam diskusi itu, dengan nada bercanda, ia mengungkapkan bahwa jika dirinya lahir setelah Gus Dur wafat, pastilah dirinya diduga reinkarnasinya Gus Dur. Sebuah guyonan yang kemudian disambut tawa dari hadirin yang memenuhi ruang diskusi di Wahid Institute.
Acara diskusi dilanjutkan buka bersama.
Selain Jaya Suprana, Mohamad Sobary yang akrab disapa Kang Sobary merupakan tokoh lain yang juga punya kedekatan dengan Gus Dur. Ia menulis sebuah buku khusus tentang Gus Dur, judulnya “Jejak Guru Bangsa”. Nah, dalam diskusi itu, ia juga dihadirkan sebagai pembicara. Ia mengungkapkan bahwa salah satu cirri khas dari Gus Dur yang paling diingatnya yakni bagaimana komitmen kuatnya untuk menjaga tradisi Nahdlatul Ulama (NU). Salah satu misalnya, kata Kang Sobary, ia yang walau telah jadi Presiden Indonesia saat itu masih aktif mendatangi kiai-kiai NU. Dan, ia tak memilih-milih kiai yang hendak didatanginya. Ia berupaya mendatangi semuanya, dari yang kiai-kiai senior sampai kiai-kiai kampung.
Karenanya, Gus Dur sangat mengerti segala sesuatu tentang tradisi dan kiai NU. Misalnya, seperti diungkapkan Sobary, Gus Dur pernah bercerita tentang mengapa para kiai dan wali cenderung tak mau jika dimintai doa oleh seseorang. Sebab, kiai dan para wali itu tak mau melecehkan ‘kecerdasan’ Allah. Mereka tau, sadar dan benar-benar yakin bahwa Allah itu Maha Tahu dan Maha Memberi walau tak kita minta. Karenanya, mereka selalu menyarankan agar siapa saja yang meminta doa itu agar konsisten saja di jalan Allah dan sepenuhnya berserah pada-Nya. Pasti Allah akan memberi apa yang diinginkannya.
Akhirnya, Gus Dur telah wafat. Namun, nama dan pemikirannya terus hidup di tengah-tengah kita. Melalui dokumentasi tentangnya, lembaganya, karya-karyanya dan tentunya diskusi-diskusi tentangnya seperti yang diselenggarakan oleh Wahid Institute ini. Dan kita terus mendapat pelajaran akan kearifannya.
(Yuk/Kenal-NU/Syiah-Ali/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email