Berseminya Perselisihan Teologis
Ketika agama Kristen tersebar di seluruh penjuru emperium Roma, para cendikia Kristen menggunakan terminologi filsafat dan konsep aplikasinya pada masa itu untuk menjelaskan bagaimana hubungan antara Isa dan Tuhan. Dengan jalan tersebut, teologi Kristen menemukan bentuknya.
Sebagian penganut agama Kristen generasi pertama, berada dalam pengaruh pemikiran gnosis (gnostics) yang mengingkari Isa sebagai manusia. Gnostics mengakui Isa sebagai malaikat yang membawa pengetahuan esotoris dari Tuhan kepada manusia. Demikian halnya dengan sekte Docetisme (eksoterisme) yang mengatakan bahwa Isa tidak memiliki jasmani manusia dan tidak mati di salib. Tetapi, ia hanya panampakan zahirnya saja manusia. Berbagai gereja Kristen pada kurun kedua, menyatakan bahwa pengajaran gnostics dan eksoterisme salah dan dinyatakan terlarang. Mereka bersandar pada substansi kemanusiaan Isa.
Kristen di Roma
Pada akhirnya gereja berdiri kokoh. Para Uskup memimpin berbagai gereja daerah. Para pendeta membantunya menjalankan berbagai program. Sedangkan para Diaken, selain membantu orang-orang manula dan kaum miskin, juga menjalankan berbagai program pelayanan sosial pada masyarakat. Di luar mereka, terdapat beberapa individu maupun kelompok dari jemaat kristen ini yang berkhidmat kepada gereja, hingga tetap tegak berdiri menikmati karunia illahi. Mereka di antaranya: para evangelist, remaja, para guru dan para rasul yang berbicara dengan ilham dari Ruh Tuhan. Terdapat beberapa orang yang memiliki keistimewaan (mukjizat) seperti menyembuhkan orang sakit dan dapat berbicara dengan beragam bahasa.
Sikap pemerintah Roma di hadapan gereja, kadang menunjukkan tanda-tanda perdamaian. Namun, seringkali para penguasa Roma menyiksa para penganut Kristen yang taat. Bahkan, banyak dari mereka menemui ajalnya, sebagaimana menimpa Petrus dan Paulus.
Seiring dengan berjalannya waktu, sebagian pusat-pusat gereja memiliki wewenang kekuasaan khusus di antaranya: Roma, Yerusalem, Aleksandria dan antiokhia. Urusan keagamaan ke empat kota ini, di bawah naungan para Patriarch.
Sebagaimana dengan beberapa tempat yang telah disebutkan di atas, terdapat ketentuan lokal bernama ketentuan Uskup, yang berada di bawah perintah para Uskup. Terma Uskup berasal dari bahasa Yunani yang berarti pengatur. Pada kurun keempat Masehi, ketika Constantine menjadikan Constantinople (Istanbul) sebagai pusat pemerintahannya, kota ini dikategorikan sebagai kawasan penting. Adapun kepemimpinan gerejanya di bawah kendali seorang Patriarch.
Pada masa Constantine (274-337 M), jemaat Kristen yang berasal dari satu kelompok, menjadi sasaran gangguan kekuasaan imperatur Roma yang berubah menjadi gereja pemerintah dan kekuasaannya mulai dikenal secara resmi. Perubahan ini, memberikan dampak besar terhadap peralihan besar dalam tubuh gereja. Kebanyakan masyarakat berada dalam imperatur Byzantium dan Roma, kecuali kaum Yahudi yang terlihat dari luar mengikuti kristen.
Ketika pemisahan gereja antara Barat dan Timur telah mencapai puncaknya, kedua kawasan tersebut secara mandiri menjalankan berbagai ritual ibadah dan membentuk sendiri filsafat, teologi dan tradisinya masing-masing. Demikian pula dengan gereja Coptic di Mesir, gereja Saryani di Siria, gereja Nestorian di Irak dan Iran tetap menjaga tradisi lamanya yang masih terbentuk.
Ketika permulaan kurun ketujuh Masehi, agama Islam di jazirah Arab muncul dan para penguasa muslimin menempati posisi yang menjadi kawasan para penghuni Kristen di Mesir, Syam, Bain an-Nahrain dan Afrika utara. Para penganut Kristen melihat agama Islam dengan rasa hormat dan menempatkan kaum muslimin saudara antar iman dan kawan satu bangsa. Bahkan, pada umumnya mereka pun menerima para penguasa kaum muslimin. Ketika itu, Yohanes Dimasyqi yang hidup pada periode Umawiyah, menulis buku pertama seorang penganut kristen yang mengupas keyakinan Islam.
Pada kurun kesebelas hingga ketiga belasan, negera-negara Eropa Tengah sibuk dalam perang salib. Dampak dari peristiwa tersebut, permusuhan dan perselisihan yang terjadi tidak hanya antara kaum muslimin dan Kristen. Bahkan, meletus pula pertikaian yang sia-sia antara Kristen Barat Eropa dan Kristen Byzantium. Bara persengketaan tersebut masih terasa hingga saat ini. Berbagai kerusakan, penyiksaan hingga pembunuhan yang dilakukan kalangan Kristen dalam penyerangan ke Quds (1099 M) dan Constantinople (1204 M). Inilah lembaran hitam sejarah paling buruk pengaruhnya, baik terhadap Kristen Timur maupun Islam.
Pemisahan Di Gereja
Kata pemisahan, digunakan untuk menunjukan terpisahnya dua bagian atau kelompok dari agama Kristen dan tidak ada kaitannya dengan keyakinan. Pemisahan yang paling penting dalam sejarah agama Kristen, terjadi antara gereja Constantinople dan gereja Roma. Peristiwa tersebut, merupakan langkah pemisahan antara Barat dan Timur. Gereja Roma mengatakan bahwa barang siapa yang memimpin dan mengelola gereja-gereja, ia menjadi uskup dunia yang bersamaan dalam jasmani yang menyatu dalam amal di bawah naungan uskup Roma. Menurut gereja Constantinople ada lima pusat bagi agama Kristen yang validitas dan otoritas masing-masing setara: Yerusalem, Constantinople, Roma, Aleksandria dan anthioakia.
Hingga abad kesembilan, kaum Kristiani yang mengikuti Roma dan Constantinople masih bersatu. Namun, setelah munculnya berbagai perselisihan kekuasaan, pada kurun selanjutnya kedua gereja terpisah antara yang satu dengan yang lainnya. Lalu, keduanya berdamai kembali hingga terjadi pemisahan terakhir antara gereja Roma dan Constantinople, pada tahun 1054 M.
Tidak diragukan lagi, pemisahan agama yang terjadi disebabkan kepentingan politik. Walaupun demikian, terdapat pula sebuah unsur keyakinan pada pemisahan akhir. Penganut Katolik (sebagaimana penganut Protestan) menjelaskan keimananan mereka dari turunnya Ruh kudus dari Tuhan bapa dan Isa sang putra, yang melakukan kegiatan bersama. Mereka mempergunakan redaksi “dari putra” (bahasa latin: Filiouge); padahal para penganut ortodoks menerima redaksi asli iman dan tidak menerima penambahan tersebut. Menurut keyakinan kaum Ortodoks, Ruh Kudus hanya turun dari Tuhan Bapa. Masalah in, bagi para teolog sangat penting. Sementara masyarakat awam Kristen, menerima perdebatan ini sebagai bagian dari rincian sejarah agama Kristen.
Pada sepuluh tahunan akhir, adanya upaya yang dilakukan untuk menyatukan gereja-gereja Roma dan Constantinople. Untuk tujuan tersebut, Paus John XXIII, Paul VI dan John Paul II bertemu dengan dua Patriarch Ortodoks dunia, Itinagoras dan Dimitrius yang dikunjungi di Istanbul. Lalu, sebagai kunjungan balasan kedua Patriarch ini menemui beberapa Paus tersebut di Vatikan Roma. Seiring dengan berbagai upaya tersebut, kedua dua kubu gereja mulai melepaskan berbagai hambatan dalam persatuan keduanya.
Emperium Suci
Setelah Constantine kaisar kedua Roma memeluk agama Kristen pada permulaan abad keempat masehi, lama kelamaan gereja memliki kekuatan dan mulai melakukan intervensi dalam masalah politik. Berbagai upaya intervensi ini semakin menunjukan intensitas yang tinggi dengn frekuensinya yang semakin menguat. Pada tahun 800 M paus pemimpin Kristen mulai mempengaruhi putra mahkota Charlemagne (Cahrles 1) yang menjadi raja Prancis. Dengan tindakan ini, emperium suci Roma didirikan. Sejak zaman tersebut, intervensi secara terang-terangan para ruhani Kristen di kancah politik pun mulai digelar. Panji perang salib dan pengadilan akidah (inkuisisi) pada periode ini dikibarkan. Intervensi tersebut, secara resmi berlanjut hingga tahun 1806 M.
Salah satu peristiwa yang mengenaskan pada beberapa kurun akhir, ketika para pemikir dan intelektual Barat klasik mengalami kemajuan, pekik teriakan para rahib gereja pun keras terdengar. Perilaku buruk yang mencoreng wajah agama dan masyarakat terpaksa mengikuti gereja.
Berdasarkan pengaruh intervensi yang tidak sepantasnya dilakukan gereja dalam permasalahan politik dan sosial masyarakat, kaum intelektual dan para pemikir Barat menarik sebuah kesimpulan bahwa intervensi agama dalam politik hanya menguntungkan kantong para bapa ruhani. Namun sebaliknya, bagi masyarakat umum yang terlihat hanya kerugian. Masyarakat pun tidak menerima berbagai tekanan yang dilakukan gereja tersebut, pandangan ini diterima dan setelah selang beberapa tahun berlalu, perlawanan fikiran dan senjata akhirnya mereka lakukan untuk bisa terbebas dari cengkraman gereja.
Berbagai literatur ilmu politik di Eropa pada abad pertengahan berkaitan dengan apakah gereja katolik Roma dan raja suci Roma lebih utama atau sebaliknya. Pada kurun tiga belas Thomas Aquinas dalam bukunya Summa Theologica membela peran gereja. Pada kurun empat belas, Dante Alighieri seorang penyair sekaligus pemeluk kristen yang taat menulis buku De Monarchia. Buku tersebut ditulis di bawah naungan kekaisaran Henry VII dan holy Roman Empire.
Berdasarkan tekanan imperatur keempat Philip IV, tahta Paus pada tahun 1309 M dipindahkan dari Roma ke kota Avignon Perancis. Kondisi ini berlangsung hingga tahun 1377 M, yaitu sekitar tujuh puluh tahun. Peristiwa ini dikenal dengan eksil Babel Paus. Karena secara analogis mirip peristiwa eksil orang Yahudi ke Babel pada abad keenam sebelum masehi, maka ketika tahta Paus kembali ke Roma, tetap saja Paus di Avignon berdiri yang selanjutnya di sebut Neopaus. Masalah ini disebut sebagai split yang besar sejak tahun 1377 M hingga 1417 M, yaitu sekitar empat puluh tahun terus berlanjut.
Pada permulaan kurun lima belasan, dengan semakin menguatnya perbedaan, tiga Paus dalam gereja-gereja Katolik bangkit saling bersaing. Maka, selain Paus Roma bernama Gergory XII dan non Paus Avignon bernama Benedicte III, Imperatur menjadi paus ketiga yang dipilh yang dikenal dengan John XXIII. Dengan metode seperti ini, agama Kristen berhadapan dengan tiga klaim yang masing-masing mengakui kebenaran hanya pada diri dan kelompoknya, sedangkan dua lawan lainnya dianggap salah. Untuk mengkaji masalah ini dan beberapa persolan lainnya, dibentuk dewan Konstanes (1418 M- 1414 M). Pada tahun 1418 M, ketiga pihak yang menyatakan klaim diganti oleh Martin V. Dengan tindakan ini, split besar diakhiri.
Pada kurun lima belas, Niccolo Machiavelli (1469-1527 M) dalam bukunya The Prince, membahas tentang upaya untuk meraih otoritas dan kepemimpinan melalui standar apa saja yang digunakan. Ia meyakini bahwa orang-orang yang menginginkan kekuasaan, untuk mendapatkannya harus mengesampingkan prinsip moral.
Pada abad ke tujuh belas, Thomas Hobbes (1588-1679 M) Leviathan (1651), dalam bukunya mengatakan bahwa kekuasaan seorang penguasa tidak boleh dibatasi. Karena kekuasaannya berasal dari kontrak sosial. Oleh karena itu, pemerintah harus mengupayakan jaminan keamanan sosial dan menyiapkan kehendak masyarakat. Pada saat yang hampir bersamaan di abad tersebut, John Locke (1632-1704) menegaskan gagasan pada pembahasan yang sama dengan mengatakan bahwa setiap pemerintahan sejak diangkat sumpah jabatan namun tidak setia pada masyarakat, maka harus digulungkan.
Kekuasaan politik Paus setelah beberapa tahun tenang, pada akhir kurun tujuh belas kembali berguncang. Pemimpin Perancis dan Italia melalui jalan militer dan meminta pandangan publik, istana dan kepemilikan lainnya Paus dirampas. Dan kepemimpinan politiknya pun berakhir.
Namun tidak mudah menaklukan Paus begitu saja. Oleh karena itu, pemerintahan Italia pada peraturan jaminan (18 Oktober 1870 M) beberapa istana Paus dikembalikan lagi dan hal ini melazimkan kondisi bahwa hak politiknya pun kembali.
Paus tidak menerima peraturan jaminan tersebut. Hal ini menimbulkan retaknya hubungan antara vatikan dengan pemerintahan Italia selama enam puluh tahun. Akhirnya setelah tiga tahun berlanjut perundingan, perjanjian lateran (11 Februari 1929 M) antara Vatikan dan Italia menandatanganinya dan masalah Roma akhirnya bisa diatasi.
Pada April 1984 M ditandatangani kesepakatan baru antara Vatikan dan pemerintahan Italia, menggantikan council of Lateran.
Kerahiban
Pada zaman Hawariyun hingga kini, sebagian dari penganut Kristen mengikuti kehidupan Almasih sebagai perjaka asketis. Dalam episode kehidupan beliau, selamanya tidak pernah menikah dan mengajarkan bahwa barang siapa yang tetap menjadi perjaka karena kerajaan Tuhan, akan mencapai kedudukan yang tinggi (Matius,12:19).
Dalam realitasnya para rasul juga menikah, sebagaimana Petrus sendiri pun menikah. Namun, Paulus hingga akhir hayatnya, tidak pernah menikah. Hanya saja, kondisi seperti ini sangatlah jarang. Pada awalnya, celibacy (membujang) berkaitan dengan peristiwa kembali dan sampainya Isa pada hari akhir. Dengan berjalannya waktu dan semakin terangnya kedatangan Isa yang tidak dekat, sebagian penganut Kristen, mewujudkan ciri kehidupan baru dalam Almasih dengan ciri relasi baru dalam jemaat Kristen. Hubungan ini bukan kedekatan dengan jasmaninya. Namun, berdiri di atas keimanan kepada Tuhan yang terhunjam dalam hati. Dengan pandangan seperti itu, mereka memilih tidak menikah.
Ketika melihat kembali potret hawariyun yang menjalani kehidupan suami Istri, dalam pandangan kaum Kristian merupakan jalan natural mengikuti Almasih dan membayar kesyahidan dari pengajaran beliau. Keterkaitan dalam rentangan sejarah Kristen, menjadi perjaka merupakan jalan pengecualian untuk orang-orang tertentu dari pemeluk Kristen yang merasakan secara khusus ajakan tersebut, hingga kehidupan imani sendiri mengikuti jalan itu.
Ketika topan penyerangan dan penyiksaan menimpa para pemeluk Kristen, pada kurun pertama. Untuk menjadi pengikut injil di antara mereka, berhadapan dengan mara bahaya yang menimpa kelompok kecil ini dengan terwujudnya relasi yang terikat kuat.
Ketika masa Constantine, Kristen menjadi agama penguasa dan diterima oleh mayoritas penduduknya, level keagamaan masyarakat secara natural menurun dan kebanyakan dari orang-orang Kristen sendiri masih jauh dari pengajaran Isa. Perubahan kondisi sosial ini, bergerak menuju kerahiban di gurun. Namun jelas kiranya, kaum Yahudi mendahului kaum kristen melakukannya. Demikian halnya ketika salah satu sekte Yahudi bernama Issenian sebelum Kristen membangunnya dekat Qumran di sekitar pantai laut mati. Kelompok ini meyakini bahwa masyarakat duniawi telah tercampur dengan keburukan dan tangan yang tidak bisa meraih keselamatan. Untuk melindungi anggota badannya dari kerusakan moral mereka memilih hidup di gurun.
Pada kurun ketiga dan keempat Masehi, sebagian pemeluk agama memilih jalan asketisme tersebut. Berbagai kota seperti Aleksandria, Anthiokia ditinggalkan dan memilih kehidupan asketis dengan menyendiri di pojok-pojok berdoa menyampaikan ratapan dirinya. Nampaknya hanya kharisma salah seorang rahib suci yang bermukim di gurun itulah, menyebabkan secara berkelompok orang-orang mendatanginya untuk mendapatkan nasehat dan melangsungkan ritual bersamanya. Sebagian dari para peziarah ini, tinggal bersamanya untuk mengetahui jalan kehidupan beliau sebagai panutan. Walaupun demikian, pertama kali kelompok rahbani yang hidup secara komunal di sekitar rahib asketis dan dipojok dalam kumpulan para pendoa.
Fenomena ini pertama kali terjadi disaksikan di gurun Mesir, lalu disekitar gurun Siria dan jazirah Arab. Dari para peramal Tansak dan kaum asketis di Mesir, Antony (356 M) dan Makarius (390 M) memilih zuhud yang paling sulit. Pacumius (346 M) mengumpulkan pengikut dan murid-murid serta membangun sembilan biara yang mana setiap dari biara itu terdapat seratus rahib yang sibuk beribadah. Ialah pertama kali yang mengorganisasikan kehidupan kerahiban secara kolektif dan menyusun berbagai aturannya.
Berlawan dengan penjelasan sebelumnya, para bapa gereja mengemukakan konsep dan makna lain dari kerahiban. Mereka tidak meyakini adanya kerusakan sosial menimpa jemaat Kristen, dan harus meninggalkannya. Mereka sibuk dengan berbagai aktivitas melakukan pembahasan dan teologi dialektis serta terjun dalam berbagai masalah politik pada masanya. Dalam kondisi demikian, mereka semua juga terkadang sekali waktu pergi ke gurun untuk berdoa dan melakukan tafakur. Bersamaan dengan perasaan ini, dengan tindakan yang dilakukannya, mereka semakin meningkatkan keterampilan dan senantiasa mengingat tujuan hidup mengikuti kesempurnaan sebagaimana pengajaran Injil.
Basil kini masih dipergunakan oleh para rahib yang juga masih diikuti oleh gereja-gereja Timur. Lalu kelompok basili dibentuk di berbagai tempat seperti gurun Siria, jazirah Arab dan kawasan yang kurang penduduknya yaitu Anatoli dan Yunani. Para rahib menyampaikan khutbah dan mendorong para penduduk untuk mendatanginya. Kepada para pejalan yang kehilangan arah atau lari dari kezaliman yang menimpanya menjadikan hal itu sebqgai tempat beristirahat, ketenangan yang mereka ciptakan.
Reformasi Agama
Berbagai kerusakan yang menimpa kehidupan gereja Katolik, pada kurun pertengahan menuju kegelapan yang menghancurkanya. Barangkali berbagai perilaku paling buruk dan amoral mereka adalah simony yaitu menjual otoritas Ruhani dan keistimewaan gereja. Selain itu, para paus, para uskup, dan para pendeta kira-kira memainkan peranan yang penting dalam tubuh gereja, tidak memperlihatkan pengaruh yang signifikan bagi masyarakat awam, tidak mampu mengeluarkan agama dan keimanan mereka dari keranda kebodohan.
Walaupun demikian, berbagai upaya reformasi dilakukan oleh gereja abad pertengahan. Sebagian, masih meletakkan berbagai upaya tersebut dalam kerangka penerimaaan otoritas para Paus, untuk memberantas kerusakan yang mencoreng nama baik gereja. Sebagian lainnya, menolak kehadiran gereja Katolik dan mereka berupaya sekuat tenaga untuk mewujudkan kehidupan sebagai jemaat Kristen yang lebih baik di penuhi dengan ketakwaan. Oleh karena itu, di antara berbagai kelompok tersebut, muncul sebagian pandangan dan keyakinan yang tidak seirama dengan tradisi keimanan gereja. Hal ini membuat mereka dituduh sebagai kubu yang keluar dari pagar gereja, bahkan gereja mengkafirkannya. Gereja dan pemerintah bahu membahu bekerja sama memberantas berbagai upaya yang mereka anggap menyimpang, dengan memerangi mereka melalui berbagai cara yang pada umumnya begitu keras dan terlihat mengenaskan.
Pemberontakan Tertua
Pemberontakan paling terkenal melawan kerusakan gereja di antaranya gerakan Bugumilian yang terjadi di Balkan sejak kurun kesepuluh hingga dua belas masehi. Selain itu ada gerakan Albijian yang berada di selatan Perancis pada kurun dua belas hingga tiga belas masehi. Kemudian hampir bersamaan muncul gerakan Waldo, di utara Italia pada kurun dua belas hingga saat ini. Lalu, gerakan Wycliffe di Inggris pada kurun empat belas masehi dan gerakan Hussites di Bohimia pada kurun lima belas Masehi. Pada tahun 1232 M dibentuk pengadilan inspeksi akidah untuk memeriksa berbagai penyimpangan keyakinan. Siapa saja yang dituduh oleh hakim sebagai oarang-oarang yang telah menyimpang, jika tidak menyatakan pertaubatan, maka akan mengakhiri hidupnya di tiang gantungan.
Martin Luther
Pada saat semakin banyaknya para petugas gereja yang melakukan reformasi agama, gerakan “permohonan ampunan” begitu jelas menjadi teriakan yang terus melengking keras dan terbuka dalam tubuh gereja Barat. Peristiwa yag menimpa beberapa pendeta yang cukup di kenal menaungi berbagai tempat di Eropa, di sejumlah tempat mengumumkan bahwa setiap orang yang beriman, bisa menyerahkan sejumlah uang untuk gereja sendiri sebagai bentuk pembelian ampunan dan penyelamatan.
Pada saat itu, Martin Luther (1546 M) bangkit dan pada tahun 1517 M menyampaikan Pengumuman yang terdiri dari 95 pasal yang intinya menyatakan penolakan terhadap gereja Katolik. Sebagian dari pembahasan tersebut antara lain :
o Keselamatan hanya bisa diperoleh melalui jalan iman.
o Hanya Alkitab yang menjadi sumber keimanan penganut Kristen.
o Tidak boleh mengakui bahwa ekaristi sebagai peristiwa pengorbanan.
o Menolak bentuk kerahiban dan berbagai sumpah atas nama tersebut.
o Orang yang bukan Ruhani harus memiliki peran penting dalam ritual ibadah dan kepemimpinan keagamaan.
o Gereja lokal harus terpisah dan mandiri dari gereja Roma.
o Sebagian perilaku penganut Katolik seperti puasa dan pengakuan dosa harus ditinggalkan.
o Mencegah berbagai tindakan ilegal seperti menjual pengakuan dosa, status keagamanan Ruhani.
Luther menerapkan reformasi terhadap gereja berdasarkan pengajaran Alkitab. Oleh karena itu, dengan dasar ini gerakannya disebut sebagai reformasi injili. Ia juga menyerukan untuk kembali pada keimanan jemaat Kristen generasi pertama. Luther mendukung para pemimpin Jerman yang menegasikan otoritas Paus dan masyarakat pun terpaksa menerima reformasi injili tersebut. Kini, gereja injili reformasi di berbagai negara Eropa utara seperti Jerman, Norwegia, Swedia, Denmark dan Finlandia berkembang luas.
Reformis Lain
Tidak berapa lama setelah meruncingnya perbedaan di antara para pengikut Luther, sebagian berkaitan dengan keimanan dan beberapa kelompok dari mereka, gerakan reformasi ini mengalami perpecahan dan sebagiannya mendirikan gereja khusus. Zwingili (1564 M) sebagai pemimpin agama di Swiss dan masalah kehadiran Almasih pada upacara ekaristi berpisah pandangan dengan Luther. Demikian halnya dengan Calvin (1564 M) yang merupakan salah seoarang reformis terkenal, menolak konsepsi Ruhani dan pemikiran pilihan pertama dalam keselamatan kepada para pemeluk Kristen. Pengaruh meraka lebih banyak di Swiss, Belanda, Perancis dan Scotlandia.
Anabaptisme yaitu para pengikut reformasi baptis, tidak memunculkan gerakan tunggal, tetapi beberapa ordo Protestan. Mereka meyakini bahwa baptis anak tidak diterimanya dan menekankan bahwa seseorang harus atas dasar visi Isa sebagai penyelamat yang dikenal dengan nama ini. Berbagai ordo tersebut, menerapkan ketakwaan esoteris, amal Ruh al-Kudus dalam sosok penganut Kristen, hidup sederhana, mencari kedamaian, menolak kekerasan otoritas gereja dan negara. Berbagai gereja yang muncul menjadi gelombang pemikiran dan keyakinan di antaranya: Quaker, Minunian dan Baptisisme. Quakers, dinamakan sebagai Friend atau perkumpulan persaudaraan agama.
Reformasi di Inggris
Reformasi Protestan di Inggris, dimulai dengan pemisahan yang dilakukan oleh raja Henry VIII. Raja Inggris ini, walaupun menerima berbagai kritik yang dilancarkan terhadap keyakinan Katolik dan menolak otoritas Paus. Namun, gereja Inggris dengan karaktersistiknya yang khas dan beberapa gereja lainnya pada beberapa negara membentuk gereja-gereja anglikan. Pada periode Elizabeth I yang merupakan putri Henry VIII, banyak dari unsur-unsur keyakinan Protestan yang memasuki gereja Inggris dan menentukan simbol-simbol reformasi Inggris, juga fenomena munculnya puritan yang menginginkan gereja Inggris dibersihkan melalui metode Calvin; gerakan metodists dengan upaya keras John Wisley terbentuk vis a vis dengan kelompok skripturalis gereja yang meyakini keimanan berdasarkan teks teologis, yang menekankan ketakwaan esoteris.
Sekedar mengingatkan bahwa semua gelombang Protestan mencapai Amerika Serikat hingga saaat ini, negeri tersebut masyarakatnya merupakan pemeluk terbesar Kristen protestan dunia. Demikian pula gelombang ini memasuki Australia, New Zealand, dan Afrika selatan dan para misionaris memasuki Asia, Timur Tengah dan Afrika.
Reformasi dua Arah
Nampaknya, berbagai serangan yang dilancarkan kaum reformis akhirnya dengan terpaksa membuat Gereja Katolik menerimanya. Banyak dari para pengikut gereja yang menyatakan bahwa kecurangan yang dijadikan poros kritik kubu reformis, ternyata memiliki kebenaran. Maka, sudah saatnya untuk secepatnya berbenah diri. Disisi lain, Kaum Katolik menyaksikan bahwa kubu Protestan yang dengan semangat reformasinya, melupakan unsur-unsur penting dalam keimanan gereja. Dampak dari pandangan ini, terbentuk gerakan reformasi internal gereja-gereja Katolik. Gerakan ini, disebut arus reformasi dua arah. untuk merealisasikan hal tersebut, Paus mengundang gereja-gereja untuk membentuk dewan reformasi. Peristiwa ini terjadi antara tahun 1545 M hingga 1563 M sebagai gong pertama. Dewan ini dinamakan Council of Trent, dengan menjadi kota Trent (Italia) sebagai tuan rumah. Pertemuan ini tidak diikuti oleh gereja-gereja Ortodoks dan Protestan.
Dewan yang telah didirikan tersebut, menyoroti berbagai pelanggaran yang banyak dikecam kaum reformis. Selain itu, untuk mengalahkan pandangan kubu Protestan, mereka kembali menghidupkan pengajaran tradisi katolik. Di antara orang-orang yang menetapkan reformasi dua arah ini, tim kerahiban neo fundamental seperti chapuchin dan Jesuits. Semua mengupayakan agar gereja katolik melakukan reformasi dari dalam, dengan bersandar pada otoritas Paus bukan bangkit melawannya. Beberapa negara yang yang masih melangsungkan reformasi dua arah ini dilakukan di berbagai negara yang mayoritasnya memeluk Katolik seperti Spanyol, Italia, Lithuania dan Irlandia.
Reaksi Gereja Ortodoks
Pembahasan teologi pada masa imperatur Bizantium gereja ortodoks, mengalami perkembangan pesat. Kemajuan ini, berakar dari tradisi klasik hingga turunnya Constantinople terus berlanjut. Pada kurun keenam belas, kaum Ortodoks menyampaikan pandangannya seputar perdebatan sengit antara katolik dan Protestan. Walaupun salah seorang Patriarch Constantinople bernama Lukarius (1638 M) cenderung mengamini pandangan Calvin. Gereja-gereja Ortodoks mengumumkan bahwa dalam berbagai masalah yang diperdebatkan, harus kembali bersandar pada tradisi yang ada. Dalam masalah gereja mereka, cenderung sepakat dengan pandangan gereja Katolik.
Dewan Vatikan II
Dewan Gereja dunia terakhir adalah Dewan Vatikan II yang dibentuk atas ajakan Paus John XXIII. Dewan ini, pada tahun 1962-1965 M berlanjut dengan tujuan melakukan reformasi di dalam gereja Katolik berdasarkan kebutuhan jaman baru. Dewan ini mengundang seluruh kalangan di dunia dengan mempertimbangkan pandangan gereja-gereja Ortodoks dan Protestan, serta para tamu undangan dari representasi Islam, Yahudi, dan agama-agama lainnya.
Dewan vatikan II mengeluarkan enam belas ketetapan, dengan tujuan melakukan reformasi terhadap iman dan perilaku beragama. Pengajaran terpenting dari dewan tersebut antara lain:
1. Kedudukan istimewa Alkitab dalam iman Kristen.
2. Menjadikan semua umat Kristen sebagi Ruhaniawan.
3. Mengambil perjanjian untuk berupaya menciptakan persatuan umat Kristen.
4. Berjanji melakukan perlawanan untuk mewujudkan keadilan, kedamaian dan hak asasi manusia.
5. Menjalankan ritual ibadah dalam bahasa daerah.
6. Adanya keselamatan Tuhan bagi agama lainnya.
Salah satu ketetapan yang dikeluarkan dewan ini berbunyi, ”pandangan seputar hubungan antara gereja dan agama selain Kristen” Pembahasan khusus tentang Islam dalam satu ketentuan sebagai referensi pertama gereja, tentang kaum muslimin secara resmi dibahas. Secara ringkas antara lain :
o Kalangan Kristen harus menghormati kaum muslimin karena mereka mulia.
o Kaum muslimin dan kalangan Kristen menyembah Tuhan yang satu, pencipta langit dan bumi, maha kuasa dan maha pengasih yang berbicara dengan manusia.
o Kaum muslimin dan penganut Kristen secara setara berupaya mengikuti segala perintah-Nya.
o Kedua kalangan menyandarkan keimanannya pada keimanan Ibrahim.
o Kaum muslimin mengakui Isa sebagai nabi agung dan Maryam sebagai dara yang suci.
o Kaum muslimin dan penganut Kristen menanti hari pengadilan dan kebangkitan orang-orang yang mati kelak.
o Kaum muslimin menjalankan hidupnya berdasarkan ketentuan moral.
o Kaum muslimin menyembah Tuhan khususnya pada saat shalat puasa dan infak.
Pandangn Dewan Vatikan II tentang Islam ditutup sebagai berikut:
Sampai disini, sejak berjalan beberapa kurun terjadi persengketaan sengit antar kaum muslimin dan Kristen. Dewan ini mengharap kepada semua pihak untuk memafkan segala yang telah berlalu. Marilah sama-sama bahu-membahu saling memahami di antara sesama kita, menjaga dan memperkuat perdamaian, kemerdekaan, keadilan sosial dan nilai-nilai moral terhadap keuntungan semua pihak manusia.
Pada tahun 1965 M. Paus Paul VI di vatikan membentuk dialog antar agama dan setelah itu komite untuk agama dengan kaum muslimin ditambahkan dengan tujuan memperkuat saling menghormati antar kedua agama dan saling memahami antar kaum muslimin dan penganut Kristen, melalui berbagai ceramah, kajian dan proyek bersama dalam bidang sosial dan gerakan yang berkaitan dengan pembangunan dan moral.
Sekte-sekte Kristen
Agama Kristen sebagaimana agama lainnya, terdiri dari berbagai sekte. Sebagian dari sekte tersebut, telah ada sejak dulu dan sebagian lainnya baru. Demikian halnya sekte tersebut memiliki pengikut yang banyak dan sebagian lainnya memiliki pengikut yang sedikit. Kalangan kristen menamai sekte mereka dengan gereja. Dalam agama Kristen terdapat tiga sekte besar dan beberapa sekte kecil. Perbedaan sebagian dari sekte-sekte tersebut (seperti Katolik dan Ortodoks) dengan yang lainnya tidak terlalu besar. Namun, sebagian sekte lain seperti (Katolik dan Protestan) sangat jauh perbedaannya.
Ketika mengkaji gerakan reformasi agama, kita sudah mengenal sekilas beberapa sekte Kristen tersebut. Salah satu sekte besar Kristen antara lain:
Gereja Katolik
Sekte ini, sangatlah lama dan sejarahnya kembali pada periode hawariyun, kira-kira 2000 tahunan yang lalu. Penganut katolik mengakui adanya pemimpin tunggal yang biasa disebut Paus, yang berarti bapa.
Pada permulaan dakwah para rasul Isa as, secara bertahap lima ketentuan besar Kristen di Bethelehem, Alexander, anthiokia, Constantine dan Roma terbentuk. Dari sini, fondasi gereja Roma berada di tangan Petrus dan Paulus, yang dalam beberapa waktu menjadi pengajar dan pimpinannya. Gereja tersebut terlihat melebihi berbagai gereja lainnya. Lama kelamaan, gereja ini nampak mendominasi gereja lainnya. Uskup agung di panggil dengan paus (Papose) sebagai penghormatan. Perselisihan dan persengketan di antara gereje-gereja, muncul karena beragam pandangan dan fatwanya yang di ikutinya. Sebelum peralihan tetap tahta imperatur ke Bizantium, ketika uskup-uskup lima poros meta Patriarch (Patriarch). Namun Uskup Roma, tidak menerima nama panggilan tersebut. nama paus sebagai panggilan untuk dirinya sudah cukup dan nama tersebut sumber kemuliaan. Terma katolik dalam bahasa Yunani berarti menyeluruh (holistik).
Gereja Ortodoks
Sekte ini, sekitar seribu tahunan yang lalu dan dalam masalah keyakinan tidak terlampau jauh berbeda dengan katolik. Ortodoks tidak mengakui pemimpin tunggal. Dikatakannya bahwa uskup Roma (Paus) bisa menjadi salah satu pemimpin agama. Gereja ortodoks, selain penghuni Patriarch lama (Constantinople, Romania, Suriah, dan Yerusalem) keempat penghuni Patriarch baru Rusia, Serbia, Rumania, Bulgaria dan Gorgia. Demikian juga dengan gereja Qibris, Yunani, Republik Ceko, Slovakia, Lithuania, dan Jerman merupakan merupakan negera-negara pemeluk Ortodoks.
Penganut agama kristen Armenia, dalam keyakinannya menganut doktrin ortodoks. Armenia, menjadi tanah pertama Kristen yang menerima secara resmi ketika itu raja negeri tersebut bernama Tirdad II tahun 301 M melalui Gerigory Nurbakh menganut Kristen. Namun, nampaknya antara gereja Armenia dengan gereja Katolik juga Ortodoks sendiri tidak bersatu. Pemimpin gereja tersebut adalah Katholikus (Jatsliq) shahr Ichmiyazin.
Dalam beberapa permasalahan teologi, memiliki perbedaan dengan Katolik sebagaimana yang telah kita bicarakan sebelumnya. Ortodoks meyakini bahwa Ruh kudus hanya turun dari Tuhan bapa, padahal katolik dan Protestan meyakini bahwa turunnya dari Tuhan bapa dan Tuhan Putra. Perbedaan ini sangat penting. Demikian hal mereka tidak menerima keberadaan mathar (penyulingan dosa-dosa di alam setelah kematian). Terma ortodoks, berasal dari “ortodox” yang dalam bahasa Yunani berarti keyakinan yang benar.
Gereja-gereja Prostestan
Sekitar lima ratus tahunan hingga kini, sekte Protestan menjamur dalam tubuh agama Kristen. Para penganutnya, tidak meyakini adanya sentralisasi kepemimpinan. Para ruhani Kristen dimata mereka, tidak terlalu memiliki nilai istimewa. Kaum protestan, banyak melakukan kritik dan penolakan terhadap keyakinan sekte lainnya. Walaupun demikian, mereka masih tetap mempertahankan berbagai keyakinan keagamaan non rasional seperti trinitas dan pengorbanan. Terma protestan berasal dari bahasa Perancis Protestant yang mengadopsi bahasa latin, dengan makna orang-orang yang protes.
Agama Kristen Masa Kini
Jemaat Kristen, sejak awal meyakini bahwa Isa dengan keagungannya tidak lama lagi akan kembali. Dengan dalil ini, masyarakat tidak sabar menanti hari akhir. Penantian tersebut, kembalinya Almasih dalam pembahasan paling tua dari Perjanjian Baru, sebagaimana dalam surat pertama dan kedua Paulus kepada tesalonika. Namun surat terakhir Paulus seperti surat pertama dan kedua Paulus kepada Timotius, surat kepada Titus, dan surat kepada Petrus untuk membentuk jemaat dan kehidupan Kristen di dunia ini.
Walaupun dengan merentangnya waktu, kebanyakan kalangan penganut Kristen mengetahui bahwa saat kembali Isa tidak dekat, sebagin kecil dari mereka meyakini bahwa ia akan datang secepatnya. Mereka menafsirkan secara tekstual mukasyafah Yohanes tentang perang antara kebaikan dan keburukan. Dengan sebab ini, penantian Isa semakin dekat hingga ia datang dan membangun pemerintahan seribu tahun, sebuah pemerintahan yang diakhiri dengan hari pengadilan.
Belakangan, muncul beberapa kelompok kecil di ataranya bernama adventist dalam tubuh Kristen, yang seluruh Pastornya tengah mempersiapkan kedatangan Isa Almasih pada akhir zaman.
Kiranya, Kristen berdasarkan prinsip penantian Almasih dan setelah perginya Isa Almasih As, sejak awal hingga kini merupakan agama propaganda. Para misionaris, menyebarkan agama ini ke seluruh penjuru dunia. Mereka, berupaya keras mempelajari berbagai bahasa dan terjemah Alkitab serta penyediaan modul tabligh yang beranega ragam. Hingga saat ini, negara-negara Barat, mendukung dan melindungi berbagai aktivitas tersebut.
(Wisdoms4all/Al-Hassanain/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email