Pesan Rahbar

Home » » Sudah Tau Ekonomi Melemah, Mau Lagi Mempersulit Rakyat Kecil Jadi Garong. Pemerintah Diminta Tak Gegabah Naikkan Cukai Rokok, Ini Bukan Negara Terkaya di Indonesia, Buktinya Freeport Bagaimana? Mau Di Jual Lagi Ke Amerika Emasnya

Sudah Tau Ekonomi Melemah, Mau Lagi Mempersulit Rakyat Kecil Jadi Garong. Pemerintah Diminta Tak Gegabah Naikkan Cukai Rokok, Ini Bukan Negara Terkaya di Indonesia, Buktinya Freeport Bagaimana? Mau Di Jual Lagi Ke Amerika Emasnya

Written By Unknown on Saturday, 20 August 2016 | 23:52:00

Politisi Partai Golkar Muhammad Misbakhun, saat ditemui seusai menjadi narasumber dalam diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (9/5/2015).

Anggota Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun meminta pemerintah tidak gegabah dalam mengambil kebijakan menaikkan cukai rokok. Menurut Misbakhun, kenaikan cukai tersebut harus dilakukan secara obyektif dengan mempertimbangkan dampak ekonomi dan sosialnya.

Misbakhun menjelaskan, pemerintah selalu menaikkan cukai rokok setiap tahun untuk menggenjot sumber penerimaan negara. Di sisi lain, kenaikan cukai selalu membawa dampak pada kenaikan harga rokok, penurunan produksi, dan akhirnya berdampak pada pemutusan hubungan kerja buruh di perusahaan rokok.

"Kenaikan cukai rokok membawa dampak PHK massal, dan ada perusahaan rokok yang gulung tikar. Kenaikan cukai rokok harus menghitung aspek ekonomi dan sosialnya juga," ucap Misbakhun, di Jakarta, Senin (3/8/2015).

Politisi Partai Golkar ini mencatat, pemerintah menargetkan mendapat Rp 139 triliun dari cukai rokok untuk tahun 2015. Target itu meningkat dibanding dengan realisasi pendapatan dari cukai rokok tahun 2014 yang mencapai Rp 116 trilun.

Sebagai dampak dari kenaikan cukai rokok, kata Misbakhun, perusahaan rokok seperti PT Bentoel di Malang memutus hubungan kerja sekitar 1.000 pegawainya, PT Gudang Garam memutus hubungan kerja sekitar 2.000 pegawainya dan PT HM Sampoerna memutus hubungan kerja hampir 5.000 pegawainya setelah pabrik di Lumajang dan Jember tutup.

Misbakhun juga menyampaikan bahwa jumlah pabrik rokok terus menurun selama lima tahun terakhir. Pada 2009, tercatat ada sekitar 4.900 pabrik rokok dan pada 2012 jumlahnya menyusut menjadi sekitar 1.000 pabrik rokok.

Bagi Misbakhun, pemerintah harus membuat terobosan untuk meningkatkan pendapatan negara melalui pemberian cukai pada objek cukai baru. Salah satu usulannya adalah agar pemerintah memberikan atau meningkatkan cukai pada produk minuman manis.

"Minuman ini peredarannya massif, dikonsumsi semua kelompok umur tanpa ada peringatan bahaya bagi pengonsumsinya," ucap Misbakhun.
________________________________________

Usaha Amerika Rebut Papua Dari Indonesia 


Baru saja saya membuka akun Facebook dan melihat ada yang membagikan postingan tentang kampanye pembebasan Papua. Lihat pada postingan di bawah ini.

PLEASE SHARE- This is a photo the Indonesian government does not want you to see.The Grasberg mine, owned by US…

Posted by Free West Papua Campaign on Thursday, 12 September 2013

Saya kutip dan saya akan terjemahkan sebaik mungkin di bawah ini, berikut ini salinan lengkap dari post Facebook di atas.

PLEASE SHARE- This is a photo the Indonesian government does not want you to see.

The Grasberg mine, owned by US company Freeport-McMoRan funding genocide and illegal occupation in Indonesian occupied West Papua

A gaping wound in the heart of West Papua, which was once a beautiful and sacred mountain, capped by a glacier, is visible from space.

It is so horrible and shameful for American politicians to see, they are taken in deliberately different flight routes when they visit the region so that they do not see the devastation which they are often helping to fund with this mine.

Everyday thousands of tons of gold and copper are being extracted from the Grasberg mine, the largest goldmine on Earth.

The work is also incredibly unsafe and unfair, whilst all of the mine owners are either American or Indonesian, the Papuans are given the most dangerous and low paid jobs. This year alone, over 29 people were killed in 2 mining disasters.

When workers went on strike in 2011, they were beaten and shot at by police, at least one worker was killed.

Freeport is Indonesia’s biggest taxpayer and all the proceeds are channeled to Jakarta, whilst Papuans become poorer and poorer in their own land.

Freeport dumps over 238,000 tonnes of toxic waste into the local river system EVERY DAY. And pays the Indonesian military over 3 MILLION dollars every year to kill local Papuans and keep them away from the mine.

During the start of operations here, thousands of local Papuans were killed and evicted by the Indonesian military just to make way for this monstrous mine.

This only adds to the 500,000+ innocent West Papuan men, women and children who have so far been murdered by the Indonesian military, only for expressing their desire to live in a free and independent nation of West Papua.

Even for just raising the West Papuan national flag, West Papuans are given jail sentences by the Indonesian authorities of 15 years.

Indonesia – stop the theft of West Papua’s natural resources and destruction of the West Papuan land!


Artinya seperti ini …

HARAP berbagi – Ini adalah foto yang mana pemerintah Indonesia tidak ingin Anda melihatnya.

Tanggapan: Telat banget ngasih taunya! Orang indonesia sudah tahu itu semua, bahkan orang Papua juga udah koar-koar tapi ga didengerin.

Tambang Grasberg, yang dimiliki oleh perusahaan AS Freeport – McMoRan dana untuk pembantaian dan kependudukan ilegal di wilayah pendudukan Papua Barat, Indonesia.

Tanggapan: Ya betul perusahaan itu milik Amerika Serikat, Freeport PT. Di Indonesia tidak boleh ada perusahaan menggunakan Inc, sama halnya di Amerika ga ada perusahaan yang pakai PT.

Luka yang menganga di jantung Papua Barat, yang pernah menjadi gunung yang indah dan sakral, dibatasi oleh gletser, terlihat dari ruang angkasa.

Hal ini sangat mengerikan dan memalukan bagi politisi Amerika untuk melihatnya, mereka diambil dalam rute penerbangan sengaja berbeda ketika mereka mengunjungi daerah sehingga mereka tidak melihat kehancuran yang mereka sering membantu untuk mendanai dengan tambang ini.

Tanggapan: Bagaimana bisa mereka tidak tahu tentang ini??? Setelah berpuluh-puluh tahun baru tahu??? Bukannya kegiatan menambang itu memang merusak bumi??? Apalagi Papua ini limpahan Emasnya sangat banyak, bahkan menjadi tambang emas terbesar. Dari kata BESAR saja sudah jelas kalau penambangan ini pasti akan menggali lebih besar. Dimana logika Politisi AS??? Bukannya mereka itu orang pintar dan cerdas semua??? Seperti omong kosong

Setiap hari ribuan ton emas dan tembaga yang diambil dari tambang Grasberg, tambang emas terbesar di Bumi.

Pekerjaan ini juga sangat tidak aman dan tidak adil, sementara semua pemilik tambang entah Amerika maupun Indonesia, orang Papua diberikan pekerjaan yang paling berbahaya dan dibayar rendah. Tahun ini saja, lebih dari 29 orang tewas dalam 2 bencana pertambangan.

Ketika pekerja melakukan pemogokan pada tahun 2011, mereka dipukuli dan ditembak oleh polisi, setidaknya satu pekerja tewas.

Tanggapan: Ya, emas di Indonesia sebagian besar (sangat besar) masuk ke Amerika, Indonesia hanya menerima recehan saja.
Sayangnya Indonesia tidak pernah sadar untuk membebaskan tanah Papua dari penambangan massive ini.
Banyak yang mati di penambangan, dan bayaran yang rendah itu benar adanya! Konflik yang terjadi juga benar adanya, dimana warga Papua ingin melawan demi kebebasan bukan budak penggali tambang.


Freeport adalah pembayar pajak terbesar di Indonesia dan semua hasil yang disalurkan ke Jakarta, sementara Papua menjadi miskin dan miskin di negeri mereka sendiri.

Tanggapan: Betul sekali, Papua tetap miskin di tanahnya sendiri. Ironis, keuntungannya dimakan oleh oknum tidak bertanggung jawab.

Pembuangan limbah Freeport melebihi 238.000 ton limbah beracun ke sistem sungai lokal SETIAP HARI. Dan membayar militer Indonesia lebih dari 3 JUTA dolar setiap tahun untuk membunuh orang Papua lokal dan menjauhkan mereka dari tambang.

Tanggapan: Limbah dari tambang emas sudah pasti beracun dan dengan tambang yang begitu besar juga pasti menghasilkan limbah yang sangat banyak.

Selama awal operasi di sini, ribuan orang Papua lokal tewas dan diusir oleh militer Indonesia hanya untuk membuat jalan bagi pertambangan mengerikan ini.

Ini hanya menambah 500.000+ orang tidak bersalah di Papua Barat, laki-laki, perempuan dan anak-anak yang sejauh ini telah dibunuh oleh militer Indonesia, hanya untuk mengungkapkan keinginan mereka untuk hidup di negara bebas dan independen dari Papua Barat.

Tanggapan: Pembantaian yang terjadi saya belum bisa menanggapi, karena entah kenapa Papua tidak tercover oleh media massa.
Media massa Indonesia sibuk menutupi kejelekan pemerintahan, tidak seperti zaman Soeharto dimana kejelekan dibeberkan. Gimana mau kaya kalo buat media massa belain rakyat kecil, orang investor terbesar aja dari politikus (uhuk).

Bahkan untuk hanya mengibarkan bendera nasional Papua Barat, Papua Barat diberikan hukuman penjara oleh pemerintah Indonesia dari 15 tahun.

Indonesia – hentikan pencurian sumber daya alam Papua Barat dan perusakan tanah Papua Barat!

Tanggapan: Apa??? Indonesia??? Yang mencuri itu bukannya Amerika??? Ini perusahaan jelas milik Amerika. Kampanye macam apa ini??? Saya juga ingin Indonesia bebeas, tapi bukan berarti melepas Papua dari Indonesia. APa ini upaya Amerika merebut Papua??? Apakah ini upaya Amerika mendominasi emas di Papua???

Saat saya melihat Facebook kampanye pembebasan Papua Barat tersebut, saya berkesimpulan bahwa ini adalah upaya Amerika dan antek-anteknya merebut Papua dari Indonesia.

Apalagi Australia juga ikut campur dalam masalah ini, yang jelas dulu Papua New Guinea juga lepas dari Indonesia karena bantuan Australia. Kini mereka menginginkan Papua Barat, niat busuk Amerika mulai terendus di sini.

Jika dikaitkan dengan free mason, maka emas lah jawabannya. Harta terbesar yang ingin didominasi free mason adalah emas.

Yang benar itu, HENTIKAN Freeport!!! HENTIKAN Amerika!!! yang banyak merampas kekayaan alam di Indonesia.
_________________________________________

Rapor Merah Freeport: Dari Bencana Ekologis hingga Pelanggaran HAM 

Foto: kompasiana.com

Sumber daya alam yang sejatinya (harus) dimanfaatkan sebagai sumber untuk mempertahankan hidup kini semakin ter-erosi oleh tingginya permintaan pasar yang didominasi kekuatan koorporasi global. PT Freeport Indonesia, perusahaan yang pernah terdaftar sebagai salah satu perusahaan multinasional terburuk tahun 1996, adalah potret nyata sektor pertambangan Indonesia. Keuntungan ekonomi yang dibayangkan tidak seperti yang dijanjikan, sebaliknya kondisi lingkungan dan masyarakat di sekitar lokasi pertambangan terus memburuk. Fenomena ini pernah diulas dalam suatu laporan BBC UK beberapa tahun yang lalu.

Matinya Sungai Aijkwa, Aghawagon dan Otomona,tumpukan batuan limbah tambang dan tailing yang jika ditotal mencapai satu juta ton serta kerusakan ekosistem di sekitar lokasi pertambangan merupakan fakta kerusakan dan kematian lingkungan yang nilainya tidak akan dapat tergantikan. Freeport dengan hasrat endapatkan biji tembaga mentah secepat mungkin, pengerukan dan pembuangan dilakukan tanpa pengolahan yang bersifat penghamburan tembaga dan pencemaran lingkungan. Lebih dari 3 miliar ton tailing dan lebih dari empat miliar ton limbah batuan akan dihasilkan dari operasi PTFI sampai penutupan pada tahun 2040. Dalam sebuah laporan yang bertajuk “Kebobrokan Freeport – Pencemaran Lingkungan & Pelanggaran HAM Perusaan Emas Terbesar di Indonesia”, dipapaparkan bahwa secara keseluruhan, Freeport menyia-nyiakan 53.000 ton tembaga per tahun,yang dibuang ke sungai sebagai Air Asam Batuan (Acid Rock Drainage, ARD) dalam bentuk buangan (leachate) dan tailing. Tingkat pencemaran logam berat semacam ini sejuta kali lebih buruk dibanding yang bisa dicapai oleh standar praktik pencegahan pencemaran industri tambang.

Selain itu, petaka juga menimpa Taman Nasional Lorenz yang terdaftar sebagai Warisan Dunia wilayahnya mengelilingi daerah konsesi Freeport. Untuk melayani kepentingan tambang, luas taman nasional telah dikurangi. Kawasan pinus pada situs Warisan Dunia ini terkena dampak air tanah yang sudah tercemar buangan limbah batuan yang mengandung asam dan tembaga dari tailing Freeport. Sementara, kawasan pesisir situs Warisan Dunia ini juga terkena dampakpengendapan tailing. Sekitar 250 juta ton tailing dialirkan melalui Muara Ajkwa dan masuk ke Laut Arafura.

Merujuk pada newsletter yang dilansir oleh International Campaign for Ecological Justice in Indonesia, PT Freeport Indonesia menghasilkan 300.000 ton sampah setiap harinya yang dikalkulasikan dari kegiatan sisa pengolahan bahan tambang, deforestasi, dan pembukaan lahan tambang baru. Sumber lain, Forum Hijau Indonesia, bahkan menyebutkan sampah yang dihasilkan jauh lebih besar yakni ditaksir mencapai 1 milyar ton limbah tambang meliputi tailings dan waste rocks sejak beroperasi hingga tahun 2006. Sungguh besaran yang sangat mencengangkan terlebih di tengah tidak adanya penjelasan dan publikasi oleh PT Freeport Indonesia mengenai pengolahan sampah-sampah tersebut. Tentu semakin mengkhawatirkan banyak pihak ketika sekali lagi New York Times, media publik Amerika Serikat, menyebutkan bahwa sampah-sampah tersebut dibuang ke Danau Wanagon dan Sungai Aghawagon-Otomona-Ajkwa.

Tidak ketinggalan juga, masyarakat dan tatanan adat harus menangagung akibat buruk. Suku Ammunge sebagai masyarakat lokal telah melakukan protes keras dan menuntut ganti rugi atas pemanfaatan tanah ulayat mereka yang kini telah dikeruk deposit tembaga, perak dan emas dengan masih menyisakan cadangan deposit dalam jumlah besar, senilai US$ 20,83 miliar.

Satu hal yang harus kita renungkan bersama, Papua termasuk juga Papua Barat, provinsi dimana PT Freeport Indonesia beroperasi, jauh berbeda dengan daerah-daerah lain Indonesia di Pulau Jawa dan Bali. Masyarakat lokal (indigenous people) di sana sangat bergantung kepada alam dalam memenuhi kebutuhan hidup, terutama pangan. Mereka hidup dari bercocok tanam, berburu, dan memancing. Suatu siklus hidup yang sangat pendek dan timpang jika dibandingkan dengan siklus hidup masyarakat Jawa. Hal itu dikarenakan secara kodrati alam telah memberikan segalanya bagi masyarakat Papua, namun saat ini para tamu pendatang itu dengan cepat merusaknya.

Catatan hitam itu bertambah parah setelah runtuhnya terowongan Big Gossan yang terjadi pada tanggal 14 Mei 2013. Hasil penyelidikan dan pemantauan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan PT Freeport Indonesia telah terbukti melakukan pelanggaran hak asasi manusia. PT Freeport Indonesia diduga kuat telah melakukan kelalaian dan kesalahan yang mengakibatkan hilangnya nyawa 28 pekerjanya. Kelalaian tersebut karena perusahaan tambang itu telah membiarkan keadaan atau kurang mengawasi secara langsung sehingga timbulnya kondisi yang menjadi penyebab terjadinya kecelakaan. Dari sederet kerusakan dan bencana ekologis, penghancuran tatanan adat, perampasan lahan masyarakat lokal, penangkapan sewenang-wenang masyarakat sipil, pelanggaran hak-hak ketenagakerjaan yang menimpa buruh PT. Freeport Indonesia serta pelanggaran-pelanggaran yang memperparah luka kemanusiaan di Tanah Papua, hari ini kita layak mempertanyakan keberpihakan Pemerintah yang pada tanggal 23 januari 2015 justru mengeluarkan perpanjangan izin ekspor konsentrat tembaga untuk perusahaan tambang ini. Di tengah prahara renegosiasi kontrak Freeport yang penuh drama politik ini, layak kita tunggu kepada siapakah keberpihakan Pemerintahan ini ditambatkan ? Semoga saja masih simetris dengan semangat nawacita yang digelorakan Presiden Jokowi dengan heroik dalam setiap kampanye jelang PILPRES 2014.
______________________________________

Catatan Lisa Pease Tentang Freeport 


Oleh: Anton Dwisunu Hanung Nugrahanto

Lisa Pease menulis artikel berjudul “JFK, Indonesia, CIA, and Freeport” dan dimuat dalam majalah Probe. Tulisan bagus ini disimpan di dalam National Archive di Washington DC. Dalam artikelnya, Lisa Pease menulis jika dominasi Freeport atas gunung emas di Papua dimulai sejak tahun 1967, namun kiprahnya di Indonesia sudah dimulai beberapa tahun sebelumnya. Freeport Sulphur, demikian nama perusahaan itu awalnya, nyaris bangkrut berkeping-keping ketika terjadi pergantian kekuasaan di Kuba tahun 1959. Saat itu Fidel Castro berhasil menghancurkan rezim diktator Batista. Oleh Castro, seluruh perusahaan asing di negeri itu dinasionalisasikan. Freeport Sulphur yang baru saja hendak melakukan pengapalan nikel produksi perdananya terkena imbasnya. Ketegangan terjadi. Menurut Lisa Pease, berkali-kali CEO Freeport Sulphur merencanakan upaya pembunuhan terhadap Castro, namun berkali-kali pula menemui kegagalan. Di tengah situasi yang penuh ketidakpastian, pada Agustus 1959, Forbes Wilson yang menjabat sebagai Direktur Freeport Sulphur melakukan pertemuan dengan Direktur Pelaksana East Borneo Company, Jan van Gruisen.


Dalam pertemuan itu Gruisen bercerita jika dirinya menemukan sebuah laporan penelitian atas Gunung Ersberg (Gunung Tembaga) di Irian Barat yang ditulis Jean Jaques Dozy di tahun 1936. Uniknya, laporan itu sebenarnya sudah dianggap tidak berguna dan tersimpan selama bertahun-tahun begitu saja di Perpusatakaan Belanda. Van Gruisen tertarik dengan laporan penelitian yang sudah berdebu itu dan membacanya. Dengan berapi-api, Van Gruisen bercerita kepada pimpinan Freeport Sulphur itu jika selain memaparkan tentang keindahan alamnya, Jean Jaques Dozy juga menulis tentang kekayaan alamnya yang begitu melimpah. Tidak seperti wilayah lainnya di seluruh dunia, maka kandungan biji tembaga yang ada di sekujur Gunung Ersberg itu terhampar di atas permukaan tanah, jadi tidak tersembunyi di dalam tanah.

Mendengar hal itu, Wilson sangat antusias dan segera melakukan perjalanan ke Irian Barat untuk mengecek kebenaran cerita itu. Di dalam benaknya, jika kisah laporan ini benar, maka perusahaannya akan bisa bangkit kembali dan selamat dari kebangkrutan yang sudah di depan mata. Selama beberapa bulan, Forbes Wilson melakukan survei dengan seksama atas Gunung Ersberg dan juga wilayah sekitarnya.

Penelitiannya ini kelak ditulisnya dalam sebuah buku berjudul The Conquest of Cooper Mountain. Wilson menyebut gunung tersebut sebagai harta karun terbesar yang untuk memperolehnya tidak perlu menyelam lagi karena semua harta karun itu telah terhampar di permukaan tanah. Dari udara, tanah di sekujur gunung tersebut berkilauan ditimpa sinar matahari. Wilson juga mendapatkan temuan yang nyaris membuatnya gila. Karena selain dipenuhi bijih tembaga, gunung tersebut ternyata juga dipenuhi bijih emas dan perak! Menurut Wilson, seharusnya gunung tersebut diberi nama Gold Mountain, bukan Gunung Tembaga. Sebagai seorang pakar pertambangan, Wilson memperkirakan jika Freeport akan untung besar dan dalam waktu tiga tahun sudah kembali modal.

Piminan Freeport Sulphur ini pun bergerak dengan cepat. Pada 1 Februari 1960, Freeport Sulphur menekan kerjasama dengan East Borneo Company untuk mengeksplorasi gunung tersebut. Namun lagi-lagi Freeport Sulphur mengalami kenyataan yang hampir sama dengan yang pernah dialaminya di Kuba. Perubahan eskalasi politik atas tanah Irian Barat tengah mengancam. Hubungan Indonesia dan Belanda telah memanas dan Soekarno malah mulai menerjunkan pasukannya di Irian Barat. Tadinya Wilson ingin meminta bantuan kepada Presiden AS John Fitzgerald Kennedy agar mendinginkan Irian Barat. Namun ironisnya, JFK malah sepertinya mendukung Soekarno. Kennedy mengancam Belanda akan menghentikan bantuan Marshall Plan jika ngotot mempertahankan Irian Barat. Belanda yang saat itu memerlukan bantuan dana segar untuk membangun kembali negerinya dari puing-puing kehancuran akibat Perang Dunia II terpaksa mengalah dan mundur dari Irian Barat.

Ketika itu sepertinya Belanda tidak tahu jika Gunung Ersberg sesungguhnya mengandung banyak emas, bukan tembaga. Sebab jika saja Belanda mengetahui fakta sesungguhnya, maka nilai bantuan Marshall Plan yang diterimanya dari AS tidak ada apa-apanya dibanding nilai emas yang ada di gunung tersebut. Dampak dari sikap Belanda untuk mundur dari Irian Barat menyebabkan perjanjian kerjasama dengan East Borneo Company mentah kembali. Para pimpinan Freeport jelas marah besar. Apalagi mendengar Kennedy akan menyiapkan paket bantuan ekonomi kepada Indonesia sebesar 11 juta AS dengan melibatkan IMF dan Bank Dunia. Semua ini jelas harus dihentikan!

Segalanya berubah seratus delapan puluh derajat ketika Presiden Kennedy tewas ditembak pada 22 November 1963. Banyak kalangan menyatakan penembakan Kenndey merupakan sebuah konspirasi besar menyangkut kepentingan kaum Globalis yang hendak mempertahankan hegemoninya atas kebijakan politik di Amerika.


Presiden Johnson yang menggantikan Kennedy mengambil siap yang bertolak-belakang dengan pendahulunya. Johnson malah mengurangi bantuan ekonomi kepada Indonesia, kecuali kepada militernya. Salah seorang tokoh di belakang keberhasilan Johnson, termasuk dalam kampanye pemilihan presiden AS tahun 1964, adalah Augustus C. Long, salah seorang anggota dewan direksi Freeport. Tokoh yang satu ini memang punya kepentingan besar atas Indonesia. Selain kaitannya dengan Freeport, Long juga memimpin Texaco, yang membawahi Caltex (patungan dengan Standard Oil of California).

Soekarno pada tahun 1961 memutuskan kebijakan baru kontrak perminyakan yang mengharuskan 60 persen labanya diserahkan kepada pemerintah Indonesia. Caltex sebagai salah satu dari tiga operator perminyakan di Indonesia jelas sangat terpukul oleh kebijakan Soekarno ini. Augustus C. Long amat marah terhadap Soekarno dan amat berkepentingan agar orang ini disingkirkan secepatnya. Mungkin suatu kebetulan yang ajaib. Augustus C. Long juga aktif di Presbysterian Hospital NY di mana dia pernah dua kali menjadi presidennya (1961-1962). Sudah bukan rahasia umum lagi jika tempat ini merupakan salah satu simpul pertemuan tokoh CIA. Lisa Pease dengan cermat menelusuri riwayat kehidupan tokoh ini. Antara tahun 1964 sampai 1970, Long pensiun sementara sebagai pimpinan Texaco.

Apa saja yang dilakukan orang ini dalam masa itu yang di Indonesia dikenal sebagai masa yang paling krusial. Pease mendapakan data jika pada Maret 1965, Augustus C. Long terpilih sebagai Direktur Chemical Bank, salah satu perusahaan Rockefeller. Agustus 1965, Long diangkat menjadi anggota dewan penasehat intelijen kepresidenan AS untuk masalah luar negeri. Badan ini memiliki pengaruh sangat besar untuk menentukan operasi rahasia AS di negara-negara tertentu. Long diyakini salah satu tokoh yang merancang kudeta terhadap Soekarno, yang dilakukan AS dengan menggerakkan sejumlah perwira Angkatan Darat yang disebutnya sebagai Our Local Army Friend. Salah satu bukti adalah sebuah telegram rahasia Cinpac 342, 21 Januari 1965, pukul 21.48, yang menyatakan jika kelompok Jenderal Suharto akan mendesak angkatan darat agar mengambil-alih kekuasaan tanpa menunggu Soekarno berhalangan.


Ralph Mc Gehee

Mantan pejabat CIA Ralph Mc Gehee juga pernah bersaksi jika hal itu benar adanya. Awal November 1965, satu bulan setelah tragedi 1 Oktober 1965, Forbes Wilson mendapat telpon dari Ketua Dewan Direktur Freeport, Langbourne Williams, yang menanyakan apakah Freeport sudah siap mengeksplorasi gunung emas di Irian Barat. Wilson jelas kaget. Ketika itu Soekarno masih sah sebagai presiden Indonesia bahkan hingga 1967, lalu darimana Williams yakin gunung emas di Irian Barat akan jatuh ke tangan Freeport? Lisa Pease mendapatkan jawabannya.

Para petinggi Freeport ternyata sudah mempunyai kontak tokoh penting di dalam lingkaran elit Indonesia. Mereka adalah Menteri Pertambangan dan Perminyakan Ibnu Soetowo dan Julius Tahija. Orang yang terakhir ini berperan sebagai penghubung antara Ibnu Soetowo dengan Freeport. Ibnu Soetowo sendiri sangat berpengaruh di dalam angkatan darat karena dialah yang menutup seluruh anggaran operasionil mereka. Sebab itulah, ketika ketika UU No. 1/1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) yang draftnya dirancang di Jenewa-Swiss yang didiktekan Rockefeller, disahkan tahun 1967, maka perusahaan asing pertama yang kontraknya ditandatangani Suharto adalah Freeport.

Inilah kali pertama kontrak pertambangan yang baru dibuat. Jika di zaman Soekarno kontrak-kontrak dengan perusahaan asing selalu menguntungkan Indonesia, maka sejak Suharto berkuasa, kontrak-kontrak seperti itu malah banyak merugikan Indonesia. Untuk membangun konstruksi pertambangan emasnya itu, Freeport menggandeng Bechtel, perusahaan AS yang banyak mempekerjakan pentolan CIA. Direktur CIA John McCone memiliki saham di Bechtel, sedangkan mantan Direktur CIA Richards Helms bekerja sebagai konsultan internasional di tahun 1978. Tahun 1980, Freeport menggandeng McMoran milik “Jim Bob” Moffet dan menjadi perusahaan raksasa dunia dengan laba lebih dari 1,5 miliar dollar AS pertahun.

Tahun 1996, seorang eksekutif Freeport-McMoran, George A. Maley, menulis sebuah buku berjudul “Grasberg” setebal 384 halaman dan memaparkan jika tambang emas di Irian Barat itu memiliki depost terbesar di dunia, sedangkan untuk bijih tembaganya menempati urutan ketiga terbesar. Maley menulis, data tahun 1995 menunjukkan jika di areal ini tersimpan cadangan bijih tembaga sebesar 40,3 miliar pon dan emas sebesar 52,1 juta ons. Nilai jualnya 77 miliar dollar AS dan masih akan menguntungkan 45 tahun ke depan. Ironisnya, Maley dengan bangga juga menulis jika biaya produksi tambang emas dan tembaga terbesar dunia yang ada di Irian Barat itu merupakan yang termurah di dunia.

Istilah Kota Tembagapura itu sebenarnya salah. Seharusnya Emaspura. Karena gunung tersebut memang gunung emas, walau juga mengandung tembaga. Karena kandungan emas dan tembaga terserak di permukaan tanah, maka Freeport tinggal memungutinya dan kemudian baru menggalinya dengan sangat mudah. Freeport sama sekali tidak mau kehilangan emasnya itu dan membangun pipa-pipa raksasa dan kuat dari Grasberg-Tembagapura sepanjang 100 kilometer langsung menuju ke Laut Arafuru di mana telah menunggu kapal-kapal besar yang akan langsung mengangkut emas dan tembaga itu ke Amerika. “Perampokan legal” ini masih terjadi sampai sekarang.

Kisah Freeport merupakan salah satu dari banyak sekali kisah sedih tentang bagaimana kekayaan alam Indonesia, oleh para penguasanya malah digadaikan bulat-bulat untuk dirampok imperialisme asing, demi memperkaya diri, keluarga, dan kelompoknya sendiri. Kenyataan memilukan ini masih berlangsung sampai sekarang. Pertemuan Mafia Berkeley dengan Rockefeller dan kawan-kawannya di Jenewa-Swiss di bulan November 1967 menjadi bukti tak terbantahkan tentang permufakatan tersebut. Di saat itulah, rezim Jenderal Soeharto mencabut kemerdekaan negeri ini dan menjadikan Indonesia kembali sebagai negeri terjajah. Ironisnya, penjajahan asing atas Indonesia diteruskan oleh rezim yang tengah berkuasa saat ini yang ternyata “jauh lebih edan” ketimbang Jenderal Soeharto dulu.

(Kompas/Abdul-Mupit-Ninja/Berdikari-News/Empat-Pilar-MPR/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: