Seseorang mendorong batu sangat besar ke dalam sumur, lalu semua orang berusaha untuk mengeluarkannya namun tak berhasil hingga sekarang. Itulah yang dikiaskan untuk Mirza Husain Nuri atau Muhaddits Nuri yang dikenal menulis sebuah kitab berjudul Fashlul Khitab berisi riwayat-riwayat Syiah tentang terjadinya Tahrif Al-Qur’an. Keberadaan kitabnya membuat penganut madzhab Syiah tertuduh meyakini Tahrif Qur’an, yang padahal tidak. Karena seluruh ulama Syiah sendiri tidak menerima kitab tersebut. Fashlul Khitab mengandung riwayat-riwayat yang tidak sahih dan menyimpang yang semestinya tidak perlu disusun menjadi sebuah kitab.
Ia lahir pada tahun 1254 H. dan wafat pada tahun 1320 H. Banyak kitab yang ia tulis, salah satunya adalah Mustadrak Al-Wasail, kitab yang memuat berbagai riwayat yang tidak dimuat dalam Wasailus Syi’ah karya Allamah Majlisi.
Muhaddits Nuri menulis Fashlul Khitab pada tahun 1292 H. dan dicetak di India oleh sebuah perusahaan dari Inggris pada tahun 1298 H. Kitab itu setebal 375 halaman, mencakup tiga mukadimah 12 pasal dan satu rangkuman.
Motivasi Mirza Husain Nuri untuk menulis kitab tersebut adalah untuk menjawab pertanyaan dari salah seorang ulama India yang bertanya mengapa tidak ada nama-nama Ahlul Bait dalam Al-Qur’an. Muhaddits Nuri pun berusaha menjawabnya dengan mengumpulkan riwayat-riwayat, meskipun kebanyak riwayat itu tidak bisa dipertanggungjawabkan, dan menyatakan bahwa nama-nama Ahlul Bait pada dasarnya ada dalam Al-Qur’an namun telah dihapus. Menurutnya, jika di kitab-kitab langit terdahulu disebutkan nama-nama washi para nabi, bagaimana mungkin di dalam Al-Qur’an tidak disebutkan nama-nama washi atau penerus nabi Muhammad saw. Padahal kebanyakan riwayat yang ia kumpulkan dalam kitabnya, Fashlul Khitab, adalah riwayat-riwayat mursal, dha’if, munqati’ dan lain sebagainya.
Seluruh ulama Syiah dan juga Ahlu Sunah menentang pendapat Muhaddits Nuri. Murid-muridnya pun, seperti Agha Bozorgh Tehrani, menulis buku tersendiri dalam rangka membantah pendapat Muhaddits Nuri. Mirza Husain Nuri pun sering berusaha meluruskan maksud-maksudnya; namun semua itu sudah tak berguna, ia terlanjur dikenal mewakili Syiah mengaku bahwa Al-Qur’an telah di-Tahrif.
Keberadaan kitab Fashlul Khitab menjadi senjata bagi orang-orang yang membenci madzhab Syiah untuk menjatuhkannya. Tuduhan tersebut terus tertuju kepada pengikut faham Syiah meskipun seluruh ulama Syiah dari saat itu hingga sekarang membantah kebenaran isi kitab Fashlul Khitab. Tepat sekali kiasan di atas; Muhaddits Nuri menggelindingkan batu yang sangat besar ke dalam sumur dan setelah ia pergi semua orang berusaha mengeluarkan batu tersebut namun tak berhasil hingga sekarang.
(Hauzah-Maya-Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email