Pesan Rahbar

Home » » Mampukah TUHAN Berbuat Buruk???

Mampukah TUHAN Berbuat Buruk???

Written By Unknown on Thursday 5 May 2016 | 05:47:00


Keyakinan mu’tazilah dan imamiyah dalam masalah ini adalah kekuasaan tuhan tidak terbatas, dan iradah ilahiah pada dasarnya hanya berkaitan dengan sisi kesempurnaan dan kebaikan segalah sesuatu. Karena berdasarkan devinisi qudrah (kekuasaan; Pencipta akan melakukan apa yang ia kehendaki dan meninggalkan apa yang dia tidak kehendaki) tidak keluar dari dua hal, melakukan atau meninggalkannya. Jika kehendak tuhan berkaitan dengan perbuatan, maka perbuatan itu menjadi wajib bil gair dan dharuri, yakni mustahil tidak akan terealisasi. Akan tetapi jika kehendakNya tidak berkaitan dengan perbuatan, maka perbuatan itu dikarenakan tidak ada penyebab menjadi mumtani’ bil gair, dan tidak akan pernah terealisasi. Dengan demikian pengertian kuasa (qudrah) bukan berarti perbuatan pasti akan terealisasi, akan tetapi mencakup dua dimensi melakukan atau meninggal perbuatan itu. Adapun kehendak yang kaitanya dengan salah satu dari dua hal yang kontradiksi, yakni keberadaan sesuatu atau ketiadaanya lebih membatasi kekuasaan ruang iradah dan perbuatan.

Dengan kata lain, sewaktu kita mengatakan, “mustahila muncul keburukan dari Allah”. Muhal yang dimaksud di sini bukan muhal dzati, yakni tidak ada sesuatu yang terdiri dari kontradiksi, akan tetapi imtina’ bil gair dengan pengertian bahwa mustahil keburukan keluar dari sebab pelaku tertentu. Sebab imtina’ (tidak mungkin terwujud) ini mengarah pada dzat Allah Swt, dan bukan berarti Dia tidak kuasa melakukannya. Sebagaimana ketika perbuatan menjadi wujub bil gair, bukan berarti pelaku tanpa ikhtiar dan terpaksa. Begitu pula dengan imtina’ bil gair, yakni (tidak ada kehendak pelaku untuk merealisasikan suatu perbuatan) mencegah suatu perbuatan. Dengan demikian imtina’ tidak membatasi kekuasaan.

Namun, yang menjadi pertanyaan kenapa tuhan tidak ingin melakukan perbuatan buruk?

Iradah bermakna keputusan –bagi manusia ada landasan tertentu. Terkadang manusia tidak ingin melakukan sesuatu dikarenakan syarat-syarat untuk melakukannya belum terpenuhi. Akan tetapi terkadang ia mampu melakukan suatu perbuatan, namun dikarenakan perbuatan itu tidak sejalan dengan naluri dan kualitas jiwa serta wataknya, ia meninggalkannya. Keterbatasan ini, pada hakikatnya bukan bermakna terbatasnya kekuasaan atau kehendak serta tidak ada sesuatu yang menghalanginya, akan tetapi kamal dzati dan ketidak layakkan perbuatan buruk dengan kondisi kejiwaan mencegahnya dari perbuatan itu. Kalau begitu, apakah bisa dikatakan kehendak tuhan sia-sia, tanpa pertimbangan dan hikmah?

“Ya Tuhan kami, tiadalah engkau menciptakan ini dengan sia-sia” (Ali ‘imran: 191).

Sewaktu kita menerima hukum aql dan syar’ bahwa perbuatan dan kehendak tuhan juga memiliki landasan tertentu dan tujuan yang arif, maka kesimpulannya kita harus menerima perbuatan yang muncul dari tuhan yang sesuai dengan dzatNya.

Dzat tuhan adalah keberadaan dan kesempurnaan murni yang tidak melazimkan kekurangan dan batasan apapun. Kemudian sesuatu yang orisinal yang terkait dengan kehendakNya adalah baik. Dan kaidah logika sinergis (sinkhiat) dan kausalitas ini menuntut akibat yang memiliki kemiripan wujud dengan penyebabnya. Dengan demikian berdasarkan kaidah ini, konteks masyiat dan iradah pada setiap dzat adalah keterkaitan pada sesuatu yang memiliki kesesuaian dan kesamaan wujud dengan fa’il. Maka keagungan dzat Allah Swt dan kesempurnaan murni wujudnya adalah iradahnya terkait pada kesempurnaan dan perbuatannya puncak dari kebaikan dan kekokohan.

“Yang membuat segalah sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya” (As-Sajadah: 7).

“(begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu” (An-Naml: 88).

Dengan demikian yang dimaksud mustahil iradah tuhan berkaitan dengan perbuatan buruk adalah tuhan dari satu sisi sebagai fa’il kamil (pelaku yang sempurnah) tidak sesuai dengan kekurangan dan keburukan, karena sama sekali tidak ada kekurangan dan keterbatasan dalam kehendak dan kekuasaanNya. Akan tetapi obyeknya yang naqis dan tidak dapat menjadi sasaran kehendak pencipta yang Maha sempurna.

(Muslim-Syiah/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: