Umat Islam di negeri asal Paman Sam termasuk kelompok minoritas. Namun, cukup banyak perubahan terjadi belakangan ini. Menurut survei Pew Research Center pada Juli 2016, secara global Islam mengalami perkembangan yang lebih pesat dibandingkan agama-agama lain.
Hal itu terjadi meskipun pelbagai pemberitaan soal kaum ekstremis yang cukup gencar membajak nama Islam. Menurut survei Pew Research Center, pada 2014 lalu, sebanyak 0,9 persen warga dewasa Amerika Serikat (AS) memeluk agama Islam.
Sebelumnya, pada 2011, lembaga yang sama menemukan ada 1,8 juta orang Islam dewasa di AS. Adapun total Muslim dari segala usia di AS adalah 2,75 juta jiwa.
Survei 2011 itu dilakukan Pew Research Center dengan menggunakan bahasa Inggris, Arab, Farsi, atau Urdu. Dengan demikian, angka tersebut masih mencakup warga AS yang merupakan keturunan orang Asia Selatan atau Timur Tengah. Tepatnya, sebanyak 63 persen dari total umat Islam di AS adalah imigran.
Namun, Survei Pew Research Center pada April 2015 lalu memprediksi kenaikan pesat jumlah pemeluk Islam di AS. Pada 2010, warga AS yang menganut Islam berjumlah 2,77 juta jiwa dari total populasi sebanyak 310,38 juta jiwa. Pada 2020 mendatang, angka itu diperkirakan bergerak menjadi 3,85 juta jiwa pemeluk Islam dari total populasi 335,03 jiwa orang AS.
Pada 2050 nanti, jumlah orang Islam AS diprediksi mencapai 8,09 juta jiwa dari total populasi 394,35 juta jiwa. Pergerakan hingga 2050 ini melampaui yang terjadi pada agama Yahudi, sebagai agama mayoritas kedua di negeri asal Paman Sam itu.
AS memiliki sejarah yang panjang dalam hubungannya dengan Islam. Sejumlah sumber menegaskan, Christopher Columbus menjumpai komunitas Islam ketika menemukan Benua Amerika pada 1492. Pemimpin Turki Recep Tayyip Erdogan termasuk tokoh yang mendukung pandangan demikian.
Pada November 2014, dia mengutip sebuah makalah karya Barry Fell, akademisi Harvard University, yang menyebutkan ada beberapa makam berisi jasad orang Islam pada abad ke-12. Kaum Muslim pra-Colombus itu diperkirakan berasal dari Afrika Barat dan Afrika Utara.
Pada abad modern hingga saat ini, umat Islam di negeri asal Paman Sam termasuk kelompok minoritas. Namun, cukup banyak tokoh dan pergerakan umat Islam yang ikut mendefinisikan Amerika sehingga menjadi negeri yang multirasial dan menjunjung tinggi asas kebebasan. Salah satunya, El-Hajj Malik el-Shabazz. Pria kulit hitam yang dikenal sebagai Malcolm X itu merupakan pejuang kesetaraan ras. Namanya tetap menjadi inspirasi bagi bangsa Amerika sampai kini.
(Republika/Shabestan/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email