Cendekiawan Muslim serta pakar tafsir Alquran Muhammad Quraish Shihab menyerukan, agar masyarakat di Indonesia menghormati adanya perbedaan serta mengembangkan budaya Islam yang damai. "Kita hidup dalam masyarakat yang memiliki budaya yang sangat plural. Karena itu, semua pendapat yang berbeda harus kita hormati. Menghormati pendapat yang berbeda itu bukan berarti menerimanya," katanya saat berkunjung ke Pondok Pesantren Tebuireng, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Senin (26/12).
Pihaknya meminta seluruh kalangan pesantren serta masyarakat umum di Indonesia untuk menghormati perbedaan serta mengembangkan budaya Islam yang damai. Ia mencontohkan, bagaimana muslimah Indonesia zaman dulu hanya mengenakan kerudung yang diselempangkan di kepala, dan tetap menampakkan sebagian rambut mereka. Berbeda dengan jilbab yang dikenakan perempuan zaman sekarang, yang menutupi seluruh kepala.
Menurut dia, para ulama zaman dahulu membiarkan praktik tersebut bukan tanpa dasar. Sebab, setiap pemikiran dan praktik keagamaan saat itu tidak bisa dilepaskan dari budaya yang berlaku di masyarakat. "Pasti para ulama waktu itu mempertimbangkan konteks budaya yang berkembang di masyarakat," ujarnya.
Pendiri Pusat Studi Alquran ini pun mengajak kalangan pesantren menjadikan konteks budaya sebagai salah satu pertimbangan dalam pengembangan pemikiran dan studi Alquran. "Dalam konteks studi dan pengembangan nilai-nilai Al-Quran, jangan sampai penafsiran kita tidak sejalan dengan budaya yang berkembang di masyarakat," imbuhnya.
Lebih lanjut, lulusan Universitas Al-Azhar Mesir ini, menambahkan, penghormatan terhadap perbedaan seharusnya juga dibatasi pada budaya dan pendapat yang mengarah pada kedamaian. "Semua pendapat yang berbeda, dari manapun datangnya, selama bercirikan kedamaian, harus kita hormati. Pendapat yang berbeda dengan kita, tapi tidak bercirikan kedamaian, (harus) kita tolak," tegasnya.
Quraish menegaskan, bahwa penjelasannya soal jilbab bukan berarti mengajak yang sudah berjilbab untuk melepaskan jilbab mereka. "Saya hanya tersinggung kalau orangtua kita yang dulu hanya berkerudung dianggap tidak menutup aurat. Sebab, ibu saya dulu juga tidak berjilbab (seperti orang sekarang)," ujarnya.
Di sela kunjungannya tersebut, Quraish Shihab juga sempat berziarah ke makam Presiden keempat RI KH Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur yang ada di kompleks pondok. Di makam itu sekaligus juga terdapat makam kakek Gus Dur yang juga pendiri Nahdlatul Ulama KH Hasyim Al Asy'ari, serta ayahandanya yaitu KH Wahid Hasyim.
Selain itu, di sela kunjungan Quraish Shihab juga terdapat dialog terbuka. Acara itu berlangsung di Aula Gedung Yusuf Hasyim Pondok Pesantren Tebuireng, Kabupaten Jombang, dan itu diikuti oleh ratusan kiai dan pengajar Alquran dari seluruh Jawa Timur.
Sejumlah kiai yang hadir dalam acara itu misalnya Pengasuh PP Roudhotu Tahfidhil Quran Perak, Jombang KH Masduqi, "Mudir" (Dewan Pengasuh) Madrasatul Quran Tebuireng KH Syakir Ridwan dan "Mudir" Ma'had Aly Hasyim Asy'ari Tebuireng Nur Hannan.
Quraish Shihab datang bersama istri dan sebagian anak cucunya. Ia juga didampingi Direktur PSQ Mukhlis M Hanafi. Rombongan tersebut disambut oleh Pengasuh Pesantren Tebuireng KH Salahuddin Wahid beserta Nyai Hj Farida Salahuddin.
(Republika/Shabestan/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email