Agar BPK bisa bermanfaat bagi Negara khususnya terhadap pengelolaan keuangan Negara, Ketua BPK dan semua Anggota BPK tidak boleh berasal dari partai politik atau anggota partai politik karena ini erat kaitannya dengan persyaratan Qualifikasi seorang Auditor dari Chartered Institute of Internal Auditor( CIA) yaitu : Eligibility, Confidentiality dan Code of Ethics, kalau berdasarkan persyaratan CIA ini ketua dan hampir semua Anggota BPK tidak memenuhi Syarat tersebut di atas. Akibatnya banyak hasil Audit BPK terhipotik karena loby politik dan transaksional.
HASIL AUDIT BPK WTP DAN WDP itu tidak menunjukan atau menjelaskan bahwa LHP suatu kementrian atau lembaga /Pemda tidak ada korupsi, atau adanya korupsi, demikian juga LHP itu bukan sebuah prestasi, Laporan hasil pemeriksaan ( LHP) terhadap lembaga/,Depertemen / Pemda yang di hasilkan BPK memuat minimal tiga aspek yaitu :
1. Konsistensi penerapan sistem pengelolaan keuangan Negara,
2. Penerapan Sistim pengendalian interen telah sesuai dengan prosedur sistem pencatatan keuangan yang lazim ( UU),
3. Fungsi fungsi otorisasi telah sesuai dengan UU.
Oleh karena itu pengertian Wajar tanpa pendapat ( WDP) BPK bukan menunjukan bebas korupsi, bebas penyimpangan keuangan negara, sebab BPK tidak melakukan pemeriksaan fisik uangnya, tapi BPK hanya melakukan verifikasi, pengujian dan pengamatan atas bukti bukti pencatatan keuangan negara dan mengamati bukti fisik apakah telah sesua dengan sistim akuntansi pemerintah dan UU.
Masyarakat banyak yang terkecoh seakan akan WTP BPK itu sertivicat bebas korupsi suatu kementrian atau lembaga negara dan sebuah prestasi hebat. Justru WTP paling efektif untuk tempat berlindung dari korupsi.
Demikian juga dengan Opini pendapat pelaporan BPK WDP( wajar dengan pengecualian), pengertian pengecualian di sini adalah bahwa pencatatan, otorisasi maupun sistim pengendalian interen yang berhubungan dengan pengelolaan keuangan negara tidak di jalankan dengan benar, penerapan pengelolaan keuangan negara tidak konsisten ada penyimpangan, tetapi lagi lagi bukan penyimpangan korupsi keuangan negara tapi penyimpangan prosedur dan sistim.
WDP di berikan karena auditor BPK tidak memiliki keyakinan terhadap sistim pengendalian interen pengelolaan keuangan negara yang diterapkan pada Kementrian/ Lembaga / Pemda yang di audit oleh BPK, ini bisa saja Auditor BPK merasa di batasi dalam menjalankan scoup of work terhadap object yang dimintakan verifikasi,konfirmasi, dan dibatasi ruang lingkup pemriksaannya oleh lembaga/ kementrian/ Pemda yang sedang di Audit.
WDP memberikan gambaran tentang buruknya sistim pengelolaan ke uangan negara suatu Departemen/ Pemda dab lembaga, tetapi belum tentu ada korupsi, tapi dengan buruknya sistim pengendalian interen serta ruang lingkungan pemeriksaaan di batasi atau di halangi halangi.
Auditor BPK bisa melakukan special Audit tujuannya untuk menentukan secara materil penyimpangan sisten yang bisa membawa kerugian keuangan negara, BPK melaporkan semua LHP kepada DPR komisi XI, DPR /DPRD setelah mendengarkan LHP tiap Departemen/ Lembaga / Pemda DPR/ DPRD merekomendasikan pada BPK untuk melakukan Investigatif Audit serta Forensik Audit untuk menemukan penyimpangan pengelolaan keuangan Negara dan besarnya keuangan Negara.
Sehingga dengan demikian tugas Auditor BPK itu sangat strategis, seorang Auditor BPK harus independen terhadap semua hal, Auditor BPK harus bebas dari subjectivitas, seorang Auditor BPK harus memiliki integritas tinggi. WTP dan WDP itu tidak memiliki arti apa apa jika BPK tidak melanjutkan ke jenjang special Audit, Investigatif Audit dan Forensik Audit, sehingga jangan mau di bohongi dengan WTP dan WDP BPK.
Berikut ini daftar WTP Tapi Korupsi:
1). BPK berikan opini WTP pada Sumut, tapi Gubernur nya Korupsi
2). BPK berikan opini WTP pada Pemprov Riau, tapi Gubernur nya korupsi
3). BPK berikan opini WTP pada Pemkot Palembang, tapi Walikota nya korupsi
4). BPK berikan opini WTP pada Pemkab Bangkalan, tapi Bupati nya korupsi
5). BPK berikan opini WTP pada Pemkot Tegal, tapi Walikota nya korupsi
6). BPK berikan opini WTP pada Kementerian Agama, tapi Menteri nya korupsi
7). BPK berikan opini WTP pada Kementerian Pemuda/Olahraga, tapi Menteri nya korupsi
8). BPK berikan opini WTP pada Kementerian ESDM tapi Menteri nya korupsi
9). Pemda DKI JAYA tidak dapat WTP malah berhasil menggagalkan korupsi berjamaah senilai Rp 12 Trilyun
Jangan2 dulu BPK jualan WTP tp Ahok ga mau beli, makanya dituduh korupsi sama BPK… walaupun KPK tdk menemukannya…
Eh skr malah BPK-nya ketangkep tangan Korupsi…
MASIH PERCAYA KAH DENGAN OKNUM BPK RI SAAT INI..??!!
Abil Marati
(Gerilya-Politik/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email