City car Daihatsu Sirion yang masuk hutan Karedok, Kecamatan Jatigede, Sumedang, Rabu 22/3/2017) malam.
Anda masih ingat kejadian bus PO Garuda Mas B 7024 UGA jurusan Balaraja-Cepu yang tiba-tiba masuk hutan jati di Desa Sambongrejo, Cepu, Senin 13 Maret 2017 menjelang shubuh lalu?
Kejadian serupa kembali terulang. Bahkan lebih 'dahsyat'. Peristiwa ini menimpa sebuah mobil Daihatsu Sirion nomor polisi B 1460 WKS.
Mobil yangdikemudikan Mochamad Solikhyanto (35), warga Jurangmangu, Tangerang Selatan, Banten ini tiba-tiba sudah berada di tengah hutan lebat Blok Tamiang Lega, Desa Keredok, Kecamatan Jatigede, Sumedang, Rabu 22/3/2017) malam.
Padahal, di lokasi Sirion ini tersesat tidak ada akses jalan pun yang bisa dilalui mobil untuk menuju Desa Karedok yang tepat berada di bawah Bendungan Jatigede tersebut.
Mochamad Solikhyanto bersama tiga mpat penumpang mobil ini berangkat dari Bandung tujuan Desa Liang Julang, Kecamatan Kadipaten, Kabupaten Majalengka, pukul 18.00 WIB.
Kepada anggota Polsek Jatigede, sopir Mochamad Solikhyanto mengaku menggunakan bantuan Global Positioning System (GPS) di ponsel setibanya di Sumedang untuk mencari jalan alternatif ke Kadipaten.
“Dari GPS itu kendaraan diarahkan ke jalan Sumedang-Situraja-Wado,” kata Kasubag
Humas Polres Sumedang, AKP Dadang Rostia, Kamis (23/3/2017).
Solikhyanto langsung tancap gas dari bundara Alamsari, Sumedang, menuju Situraja. Di mobil, warga Pondok Aren, Tangerang Selatan, ini membawa penumpang di antaranya Riki (21) asal Cimahi, Panti P (32) dan Sahrul Ulung (16) asal Dusun Kamun, Desa Liangjulang, Kadipaten, Majalengka.
Mobil warna putih ini kemudian berbelok ke arah kiri pertigaan Warungketan Situraja menuju Desa Pajagan, jalan alternatif menuju Jatigede kemudian ke Tomo-Kadipaten.
Di Jalan Pajagan ini Solikhyanto terus melajukan kendaraannya lurus ke depan, seharusnya berbelok kanan masuk ke jalan proyek Jatigede.
Sang sopir mengaku kondisi jalan mulus tapi setelah berada di tengah hutan sekira pukul 22.00 WIB, kendaran tak bisa bergerak.
Jalanan di depan berupa tanah berbatu dan tak bisa dilalui mobil.
“Mereka memilih jalan kaki menyusuri jalan setapak dan sampai ke Desa Karedok sekitar pukul satu dini hari,” Dadang bercerita.
Sesampai di Desa Karedok, mereka minta tolong warga dan memilih menginap.
Kasubag Humas Polres Sumedang AKP Dadang Rostia menyebutkan mobil Sirion berhasil dievakuasi pada Kamis (23/3/2017) pukul 10.30 WIB.
“Mobil ditarik dengan jip berpenggerak empat roda dibantu 10 warga, polisi dan anggota TNI. Mobil bisa keluar dari hutan Karedok pukul 12.45 WIB,” kata Dadang.
Sirion Ini Mobil Ketiga yang Tersesat
Miris memang. Anggota DPRD Sumedang asal daerah pemilihan Jatigede, Dede Suwarman, mengatakan, peristiwa mobil tersesat masuk hutan ini merupakan yang kedua kalinya terjadi di desa tersebut.
"Ini kejadian kedua kalinya mobil nyasar masuk ke Desa Karedok yang tak ada askes jalan yang bisa dilalui mobil. Sebelumnya kejadian aneh tapi nyata juga terjadi pertengahan Januari lalu,” kata Dede.
Menurut dia peristiwa pada Januari lalu itu malah ada dua mobil sekaligus yang masuk ke Karedok.
“Dulu pengendara mobil juga mengaku meminta panduan GPS dan diarahkan ke Karedok dengan jalan yang mulus dan terasa lurus padahal tidak ada jalan yang bisa dilalui mobil,” ia menambahkan.
Untuk bisa keluar dari Desa Karedok, mobil pertama terpaksa keluar melalui Sungai Cimanuk. Agar bisa dilalui, pintu air Bendungan Jatigede ditutup lebih dulu kemudian alat berat menarik mobil tersebut.
Sedangkan satu mobil lagi kembali ka arah Situraja karena berada di tengah hutan sehingga dibantu warga dan ditarik mobil truk.
Desa yang Penuh Misteri
Desa Karedok satu dari sekian desa pelosok dan dikepung Sungai Cimanuk serta hutan yang sangat lebat. Ke desa ini hanya bisa ditempuh melalui jembatan gantung yang melintasi Sungai Cimanuk, sementara tak ada akses untuk mobil.
Ada tradisi unik saban tahun di desa yang sangat terpencil dan penuh misteri ini. Warga desa yang berhadapan dengan PLTA Parakankondang kerap menggelar ritual ngarot.
Ngarot merupakan tradisi memotong kerbau kemudian menguburkan kepalanya di tengah desa, serta membagikan daging anggota tubuh kerbau lainnya ke semua warga desa.
Sudah lebih dari seabad tradisi ngarot tersebut berlangsung. Warga setempat percaya, pelanggaran terhadap tradisi ini akan memicu datangnya malapetaka di desa mereka.
Selain memotong kepala kerbau, sebagai tumbal kampung dihidangkan juga rupa-rupa hasil panen dari setiap kampung di Desa Karedok.
Asal muasal ritual ngarot adalah warga di Desa Karedok terserang penyakit yang tidak diketahui jenisnya. Saat itu banyak yang meninggal dunia.
Tetua kampung saat itu mendapat wangsit dari dari alam gaib untuk menghindari penyakit itu harus menyembelih seekor kerbau dan menumbalkan kepalanya sebagai tumbal kampung. Sedangkan dagingnya dibagikan ke penghuni kampung.
Warga Karedok percaya, wangsit itu berasal dari Sunan Pada, seorang digdaya, pintar dan berilmu tinggi yang dimakamkan di Lemah Cisahang, Karedok.
Di antara anaknya yaitu Nyi Mas Gedeng Waru yang menjadi prameswari Prabu Geusan Ulun, raja Sumedanglarang yang berkuasa pada 1579 hingga 1601.
Saat ini istilah ngarot sering juga disebut tutup buku guar buni yang berarti ekspresi rasa syukur masyarakat karena hasil panen setiap tahun serta membuka lembaran baru untuk mengolah lahan untuk tahun depan.
(Tribun-News/Info-Teratas/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email