Pesan Rahbar

Home » » Riwayat dalam kitab kitab syi’ah bisa dijadikan hujjah jika ditemukan sanad lengkapnya dan dibuktikan dengan kaidah ilmu mazhab Syi’ah bahwa sanad tersebut shahih

Riwayat dalam kitab kitab syi’ah bisa dijadikan hujjah jika ditemukan sanad lengkapnya dan dibuktikan dengan kaidah ilmu mazhab Syi’ah bahwa sanad tersebut shahih

Written By Unknown on Friday, 5 December 2014 | 21:45:00


salafi wahabi menjelaskan mengenai mazhab syiah, bagaikan pendeta kristen menjelaskan tentang islam, atau bagaikan aswaja menjelaskan mengenai wahabi, ya tidak akurat wong yang menerangkan bukan yang punya mazhab , apalagi yang menjelaskan itu lawan sebrang dari mazhab yang dijelaskan, bagaikan seorang komunis menjelaskan mengenai kapitalisme.

Sesuai benar dengan pernyataan mantan ulama Salafy yang sudah bertobat dan menjadi sunni sejati, beliau berkata:
Demikian juga Salafy membolehkan berbohong atas namamu lebih dari kelompok lain. Saya sudah uji mereka (dengan pergaulan dengan mereka), karena itu saya tidak mempercayai mereka dalam ucapan apapun yang mereka katakan tentang orang lain kecuali jika saya mengetahui sendiri kebenaran apa yang mereka ucapkan.

Selengkapnya baca disini:
Syekh Hasan bin Farhan al Maliky: Bukti Kebohongan “Syaikhul Islam” Ibnu Taimiyyah | Abu Salafy –
https://abusalafy.wordpress.com/2014/11/30/syekh-hasan-bin-farhan-al-maliky-bukti-kebohongan-syaikhul-islam-ibnu-taimiyyah/
___________________
Syekh Hasan bin Farhan al Maliky: Bukti Kebohongan “Syaikhul Islam” Ibnu Taimiyyah

Ibnu Taimiyyah Gembong Pembohong; Imam Para Pembohong!


Artikel ini adalah tanggapan kami atas tanggapan tulisan kami “Fatwa Ibnu Taimiyyah – bagian 5 : “Ibnu Taimiyyah berbohong Atas Nama Rasulullah!” (Lihat terjemah kami disini:
Sebagian naskah berbeda dalam cetakan, kalau bukan karena kesalahan dalam menyebut rujukan penukilan. Ini pada al Fatâwâ al Kubro, jilid V halaman: 160:

 الفتاوى الكبرى – (ج 5 / ص 160)  وَقَدْ ثَبَتَ بِالنَّقْلِ الْمُتَوَاتِرِ الصَّحِيحِ عَنْ النَّبِيِّ أَنَّهُ قَالَ : { خَيْرُ هَذِهِ الْأُمَّةِ بَعْدَ نَبِيِّهَا أَبُو بَكْرٍ ، ثُمَّ عُمَرُ } رُوِيَ ذَلِكَ عَنْهُ مِنْ نَحْوِ ثَمَانِينَ وَجْهًا) الخ

“Dan telah tetap dengan mutawatir yang shahih dari Nabi bahwa ia bersabda: “Sebaik-baik umat ini adalah Abu Bakar kemudian Umar.”. Sabda ini diriwayatkan dari sekitar delapan puluh jalur… ”
Semua yang dikatakan Ibnu Taimiyyah di atas adalah kebohongan belaka…  Ucapan itu hanya diriwayatkan sebagai ucapan Ali (bukan sabda Rasulullah saw sebagaimana didakwakan Ibnu Taimiyyah _red). Dan apa yang yang diriwayatkan dari Ali -kalaupun itu shahih- itu sama dengan yang diriwayatkan dari ucapan Abu Bakar .

وليت عليكم ولست بخيركم

“Aku diangkat sebagai pemimpin padahal aku bukan orang yang terbaik.”
Nash-nas (Al Qur’an dan Sunnah Nabi saw.) lah yang menjadi pelerai akhir, bukan ucapan para sahabat!
Mungkin mereka merendah diri.

Kesimpulannya:
Bahwa apa yang dinukil Ibnu Taimiyyah di sini dari Nabi saw. -yang ia klaim dengan jalur mutawatir- adalah sebuah kobohongan belaka. Ini tidak diriwayatkan dari Nabi saw. walaupun hanya dengan sanad palsu sekalipun. Dan Ibnu Taimiyyah memiliki banyak kesemberonohan luar biasa yang seperti ini.

Di antara kebohongan Ibnu Taimiyah itu adalah ia menisbatkan penyerupaan Abu Bakar dan Umar dengan para nabi oleh Nabi saw. kepada riwayat Bukhari dan Muslim. Ini jelas dusta.

Ibnu Taimiyyah dalam kitab Minhaj as Sunnah-nya, 7/330 berkata:

ثبت، في الصحيحين من قول النبي صلى الله عليه و سلم في حديث الأسارى لما استشار أبا بكر وأشار بالفداء و استشار عمر فاشار بالقتل، قال سأخبركم عن صاحبيكم مثلك يا أبا بكر كمثل إبراهيم إذ قال فمن تبعني فانه مني و من عصاني فإنك غفور رحيم، ومثل عيسى إذ قال  أن تعذبهم فانهم عبادك و أن تغفر لهم فإنك أنت العزيز الحكيم و مثلك يا عمر مثل نوح إذ قال رب لا تذر على الأرض من الكافرين ديارا،  و مثل موسى إذ قال ربنا اطمس على أموالهم و اشدد على قلوبهم فلا يؤمنوا حتى يروا العذاب الأليم اهـ

Telah tetap dalam dua kitab Shahih (Shahih Bukhari dan Shahih Muslim) dari sabda Nabi saw. tentang hadis tawanan (perang Badar _red) ketika Nabi saw. bermusyawarah dengan Abu Bakar lalu Abu Bakar memberikan pendapat agar dibebaskan dengan tebusan, sementara Umar ketika diminta pendapatnya, ia menyarankan agar mereka (para kaum kafir yang ditawan itu) dibunuh saja.
Lalu Nabi saw. bersabda Kepada para sahabat beliau: “Aku akan beritahu kalian tentang dua sahabat kalian. Perumpamaanmu hai Abu Bakar seperti Ibrahim, ia berkata: Barang siapa mengikutiku maka ia dariku dan barang siapa menentangku maka sesungguhnya Engkau (wahai Tuhanku) Maha Pengampun lagi Maha Belas kasih.” dan seperti Isa ketika ia berkata: “Jika Engkau menyiksa mereka maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu, dan jika Engkau ampuni mereka maka sesungguhnya Engkau Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Dan perumpamaanmu hai Umar seperti Nuh ketika ia berkata: “Wahai Tuhanku jangan Engkau biarkan seorang pun dari kaum orang-orang kafir di atas bumi.” dan seperti Musa ketika ia berkata:”Wahai Tuhan kami binasakan harta benda mereka dan kunci matilah hati mereka, maka mereka tidak beriman sehingga mereka melihat siksaan yang pedih.”
Riwayat ini tidak terdapat dalam dua kita Shahih (Shahih Bukhari dan Shahih Muslim), dan itu adalah riwayat yang dha’if (tidak shahih/lemah). 

Kesimpulannya:
Sesungguhnya Ibnu Taimiyah dan kaum jahil yang bersamanya berpegangan dengan penukilan-penukilan yang palsu dari Nabi Saw., para sahabat dan para ulama serta ijma’. Dan kaum dungu ya memang dungu, mereka tidak mau kembali. Dan serangga (kaum dungu) ya memang serangga (dungu), mereka tidak mau introspeksi dan meneliti kembali apa yang mereka terima.
Jarang sekali kamu menemukan nukilan-nukilan yang keliru dari Nabi saw seperti itu dari selain Ibnu Taimiyah. Kuat kemungkinan ia memang menyengaja menyampaikan nukilan keliru dan dusta seperti itu, karena ia seorang hafidz besar, jadi kecil kemungkinan ia salah terus menerus seperti itu…
Kemudian mengapakah kesalahan dalam menisbatkan hadis/atsar kepada dua kitab Shahihain (Bukhari dan Muslim)  itu kesemuanya tentang keutamaan Abu Bakar dan Umar, dan menafikan dan mengingkari keberadaan hadis dalam sumber-sumber aslinya itu terkait dengan hadis-hadis keutamaan Ahlulbait?
Maksud saya jika memang ia salah tentunya kesalahan itu berlaku sama. Adapun ia salah dalam menisbatkan hadis-hadis keutamaan Abu Bakar dan Umar kepada sumber yang lebih berkualitas, dan menisbatkan hadis-hadis keutamaan Ahlulbait kepada sumber-sumber yang lebih rendah maka ini jelas karena hawa nafsu. 
Karena itu saya katakan: Ya…  Ibnu Taimiyyah seorang hafidz dan sebagian karya tulisnya sangat berguna. Tetapi pola pikir dan pengetahuannya secara umum sangat berbahaya, karena kebohongan yang ada di dalamnya (atau katakan: kealpaan/kesalahan) sangat banyak sekali!!

Pada setiap apa yang kami tulis kami berharap bisa jujur dan teliti serta mengandalkan relatifisme, tetapi Ibnu Taimiyah -kendati saya punya pendapat khusus tentangnya- hanya saja saya ketahui ia memiliki kebaikan, namun kejelekan-kejelekannya mengalahkan kebaikannya…  Ketelitian adalah tuntutan kemanusiaan, tidak hanya khusus bagi kaum Muslimin saja.

Saya juga tidak sependapat dengan mereka yang menganggap semua mazhab itu bersih, saya dalam barisan relatifisme… Bagaiaman itu?  Maksudnya saya tidak suka menganggap bersih secara mutlak (total) mazhab Ahlusunnah maupun Syi’ah tidak juga mazhab Ibadhiyah…

Tidak..  Setiap mazhab di dalamnya ada penganut yang berbuat jelek terhadap mazhabnya sendiri, tetapi yang dominan pada mazhab itu apa?
Kesaksian demi Allah yang saya yakini sebagai bentuk penghambaan saya kepada Allah mengharuskan saya berkata bahwa mazhab Salafy lebih fanatik dibanding yang lainnya -itu yang saya ketahui-, boleh jadi saya salah, tetapi saya berbicara tentang apa yang saya ketahui.  
Saya tahu bahwa di kalangan Syiah ada kaum Ghulat/ekstrim, demikian juga dengan mazhab Ibadiyah dan Zaidiyah, masing-masing ada kelompok ghulatnya… Tetapi apa tolok ukurnya? 
Tolok ukurnya adalah bahwa mazhab Salafy berpandangan kamu harus dibunuh (maksud saya para tokoh dan pembasar mazhab itu demikian fatwanya) … Tolok ukur Mazhab Salafy adalah menghambakan diri kepada Allah dengan kebencian kepadamu, mengganggumu dan menghukummu (maksud saya para tokoh mereka)saya tidak men-generalisir… Hal demikian tidak saya ketahui dalam mazhab Ibadiyah dan tidak juga pada mazhab Syiah.

Saya tahu persis bahwa dalam mazhab Ibadhiyah dan Syiah mereka tidak berpandangan boleh (apalagi harus)  berbuat jahat kepadamu dengan membunuh dan semisalnya jika kamu memilih pendapat lain yang berbeda dengan pendapat mereka.  Berbeda dengan Salafi… Para tokohnya berpandangan seperti itu (yakni boleh bahkan harus menghabisi semua yang berbeda pendapat dengan mereka, saksikan apak yang dilakukan ekstrimis/ghulat salafy seperti Al Qaeda dan afilisianya seperti ISIS, Jabhat Nushrah, Boko Haram dll _red)!

Dari sisi ini saja saya katakan bahwa Salafy paling jeleknya sekte/firqah. Maksud saya dari sisi hak-hak (tidak ada penghormatan kepada hak azasi manusia _red) bukan dari sisi pemikiran secara umum. (tentang ini) Ini adalah kajian lain.

Karena itu saya berharap kepada semua salafy yang berakal agar mengetahui bahwa menghambakan diri kepada Allah dengan membunuh kaum muslimin lain yang ruku’ dan sujud (mendirikan solat) adalah sebuah kejahatan besar sesuai tolok ukur  Qur’ani, kami berharap mereka mau memperhatikan hal ini.

Demikian juga Salafy membolehkan berbohong atas namamu lebih dari kelompok lain. Saya sudah uji mereka (dengan pergaulan dengan mereka), karena itu saya tidak mempercayai mereka dalam ucapan apapun yang mereka katakan tentang orang lain kecuali jika saya mengetahui sendiri kebenaran apa yang mereka ucapkan. 

(kenapa Syekh Hasan bin Farhan Al Maliky berkata demikian? perlu diketahui  bahwa beliau dilahirkan di negeri wahhabi/salafy -Arab Saudi- sebagai salafy, berpendidikan salafy dan bergaul dengan salafy, karenanya beliau sudah tau watak asli dan hakekat asli salafy dan mazhab salafy terutama tentang kebohongan-kebohongan mereka apalagi beliau adalah korban fitnah dan kebohongan mereka… lebih-lebih lagi setelah beliau banyak melakukan berbagai penelitian –lebih jelas silahkan baca disini: https://abusalafy.wordpress.com/2014/10/19/salafy-adalah-pendusta-dan-tukang-fitnah/  _red)
Karena itu ketika sebagian saudari-saudari terhormat menukil kepada saya dari Syeikh Khalili bahwa ia mengkafirkan Imam Ali langsung saya tahu bahwa itu adalah dusta. Karena saya kenal persis beliau dan buku-buku karya beliau. Itu sudah cukup…!

Saudari mulia itu tidak mengetahui bahwa ia sedang menukil dari Syeikh ad-Dimasyqiyah (seorang ulama takfiri salafy ekstrim) dan semisalnya. Mereka memiliki cara khusus dalam menuduh orang lain dengan tujuan meyakinkan kaum awam (tetapi kaum berakal tidak!).

Al Hamidi pemilik chanel TV al-Mustaqillah telah bertahun-tahun mengajari mereka kebohongan itu, karenanya mereka berjalan di atas metode itu.. Semua membebankan tanggung jawab kepada as Sistani (Pemimpin Syiah Irak)  segala sesuatu yang ada di website-nya! Dan akhirnya mereka pun mempercayainya!
Pertanyaannya: Apakah mereka rela membebankan ke atas Ibnu Utsaimin segala sesuatu yang ada di website-nya? Membebankan Bin Baz segala sesuatu yang ada di website-nya?  Saya ingin adanya tolok ukur yang satu.. Hanya itu saja…!

Mereka (Salafy) tidak mempunyai tolok ukur itu!
Mereka (Salafy) mempunyai alat ukur sendiri yang dualis. Jika Ibnu Taimiyah memuji seorang yang mengklaim bahwa (ALLAH MENCIPTAKAN DZATNYA DARI KERINGAT SEEKOR KUDA)  maka ia tidak boleh dituduh sependapat dengannya dalam meyakini akidah terkutuk ini… Mereka benar dalam hal ini..  Ya, Ibnu Taimiyah tidak berpendapat seperti itu, tetapi ia memuji pemilik akidah itu!  Tetapi kenapa mereka membebankan ke atas as Sistani dan al Khalili sesuatu yang jauh lebih ringan dari-pada itu?!

Saya berdiskusi dengan Salafy tentang tolok ukur… Tentang neraca yang satu, dan setelah itu pasti kita akan sepakat… Yang penting tolok ukur yang satu.

Mereka dualisme dalam tolok ukur. Untuk setiap mazhab mereka memiliki tolok ukur khusus. Mereka mempunyai makar yang menakjubkan. Misalnya, mereka tidak mengecam mazhab Ibadhiyah karena sebagian dari mereka memuji Ibnu Muljam (pembunuh Imam Ali _red), mereka memuji orang yang memerangi Ali dan yang melaknatinya juga.

Tetapi itu adalah makar!
Mereka mengecam Ibadhiyah karena sikap penganut mazhab ini terhadap Utsman dan Mu’awiyah negatif, khususnya terhadap Mu’awiyah, mereka mengkafirkannya. Dari pintu ini mereka (Salafy) berkata: ayo kita lebih-lebihkan tentang sikap mereka terhadap Ali!

Kami mengenal mereka (Salafy) bahwa bukanlah penting bagi mereka Ali ataupun Ahlulbait. Yang penting buat mereka adalah Mu’awiyah. Kaum Ekstrimis Salafy sangat puas dan senang sekali dengan kecaman Ibnu Taimiyah atas Imam Ali dan laknatan Mu’awiyah atas beliau..
Problem mereka dalam mengecaman Ibadhiyah dikarenakan  penganut Ibadhiyah memiliki penelitian tentang kekafiran Mu’awiyah dan kemunafikannya dan tentang kecaman atas Utsman. Dari pintu ini mereka mengecam Ibadhiyah.

Waspadai hal ini…!
Jika mereka jujur dalam mengecam Ibadhiyah demi membela Imam Ali dan Husain niscaya mereka mengecam orang yang memerangi dan melaknati Imam Ali dan Husain dari atas mimbar-mimbar…
Mereka kaum yang lihai dalam bermakar… Kalian tidak mengenali mereka. Karena itu banyak orang yang berhati luhur baik dari laki-laki, wanita, anak-anak, para artis dan seniman serta olah ragawan tertipu oleh mereka…

Mereka mengangkat tinggi-tinggi slogan (Sahabat)…  Wahai kaum, waspadai serangan! (Sahabat! Sahabat!) … Tetapi kenyataannya merekalah yang membunuh dan melaknati para sahabat yang ikut serta dalam perang Badar… Menghalalkan darah para sahabat yang ikut serta berbaiat dalam Baiat Ridhwan… Mereka itu sejatinya adalah musuh-musuh para sahabat. (Baca kajian beliau tentang ini yang sudah kami terjemah disini: https://abusalafy.wordpress.com/2014/07/19/kemunafikan-salafy-dalam-semangat-membela-sahabat-nabi-saw/ atau download langsung bahasannya tentang ini (lebih lengkap) dalam bahasa arab DISNI-Pdf _red)

Tentu, bukan maksud saya kaum awam mereka, yang saya maksud adalah para tokoh dan pembesar mereka (Salafy). Dan kedok mereka mulai terbongkar seiring dengan berlalunya waktu… Dan akhirnya terbukti bahwa mereka adalah kaum penyusup, penyandang makar jahat dan penipu.

Kaum awam -(baik awan Salafy maupun awan Sunni)- adalah orang-orang yang baik. Mencintai pemilik kebaikan dan kejujuran, mencintai Ahlulbait dan para sahabat dengan jujur. Tetapi para tokoh adalah pemilik makar jahat dan busuk… Karena itu jangan biarkan mereka menipu kalian!
Saya tidak keluar dari jeratan tipu daya dan makar mereka kecuali dengan sangat sulit. Tidak mengeluarkan saya kecuali Al Qur’an dan kecintaan kepada Ahlulbait Nabi saw … Nabi saja mereka coreng kecemerlangan sejarah dan sunnah beliau.
Karena itu saya nasihatkan kepada kalian. Mulailah dengan Al Qur’an al Karim. Kecamlah siapa saja dari kaum zalim yang dikecam Allah. Cintailah yang dicintai Allah dari kaum muttaqin. Perbaharuilah keimanan kalian kepada Allah. 

Jika terbukti ada seorang dengan sengaja menipu kalian dan berbuat makar atas kalian maka jangan pernah bertoleransi dengannya. Mereka itu para penipu yang sangat kontradiksi dalam sikap mereka (alias) Dualis. Mereka bukan ahli mengkaji, tidak memiliki niat yang baik dan akal sehat… Mereka itu setan-setan.
Waspadalah!!

وَلَا تَتَّبِعُوا أَهْوَاءَ قَوْمٍ قَدْ ضَلُّوا مِنْ قَبْلُ وَأَضَلُّوا كَثِيرًا وَضَلُّوا عَنْ سَوَاءِ السَّبِيلِ

“Janganlah kalian mengikuti hawa nafsu kaum yang telah sesat sebelum ini dan mereka menyesatkan banyak orang dan mereka telah sesat dari jalan yang lurus”. (Al Maaidah: 77)
__________________
ARTIKEL TERKAIT
  1. Mantan Pemikir Salafy: Syeikh Hasan bin Farhan al Maliki Membongkar Kebohongan Dan Penipuan Ibnu Taimiyyah Atas Nama Rasulullah Saw.
  2. Mengungkap Kebohongan Ibnu Taimiyah (1) Menolak Hadis Shahih Keutamaa Sayyidina Ali, Kebencian Kepada Sayyidina Ali ra. atau Kejahilan Ibnu Taimiyah?!
  3. Mengungkap Kebohongan Ibnu Taimiyah (2) Berbohong demi menolak Hadis Keutamaan Sayyidina Ali ra.
  4. Mengungkap Kebohongan Ibnu Taimiyah (3) Berbohong menolak hadis keutamaan Sayyidina Ali demi Membela Abubakar
  5. Seri Kepalsuan Ibnu Taimyah (1) Tentang Hadis Tawassul Kepada Nabi Muhammad saw. dalam Berdo’a.
  6. Seri Kepalsuan Ibnu Taimyah (2)  Ziarah Makam Suci Nabi Muhammad saw. dan makam-makam suci para Nabi as. dam kaum Shaleh ra.
  7. Seri Kepalsuan Ibnu Taimyah (3)  -Bukti Kedengkian Ibnu Taimiyah Terhadap Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra.
  8. Seri Kepalsuan Ibnu Taimiyah (4) - Ibnu Taimiyah Memotong Riwayat Demi Membela Yazid Putra Mua’wiyah
  9. Seri Kepalsuan Ibnu Taimiyah (5) - Demi Kebenciannya Kepada Imam Ali ra., Ibnu Taimiyah Memfitnah Para Sahabat Nabi saw.!
________________________


Kedustaan Muhammad Abdurrahman Al Amiry Terhadap Syi’ah Dalam Dialog Dengan Emilia Renita
Sungguh menggelikan ketika seseorang menuduh suatu mazhab sebagai ajaran yang penuh kedustaan dan kedunguan ternyata terbukti dirinyalah yang sebenarnya dusta dan dungu. Mungkin saja sebelumnya ia tidak berniat menjadi dusta dan dungu hanya saja kebenciannya terhadap mazhab tersebut telah membutakan akal dan hatinya sehingga dirinya tampak sebagai pendusta.


Inilah yang terjadi pada Muhammad Abdurrahman Al Amiry dalam tulisannya yang memuat dialog dirinya dengan pengikut Syi’ah yaitu Emilia Renita. Dialog tersebut membicarakan tentang nikah mut’ah, dimana para pembaca dapat melihatnya disini http://ahlulbaitnabisaw.blogspot.com/2014/12/jawaban-syiah-kepada-nashibi-kedustaan.html


Kedustaan Pertama
Al Amiry menanyakan kepada Emilia pernahkah ia melakukan mut’ah atau sudah berapa kali ia melakukan mut’ah. Pertanyaan ini dijawab oleh Emilia bahwa dalam mazhab Syi’ah hukum nikah mut’ah itu halal tetapi tidak semua yang halal itu wajib atau harus dilakukan.

Kemudian Al Amiry menjawab bahwa dalam Syi’ah nikah mut’ah itu bukan sekedar halal tetapi wajib karena ada riwayat Syi’ah yang mengancam orang yang tidak melakukan nikah mut’ah. Berikut riwayat yang dimaksud sebagaimana dikutip oleh Al Amiry

مَنْ خَرَجَ مِنَ الدُّنْيَا وَلَمْ يَتَمَتَّعْ جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَهُوَ أَجْدَعُ

Barang siapa yang keluar dari dunia (wafat) dan dia tidak nikah mut’ah maka dia datang pada hari kiamat sedangkan kemaluannya terpotong” Tafsir manhaj ash shadiqin 2/489
Kami tidak memiliki kitab Tafsir Manhaj Ash Shadiqiin Al Kasyaaniy [dan kami ragu kalau si Amiry memiliki kitab tersebut] tetapi riwayat di atas dapat dilihat dari scan kitab tersebut yang dinukil oleh salah satu situs pembenci Syi’ah disini http://jaser-leonheart.blogspot.com/2012/05/sekilas-tentang-keutamaan-kawin-kontrak.html







Nampak bahwa riwayat tersebut dinukil oleh Al Kasyaaniy dalam kitabnya tanpa menyebutkan sanad. Artinya riwayat tersebut tidak bisa dijadikan hujjah sampai ditemukan sanad lengkapnya dan dibuktikan dengan kaidah ilmu mazhab Syi’ah bahwa sanad tersebut shahih.

Salah seorang ulama Syi’ah yaitu Syaikh Aliy Alu Muhsin dalam kitabnya Lillah Wa Lil Haqiiqah 1/193 pernah berkomentar mengenai salah satu riwayat lain dalam kitab Tafsir Manhaj Ash Shadiqqin


Nukilan di atas menyebutkan bahwa hadis yang disebutkan Al Kasyaaniy tidak disebutkan dalam kitab hadis Syi’ah yang ma’ruf [dikenal] dan Al Kasyaniy menukilnya tanpa menyebutkan sanadnya dari Risalah tentang Mut’ah oleh Syaikh Aliy Al Karkiy.

Jika situasinya dibalik misalkan Emilia berhujjah dengan riwayat tanpa sanad dalam salah satu kitab tafsir ahlus sunnah maka saya yakin Al Amiry akan membantah dengan sok bahwa riwayat tersebut tidak bisa dijadikan hujjah karena tidak ada sanadnya. Maka tidak diragukan bahwa pernyataan Al Amiry kalau Syi’ah mewajibkan penganutnya melakukan mut’ah dan mengancam yang tidak melakukannya adalah kedustaan atas nama Syi’ah.

علي بن إبراهيم، عن أبيه، عن ابن أبي عمير، عن علي بن يقطين قال: سألت أبا الحسن موسى (عليه السلام) عن المتعة فقال: وما أنت وذاك فقد أغناك الله عنها، قلت: إنما أردت أن أعلمها، فقال: هي في كتاب علي (عليه السلام)، فقلت: نزيدها وتزداد؟ فقال: وهل يطيبه إلا ذاك

‘Aliy bin Ibrahim dari Ayah-nya dari Ibnu Abi ‘Umair dari ‘Aliy bin Yaqthiin yang berkata aku bertanya kepada Abul Hasan Muusa [‘alaihis salaam] tentang mut’ah. Maka Beliau berkata “ada apa kamu terhadapnya [mut’ah], sungguh Allah telah mencukupkanmu darinya [hingga tidak memerlukannya]”. Aku berkata “sesungguhnya aku hanya ingin mengetahui tentangnya”. Beliau berkata “itu [mut’ah] ada dalam kitab Aliy [‘alaihis salaam]. Maka aku berkata “apakah kami dapat menambahnya [mahar] dan wanita dapat menambah [waktunya]”. Beliau berkata “bukankah ditetapkannya [aqad mut’ah] kecuali dengan hal-hal tersebut” [Al Kafiy Al Kulainiy 5/452]

Riwayat di atas dapat para pembaca lihat di link berikut. Riwayat tersebut sanadnya shahih di sisi mazhab Syi’ah, para perawinya tsiqat sebagaimana berikut
  1. Aliy bin Ibrahim bin Haasyim, tsiqat dalam hadis, tsabit, mu’tamad, shahih mazhabnya [Rijal An Najasyiy hal 260 no 680]
  2. Ibrahim bin Haasyim Al Qummiy seorang yang tsiqat jaliil. Ibnu Thawus pernah menyatakan hadis yang dalam sanadnya ada Ibrahim bin Haasyim bahwa para perawinya disepakati tsiqat [Al Mustadrakat Ilm Rijal Al Hadis, Asy Syahruudiy 1/222]
  3. Muhammad bin Abi Umair, ia termasuk orang yang paling terpercaya baik di kalangan khusus [Syi’ah] maupun kalangan umum [Al Fahrasat Ath Thuusiy hal 218]
  4. ‘Aliy bin Yaqthiin seorang yang tsiqat jalil memiliki kedudukan yang agung di sisi Abu Hasan Muusa [‘alaihis salaam] [Al Fahrasat Syaikh Ath Thuusiy hal 154 no 388]
Matan riwayat justru mengsiyaratkan tidak ada kewajiban dalam melakukan mut’ah dan tidak ada ancaman bagi yang tidak melakukannya. Hujjahnya terletak pada lafaz “ada apa kamu terhadapnya [mut’ah], sungguh Allah telah mencukupkanmu darinya” artinya si penanya tidak perlu melakukannya karena Allah telah mencukupkan dirinya [sehingga ia tidak memerlukan mut’ah]. Maksud mencukupkannya disini adalah telah memiliki istri. Kalau memang mut’ah itu wajib bagi setiap penganut Syi’ah dan mendapat ancaman bagi yang tidak melakukannya maka bagaimana mungkin Imam Syi’ah tersebut mengatakan lafaz yang demikian.
Berdasarkan riwayat di atas maka dalam mazhab Syi’ah hukum nikah mut’ah itu halal atau mubah dan tidak ada masalah bagi mereka yang tidak melakukannya karena memang tidak memerlukannya. Tidak ada dalil shahih di sisi Syi’ah mengenai kewajiban mut’ah dan ancaman bagi yang tidak melakukannya.

Memang Al Amiry bukan orang pertama yang berdusta atas nama Syi’ah dengan riwayat Al Kasyaniy dalam Tafsir Manhaj Ash Shaadiqin tersebut, sebelumnya sudah ada ustad salafiy [yang sudah cukup dikenal] yang melakukannya yaitu Firanda Andirja dalam salah satu tulisannya disini. Mungkin dengan melihat link tersebut, Al Amiriy akan merasa terhibur bahwa orang yang lebih baik darinya ternyata melakukan kedustaan yang sama.

Orang boleh saja bertitel ustad, alim ulama, berpendidikan S3 dalam ilmu agama tetapi yang namanya hawa nafsu dapat menutupi akal pikiran sehingga melahirkan kedunguan dan kedustaan. Biasanya orang-orang model begini sering dibutakan oleh bisikan syubhat bahwa mereka adalah pembela sunnah penghancur bid’ah jadi tidak perlu bersusah payah kalau ingin membantah Syi’ah, Syi’ah sudah pasti sesat maka tidak perlu tulisan ilmiah dan objektif untuk membantah kelompok sesat. Jadi jangan heran kalau para pembaca melihat dalam tulisannya yang membahas hadis mazhabnya akan nampak begitu ilmiah dan objektif tetapi ketika ia menulis tentang mazhab yang ia sesatkan maka akan nampak begitu dungu dan dusta.

Kedustaan Kedua
Dalam dialog antara Al Amiriy dan Emilia, Emilia mengatakan bahwa ia tidak melakukan mut’ah [bahkan haram baginya] karena secara syar’i nikah mut’ah tidak bisa dilakukan oleh istri yang sudah bersuami. Al Amiry kemudian menjawab dengan ucapan berikut
Maka tanggapan kami: “Justru, ulama anda sepakat akan kebolehan nikah mut’ah bagi seorang wanita yang sudah nikah alias sudah punya suami”. Disebutkan dalam kitab syiah:

يجوز للمتزوجة ان تتمتع من غير أذن زوجها ، وفي حال كان بأذن زوجها فأن نسبة الأجر أقل ،شرط وجوب النية انه خالصاً لوجه الله

“Diperbolehkan bagi seorang istri untuk bermut’ah (kawin kontrak dengan lelaki lain) tanpa izin dari suaminya, dan jika mut’ah dengan izin suaminya maka pahala yang akan didapatkan akan lebih sedikit, dengan syarat wajibnya niat bahwasanya ikhlas untuk wajah Allah” Fatawa 12/432
Ucapan Al Amiry di atas adalah kedustaan atas mazhab Syi’ah. Tidak ada kesepakatan ulama Syi’ah sebagaimana yang diklaim oleh Al Amiry. Begitu pula referensi yang ia nukil adalah dusta. Kita tanya pada Al Amiry, kitab Al Fatawa siapa yang dinukilnya di atas?. Ulama Syi’ah mana yang menyatakan demikian?. Silakan kalau ia mampu tunjukkan scan kitab tersebut atau link yang memuat kitab Syi’ah tersebut.
Saya yakin Al Amiry tidak akan mampu menjawabnya karena ucapan dusta tersebut sebenarnya sudah lama populer di media sosial dan sumbernya dari twitter atau facebook majhul yang mengatasnamakan ulama Syi’ah. Ia sendiri menukilnya dari akun twitter yang mengatasnamakan ulama Syi’ah Muhsin Alu ‘Usfur sebagaimana dapat para pembaca lihat dalam tulisan Al Amiry disini
http://www.alamiry.net/2013/07/syiah-adalah-agama-seks-agama-mutah.html


Dan sudah pernah saya sampaikan bantahan mengenai kepalsuan twitter tersebut atas nama ulama Syi’ah dalam tulisan disini. Petunjuk lain akan kepalsuannya adalah jika para pembaca mengklik link tersebut yang dahulu mengatasnamakan ulama Syi’ah Muhsin Alu ‘Usfur maka sekarang sudah berganti menjadi Kazim Musawiy.


Dan di tempat yang lain para pembaca akan melihat seseorang mengaku Ayatullah Khumainiy yang juga menukil ucapan dusta tersebut. Mungkin kalau Al Amiriy melihatnya ia akan menyangka kalau akun facebook tersebut memang milik ulama Syi’ah Ayatullah Khumainiy.


Alangkah dungunya jika seorang alim menuduh mazhab Syi’ah begini begitu hanya berdasarkan akun akun media sosial yang tidak bisa dipastikan kebenarannya, dimana siapapun bisa seenaknya berdusta atas nama orang lain atau memakai nama orang lain.

Kedustaan Ketiga
Ketika Al Amiry membantah Emilia dengan menyebutkan riwayat yang melaknat orang yang tidak nikah mut’ah, Al Amiry menukilnya dari kitab Jawahir Al Kalam
Maka kami tanggapi: “Thoyyib, akan kami buktikan riwayat yang melaknat orang yang tidak melakukan nikah mut’ah” Disebutkan dalam salah satu kitab syiah:

أن الملائكة لا تزال تستغفر للمتمتع وتلعن من يجنب المتعة إلى يوم القيامة

“Bahwasanya malaikat akan selalu meminta ampun untuk orang yang melakukan nikah mutah dan melaknat orang yang menjauhi nikah mutah sampai hari kiamat” Jawahir Al kalam 30/151
Riwayat yang sebenarnya dalam Jawahir Al Kalam lafaznya tidaklah seperti yang ia sebutkan, melainkan sebagai berikut [dapat dilihat disini]

ما من رجل تمتع ثم اغتسل إلا خلق الله من كل قطرة تقطر منه سبعين ملكا يستغفرون له إلى يوم القيامة، ويلعنون مجتنبها إلى أن تقوم الساعة

Setiap orang yang melakukan nikah mut’ah, kemudian ia mandi junub maka Allah akan menciptakan dari setiap tetesan air mandinya sebanyak tujuh puluh malaikat yang akan memohonkan ampunan baginya sampai hari kiamat. Dan para malaikat itu akan melaknat orang yang menjauhinya [mut’ah] sampai hari kiamat [Jawahir Al Kalam 30/151, Syaikh Al Jawaahiriy]

Jadi sisi kedustaannya adalah lafaz riwayat yang ia nukil tidak sama dengan apa yang tertulis dalam kitab Jawahir Al Kalam. Kedustaan ini masih tergolong ringan dan masih bisa untuk diberikan uzur misalnya Al Amiry menukil riwayat dengan maknanya walaupun lafaznya tidak sama persis [biasanya kalau orang menukil bil ma’na (dengan makna) maka ia tidak akan repot menuliskan lafaz dalam bahasa arab] atau Al Amiry tidak membaca langsung kitab Jawahir Al Kalam dan ia menukil dari kitab lain yang tidak ia sebutkan tetapi seolah disini ia mengesankan bahwa ia mengambilnya langsung dari kitab Jawahir Al Kalam.

Sesuai dengan kaidah ilmu mazhab Syi’ah, riwayat tersebut dhaif. Sanad lengkapnya dapat dilihat dalam kitab Wasa’il Syi’ah sebagaimana berikut [dapat dilihat disini]

وعن ابن عيسى، عن محمد بن علي الهمداني، عن رجل سماه عن أبي عبد الله (عليه السلام) قال: ما من رجل تمتع ثم اغتسل إلا خلق الله من كل قطرة تقطر منه سبعين ملكا يستغفرون له إلى يوم القيامة ويلعنون متجنبها إلى أن تقوم الساعة

Dan dari Ibnu Iisa dari Muhammad bin ‘Aliy Al Hamdaaniy dari seorang laki-laki yang ia sebutkan dari Abi ‘Abdullah [‘alaihis salaam] yang berkata Barang siapa yang melakukan nikah mut’ah, kemudian ia mandi junub maka Allah akan menciptakan dari setiap tetesan air mandinya sebanyak tujuh puluh malaikat yang akan memohonkan ampunan baginya sampai hari kiamat. Dan para malaikat itu akan melaknat orang yang menjauhinya [mut’ah] sampai hari kiamat [Wasa’il Syi’ah 21/16, Al Hurr Al Aamiliy].

Sanad di atas dhaif karena terdapat perawi yang majhul dalam sanadnya yaitu pada lafaz sanad “seorang laki-laki yang ia sebutkan”. Adapun riwayat lainnya yang dinukil Al Amiry dari Tafsir Manhaj Ash Shaadiqin

أن المتعة من ديني ودين آبائي فالذي يعمل بها يعمل بديننا والذي ينكرها ينكر ديننا بل إنه يدين بغير ديننا. وولد المتعة أفضل من ولد الزوجة الدائمة ومنكر المتعة كافر مرتد

“Nikah mutah adalah bagian dari agamku dan dagama bapak-bapakku dan orang yang melakukan nikah mutah maka dia mengamalkan agama kami, dan yang mengingkari nikah mutah dia telah mengingkari agama kami, dan anak mutah lebih utama dari anak yang nikah daim dan yang mengingkari mutah kafir murtad” Minhaj Ash Shodiqin hal. 356.”
Maka riwayat di atas sama seperti riwayat sebelumnya yang dinukil Al Kasyaaniy tanpa sanad dalam kitabnya sehingga tidak bisa dijadikan hujjah.

Penutup:
Secara pribadi saya menilai dialog antara Al Amiry dan Emilia tersebut tidak banyak bermanfaat bagi orang-orang yang berniat mencari kebenaran. Keduanya baik Al Amiry dan Emilia nampak kurang memahami dengan baik hujjah-hujjah yang mereka diskusikan. Apalagi telah kami buktikan di atas bahwa Al Amiry telah berdusta atas mazhab Syi’ah. Saya tidak berniat secara khusus membela saudari Emilia, saya sudah lama membaca dialog tersebut hanya saja baru sekarang saya menuliskan kedustaan Al ‘Amiry karena saya lihat semakin banyak orang-orang awam [baca : situs- situs] yang disesatkan oleh tulisan dialog Al ‘Amiry tersebut.

(Syiah-Ali/Abu-Salaf/Scondprince/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: