Pesan Rahbar

Home » » Atheis Tidak Suci

Atheis Tidak Suci

Written By Unknown on Sunday, 24 September 2017 | 02:23:00


Abu Syakir Daishani salah seorang yang mengingkari Tuhan dan agama.

Suatu hari dia bertemu dengan Hisyam bin Hakam salah seorang ilmuwan dan murid hebat Imam Shadiq as dan berkata, “Di dalam al-Quran ada sebuah ayat yang mengatakan, “Dia adalah Tuhan yang berada di langitnya Allah dan Buminya Allah. Yakni ada dua Tuhan?”

Hisyam mengatakan, “Saya tidak bisa menjawabnya. Ketika saya pergi haji saya datang menemui Imam Shadiq as dan saya sampaikan kepada beliau pertanyaan ini.”

Imam Shadiq as berkata, “Ucapan ini dari materi yang tidak suci. Ketika engkau balik, katakan kepadanya, “Siapa namamu di Kufah? Dia menjawab, “Abu Syakir.”

Katakan kepadanya, “Siapa namamu di Basra?” Dia menjawab, “Abu Syakir.”

Tuhan kami juga demikian. Di langit ada Allah. Di bumi juga ada Allah. Di laut juga ada Allah. Di padang sahara juga ada Allah dan di mana saja ada Allah.”

Hisyam mengatakan, “Ketika aku balik, aku menemui Abu Syakir dan menyampaikannya jawaban pertanyaannya.”

Dia berkata kepada saya, “Engkau membawa jawaban ini dari Hijaz?”


Mencium Tongkat

Suatu hari Abu Hanifah pemimpin mazhab Hanafi datang menemui Imam Shadiq as. Ketika pamitan Imam Shadiq as sedang bersandar pada sebuah tongkat.

Abu Hanifah bertanya, “Mengapa Anda memakai tongkat? Padahal usia Anda saat ini belum mencapai ukuran harus bersandar pada tongkat.”

Imam shadiq as berkata, “Iya. Karena tongkat ini adalah tongkatnya Rasulullah Saw, aku ingin tongkat ini ada di tanganku.”

Mendengar itu Abu Hanifah maju untuk mencium tongkat tersebut. Imam Shadiq as menjulurkan tangannya dan berkata, “Demi Allah! Engkau tahu bahwa tangan ini adalah tangannya Rasulullah Saw, tapi engkau tidak menciumnya bahkan mencium tongkatnya?”

Dengan demikian, beliau memahamkan kepada Abu Hanifah bahwa kecintaan hakiki bukan dengan ciuman.

Kemudian Imam Shadiq as berkata, “Kecintaan hakiki adalah menerima kepemimpinan imam yang benar dan imam yang benar itu adalah aku. Engkau tidak menerimaku. Tapi mencium tongkat Rasulullah. Ciuman seperti ini tidak berfaedah.”


Malaikat Maut

Hisyam bin Hakam mengatakan, “Imam Shadiq as menceritakan kepada saya bahwa Izrail mendatangi Musa as. Musa bertanya kepadanya, “Siapakah engkau?” dia menjawab, “Aku adalah malaikat maut.”

Musa berkata, “Apa keperluanmu kepadaku?”

Dia berkata, “Aku datang untuk mencabut ruhmu.”

Musa berkata, “Engkau akan mencabut ruhku dari bagian tubuhku yang mana?”

Izrail berkata, “Dari arah mulutmu.”

Musa berkata, “Mengapa? Padahal dengan lisan dan mulut ini aku berbicara dengan Allah.”

Izrail berkata, “Dari arah tanganmu.”

Musa berkata, “Mengapa? Padahal dengan tanganku ini aku membawa kitab suci Taurat.”

Izrail berkata, “Dari arah kakimu.”

Musa berkata, “Mengapa? Padahal dengan kakiku ini aku pergi ke bukit Thursina untuk bermunajat kepada Allah.”

Percakapan Musa dan Izrail berlanjut, sampai akhirnya Izrail berkata, “Aku mendapatkan perintah untuk membiarkan engkau sampai ketika engkau sendiri yang meminta kematian, maka aku akan mendatangimu.”

Mulai dari saat itu Musa hidup beberapa lama sampai ketika dia berjalan di padang sahara melihat seorang lelaki sedang menggali kuburan. Musa berkata kepadanya, “Maukah aku bantu engkau dalam menggali kuburan ini? Lelaki tersebut berkata, “Iya.” Musa membantunya sampai kuburan itu siap sepenuhnya. Pada saat itu lelaki tersebut ingin tidur di dalam liang kuburan itu untuk melihat bagaimana yang namanya kuburan.

Musa berkata, “Aku yang masuk sehingga engkau bisa melihat bagaimana kuburan itu.”

Musa as masuk ke dalam kuburan dan tidur di dalamnya. Seketika itu juga dia melihat posisinya di surga. Dia berkata, “Ya Allah! Panggillah aku ke sisi-Mu!”

Secepatnya Izrail mencabut ruhnya Musa dan kuburan itu menjadi kuburan Musa as dan yang menggali kuburan itu sendiri adalah Izrail yang berupa manusia. Oleh karena itu kuburan Musa as tidak diketahui di mana keberadaannya.”


Jawaban Telak Kepada Orang yang Mengingkari Allah

Ibnu Abil’auja’ adalah seorang atheis terkenal di zamannya Imam Shadiq as yang mengingkari Allah dan segala agama. Semaksimal mungkin dia melakukan perlawanan akidah terhadap Islam.

Suatu hari dia berkata kepada Imam Shadiq as, “Bagaimana pendapat Anda tentang ayat al-Quran yang mengatakan, “Setiap kali kulit para penghuni neraka matang, maka Kami akan menggantinya dengan kulit yang lainnya.” Pertanyaanku adalah, apa dosanya kulit yang lain sehingga harus terbakar?”

Imam Shadiq as berkata, “Ajab! Kulit ini adalah kulit yang pertama itu sendiri dan pada saat yang sama lain darinya.”

Abil’auja’ berkata, “Bisakah Anda menjelaskannya lebih gamblang?”

Imam Shadiq as berkata, “Apakah engkau pernah melihat seseorang mencetak batu bata dan menghancurkannya kemudian membasahinya dan mengadoninya kemudian mencetaknya lagi seperti semula? Apakah batu bata ini bukan batu bata yang pertema dan pada saat yang sama adalah lain darinya?!

Ibnu Abil’auja’ merasa puas dengan jawaban ini dan memuji ucapan Imam Shadiq as. (Emi Nur Hayati)

Sumber: Sad Pand va Hekayat; Imam Ja’far Shadiq as

(Parstoday/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: