Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar Sidang Pengujian Perppu Ormas terhadap Undang-Undang Dasar 1945, Kamis (12/10/2017).
Agenda sidang kali ini adalah mendengarkan pendapat ahli dan juga keterangan saksi yang diajukan oleh salah satu dari delapan pemohon. Namun, ahli dan saksi berhalangan hadir.
Meski ahli dan saksi yang diajukan tidak hadir, tapi sidang tidak langsung ditutup oleh Ketua MK Arief Hidayat.
Hal itu lantaran terjadi perdebatan antara pihak pemohon dengan Arief.
Perdebatan bermula ketika beberapa pengacara pemohon menyinggung soal Eggi Sudjana yang dilaporkan ke Bareskrim Polri.
Eggi juga merupakan salah satu pemohon pada perkara ini. Ia dilaporkan karena pernyataanya di luar sidang MK dianggap menyinggung dan menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan ras, suku dan agama.
Para pengacara tersebut meminta perlindungan hukum bagi seluruh pihak yang terlibat dalam perkara ini.
Akan tetapi, Arief menegaskan bahwa Mahkamah akan menjamin keamanan seluruh pihak selama berada dalam persidangan.
Sementara terkait apa pun yang terjadi di luar sidang, bukan lagi menjadi tanggung jawab Mahkamah.
“Selama itu di persidangan dan itu disampaikan di dalam persidangan, maka kami akan mengamankan seluruhnya. Baik, kalau begitu sudah selesai persidangan ini,” tegas Arief setelah perdebatan berlangsung beberapa menit sebelumnya.
Namun, belum juga palu yang ada di hadapan Arief diketuk ke meja mahkamah, salah satu pengacara pemohon, yakni Khozidudin, mengajukan interupsi.
“Ijin menyampaikan, terakhir, yang mulia,” ujar Khozidudin.
“Apalagi?” timpal Arief.
“Substansi yang ingin kami sampaikan, jika para pemohon-pemohon ini tidak memperoleh proses yang adil dalam prosesnya, kami khawatir ini akan memengaruhi…,” kata Khozidudin yang belum selesai menyampaikan pendapatnya, namun langsung dipotong oleh Arief.
“Apa yang Anda maksud dengan tidak adil sekarang?” kata Arief.
Khozidudin menjawab, menurut dia, ada beberapa hal yang tidak bisa para pemohon sampaikan secara tuntas.
Dengan nada yang meninggi, Arief meminta Khozidudin menjelaskan maksud pernyataan tersebut.
Menurut Arief, Mahkamah telah memberikan kesempatan yang sama bagi semua pihak, termasuk kepada Khozidudin.
Pada waktu ini, antara Arief dan Khozidudin saling melontar pertanyaan dan jawaban.
Arief mempertanyakan maksud Khozidudin yang menyinggung soal ketidakadilan, sementara Khozidudin merasa khawatir bahwa persidangan tidak berproses dengan adil lantaran para pemohon merasa tidak mendapat jaminan hukum atas pernyataanya di dalam sidang maupun di luar sidang.
Menurut Arief, pernyataan Khozidudin semacam pengandaian. Arief mengingatkan agar pendapat itu sedianya disampaikan secara baik dengan tidak berupa dugaan yang dapat berdampak pada citra MK.
“Loh, loh, jangan. Jangan berandai-andai saudara. Ini sidangnya tidak berandai-andai loh ya. Jangan membangun image bahwa kami tidak memperlakukan secara adil seluruhnya. Jika itu, namanya Anda berandai-andai dan Anda prejudice (berprasangka),” tegas Arief kepada Khozidudin.
Menanggapi Arief, Khozidudin pun kembali menyinggung soal Eggi Sudjana.
“Yang menjadi persoalan adalah itu di luar kemudian, kami mendapat perlakuan yang tidak adil. Misalkan Eggi Sudjana, saya pikir perlu imbauan umum dari yang mulia karena segala hal yang berkaitan dengan proses ini mendapat jaminan hukum sehingga pihak-pihak lain yang akan dihadirkan dalam proses ini merasa aman dan nyaman,” kata Khozidudin.
“Loh iya, ini selama ini, ini saudara-saudara semua, Pemerintah, pihak terkait merasa aman apa tidak?” kata Arief menanggapi Khozidudin seraya bertanya pada para pihak yang hadir selain para Pemohon.
“Aman,” kata mereka menjawab Arief.
Arief kemudian melanjutkan pertanyaan kepada para pengunjung sidang yang duduk di jajaran bangku belakang para pihak terkait.
“Para penonton yang dibelakang, aman tidak?” tanya Arief.
“Aman,” jawab para pengunjung sidang, serentak.
“Gimana Saudara bisa prejudice kayak gitu?,” lanjut Arief kepada Khozidudin.
Belum sempat Khozidudin mengucap kata melalui mikrofon, Arief menyatakan bahwa sidang ditutup. Bahkan, Arief tidak sempat menyebutkan jadwal sidang selanjutnya.
“Saya kira sudah tidak ada yang ngomong lagi, sudah selesai, tidak mengenai apa yang harus kita bicarakan. Anda (Khozidudin) hanya berandai-andai dan Anda prejudice dengan persidangan di Mahkamah Konstitusi,” kata Arief.
“Ya, Saudara kalau begitu bisa diinikan (dikenakan tindakan) contempt of court (menghina peradilan). Tidak usah dinyalakan lagi (mikrofonnya), sidang selesai dan ditutup,” tegas Arief sambil mengetuk palu.
Sidang uji materi kali ini digelar untuk delapan pemohon gugatan terhadap Peraturan Pemerintah Penggati Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Perppu Ormas). Kedelapan pemohon tersebut, yakni pemohon nomor perkara 38, 39, 41, 48, 49, 50, 52, 58/PUU-XV/2017.
Sebelumnya, Ketua DPN Perhimpuan Pemuda Hindu Indonesia, Sures Kumar melaporkan Eggi ke Bareskrim Mabes Polri.
Sures menganggap Eggi menyebarkan ujaran kebencian terkait agama tertentu. Belakangan, laporan diubah menjadi penghinaan agama.
Pernyataan yang disampaikan Eggi di luar sidang MK terkait terbitnya Perppu Ormas.
Saat menyampaikan laporan, Sures membawa sejumlah bukti, antara lain video dari Youtube yang menayangkan Eggi saat wawancara dan juga berita media online.
Laporan tersebut diterima dengan laporan polisi Nomor LP/1016/X/2017/Bareskrim.
Menanggapi laporan tersebut, Eggi membantah melakukan ujaran kebencian.
Menurut dia, dalam sila pertama yang berbunyi “Ketuhanan yang Maha Esa”, sudah jelas bahwa hanya Islam yang memiliki konsep Tuhan yang Esa.
Jika mengacu isi Perppu Ormas yang melarang organisasi yang tak sesuai Pancasila harus dibubarkan, kata Eggi, maka kelompok yang tidak menerapkan sila pertama itu harus dibubarkan.
“Secara objektif artinya tidak memihak pada siapapun, bila sudah berlaku jadi hukum maka setiap ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila harus dibubarkan,” kata Eggi.
Namun, kata Eggi, dalam Islam diajarkan untuk tak mengurusi ajaran agama lain.
Oleh karena itu, Eggi mendesak agar Perppu Ormas tidak.diberlakukan untuk menghormati keyakinan masing-masing.
“Jadi jangan salah paham dengan saya. Justru saya berjuang untuk toleransi tersebut yang dihilangkan dengan berlakunya Perppu Nomor 2 Tahun 2017 itu,” kata Eggi.
(Kompas/suaraislam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email