Pemimpin Redaksi tvOne, Karni Ilyas, mengadukan insiden seorang reporternya bersama tim peliputan diusir ketika berusaha mereportase perkembangan reklamasi Teluk Jakarta.
Dia melaporkan itu kepada Bestari Barus, seorang anggota DPRD DKI Jakarta, ketika dihadirkan sebagai narasumber dalam forum Indonesia Lawyers Club bertajuk Proyek Pulau Reklamasi, Tak Terbendung? pada Selasa malam, 17 Oktober 2017.
Si reporter bersama tim, kata Karni, memang ditugasi mereportase reklamasi Teluk Jakarta setelah pemerintah pusat mencabut moratorium reklamasi. Orang yang mengusir ialah petugas keamanan perusahaan yang mengelola proyek reklamasi.
"Wartawan saya, perempuan, sampai diburu dengan speedboat dan ada sirine. Dilarang mendekat ke kawasan reklamasi," katanya kepada Bestari.
Karni tak habis pikir alasan wartawannya diusir dari kawasan proyek reklamasi itu. Padahal kawasan itu ialah Teluk Jakarta yang semestinya siapa saja bebas melintasinya.
"Mendekat ke pulau Singapura pun enggak masalah, asal lewat Imigrasi. Ini cuma lewat, udah tidak boleh," katanya.
GILE! Seperti Bukan Lagi Wilayah NKRI, Karni Ilyas: Wartawan tvOne DIUSIR Saat Meliput Proyek Reklamasi https://t.co/EcJLVlVXj2 pic.twitter.com/Mzdu9KuM1I— Mas Piyu (@maspiyuuu) 18 Oktober 2017
Lalu bagaimanakah faktanya?
Sejak momen pelantikan Gubernur DKI Jakarta kemarin, isu Reklamasi Teluk Jakarta menjadi ramai dibicarakan kembali oleh publik. Tak heran, sebab Gubernur DKI saat ini, Anies Baswedan, memiliki janji untuk menghentikannya.
Bersamaan dengan itu, berbagai framing berita negatif terus diarahkan ke pemerintah pusat karena dianggap menghalangi proses penghentian reklamasi. Tentu kita paham bahwa berbagai berita itu memang ditujukan untuk menyudutkan pemerintahan Jokowi.
Hal tersebut terlihat dari beberapa media yang terkenal sangat provokatif, seperti portal-islam.id, gemarakyat.id, dan voa-islam.com. Belakangan media-media itu mengangkat kasus pengusiran wartawan TV One di salah satu pulau reklamasi di Teluk Jakarta.
Cerita tersebut dibingkai seolah-olah pulau reklamasi bukan lagi bagian dari Indonesia. Dengan dibumbui soal sentimen etnis, media-media itu berusaha menggiring opini pembaca seakan-akan Jakarta akan dicaplok oleh Tiongkok melalui pulau-pulau reklamasi tersebut.
Tentu, kita harus kritis membaca berita-berita seperti di atas. Pertama, kita bisa cek apakah pemberitaan seperti itu dilakukan dengan prinsip jurnalisme profesional, yaitu berimbang atau cover both side. Karena tanpa membandingkan itu, kita bisa missleading mengambil kesimpulan. Seperti kasus pengusiran wartawan TV One di atas.
Setelah ditelusuri lebi lanjut atas kejadian sebenarnya, ternyata itu bukan pengusiran yang tanpa sebab. Terdapat beberapa kondisi yang membuat pihak pengamanan tidak memberikan izin peliputan pada wartawan TV One.
Reklamasi merupakan proyek besar sehingga wajar memiliki pengamanan yang berlapis. Apalagi posisinya di tengah laut. Kemudian, sebelumnya wartawan TV One itu tidak menyampaikan izin untuk melakukan liputan pada Pemprov Jakarta maupun pihak yang terkait dengan proyek tersebut. Sehingga mereka terlihat sebagai orang asing yang hendak memasuki wilayah proyek. Oleh karena itu, mereka tidak diperbolehkan masuk ke lokasi proyek dan terlihat seperti ada pengusiran.
Seharusnya izin peliputan itu dilayangkan terlebih dahulu sehingga dapat berkoordinasi dengan pihak keamanan proyek. Dengan begitu, persiapan untuk liputan bisa diakomodasi oleh pihak yang terkait. Terutama justru terkait dengan pengamanan awak media itu sendiri karena lokasinya di laut.
Terkait dengan kasus di atas, tentu, sangat disayangkan karena TV One sebagai media yang cukup besar pun abai terhadap persoalan perizinan. Maka wajar bila pihak pengamanan di proyek tersebut tidak memberikan izin pada pihak yang bukan berkepentingan di dalam proyek tersebut.
Memeriksa secara kritis, termasuk dengan mencari sumber pembanding, sangat penting dilakukan dalam membaca berita saat ini. Apalagi dari website media yang tidak memenuhi kaidah jurnalisme profesional seperti di atas.
Hal itu sangat penting agar kita tak larut dalam upaya penggiringan opini oleh media oposisi pemerintah yang terus menggunakan sentimen agama dan etnis tertentu. Terlebih jangan sampai termakan provokasi mereka.
(Kumparan/Viva-News/Info-Teratas/berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email