Pemprov DKI Jakarta memiliki visi menjadi pemerintahan yang transparan dan terbuka. Namun usai berganti kepemimpinan, dari Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat ke Anies Baswedan-Sandiaga Uno cara transparan dan terbuka yang ingin dilakukan Pemprov DKI perlahan memudar.
Pemprov DKI Jakarta kini mulai tertutup pada media. Terbukti dengan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada Gubernur dan Wakil Gubernur dibatasi. Tidak hanya itu, para Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) juga mulai bungkam.
Mereka mulai menghindar dari kejaran dan pertanyaan wartawan. Sebutlah Sekretaris Daerah DKI Saefullah, Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Tuty Kusumawati, Kepala Badan Pajak Edi Sumantri, Kepala Dinas Pariwisata Tinia Budiarti, dan beberapa kepala SKPD lainnya.
Paling anyar terjadi adalah bungkamnya Kepala Bappeda DKI Jakarta, Tuty Kusumawati ketika ditanya wartawan soal reklamasi. Termasuk Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Andri Yansyah yang langsung mengelak saat wartawan bertanya mengenai rencana penataan PKL Tanah Abang.
"Nanti dulu. Besok. Rapatnya sudah. Nanti dulu, sabar. Sama Pak Wagub yang akan sampaikan," ujar Andri di Balai Kota, Kamis (2/11.
Padahal beberapa waktu lalu, Anies dan Sandi pernah menyampaikan bahwa hal-hal yang bersifat teknis yang ingin ditanyakan media agar disampaikan langsung kepada SKPD terkait. Namun hal tersebut sulit dilakukan dengan sikap para kepala SKPD yang mulai irit bicara.
Saat dikonfirmasi kepada Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan terkait para SKPD yang mulai irit bicara tersebut, Anies tidak menjawab apapun. Ia hanya tersenyum sambil berlalu, meninggalkan awak media yang sudah menantinya.
Tidak hanya itu, beberapa rapat yang biasanya dilakukan terbuka kini diperintahkan tertutup bagi awak media. Contohnya adalah rapat pengarahan Gubernur kepada SKPD terkait dengan pembahasan Kebijakan Umum Anggaran Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUAPPAS) untuk APBD 2018 yang dilaksanakan, Rabu (1/11) kemarin.
Hari ini, hal serupa juga terjadi saat Anies dan Sandi memberikan pengarahan untuk para Kepala Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI. Wartawan yang sudah masuk di Ruang Pola, tempat pengarahan tersebut diminta keluar dan dilarang meliput kegiatan itu.
Pertama kali perubahan dirasakan dimulai ketika Wakil Gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Uno melarang wartawan mewawancarainya di depan ruangannya di Lantai 2 Gedung Blok B. Ia mengarahkan agar wawancara hanya dilakukan di Balairung. Alasannya, di Balairung background untuk muncul di televisi lebih baik ketimbang di depan ruangannya.
"Jadi supaya bagus di tv-nya juga, di bawah (wawancaranya). Ini the last saya lakukan (wawancara) di sini (lantai 2)," katanya saat itu.
Padahal di era Basuki-Djarot, dimanapun wawancara dilakukan mereka selalu bersedia selagi ada waktu Pertanyaan apapun yang diajukan wartawan akan mereka jawab. Namun hal tersebut tidak berlaku lagi saat Anies dan Sandi menjabat di DKI.
Tidak hanya itu, wawancara juga hanya bisa dilakukan saat Anies atau Sandi hendak menyampaikan sesuatu saja. Ditambah lagi, beberapa pertanyaan yang diajukan disaring dan temanya pun dibagi-bagi antara dijawab oleh Anies atau Sandi. Contohnya, soal reklamasi tidak akan dijawab Sandi karena itu bagian Anies, atau soal DP Rp 0 yang hanya akan dijawab Sandi.
(Suara-Pembaruan/Info-Menia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email