Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta telah memutuskan putuskan Upah Minimun Provinsi (UMP) 2018 sebesar Rp3.648.000. Buruh dari berbagai elemen di Jakarta menolak dan akan melakukan perlawanan.
Anggota Dewan Pengupahan unsur SP/SB, Jayadi mengatakan, pihaknya jelas tidak menerima keputusan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta yang menetapkan UMP DKI 2018 berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78/2015 tentang Pengupahan dengan besaranya sekitar Rp3.648.000.
“Kami akan konsolidasi dengan pimpinan-pimpinan buruh di Jakarta untuk menyikapinya terlebih dahulu,” kata Jayadi saat dihubungi, Rabu 1 November 2017 malam.
Jayadi menjelaskan, angka tersebut sangat tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan, dalam menetapkan UMP, selain KHL juga memperhatikan inflasi, pertumbuhan ekonomi dan produktifitas. Seharusnya, Gubernur dan Wakil Gubernur memperhatikan hal tersebut, bukan mengacu pada PP 78 tahun 2015 yang jelas telah digugat ke Pengadilan Tinggi Usaha Negeri (PTUN) dan dimenangkan buruh.
Apalagi, kata Jayadi, Dalam Audiensi Dewan Pengupahan Provinsi DKI Jakarta Kamis (26/10), Wakil Gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Uno meminta dilakukannya survei KHL untuk memotret kondisi riil kebutuhan pekerja di DKI Jakarta. Hasil yang dicapai dalam survei dan telah disidangkan Dewan Pengupahan tersebut sebesar Rp3.603.531, dan nilai tersebut disepakati oleh 3 unsur baik pemerintah, pengusaha dan unsur serikat pekerja.
“Dalam dua tahun belakangan ini penetapan UMP tidak berdasarkan survei KHL. Kami mengusulkan UMP Rp3.917.398 perhitungannya KHL tadi 3,6 juta dikali dengan pertumbuhan ekonomi nasional dan inflasi nasional yaitu 8,73%,” ungkapnya.
Senada dengan Jayadi, Sekretaris Jenderal Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Sabda Pranawa Djati kecewa dengan Gubernur Anies bersama Wakilnya Sandiaga yang tidak komitmen dengan kontrak politik yang telah disepakati saat Proses Pilkada DKI 2017 lalu.
DKI, kata Sabda, sebagai Ibu Kota Negara sesungguhnya sudah diberikan kekhususan sehingga wajar jika upahnya juga khusus alias tidak wajib tunduk pada PP 78. “Yang pasti kami menolak,” tegasnya.
Wakil Ketua Kadin DKI Jakarta, Sarman Simanjorang mengapresiasi keputusan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta yang memutuskan UMP berdasarkan PP 78 Tahun 2015. Menurutnya, survei KHL yang diminta Wakil Gubernur hanyalah sebuah keingintahuan berapa jumlah KHL yang ideal.
Di tengah ekonomi yang sedang melemha seperti ini, kata Sarman, sangat berat memenuhi UMP yang diajukan buruh sebesar Rp3,9 juta. Artinya, pertimbangan keputusan UMP DKI yang mengacu pada PP 78 sudah tepat.
“Kami harap dengan UMP DKI 2018, bisnis usaha dapat berkembang dan pertumbuhan ekonomi meningkat,” ungkapnya.
Sementara itu, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan mengatakan UMP DKI Jakarta 2018 sebesar Rp3,648 juta. Hal tersebut sesuai pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan dan beberapa undang-undang lainnya.
Mantan Menteri Pendidikan dalam kabinet kerja itu mengakui keputusanya tidak memuaskan buruh, tapi lebih menyenangkan pengusaha. Sebab sejak rapat Dewan Pengupahan DKI, unsur buruh keras meminta kenaikan UMP harus Rp 3,917 sesuai hitungan KHL di UU ketenagakerjaan dan perhitungan kenaikan inflasi dan domesti bruto di PP 78/2015.
Kendati demikian, kata Anies, Sebagai penggantinya, dia menjanjikan akan memberi fasilitas bus transjakarta gratis bagi buruh bergaji dibawah UMP per 1 Januari 2018 mendatang. Selain itu, dia juga menjanjikan akan memberi kartu diskon saat belanja di pasar bagi para buruh bergaji di bawah UMP per 1 Januari mendatang.
“Kami sedang mempersiapkan semuanya melalui PT Transjakarta dan PD Pasar Jaya,” tegasnya.
(Sindo-News/suaraislam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email