Panitia membagikan atribut kepada massa gerakan #2019GantiPresiden yang hadir dalam deklarasi di depan patung kuda, Jakarta, Minggu 6 Mei 2018. (Foto: SP/Joanito De Saojoao / SP/Joanito De Saojoao)
Gerakan #2019GantiPresiden dinilai sebagai konvergensi kepentingan pihak-pihak yang ingin mengubah sistem pemerintahan Indonesia, terutama yang ingin mendirikan kekhilafahan di Indonesia. Apa pun topeng yang dipakai, kelompok itu tidak mampu menutup “DNA” dan tujuan akhir dari tujuan akhir mereka.
“Tujuan akhirnya mengganti sistem pemerintahan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dengan sistem kekhilafahan,” kata pengamat keamanan Timur Tengah, Alto Luger, dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (8/9).
Dikatakan, ada beberapa elemen yang memiliki kepentingan bersama di dalam gerakan tersebut, walaupun mereka sendiri belum tentu saling mendukung. Kelompok pertama, ujarnya, adalah elemen terorisme yang memberikan angin kepada sel-sel teroris aktif di Indonesia.
Mereka mungkin saja tidak ikut berdemonstrasi bersama secara publik. “Tetapi, mereka memanfaatkan situasi anarki yang terjadi itu untuk melakukan perekrutan sekaligus pembenaran keberadaan gerakan mereka,” kata Alto.
Kelompok kedua adalah elemen Daulah Islamiyah, seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). HTI, ujar Alto, memiliki tiga tahapan dalam mendirikan khilafah, yang mereka bungkus dalam istilah “Revolusi Damai Islam”.
Tahapan pertama adalah penguatan kader (marhalah al-tathqif). Tahapan kedua adalah interaksi (marhalah tafa’ul ma’a al-naas) dengan infiltrasi ke militer, polisi, institusi politik tertinggi, dan lembaga-lembaga pemerintahan lain.
“Pada tahap ini, agitasi antara mereka untuk melakukan revolusi dengan menciptakan konflik antara pendukung dan penolak ide khilafah,” ujarnya. Sementara, pada tahap ketiga, ketika momentum sudah tercapai, maka revolusi atau istislam al-hukmi dilakukan, di mana pemerintahan yang sah dijatuhkan.
Alto melanjutkan, kelompok ketiga yang terlibat pada gerakan 2019GantiPresiden adalah elemen politikus oportunis, yang ingin berkuasa, tetapi tidak mendapatkan tempat dalam pemerintahan yang sedang berjalan. “Mereka bukan oposisi, tetapi mereka hanya ingin berkuasa dengan cara apa pun,” ujarnya.
Kelompok keempat adalah elemen kapitalis, yang hanya ingin mendapatkan keuntungan finansial dari kekacauan yang terjadi. Bagi mereka, kata Alto, apa pun sistem pemerintahan yang dipakai, yang penting adalah mengumpulkan kekayaan yang sebanyak-banyaknya.
Bersatunya keempat kepentingan itu dalam gerakan #2019GantiPresiden menjadi berbahaya, karena tujuannya yang jelas dan sama. Dengan konvergensi kepentingan itu, maka mereka akan berusaha mati-matian untuk menciptakan instabilitas di negara ini.
“Bagi kelompok di atas, semakin susah rakyat, semakin takut rakyat, semakin tidak stabil situasi politik dan keamanan di negara, maka semakin dekat mereka dengan tujuan untuk mengganti sistem,” tuturnya.
Penggagas gerakan #2019GantiPresiden yang juga politisi PKS, Mardani Ali Sera membantah bahwa gerakan itu ditunggani oleh kelompok garis keras di Indonesia, termasuk HTI. Bahkan, dia menyebutkan bahwa ada pihak-pihak tertentu yang ingin mendiskreditkan gerakan tersebut.
(Berita-Satu/Suara-Islam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email