Pesan Rahbar

Home » » Hukum dan Adab-adab Iktikaf

Hukum dan Adab-adab Iktikaf

Written By Unknown on Tuesday, 15 July 2014 | 15:02:00


Iktikaf secara leksikal bermakna tinggal dan bertahan di sebuah tempat. Secara terminologis keagamaan tinggal dan bertahan di sebuah tempat suci dengan maksud untuk ber-taqarrub kepda Allah Swt.[1]

Ibadah ini di samping mengikuti sunnah Rasulullah Saw dan memiliki pahala, juga menyisakan pengaruh yang sangat dalam bagi penyucian ruh dan membuat manusia menaruh perhatian ekstra kepada Allah Swt serta mengkondisikan manusia fokus pada spiritualitas dan alam akhirat.

Berikut ini kami akan menjelaskan sebagian hukum iktikaf:
1. Iktikaf adalah sebuah amalan dan perbuatan yang dianjurkan (mustahab) dalam agama Islam. Iktikaf akan menjadi wajib dengan nadzar, qasam (sumpah), ahd dan ijârah (melakukan iktikaf dengan niat menggantikan orang lain) mengingat beramal terhadap nadzar, qasam (sumpah), ahd dan ijârah itu wajib hukumnya; namun iktikaf wanita apabila berseberangan dan berlawanan dengan hak suami, demikian juga iktikaf anak apabila menyakiti ayah dan ibunya maka iktikafnya menjadi haram.
2. Meski inti iktikaf itu bersifat mustahab dan seorang yang beriktikaf (mu'takif) pada hari pertama dan kedua hingga sebelum Maghrib, dapat memutuskan untuk tidak melanjutkan iktikaf; namun apabila hari kedua hingga Maghrib berdia diri di masjid dengan niat iktikaf maka iktikaf pada hari ketiga akan menjadi wajib baginya. Atau apabila iktikaf selama lima hari maka iktikaf hari keenam akan menjadi wajib baginya.
3. Terkait dengan zaman dan tempat iktikaf kami persilahkan untuk merujuk pada pertanyaan no. 9752 (Iktikaf dalam Islam).


Syarat-syarat Sah Iktikaf

Syarat-syarat sah iktikaf adalah:
1. Iman
2. Akal
3. Niat untuk taqarrub; karena itu apabila ia beriktikaf atas dasar riya atau sebagian darinya dilakukan dengan motif riya maka iktikafnya batal.
4. Niat iktikaf dan tinggal di masjid sebelum terbitnya fajar (sebelum azan salat Subuh) hingga Maghrib hari ketiga; dan hal ini yang akan menentukan kewajiban iktikaf baginya (yang telah menjadi wajib dengan nadzar dan lain sebaginya) atau mustahab.
5. Berpuasa selama masa iktikaf
6. Iktikaf tidak kurang dari tiga hari; namun tidak ada halangan lebih dari tiga hari; meski lebih banyak, sehari atau setengah hari. Karena itu apabila ia berniat iktikaf kurang dari tiga hari maka iktikafnya batal.
7. Iktikaf harus dilkukan di masjid jami.
8. Hari-hari iktikaf harus tinggal di masjid secara berterusan dan tidak boleh keluar dari masjid kecuali untuk urusan-urusan penting; itupun apabila terlalu lama sedemikian sehingga tidak dapat disebut iktikaf maka iktikafnya batal.[2]


Hal-hal Yang Diharamkan dalam Iktikaf

Hal-hal yang diharamkan tatkala seseorang melakukan iktikaf:
1. Melakukan perbuatan-perbuatan sensual bahkan kepada istri sendiri; misalnya meraba, mencium didasari oleh syahwat. Adapun memandang istri dengan maksud untuk mendapatkan kepuasan tidak diharamkan meski mengikut prinsip ihtiyath baiknya hal ini dihindari.
2. Mencium aroma parfum, tumbuh-tumbuhan dan bunga-bunga harum apabila didasari keinginan untuk mendapatkan kelezatan.
3. Jual dan beli; namun apabila untuk makan dan pelbagai kebutuhan harian yang tidak dapat dihindari dan tidak dapat mewakilkan seseorang untuk membelikan maka ia dapat belanja sesuai dengan kebutuhan dan tidak haram.
4. Berdebat dan adu pendapat dalam masalah-masalah duniawi, agama dan masalah keilmuan, apabila disertai dengan keinginan untuk menunjukkan kebolehan dan ingin mengalahkan lawan bicaranya. Namun tidak ada halangan apabila ingin menetapkan kebenaran dan menyampaikan hal-hal ilmiah.


Hal-hal yang Membatalkan Iktikaf

Hal-hal yang dapat membatalkan iktikaf adalah:
1. Segala sesuatu yang membatalkan puasa, apabila pada siang hari maka iktikafnya batal; karena syarat sahnya iktikaf adalah berpuasa dan kapan saja puasa batal maka iktikaf secara otomatis batal.
2. Berhubungan badan dan koitus, apakah dilakukan pad malam hari atau siang hari.
3. Sesuai dengan prinsip ihtiyath (wajib), melakukan hal-hal yang diharamkan dalam iktikaf akan membatalkan iktikaf. Namun apabila lalai dan tidak sengaja melakukan salah satu dari hal yang diharamkan tidak akan membatalkan iktikaf; kecuali senggama yang meski dilakukan tanpa sengaja tetap akan membatalkan iktikaf. Dalam pada itu, apabila iktikaf dibatalkan dengan salah satu hal yang membatalkan iktikaf, apabila iktikafnya merupakan iktikaf wajib maka ia harus melakukan qadha iktikaf itu. Demikian juga, apabila iktikafny merupakan iktikaf mustahab namun kemudian membatalkannya setelah dua hari pertama (ia harus mengerjakan qadha iktikaf itu). Namun apabila iktikafnya adalah iktikaf mustahab dan membatalkan pada dua hari pertama maka ia tidak perlu mengerjakan qadhanya.


Kaffarah Membatalkan Iktikaf

Apabila seorang yang melakukan iktikaf wajib membatalkan iktikaf dengan melakukan hubungan badan maka wajib baginya membayar kaffarah. Kaffarah membatalkan iktikaf seperti kaffarh membatalkan puasa bulan Ramadhan. Namun apabila ia membatalaknya dengan hal-hal yang haram lainnya, mengikut prinsip ihtiyath mustahab, ia menyerahkan kaffarahnya dan kaffarahnya seperti kaffarah membatalkan puasa selain bulan Ramadhan.[3]


Hal-hal Yang Dianjurkan dalam Iktikaf

Sebagian hal yang dianjurkan untuk dilakukan selama iktikaf:
1. Iktikaf pada bulan Ramadhan dan lebih baik dilakukan pada sepuluh hari terakhir.
2. Adab dan hal-hal yang dianjurkan pada bulan Ramadhan dilakukan selama iktikaf.
3. Mata, telinga, lisan dan anggota badan dijaga dari perbuatan dosa dan dan perbuatan keji.
4. Menghindar untuk tidak marah, melakukan ghaibat, menuding, hasud dan bertengkar.
5. Tabah, sabar, khusyu, takwa dan menjauh dari orang-orang jahat dan orang-orang yang tidak bertakwa.
6. Menyibukkan diri dengan berdoa, membaca al-Quran, dan dzikrullah (di antaranya amalan Ummu Daud).[4]

Mengingat acara iktikaf dilakukan secara berjamaan di masjid-masjid maka sebaiknya orang-orang yang beriktikaf melaksanakan tugas-tugas sosial dan menjunjung tinggi hak-hak orang lain, dan memperhatikan adab berdoa serta beribadah secara umum. Terlebih tidak membuat kebisingan yang dapat menggangu orang lain tatkala istirahat khususnya tatkala membaca doa untuk tidak membaca doa keras-keras yang dapat menggangu orang lain. Dalam hal ini kiranya orang-orang yang beriktikaf harus memperhatikan dua poin berikut:
1. Sebaik-baik doa adalah doa yang dilakukan dengan tenang dan sembunyi-sembunyi.
2. Menjunjung tinggi hak-hak orang lain lebih dahulu atas hak Allah Swt.

Misalnya menghindar untuk tidak membaca doa dengan suara bising yang menggangu orang lain dan mengaburkan konsentrasi mereka. Hrap diketahui dalam kondisi-kondisi seperti ini tentu doa dengan tenang dan pelan lebih baik dari membaca doa dengan suara keras dan secara berkelompok yang dapat mengganggu orang lain.[5]

Referensi:
[1]. Diadaptasi dari Iktikaf dalam Islam, Pertanyaan 9752. [2]. Silahkan lihat, Hal-hal Yang Dibolehkan Keluar dari Masjid Ketika Iktikaf, Pertanyaan 38016.
[3]. Silahkan lihat, Muhammad Fadhil Langkarani, I'tikâf wa Ahkâm Ân, hal. 8-28, Qum, Markaz Fiqhi Aimmah Athhar Alaihim al-Salam, Cetakan Pertama, 1427 H; Ja'far Subhani, Risâlah Taudhih al-Masâil, hal. 335-341, Qum, Muassasah Imam Shadiq As, Cetakan Ketiga, 1429 H.
[4]. Silahkan lihat, Mafâtih al-Jinân, Amalan-amalan Pertengahan Bulan Rajab; I'tikâf wa Ahkâm An, hal. 64.
[5]. Silahkan lihat, ibid, hal. 29-33.

(Islam-Quest/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: