Menurut
Kantor Berita ABNA, tidak ada keraguan sedikitpun dalam diri setiap
muslim bahwa Nabi Muhammad Saw memiliki akhlak yang sangat agung dan
perangai yang sangat mulia. Beliau adalah keteledanan yang sempurna bagi
setiap manusia, dan kita wajib untuk meneladani akhlak Nabi yang
merupakan sebaik-baiknya ciptaan Allah Swt.
Ayatullah
Syahid Murtadha Muthahari berkenaan dengan pribadi Nabi Muhammad Saw
yang sangat agung telah menjelaskan dengan sangat baik sebagai berikut:
Nabi
Besar Muhammad Saw adalah pribadi yang santun dan berakhlak mulia.
Namun kesantunan dan keramahan beliau hanya berlaku dalam masalah
pribadi bukan dalam masalah ushul dan syariat. Misalnya ketika Nabi
dihina dan dilecehkan sebagai pribadi, maka beliau membalasnya dengan
penuh akhlak dan kesantunan, tidak membalasnya dengan penghinaan yang
serupa. Namun jika berkaitan dengan syariat Islam, Nabi Muhammad Saw
adalah pribadi yang tegas. Misalnya, pada pencuri dan orang-orang
munafik apa Nabi tetap pribadi yang berlembah lembut kepada mereka?
Apakah ketika menghadapi mereka yang masih gemar meminum minuman keras
sekalipun syariat telah tegas mengharamkan Nabi tetap berinteraksi
dengan mereka dengan penuh kesantunan?. Perilaku tersebut berkaitan
dengan pelanggaran syariat karenanya mustahil ketika ada yang mencuri,
Nabi hanya tersenyum simpul dan berkata, "Tidak mengapa, maafkan saja."
Nabi dalam urusan pribadi santun dan berlembah lembut namun jika
berkaitan dengan masalah sosial, Nabi akan tegas menjalankan hukum.
Suatu
hari, seorang Yahudi menghadang jalan Nabi. Dia mengaku pada Nabi,
bahwa ia sedang hendak menagih hutang pada Nabi. Nabi Saw berkata,
"Pertama, saya tidak punya hutang sama kamu. Kedua, kamu memberi
pengakuan yang dusta. Ketiga, saya sedang tidak memiliki uang. Karenanya
izinkan saya untuk melanjutkan perjalanan."
Orang
itu dengan arogan berkata, "Saya tidak akan mengizinkanmu jalan lewat
sini, carilah jalan yang lain. Kalau mau lewat sini, berikan saya uang
dan terimalah agama saya."
Setiap
nabi membalasnya dengan perkataan yang santun dan lembah lembut, Yahudi
tersebut semakin marah dan bertambah kasar. Bahkan Yahudi tersebut
sampai menarik kain yang melilit di leher Nabi sampai meninggalkan bekas
merah pada leher suci tersebut.
Sahabat
yang melihat kejadian tersebut marah dan hendak membalas perlakuan
tidak hormat Yahudi tersebut. Nabi Saw malah mencegahnya dan berkata,
"Jangan kau lakukan apapun, saya sendiri tahu apa yang mesti saya
lakukan pada sahabatku ini." Terkesan dengan perilaku Nabi yang santun
dan perangainya yang halus, orang Yahudi tersebut saat itu juga
mengucapkan syahadat dan masuk Islam.
Namun
sebaliknya, jika berkenaan dengan hukum Islam. Nabi Saw adalah pemimpin
yang tegas dan komitmen pada hukum. Dimasa Fathul Makah, seorang
perempuan dari kalangan bangsawan Qurays kedapatan mencuri. Sesuai
dengan hukum Islam, tangan perempuan tersebut harus dipotong sebab
sesuai keputusan hakim dan berdasarkan kesaksian para saksi, telah
terbukti perempuan tersebut benar telah melakukan tindakan kriminal.
Beberapa orang meminta keringanan pada Nabi Saw agar perempuan tersebut
dimaafkan dan hukum tidak diberlakukan atasnya. "Ya Rasulullah,
ampunilah dia, karena dia adalah saudara perempuan si Fulan yang engkau
tahu sendiri ia berasal dari keluarga terhormat dan terpandang di
kalangan bangsawan Qurays. Hukuman tersebut akan menjatuhkan martabat
keluarga mereka."
Nabi
Saw menanggapi perkataan tersebut dengan berkata tegas, "Apakah kamu
hendak menyuruh saya untuk meninggalkan hukum Islam? Apakah jika
perempuan ini dari kalangan biasa dan bukan dari keluarga yang terhormat
kalian akan berkata, benar dia adalah pencuri dan hukum harus
ditegakkan?."
Demikian
pula dengan masalah aqidah. Nabi Saw tidak sesaatpun akan kompromi
terhadap penyimpangan aqidah, sebagaimana hukum yang dilecehkan. Namun
jika hanya berkaitan dengan masalah pribadi, Nabi akan bersikap
sedemikian santun dan seorang pribadi yang pemaaf.
Allah SWT berfirman, "
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut
terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar,
tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah
mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, & bermusyawaratlah dgn
mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad,
maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yg bertawakkal kepada-Nya." (Qs. Ali Imran: 159).
Dinukil dari Majmu'e_e Atsar_e Ustad Syahid Muthahari Jilid 16 Hal. 177. Sumber: www.abna.ir
Post a Comment
mohon gunakan email