Pesan Rahbar

Home » » Jutaan Data Pelanggan Telkomsel & Indosat Disadap NSA Bagian Pertama

Jutaan Data Pelanggan Telkomsel & Indosat Disadap NSA Bagian Pertama

Written By Unknown on Saturday, 27 December 2014 | 15:30:00



Jangan coba-coba untuk bersembunyi. Karena jika Anda bersembunyi, mematikan ponsel atau mengganti ponsel, Anda hanya akan menarik perhatian lebih dari NSA. NSA diduga menyadap data langsung dari kabel yang menghubungkan jaringan mobile

Indonesia ternyata masuk dalam salah satu “sasaran utama penyadapan” yang dilakukan oleh badan keamanan nasional Amerika Serikat (National Security Agency/NSA). Melalui dokumen rahasia yang dibocorkan mantan pegawai intelijen Edward Snowden yang masih dilindungi dan menetap di Russia, terungkap bahwa NSA juga menyadap para pengguna ponsel di Indonesia!

Edward Snowden

Tidak hanya tokoh politik atau pejabat negara yang disadap, tetapi juga para pelanggan telepon seluler dari dua operator ternama di Indonesia.

Menurut sebuah dokumen tahun 2012, Australian Signals Directorate (Direktorat Sinyal Australia) telah mengakses data pelanggan Indosat dalam jumlah besar, termasuk komunikasi para pejabat Indonesia di beberapa departemen.

Menurut yang dilansir The New York Times, aksi mata-mata ini dilakukan Australian Signals Directorate dengan bantuan NSA.

Dalam dokumen tersebut diperlihatkan informasi kerjasama antara NSA dan Australian Signals Directorate.

Sementara itu menurut dokumen lainnya tahun 2013, Australian Signals Directorate disebutkan telah berhasil mendapatkan hampir 1,8 juta kunci enkripsi induk dari jaringan seluler Telkomsel yang digunakan untuk melindungi komunikasi pelanggannya.

Data itu kemudian diberikan kepada NSA. Mereka juga telah mengembangkan cara untuk mendekripsi hampir semua data tersebut.


Pada bulan Februari 2013 lalu, Australia pernah menawarkan rencana untuk membagi (sharing) komunikasi percakapan yang disadap, termasuk informasi hak istimewa para pengacara dengan kliennya.

The New York Times lebih lanjut melaporkan bahwa Australia Signals Directorate secara khusus juga memantau percakapan komunikasi antara pemerintah Indonesia dengan sebuah firma hukum AS yang mewakili Jakarta dalam sengketa perdagangan dengan AS.

Menurut buletin bulanan dari kantor penghubung NSA di Canberra, pada bulan Februari 2013 lalu, Australia pernah menawarkan rencana untuk membagi (sharing) komunikasi percakapan yang disadap, termasuk informasi hak istimewa para pengacara dengan kliennya.

Hubungan Australia dengan Indonesia memanas sejak terungkapnya kasus penyadapan ponsel yang dilakukan Australia kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, beserta istri dan sejumlah rekan politik terdekatnya. (baca: AS, Inggris & Australia Sadap Presiden SBY ).
_________________________________________

AS, Inggris & Australia Sadap Presiden SBY

Intelijen AS & Inggris Sadap Presiden SBY saat KTT G20 di London, Sedangkan Australia 4 Tahun Sadap SBY, JK, Ani Yudhoyono dan Pejabat Lainnya.


Rombongan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dikabarkan telah disadap saat menghadiri KTT G20 di London, Inggris, pada April lalu. Hal itu seperti diberitakan Jumat (26/7) oleh dua media Australia bernama Fairfax Media yang membawahi The Age dan The Sydney Morning Herald.

Dalam berita itu, disebutkan, yang melakukan penyadapan adalah Badan Intelijen dari Amerika Serikat dan Inggris. Namun, pemerintah Australia ikut menerima keuntungan dari hasil sadapan itu.

“Perdana Menteri Australia Kevin Rudd menyebut mendapat keuntungan dari penyadapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat menghadiri KTT G20 di London,” ujar salah satu sumber intelijen negeri kanguru tersebut.

Sumber itu mengatakan Kevin Rudd memiliki rasa ingin tahu yang besar terhadap para pemimpin di Asia, termasuk SBY.


“Perdana Menteri Kevin Rudd memiliki rasa ingin tahu yang besar terhadap para pemimpin, khususnya pemimpin di Asia Pasifik, yakni Yudhoyono, Manmoham Singh (PM India) dan Hu Jintao (Mantan Presiden Cina),” ujar salah satu sumber anonim intelijen Australia.

Menurut sumber itu, penyadapan itu dapat mendukung tujuan diplomatik Australia, termasuk pula dukungan untuk memenangkan kursi jabatan di dewan keamanan PBB. “Tanpa dukungan intelijen (hasil sadapan) Amerika, kami tidak dapat memenangkan kursi itu,” ujar pejabat di Departemen Luar Negeri dan Perdagangan itu.

“Dari kabar yang beredar, salah satu tujuan dari penyadapan tersebut agar Australia mendapatkan dukungan untuk memenangkan kursi jabatan di lingkup DK PBB.”


Diketahui, dokumen yang dikeluarkan oleh Fairfax Media menuliskan mantan PM Australia Julia Gillard sebelumnya diberi tahu oleh Kepala Divisi Intelejen Bagian Informasi Richard Sadleir, bahwa ada kebocoran dokumen intelijen yang dilakukan oleh Edward Snowden.

Hal itu diketahui setelah media The Guardian melaporkan Snowden membocorkan dokumen intelejen AS dan Inggris, bahwa keduanya menargetkan penyadapan kepada para pemimpin dunia saat menghadiri KTT G20 di London.

Kemudian Kepala Divisi Intelejen Bagian Informasi Richard Sadleir juga memberitahukan kepada Julia Gillard pada 17 Juni lalu, bahwa intelijen Inggris mempekerjakan seorang intelijen yang memiliki kemampuan menyadap komunikasi.

Kantor pusat komunikasi pemerintah mengungkapkan perangkat yang disadap salah satunya termasuk ponsel BlackBerry, password email dan panggilan keluar maupun masuk para delegasi dunia.

Tertulis dalam media The Guardian, Snowden mengungkapkan kantor pusat komunikasi pemerintahan mampu menghadirkan rekaman secara langsung pembicaraan telepon.

Rekaman percakapan itu secara otomotis dapat muncul dan konstan. Dan hasilnya nanti akan digunakan oleh pejabat Inggris untuk dapat mempengaruhi peristiwa yang terjadi ke depan.


Dalam sebuah dokumen NSA yang dibocorkan oleh Edward Snowden dengan judul, “Komunikasi Kepemimpinan Rusia untuk mendukung Presiden Dmitry Medvedev di pertemuan G20 di London”, terungkap bahwa memang benar pihak intelijen Inggris dan Amerika Serikat (CIA dan NSA), mengawasi segala hal yang terjadi pada saat dihelatnya KTT G20 tersebut.

Walaupun belum ada bukti konkrit, namun apabila ternyata rumor yang beredar benar, pihak Istana melalui Staf Khusus Kepresidenan menjelaskan bahwa hal tersebut adalah tidak etis apalagi menyangkut hubungan antar negara.


Legalkan Penyadapan oleh Intelijen Inggris terhadap SBY?

Kembali memunculkan sebuah pengandaian, apabila aksi penyadapan tersebut benar, apakah Indonesia dan negara-negara yang ikut dalam KTT G20 tersebut dapat menuntut Inggris, Amerika Serikat dan negara-negara lain yang ikut meraih keuntungan akan aksi itu?

Sedikit dikerucutkan ke Indonesia saja, apabila penyadapan dilakukan di Indonesia, maka akan ada tindakan yang serius untuk dapat diambil karena menurut penjelasan di sebuah account Facebook dengan nama Badan Intelijen Negara membeberkan bahwa penyadapan adalah salah satu pelanggaran hukum.

Namun, yang perlu dicatat adalah ada dua jenis penyadapan, yaitu penyadapan yang diperbolehkan dan ada yang tidak diperbolehkan.

Yang tidak diperbolehkan adalah penyadapan yang dilakukan atas nama pribadi dan yang diperbolehkan adalah penyadapan yang dilakukan oleh pihak berwajib untuk mendapatkan penemuan penting seperti sepak terjang para koruptor sampai teroris.

Walaupun dilakukan oleh pihak berwajib namun pemberian wewenang penyadapan benar-benar dibatasi dan hanya dapat dilakukan oleh pihak yang berkepentingan saja untuk menghindari penggunaan untuk tujuan pribadi.


Nah, bagaimana dengan penyadapan yang terjadi di negara lain seperti halnya penyadapan di KTT G20 ini? Dikutip dari Policymic (29/05/13), pihak Amerika Serikat mengatakan bahwa segala aksi yang disebut dengan tapping atau penyadapan ini adalah legal.

Hal tersebut didukung dengan keputusan kongres seperti dikutip dari Privacyrights.org. Dalam kongres yang berjudul Communications Assistance for Law Enforcement Act atau disebut juga dengan Digital Telephony Act (18 USC 2510-2522) menyatakan:

“Bahwa untuk menghindari segala hal yang tidak diinginkan, maka pihak berwenang di suatu daerah, atau:

negara berhak melakukan aksi penyadapan baik dengan mengakses konten dari transmisi telepon atau juga yang dalam format digital.”

Mengutip dari dua pernyataan tersebut, apakah penyadapan terhadap para pemimpin negara-negara yang ikut dalam KTT G20 tersebut legal?

Satu pemikiran adalah, para pemimpin negara di KTT G20 sedang tidak membahas upaya untuk menjadi teroris atau tindakan jahat lain, kenapa harus dimata-matai?

Dikutip dari Press TV (17/06), para intelijen yang melakukan aksi penyadapan tersebut kabarnya mendapatkan perintah langsung dari seorang pejabat senior pemerintah Inggris atas intruksi Perdana Menteri Inggris, Gordon Brown.


Tertulis dalam media The Guardian, Snowden juga ungkapkan bahwa kantor pusat komunikasi pemerintahan mampu menghadirkan rekaman secara langsung pembicaraan telepon.

Rekaman percakapan itu secara otomatis dapat muncul dan konstan. Hasilnya nanti akan digunakan oleh pejabat Inggris untuk dapat mempengaruhi peristiwa yang terjadi ke depan.

Dalam media itu tertulis fokus penyadapan adalah Turki dan Afrika Selatan, bukan Indonesia. Namun, sumber anonim mengatakan:

“Tidak menutup kemungkinan Indonesia juga menjadi target penyadapan selanjutnya. Selalu ada prioritas bagi kita,” ujar sumber itu.

Sayangnya, sampai sekarang belum ada pernyataan baik dari pihak Inggris atau juga Amerika Serikat terkait aksi penyadapan ini.

Pemerintah Indonesia belum menentukan langkah apa yang harus diambil, karena segala sesuatunya belum tentu benar dan yang memberitakan hal tersebut adalah media bukan konfirmasi langsung dari pihak yang bersangkutan.


Istana akan selidiki kerugian negara terkait penyadapan SBY

Staf Khusus Presiden Bidang Luar Negeri Teuku Faizasyah menyayangkan apabila penyadapan itu benar-benar dilakukan oleh pihak Australia. “Kita melihat bahwa masalah pengelolaan informasi menjadi semakin penting yang mana tentunya kita menduga ada pihak-pihak yang ingin mengetahui informasi yang sifatnya berangkat dari sinyalemen seperti ini, kita terus meningkatkan pengamanan informasi,” kata Faizasyah di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (29/7/13).

Faizasyah menegaskan tindakan penyadapan dari satu negara ke negara lain tanpa izin, apalagi menyadap presiden, tentunya bukan hal yang baik dalam hubungan bernegara. Namun sejauh ini SBY belum bereaksi apa-apa terkait kabar penyadapan ini.


“Yang saya ketahui beliau mengetahui (kabar penyadapan), apa reaksinya belum kami ketahui. Saya rasa di mana pun tidak ada yang mengkonfirmasi bahwa tindakan penyadapan dilakukan. Kita melihat dari segi etika hubungan antar negara tindakan penyadapan itu suatu yang harus dihindari,” ujarnya.

Dia pun akan menyelidiki berapa kerugian negara akibat penyadapan tersebut melalui para intelijen.

“Nanti kita akan melihat sejauh mana derajat kerugian informasi ini memang nanti aparat kita juga memiliki institusi intelijen dan mereka tentunya juga akan mencoba mencaritahu melalui mitranya walaupun secara keniscayaan sulit suatu negara yang melakukan tindakan penyadapan mengakui bahwa mereka melakukan,” imbuhnya.


Sadap Indonesia Saat Konferensi Iklim PBB di Bali tahun 2007

Australia dan Amerika Serikat (AS), juga melancarkan operasi mata-mata terhadap Pemerintah Indonesia, selama konferensi perubahan iklim PBB di Bali pada tahun 2007.

Surat kabar Australia, The Guardian mengutip dokumen yang dibocorkan oleh whistleblower AS, Edward Snowden, menyebutkan petugas Direktorat Pertahanan Sinyal Australia bekerja bersama dengan Badan Keamanan Nasional Amerika (NSA) mengumpulkan nomor telepon dari pejabat keamanan Indonesia.

Hal itu untuk memonitor panggilan telepon para pejabat kemanan Indonesia, dan mengumpulkan data intelijen lainnya.


Konferensi Iklim PBB di Bali 3-14 Des. tahun 2007

Guardian, seperti dikutip dari Asiaone.com, Minggu (3/11/2013) mengatakan bahwa operasi mata-mata di tahun 2007 tidak berlangsung sukses, di mana keberhasilan yang nyata hanya menyadap nomor ponsel kepala polisi Bali.

“Upaya mengungkapkan jaringan komunikasi Indonesia yang sebelumnya tidak diketahui dan untuk mengetahui struktur jaringan dalam keadaan krisis,” dikutip dari The Guardian. Operasi itu terjadi saat Kevin Rudd baru terpilih menjadi Perdana Menteri Australia.


Intelijen Amerika Serikat Sudah Terlibat Sejak Indonesia Merdeka

Politisi PDI Perjuangan, Eva Kusuma Sundari mengaku tidak kaget dengan isu tersebut. Sebab, AS diketahui telah menyadap negara-negara sekutunya seperti Jerman, Perancis dan Eropa yang tidak memiliki ketergantungan besar kepada negara adidaya itu.

“Yang tidak ada ketergantungan AS berani melakukannya kenapa tidak ke negara satelit seperti Indonesia yang ketergantungan kita tinggi melalui segala bantuan-bantuan yang diberikan,” kata Eva ketika dihubungi, Rabu (30/10/2013).

Eva Kusuma Sundari

Eva mengutip studi Cornel University dimana keterlibatan Amerika sejak RI merdeka sudah besar. Studi tersebut memperlihatkan data-data yang disimpan oleh intelijen termasuk pelengseran Presiden RI Soekarno.

“Jadi sekarang hanya kelanjutan saja, dari keterlibatan sejak dulu. Jangan lupa, ada kerjasama dengan pejabat-pejabat kita lho,” imbuhnya.

Ia mencontohkan dalam buku yang ditulis Kwik Kian Gie terkait proses pengambilan keputusan untuk penjualan BCA dan BLBI.

Para birokrat tingkat tinggi di Kemenkeu dan BI, ujar Eva, selalu berhubungan dengan Washington DC.
“Artinya, beda dengan di Eropa yang merasa dicurangi, di sini kasat mata. Tegasnya, kita membiarkan dan malah bekerjasama dengan intelijen asing. Jadi ada problem mental kolaborator di kita,” tutur Anggota Komisi III itu.

Ia menduga penyadapan tidak saja dilakukan oleh Amerika Serikat tetapi negara lainnya. “Ada info kok, mereka biasa beli informasi A1 dari aparat kita kok. Gampang disuap katanya,” tukasnya.


Indonesia protes fasilitas penyadapan AS

Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa menyatakan, Indonesia tidak dapat menerima dan memprotes keberadaaan fasilitas penyadapan di Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta, seperti yang diberitakan surat kabar terbitan Australia, Sydney Morning Herald.

“Indonesia tidak dapat menerima dan mengajukan protes keras terhadap berita tentang keberadaan fasilitas penyadapan di Kedubes AS di Jakarta,” ucap Menteri Luar Negeri, Marty M. Natalegawa, melalui email yang diterima BBC Indonesia, Rabu (29/10/13) siang.

Marty Natalegawa

Marty Natalegawa menyatakan hal ini menanggapi pemberitaan surat kabar harian Sydney Morning Herald pada tanggal 29 Oktober 2013 tentang keberadaan dan penggunaan fasilitas penyadapan di Kedutaan AS di Jakarta.

Menurut Marty, dia telah berbicara dengan perwakilan Kedutaan Besar AS di Jakarta untuk menuntut penjelasan resmi terhadap pemberitaan tersebut.

“Perlu ditegaskan bahwa jika terkonfirmasi, tindakan tersebut bukan saja merupakan pelanggaran keamanan, melainkan juga pelanggaran serius norma serta etika diplomatik dan tentunya tidak selaras dengan semangat hubungan persahabatan antar negara,” tambah Menteri Luar Negeri.

Informasi tentang dugaan bahwa Kedutaan Besar AS di Jakarta menjadi salah-satu dari 90 pos yang memiliki fasilitas penyadapan intelijen AS, didasarkan kesaksian Edward Snowden, yang kemudian dikutip Sydney Herald Tribune dan beberapa media lainnya.

Koran tersebut memberitakan peta rahasia yang berisi 90 daftar fasilitas pengintaian di seluruh dunia. Di wilayah Asia, menurut koran tersebut, fasilitas penyadapan itu antara lain terdapat di kedubes AS di Jakarta, Bangkok, Kuala Lumpur dan Yangoon.

Sejauh ini belum ada tanggapan resmi dari Kedutaan Besar AS di Jakarta atas pemberitaan seputar fasilitas penyadapan. Namun demikian, Kepala badan intelijen AS James Clapper mengatakan di dalam keterangan kepada parlemen AS bahwa mengetahui niat pemimpin dunia adalah tujuan utama operasi penyadapan.

Pernyataan Clapper adalah respon terhadap polemik internasional menyusul laporan bahwa AS melakukan penyadapan terhadap para sekutu asing mereka, seperti Perancis, Jerman, serta Spanyol.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan mantan Perdana Menteri Australia, Julia Gillard

SBY dan sejumlah menteri sudah 4 tahun disadap Australia

Kabar itu disampaikan pakar digital forensik Ruby Alamsyah, bahwa Presiden SBY dan para menteri sudah disadap pihak Australia sejak empat tahun yang lalu.

“Saya sudah ngomong di mana-mana dan memberikan penjelasan ke sejumlah instansi sejak 2009. Ini sebenarnya isu lama, cuma dokumennya baru terungkap sekarang oleh sejumlah media Inggris,” ujarnya Senin (18/11/a3).

Menurut dia, parahnya intelijen Indonesia yang baru tahu kalau disadap setelah empat tahun berlalu. Namun, Ruby belum menjelaskan secara detail mengenai metode penyadapan.


Sebuah data dokumen yang terdapat nama Presiden SBY dan para pejabat Indonesia lainnya yang disadap. Dokumen-dokumen rahasia ini berasal dari badan intelijen Australia. (abc.net)

Alat-alat komunikasi para petinggi negara ini terungkap saat pihak intelijen Australia empat tahun lalu menyadap telepon seluler Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bersama istrinya, Ibu Ani Yudhoyono. Kabar ini berdasarkan dokumen Badan Keamanan Nasional Amerika Serikat (NSA) dibocorkan Edward Snowden.

Komunikasi Presiden SBY menggunakan telepon seluler Nokia Communicator. Dokumen berasal dari badan intelijen Australia (DSD) soal penyadapan SBY dan pejabat Indonesia lainnya.

Tak hanya Presiden, namun Ibu Negara, sejumlah menteri bahkan Jusuf Kalla mantan wakil presiden RI, juga disadap Australia. Jenis telepon saat disadap JK menggunakan Samsung SGH-Z370.


Sementara itu, Menpora Roy Suryo yang juga pengamat multimedia mengatakan masalah isu penyadapan sudah lama beredar.

“Bukankah semua negara sudah tahu bahwa kehadiran Kedubes yang biasanya di atapnya bertebaran berbagai antena adalah memang sarana untuk melakukan monitoringer,” ungkapnya secara tertulis.

Menurut Roy, meski praktik pengawasan (monitoring) adalah keniscayaan yang mesti selalu bisa terjadi. Walau sudah dipakai teknologi enkripsi atau persandian secanggih apapun, dan selama semua komunikasi tersebut masih ditransmisikan melalui ranah publik atau jejaring yang bisa diakses oleh teknologi buatan manusia, maka tetap akan bisa dimonitor pihak lain dengan menggunakan teknologi setara.

Sebelumnya, Citizen Lab menemukan FinFisher pada jaringan protocol internet milik Telkom dan Biznet namun belum merupakan bukti bahwa Indonesia telah mengoperasikan Fin Fisher. (baca artikel lama: Big Brother Indonesia? Provider Mulai Intai Pelanggan! )


FinFisher atau dikenal juga dengan FinSpy, adalah perangkat lunak pengintai yang dipasarkan oleh Gamma International, sebuah perusahaan software dengan Gamma cabang International Ltd yang berbasis di Inggris di Andover, Inggris.

Gamma International adalah anak perusahaan dari Grup Gamma, yang mengkhususkan diri dalam pengawasan dan pemantauan, termasuk peralatan, perangkat lunak dan pelatihan.

“Citizen Lab justru mengaku ingin menanyakan kepada Indonesia, khususnya Telkom dan Biznet mengapa FinFisher ada di mereka dan untuk apa software tersebut diletakkan di kedua internet service provider (ISP) tersebut,” ujar Masashi Crete, Researcher Manager Citizen Lab.

Masashi mengungkapkan FinFisher tersebut bisa diletakkan oleh pihak Indonesia sendiri, juga bisa oleh pihak luar negeri tanpa sepengetahuan Biznet dan Telkom.



Disadap, Indonesia evaluasi seluruh kerja sama dengan Australia

Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan melalui Kementerian Luar Negeri akan menindaklanjuti kabar yang beredar terkait penyadapan oleh pihak intelejen Australia.

Menkopolhukam Djoko Suyanto mengatakan ada 4 poin yang akan dilakukan Pemerintah Indonesia terhadap isu penyadapan pihak intelejen Australia kepada Presiden dan sejumlah pejabat di Indonesia.


Empat Point yang akan dilakukan Pemerintah Indonesia tersebut adalah:

Pertama, pemerintah Indonesia akan menghubungi Menlu Australia Julie Isabel Bishop untuk meminta klarifikasi soal penyadapan kepada Presiden dan sejumlah pejabat di Indonesia.

“Menghubungi Menlu Australia Julie Isabel Bishop menyampaikan bahwa isu ini adalah hal yang akan membawa dampak tidak baik terhadap hubungan bilateral. Indonesia dan Australia,” ujarnya melalui pesan singkat kepada wartawan, Senin (18/11).

Kedua, Djoko mengatakan Pemerintah Indonesia juga akan meminta Australia menyampaikan official and public explanation. Pemerintah Indonesia juga akan meminta pernyataan komitmen dari Australia untuk tidak akan mengulangi perbuatan penyadapan tersebut jika memang benar terbukti.

Ketiga, lanjut Djoko, Pemerintah Indonesia akan memanggil Dubes RI di Canberra untuk konsultasi terkait penyadapan tersebut.

“Memanggil Dubes RI di Canberra ke jakarta untuk konsultasi. Serta, akan mengkaji kerja sama pertukaran informasi antara pemerintah RI dan Australia, termasuk penugasan pejabat Australia di Kedubes Australia di Jakarta,” paparnya.

Keempat, Djoko mengatakan, Pemerintah Indonesia akan mereview seluruh kerjasama dengan Australia. “Mereview seluruh kerja sama pertukaran informasi dan kerja sama lainnya dengan Australia,” ujarnya.


Australia serius tanggapi tuduhan penyadapan Indonesia

Menteri Luar Negeri Australia, Julie Bishop, mengatakan pemerintahnya menanggapi serius kekhawatiran Indonesia atas laporan media bahwa Kedutaan Besar Australia di Jakarta digunakan oleh AS untuk program pengumpulan data elektronik rahasia.

Tuduhan tersebut ditanyakan Menteri Luar Negeri Indonesia, Marty Natalegawa, kepada Bishop saat keduanya bertemu di Perth, Jumat (01/11/13).

Julie Bishop

Kantor berita AP melaporkan bahwa Marty mengatakan kepada Bishop bahwa tuduhan penyadapan sangat mengkhawatirkan dan tidak bisa diterima.

“Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa telah menyampaikan kekhawatirannya atas tuduhan yang dimuat di media kepada saya, dan saya menanggapi tuduhan tersebut dengan serius,” kata Bishop, seperti dilkutip AP.

Namun ia menolak mengomentari tuduhan tersebut dan mengatakan “pemerintah Australia tidak akan menanggapi masalah intelijen.”.

“Menlu Natalegawa dan saya bekerja sama secara konstruktif dalam masalah ini dan sejumlah masalah lain,” kata Bishop.

Dugaan penyadapan berasal dari dokumen yang dibocorkan oleh Edward Snowden, mantan kontraktor untuk Badan Keamanan Nasional AS (NSA).

Dokumen tersebut diterbitkan oleh majalah Jerman, Der Spiegel, yang membahas secara rinci program intelijen sinyal bernama Stateroom, tempat Kedubes AS, Inggris, Australia dan Kanada menyimpan perangkat penyadapan untuk mengumpulkan komunikasi elektronik.


Stateroom, dokumen yang diterbitkan oleh majalah Jerman, Der Spiegel, yang membahas secara rinci program intelijen sinyal.

Negara-negara itu, bersama Selandia Baru, memiliki perjanjian berbagi intelijen yang dikenal dengan Five Eyes.

Kedubes Australia di Jakarta diklaim sebagai salah satu kedubes yang terlibat seperti dilaporkan media Fairfax Australia.

Selain itu kedubes Australia di Bangkok, Hanoi, Beijing dan Dili serta Komisi Tinggi di Kuala Lumpur serta Port Moresby, Papua Nugini, juga disebut terlibat.

Laporan itu memicu kemarahan dari pemerintah negara-negara Asia dan para pemimpin negara meminta AS serta para sekutunya untuk menjelaskan tuduhan tersebut.

Perdana Menteri Australia, Tony Abbott, hanya mengatakan bahwa pemerintahnya tidak melanggar hukum apa pun.

Des Ball, pakar intelijen terkemuka Australia, mengatakan kepada AP bahwa ia telah melihat antena tersembunyi di lima kedutaan besar yang disebutkan dalam laporan tersebut.

Sementara itu, Duta Besar Australia, Greg Moriarty, usai pertemuan dengan Sekjen Kemenlu di Jakarta Jumat mengatakan pertemuan berjalan dengan baik dan akan memberikan laporan kepada Canberra.

Klaim ini menyusul tuduhan bahwa AS melakukan kegiatan mata-mata dan penyadapan di 35 negara, termasuk menyadap ponsel milik Kanselir Jerman Angela Merkel.

(Sumber: AP, merdeka, Guardian, Sydney Morning Herald, Rbth.ru, Presstv, Privacyrights.org, Ssd.eff.org, Asiaone, Wikipedia.org, Der Spiegel, Policymic).

(Indo-Crop-Circles/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: