Pesan Rahbar

Home » » “Pada tahun 1984, MUI Hanya Mengeluarkan Himbauan Paham Syiah. MUI Tak Punya Fatwa Sesat Tentang Syiah ,” Papar Ketua MUI KH Kholil Ridwan

“Pada tahun 1984, MUI Hanya Mengeluarkan Himbauan Paham Syiah. MUI Tak Punya Fatwa Sesat Tentang Syiah ,” Papar Ketua MUI KH Kholil Ridwan

Written By Unknown on Saturday 6 December 2014 | 23:14:00

MUI Tak Punya Fatwa Sesat tentang Syiah
Jumat, 10 Juni 2011 16:49 Dwi Hardianto


Pasca Deklarasi Majelis Ukhuwah Sunni-Syiah di Masjid Al Akbar, Jakarta (20/5/2011. Kalangan mayoritas Sunni di Indonesia menolak deklarasi bersatunya Sunni-Syiah itu. Namun, sampai saat ini Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai kumpulan ulama yang mayoritas berpaham Sunni, tidak memiliki fatwa kesesatan Syiah.

“Pada tahun 1984, MUI hanya mengeluarkan himbauan paham Syiah. Yang Saat itu ditandatangani oleh Prof Ibrahim Hosen,” papar Ketua MUI KH Kholil Ridwan pada diskusi tentang ajaran Syiah di Masjid Al-Furqan, Komplek Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Kramat Raya, Jakarta (10/6/2011).

Dikatakan Kholil, anggota MUI bersifat heterogen sehingga banyak kepentingan yang diakomodir, salah satunya ada yang membela kepentingan Syiah. “Di MUI ada ulama yang membela kepentingan Syiah sehingga tidak ada fatwa sesat Syiah,” katanya.
*****


Analisa ‘Fatwa’ MUI: Syiah Sesat

Pernyataan Prof. Umar Shihab bahwa MUI tidak pernah menyatakan Syiah sesat adalah benar, sementara media-media ataupun ormas-ormas yang anti Syiah yang mengklaim MUI pernah mengeluarkan fatwa mengenai kesesatan Syiah adalah kedustaan belaka dan upaya manipulatif untuk tetap menimbulkan perpecahan dalam tubuh umat Islam Indonesia.

Menurut Kantor Berita ABNA, Dalam pertemuannya dengan para pelajar Indonesia yang berada di Qom (28/4), Ketua MUI Pusat Prof. DR. Umar Shihab menyebutkan bahwa sampai saat ini MUI sama sekali tidak pernah mengeluarkan fatwa mengenai kesesatan Syiah. Namun saat ini beberapa media dan situs yang memiliki tendensi negatif terhadap Syiah mempublikasikan selebaran fatwa MUI yang disebutkan menyatakan kesesatan Syiah dan bukan bagian dari Islam. Manakah yang benar dari keduanya? Pernyataan Prof Umar Shihab yang nota benenya adalah Ketua MUI yang menyebutkan MUI tidak pernah mengeluarkan fatwa mengenai kesesatan Syiah atau media-media anti Syiah yang menyebutkan MUI pernah mengeluarkan fatwa kesesatan Syiah dan belum dianulir sampai saat ini.


Berikut kami menyertakan sebuah analisa sederhana:

Prof. Umar Shihab sebagai ketua MUI tentu tidak akan mengeluarkan pernyataan secara gegabah hanya sekedar untuk menyenangkan pendengarnya, dengan mengorbankan reputasinya sebagai tokoh masyarakat, ulama dan pejabat Negara. Sementara media-media anti Syiah, tentu akan melakukan banyak hal untuk tetap membenarkan pendapat mereka meskipun itu dengan cara manipulasi dan merendahkan kehormatan seorang muslim.

Media-media anti Syiah mempublikasikan kembali hasil RAKERNAS MUI tahun 1984 yang mengeluarkan rekomendasi mengenai paham Syiah yang kemudian mereka menyebutnya sebagai fatwa MUI.


Berikut teks lengkap rekomendasi tersebut:

Majelis Ulama Indonesia dalam Rapat Kerja Nasional bulan Jumadil Akhir 1404 H/Maret 1984 M merekomendasikan tentang faham Syi’ah sebagai berikut:

Faham Syi’ah sebagai salah satu faham yang terdapat dalam dunia Islam mempunyai perbedaan-perbedaan pokok dengan mazhab Sunni (Ahlus Sunnah Wal Jama’ah) yang dianut oleh Umat Islam Indonesia.


Perbedaan itu di antaranya :

1. Syi’ah menolak hadits yang tidak diriwayatkan oleh Ahlul Bait, sedangkan Ahlus Sunnah wal Jama’ah tidak membeda-bedakan asalkan hadits itu memenuhi syarat ilmu musthalah hadits.

2. Syi’ah memandang “Imam” itu ma ‘sum (orang suci), sedangkan Ahlus Sunnah wal Jama’ah memandangnya sebagai manusia biasa yang tidak luput dari kekhilafan (kesalahan).

3. Syi’ah tidak mengakui Ijma’ tanpa adanya “Imam”, sedangkan Ahlus Sunnah wal Jama’ ah mengakui Ijma’ tanpa mensyaratkan ikut sertanya “Imam”.

4. Syi’ah memandang bahwa menegakkan kepemimpinan/pemerintahan (imamah) adalah termasuk rukun agama, sedangkan Sunni (Ahlus Sunnah wal Jama’ah) memandang dari segi kemaslahatan umum dengan tujuan keimamahan adalah untuk menjamin dan melindungi dakwah dan kepentingan umat.

5. Syi’ah pada umumnya tidak mengakui kekhalifahan Abu Bakar As-Shiddiq, Umar Ibnul Khatthab, dan Usman bin Affan, sedangkan Ahlus Sunnah wal Jama’ah mengakui keempat Khulafa’ Rasyidin (Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali bin Abi Thalib).

Mengingat perbedaan-perbedaan pokok antara Syi’ah dan Ahlus Sunnah wal Jama’ah seperti tersebut di atas, terutama mengenai perbedaan tentang “Imamah” (pemerintahan)”, Majelis Ulama Indonesia mengimbau kepada umat Islam Indonesia yang berfaham Ahlus Sunnah wal Jama’ah agar meningkatkan kewaspadaan terhadap kemungkinan masuknya faham yang didasarkan atas ajaran Syi’ah.


Ditetapkan: Jakarta, 7 Maret 1984 M (4 Jumadil Akhir 1404 H)


KOMISI FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA

Prof. K.H. Ibrahim Hosen, LML
Ketua

H. Musytari Yusuf, LA
Sekretaris

Analisa:
  1. Meskipun rekomendasi tersebut dikeluarkan oleh Komisi Fatwa MUI dan terdapat dalam Himpunan Fatwa MUI namun tidak satupun teks  yang menyebutkan bahwa apa yang tertulis di atas adalah Fatwa MUI. Di awal surat disebutkan bahwa teks diatas adalah rekomendasi MUI yang merupakan hasil dari RAKERNAS MUI tahun 1984 mengenai paham Syiah dan diakhir teks disebutkan himbauan MUI untuk mewaspadai Syiah, dan sama sekali tidak menyebutkan fatwa MUI apapun mengenai Syiah.
  2. Dalam surat rekomendasi tersebut disebutkan, “ Faham Syi’ah sebagai salah satu faham yang terdapat dalam dunia Islam mempunyai perbedaan-perbedaan pokok dengan mazhab Sunni (Ahlus Sunnah Wal Jama’ah) yang dianut oleh Umat Islam Indonesia.” Pernyataan bahwa paham Syiah sebagai salah satu paham yang terdapat dalam dunia Islam, menunjukkan pengakuan MUI bahwa Syiah adalah bagian dari dunia Islam. Tidak sebagaimana pengklaiman media-media anti Syiah yang menyebutkan MUI mengeluarkan fatwa kesesatan Syiah dan menganggap Syiah di luar Islam.
  3. 5 poin perbedaan yang dipaparkan MUI dalam surat rekomendasi tersebut adalah perbedaan antara paham Syiah dengan mazhab Sunni (Ahlus Sunnah wal Jama’ah) yang dianut oleh umat Islam Indonesia, bukan dengan ajaran Islam itu sendiri, dan bukan pula dengan mazhab Sunni (Ahlus Sunnah wal Jamaah) yang dianut umat Islam di luar Indonesia. Mengingat, jangankan pemahaman Ahlus Sunnah wal Jamaah dengan umat Islam di Negara lain, dalam negeri Indonesia sendiri, antara sesama pengikut Ahlus Sunnah wal Jamaah terdapat perbedaan aqidah dan amalan fiqh yang mencolok. Antara pemahaman Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang dianut Nahdatul Ulama (NU) yang moderat terhadap tradisi lokal sangat berbeda dengan pemahaman Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang dianut ormas-ormas keagamaan yang berafiliasi ke Arab Saudi.
  4. MUI tidak menyebutkan 5 poin perbedaan pokok antara paham Syiah dengan pemahaman Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang dianut (mayoritas) umat Islam Indonesia sebagai kesesatan Syiah dan pembenaran terhadap pemahaman Ahlus Sunnah wal Jama’ah versi umat Islam Indonesia. Adanya perbedaan paham dalam dunia Islam adalah hal yang biasa, sebagaimana perbedaan paham dalam mazhab Sunni sendiri.
  5. Himbauan MUI agar waspada terhadap ajaran Syiah hanya dikhususkan kepada umat Islam Indonesia yang berpaham Ahlus Sunnah wal Jama’ah bukan kepada seluruh umat Islam Indonesia. Karenanya, bukan menjadi persoalan kemudian jika ada ormas-ormas Islam ataupun tokoh Islam yang menyatakan menerima keberadaan Syiah di Indonesia. Dan statusnya sebagai himbauan tidak meniscayakan bahwa yang menerima keberadaan Syiah menentang MUI.

Dengan 5 poin analisa sederhana tersebut di atas, kami menyatakan apa yang dinyatakan oleh Prof. Umar Shihab bahwa MUI tidak pernah menyatakan Syiah sesat adalah benar, sementara media-media ataupun ormas-ormas yang anti Syiah yang mengklaim MUI pernah mengeluarkan fatwa mengenai kesesatan Syiah adalah kedustaan belaka dan upaya manipulatif untuk tetap menimbulkan perpecahan dalam tubuh umat Islam Indonesia.

Kami mengutip kembali pernyataan Prof. Dr. Umar Shihab, “Sunni dan Syiah bersaudara, sama-sama umat Islam, itulah prinsip yang dipegang oleh MUI. Jika ada yang memperselisihkan dan menabrakkan keduanya, mereka adalah penghasut dan pemecah belah umat, mereka berhadapan dengan Allah swt yang menghendaki umat ini bersatu.” Semoga Allah swt memperbanyak orang-orang seperti beliau.

(Sabili/ABNA/Syiah-Ali/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: