Bagi yang akrab dengan sejarah islam
tentu akan mengetahui adanya kaum yang disebut dengan bani umayyah. Bani
Umayyah sangat terkenal dengan pertentangan dan perselisihan mereka
terhadap Ahlul Bait. Ahlul Bait yang sangat dicintai Nabi [shallallahu
‘alaihi wasallam] dan Bani Umayyah yang sangat dibenci Nabi [shallallahu
‘alaihi wasallam].
حدثنا معاذ بن المثنى ثنا يحيى بن معين ثنا محمد بن جعفر ثنا شعبة عن محمد بن عبد الله بن أبي يعقوب قال : سمعت أبا نصر الهلالي يحدث عن بجالة بن عبدة أو عبدة بن بجالة قال : قلت لعمران بن حصين أخبرني بأبغض الناس إلى رسول الله صلى الله عليه و سلم قال : أكتم علي حتى أموت قلت : نعم قال : كان أبغض الناس إلى رسول الله صلى الله عليه و سلم بني حنيفة وبني أمية وثقيف
Telah menceritakan kepada kami Mu’adz
bin Al Mutsanna yang berkata telah menceritakan kepada kami Yahya bin
Ma’in yang berkata telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja’far
yang berkata telah menceritakan kepada kami Syu’bah dari Muhammad bin
‘Abdullah bin Abi Ya’qub yang berkata aku mendengar Abu Nashr Al Hilaliy
menceritakan dari Bajaalah bin ‘Abdah atau ‘Abdah bin Bajalah yang
berkata aku berkata kepada ‘Imraan bin Hushain “kabarkanlah kepadaku
manusia yang paling dibenci Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]”.
[Imraan] berkata “sembunyikanlah hal ini sampai aku wafat”. [aku]
berkata “ya”. [Imraan] berkata “manusia yang paling dibenci Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] adalah bani Haniifah, bani Umayyah dan Tsaqiif” [Mu’jam Al Kabir Ath Thabrani 18/229 no 572]
Hadis riwayat Thabrani di atas sanadnya shahih. Para perawinya adalah perawi tsiqat. Abu Nashr Al Hilaliy adalah Humaid bin Hilal seorang perawi yang tsiqat.
- Mu’adz bin Mutsanna Al ‘Anbariy adalah syaikh [guru] Thabrani yang tsiqat. Adz Dzahabi berkata “tsiqat mutqin” [As Siyar 13/527 no 259]. Al Khatib menyatakan ia tsiqat [Tarikh Baghdad 15/173 no 7073]
- Yahya bin Ma’in adalah ulama rijal yang tsiqat imam jarh wat ta’dil termasuk perawi kutubus sittah. Ibnu Hajar berkata “tsiqat hafizh masyhur imam jarh wat ta’dil” [At Taqrib 2/316]. Adz Dzahabi berkata “hafizh imam para muhaddis” [Al Kasyf no 6250]
- Muhammad bin Ja’far Al Hudzaliy atau Ghundar adalah perawi kutubus sittah yang tsiqat. Ali bin Madini berkata “ia lebih aku sukai daripada Abdurrahman [Ibnu Mahdi] dalam periwayatan dari Syu’bah”. Abu Hatim berkata dari Muhammad bin Aban Al Balkhiy bahwa Ibnu Mahdi berkata “Ghundar lebih tsabit dariku dalam periwayatan dari Syu’bah”. Abu Hatim, Ibnu Hibban dan Ibnu Sa’ad menyatakan tsiqat. Al Ijli menyatakan ia orang bashrah yang tsiqat dan ia adalah orang yang paling tsabit dalam riwayat dari Syu’bah [At Tahdzib juz 9 no 129]
- Syu’bah bin Hajjaj adalah perawi kutubus sittah yang telah disepakati tsiqat. Syu’bah seorang yang tsiqat hafizh mutqin dan Ats Tsawri menyebutnya “amirul mukminin dalam hadis” [At Taqrib 1/418]. Adz Dzahabi menyatakan Syu’bah hafizh amirul mukminin dalam hadis, tsabit hujjah dan terkadang salah dalam nama-nama [perawi] [Al Kasyf no 2278].
- Muhammad bin ‘Abdullah bin Abi Ya’qub adalah perawi kutubus sittah yang tsiqat. Syu’bah telah meriwayatkan darinya yang berarti menurut Syu’bah ia tsiqat. Ibnu Ma’in, Abu Hatim, Nasa’i, Al Ijli, Ibnu Numair menyatakan ia tsiqat. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat [At Tahdzib juz 9 no 468]. Ibnu Hajar berkata “tsiqat” [At Taqrib 2/100]
- Abu Nashr Al Hilaliy adalah Humaid bin Hilaal termasuk perawi Bukhari dalam Adabul Mufrad. Abu Hatim berkata “tsiqat dalam hadis”. Ibnu Ma’in, Nasa’i, Ibnu Sa’ad, Al Ijli menyatakan tsiqat. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. Ibnu Adiy berkata “hadis-hadisnya lurus” [At Tahdzib juz 3 no 87]. Ibnu Hajar berkata “tsiqat alim” [At Taqrib 1/247].
- Bajaalah bin ‘Abdah At Tamimiy adalah perawi Bukhari, Abu Dawud, Tirmidzi dan Nasa’i. Abu Zur’ah berkata “tsiqat”. Abu Hatim berkata “syaikh”. Mujahid bin Musa menyatakan tsiqat. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. [At Tahdzib juz 1 no 771]. Ibnu Hajar berkata “tsiqat” [At Taqrib 1/121].
Para perawi hadis di atas semuanya
tsiqat, soal penyebutan nama Bajaalah bin ‘Abdah atau ‘Abdah bin
Bajaalah maka itu tidak memudharatkan hadisnya karena yang rajih namanya
adalah Bajaalah bin ‘Abdah sebagaimana ditegaskan oleh Ath Thabrani
yang membawakan hadis ini dalam bab “Bajaalah bin ‘Abdah dari ‘Imraan
bin Hushain”. Keraguan soal penyebutan nama ini kemungkinan berasal dari
Syu’bah.
Mu’adz bin Al Mutsanna dalam
periwayatannya dari Ibnu Ma’in memiliki mutaba’ah yaitu dari Muhammad
bin Ishaq bin Ja’far Al Khurasaniy seorang yang tsiqat tsabit [At Taqrib
2/54] sebagaimana yang disebutkan dalam Musnad Ar Ruuyani no 141.
Bajaalah bin ‘Abdah dalam periwayatannya dari ‘Imraan bin Hushain
memiliki mutaba’ah dari Hasan Al Bashri sebagaimana yang disebutkan oleh
Ath Thabrani dalam Mu’jam Al Kabir 18/169 no 379, At Tirmidzi dalam
Sunan-nya 5/729 no 3243 dan Al Bazzar dalam Musnad-nya 8/370 2967
حدثنا زكريا بن يحيى الساجي ثنا زيد بن أخرم ثنا عبد القاهر بن شعيب ثنا هشام بن حسان عن الحسن عن عمران بن حصين قال مات رسول الله صلى الله عليه و سلم وهو يبغض ثلاث قبائل بني أمية وبني حنيفة وثقيف
Telah menceritakan kepada kami
Zakariya bin Yahya As Saajiy yang berkata telah menceritakan kepada kami
Zaid bin Akhraam yang berkata telah menceritakan kepada kami Abdul
Qaahir bin Syu’aib yang berkata telah menceritakan kepada kami Hisyaam
bin Hasan dari Al Hasan dari ‘Imran bin Hushain yang berkata “Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] wafat dan Beliau membenci tiga kabilah yaitu bani Umayyah, bani Haniifah dan Tsaqiif [Mu’jam Al Kabir Ath Thabrani 18/169 no 379].
Hadis ini sanadnya hasan.
Para perawinya tsiqat dan shaduq, Hasan Al Bashri dikenal sering
melakukan tadlis dan irsal. Ibnu Hajar memasukkannya dalam mudallis
martabat kedua artinya ‘an anahnya bisa diterima.
- Zakaria bin Yahya As Saajiy adalah syaikh [guru] Thabrani yang tsiqat. Ibnu Abi Hatim menyatakan ia tsiqat, dikenal hadisnya dan faqih. Maslamah bin Qasim berkata “tsiqat” [Lisan Al Mizan juz 2 no 1953]. Daruquthni berkata “tsiqat” [Su’alat As Sulami no 133]
- Zaid bin Akhraam adalah perawi Bukhari dan Ashabus Sunan. Abu Hatim dan Nasa’i menyatakan tsiqat. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat dan berkata “hadisnya lurus”. Daruquthni dan Maslamah menyatakan tsiqat. Shalih bin Muhammad berkata “shaduq dalam riwayat” [At Tahdzib juz 3 no 725]. Ibnu Hajar berkata “tsiqat hafizh” [At Taqrib 1/326]
- Abdul Qaahir bin Syu’aib adalah perawi Abu Dawud dan Tirmidzi. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. Shalih Al Jazarah berkata “tidak ada masalah padanya”. [At Tahdzib juz 6 no 705]. Ibnu Hajar berkata “tidak ada masalah padanya” [At Taqrib 1/610]. Telah meriwayatkan darinya sekumpulan perawi tsiqat dan ia telah dita’dilkan oleh Shalih bin Jazarah, Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat maka kedudukannya adalah shaduq hasanul hadis.
- Hisyaam bin Hasan adalah perawi kutubus sittah yang tsiqat. Ahmad berkata “tidak ada masalah padanya”. Ibnu Ma’in menyatakan ia tsiqat. Al Ijli berkata “tsiqat hasanul hadis”. Abu Hatim menyatakan shaduq. Ibnu Sa’ad berkata “tsiqat insya Allah banyak meriwayatkan hadis”. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. Ibnu Syahin memasukkannya dalam Ats Tsiqat. Utsman bin Abi Syaibah berkata “tsiqat”. Ibnu Adiy berkata “hadis-hadisnya lurus, aku tidak melihat ada hadisnya yang mungkar dan dia shaduq” [At Tahdzib juz 11 no 75]
- Hasan bin Yasar Al Bashri adalah tabiin perawi kutubus sittah yang tsiqat. Ibnu Hajar berkata “tsiqat faqih memiliki keutamaan masyhur melakukan irsal dan banyak melakukan tadlis” [At Taqrib 1/202]. Para ulama berselisih mengenai riwayat Hasan Al Bashri dari ‘Imran bin Hushain, sebagian mengatakan Hasan tidak mendengar dari ‘Imran dan sebagian lain mengatakan Hasan mendengar dari ‘Imran bin Husahin. Pendapat yang rajih, Hasan Al Bashri telah mendengar dari ‘Imraan bin Hushain buktinya terdapat pada riwayat shahih dalam Musnad Ahmad 4/441 no 19979. Hasan Al Bashri memang disifati dengan tadlis tetapi Ibnu Hajar telah memasukkannya dalam mudallis martabat kedua [Thabaqat Al Mudallisin no 40] yaitu mudallis yang ‘ an anahnya diterima dan dijadikan hujjah dalam kitab shahih.
Selain diriwayatkan oleh Bajaalah bin
‘Abdah dan Hasan Al Bashri, hadis ini juga diriwayatkan oleh Abu Rajaa’
Al Uthaaridiy dari ‘Imraan bin Hushain sebagaimana yang disebutkan oleh
Ath Thabrani dalam Mu’jam Al Awsath 2/236 no 1848;
حدثنا أحمد قال حدثنا محمد بن أبي السري العسقلاني قال حدثنا عبد الرزاق قال حدثنا جعفر بن سليمان عن عوف الأعرابي عن أبي رجاء العطاردي عن عمران بن حصين قال توفي رسول الله وهو يبغض ثلاث قبائل ثقيفا وبني حنيفة وبني أمية
Telah menceritakan kepada kami Ahmad
yang berkata telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abi As Sariy Al
‘Asqalaaniy yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrazaq
yang berkata telah menceritakan kepada kami Ja’far bin Sulaiman dari
‘Auf Al A’rabiy dari Abi Rajaa’ Al ‘Uthaaridiy dari ‘Imraan bin Hushain
yang berkata “Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] wafat dan Beliau membenci tiga kabilah Tsaqif, bani Haniifah dan bani Umayyah [Mu’jam Al Awsath Ath Thabraniy 2/236 no 1848].
Hadis ini sanadnya hasan
diriwayatkan oleh para perawi yang tsiqat dan shaduq. Ahmad syaikh
[guru] Ath Thabrani dalam riwayat ini adalah Ahmad bin Zanjawaih Al
Qaththan Al Baghdadiy seorang yang tsiqat.
- Ahmad bin Zanjawaih Al Baghdadiy dikatakan oleh Adz Dzahabi bahwa ia seorang muhaddis mutqin [As Siyar 14/246 no 150]. Al Khatib berkata “tsiqat” [Tarikh Baghdad 5/268 no 2112]
- Muhammad bin Abi As Sariy Al ‘Asqallaniy disebutkan oleh Ibnu Hajar kalau ia seorang yang shaduq ‘arif memiliki banyak kesalahan [At Taqrib 2/129]. Adz Dzahabi menyatakan ia tsiqat [Man Tukullima Fiihi Wa Huwa Muwatstsaq no 314].
- ‘Abdurrazaq bin Hammam seorang yang tsiqat hafizh penulis [mushannaf] yang terkenal, buta pada akhir usianya maka hafalannya berubah dan ia bertasyayyu’ [At Taqrib 1/599]
- Ja’far bin Sulaiman Adh Dhabiy adalah perawi yang shaduq zuhud dan tasyayyu’ [At Taqrib 1/163]. Adz Dzahabi menyatakan ia tsiqat [Al Kasyf no 792]
- ‘Auf Al A’rabiy adalah ‘Auf bin Abi Jamilah perawi kutubus sittah yang dikenal tsiqat. Ibnu Hajar menyatakan ia tsiqat [At Taqrib 1/759]. Adz Dzahabi mengutip Nasa’i yang berkata “tsiqat tsabit” [Al Kasyf no 4309].
- Abu Raja’ Al Uthaaridiy adalah ‘Imraan bin Milhaan perawi kutubus sittah yang tsiqat, seorang mukhadharamun. Ibnu Hajar menyatakan ia tsiqat [At Tahdzib juz 1/753]
Dengan mengumpulkan sanad-sanadnya maka
diketahui bahwa yang meriwayatkan dari ‘Imraan bin Hushain adalah
Bajaalah bin ‘Abdah, Hasan Al Bashri dan Abu Rajaa’. Ketiga jalan
tersebut saling menguatkan sehingga kedudukan hadis ‘Imraan bin Hushain
di atas adalah shahih tanpa keraguan sama sekali.
حدثنا أحمد بن إبراهيم الدورقي قال حدثني حجاج بن محمد حدثنا شعبة عن أبي حمزة جارهم عن حميد بن هلال عن عبد الله بن مطرف عن أبي برزة قال كان أبغض الأحياء إلى رسول الله صلى الله عليه و سلم بنوأمية وثقيف وبنو حنيفة
Telah menceritakan kepada kami Ahmad
bin Ibrahim Ad Dawraqiiy yang berkata telah menceritakan kepada kami
Hajjaaj bin Muhammad yang berkata telah menceritakan kepada kami Syu’bah
dari Abu Hamzah Jaarihim dari Humaid bin Hilaal dari ‘Abdullah bin
Mutharrif dari Abi Barzah yang berkata “kaum yang paling dibenci Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] adalah bani Umayyah, Tsaqiif dan Bani Haniifah” [Musnad Abu Ya’la 13/342 no 7421, Husain Salim Asad berkata “sanadnya hasan”]
Hadis ini juga diriwayatkan dalam Musnad
Ahmad 4/420 no 19790 [tanpa menyebutkan bani Umayyah yaitu dengan lafaz
“tsaqif dan bani haniifah”], Al Mustadrak Ash Shahihain juz 4 no 8482
[dengan jalan sanad Ahmad bin Hanbal tetapi dengan lafaz “bani Umayyah,
bani Haniifah, Tsaqiif], Tarikh Ibnu Abi Khaitsamah 2/742 no 3141
[dengan lafaz “bani fulan, bani fulan dan bani haniifah”] dan Tarikh
Ibnu Abi Khaitsamah 2/746 no 3159 [dengan lafaz “bani fulan dan
tsaqiif”] semuanya dengan jalan sanad dari Hajjaaj dari Syu’bah dari Abu
Hamzah dari Humaid bin Hilal dari ‘Abdullah bin Mutharrif dari Abu
Barzah.
- Ahmad bin Ibrahim Ad Dawraqiiy adalah perawi Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah. Abu Hatim berkata “shaduq”. Al Uqaili berkata “tsiqat”. Al Khalili berkata “ tsiqat muttafaq ‘alaihi”. Ibnu Hibban memasukkan dalam Ats Tsiqat [At Tahdzib juz 1 no 3]. Ibnu Hajar berkata “tsiqat hafizh” [At Taqrib 1/29]
- Hajjaj bin Muhammad Al A’war adalah perawi yang tsiqat. Diantara yang meriwayatkan darinya adalah Ahmad bin Hanbal. Ahmad menyatakan kalau Hajjaj lebih tsabit dari Aswad bin ‘Amir. Ali bin Madini menyatakan Hajjaaj bin Muhammad tsiqat. Abu Hatim menyatakan ia shaduq [Al Jarh Wat Ta’dil juz 3 no 708]
- Syu’bah bin Hajjaj adalah perawi kutubus sittah yang disepakati tsiqat. Ia seorang hafizh, tsiqat mutqin dan Ats Tsawri menyatakan kalau ia amirul mukminin dalam hadis [At Taqrib 1/418]
- Abu Hamzaah adalah ‘Abdurrahman bin ‘Abdullah Al Muzanniy termasuk perawi Muslim. Syu’bah telah meriwayatkan darinya, itu berarti menurut Syu’bah ia tsiqat. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat [At Tahdzib juz 6 no 443].
- Humaid bin Hilaal termasuk perawi Bukhari dalam Adabul Mufrad. Abu Hatim berkata “tsiqat dalam hadis”. Ibnu Ma’in, Nasa’i, Ibnu Sa’ad, Al Ijli menyatakan tsiqat. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. Ibnu Adiy berkata “hadis-hadisnya lurus” [At Tahdzib juz 3 no 87]. Ibnu Hajar berkata “tsiqat alim” [At Taqrib 1/247].
- ‘Abdullah bin Mutharrif termasuk perawi Abu Dawud dan Nasa’i, Ibnu Hajar menyatakan ia shaduq [At Taqrib 1/535]. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat [Ats Tsiqat juz 5 no 3565]. Ibnu Khalfun memasukkannya dalam Ats Tsiqat dan berkata “seorang yang shalih” [Ikmal Mughlathay2/327]. Al Haitsami menyatakan ia tsiqat [Majma’ Az Zawaid 10/64 no 16734]. Ia seorang tabiin [thabaqat ketiga] telah meriwayatkan darinya dua orang perawi tsiqat, Ibnu Hibban dan Ibnu Khalfun memasukkannya dalam Ats Tsiqat maka kedudukan hadisnya hasan.
Hadis Abu Barzah ini kedudukannya hasan
dan menjadi syahid [penguat] bagi riwayat ‘Imraan bin Hushain
sebelumnya. Pernyataan kedua sahabat tersebut adalah pernyataan yang
sifatnya marfu’ karena hal itu dinisbatkan oleh mereka kepada Rasulullah
[shallallahu ‘alaihi wasallam].
Pembahasan Matan Riwayat
Riwayat di atas menyebutkan bahwa manusia
yang paling dibenci oleh Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]
adalah bani Umayyah, bani Haniifah dan bani Tsaqiif. Apakah alasannya?
Apakah karena kekafiran mereka?. Rasanya bukan, silakan perhatikan lafaz
“Rasulullah wafat dan beliau membenci bani Umayyah, bani Haniifah dan bani Tsaqiif”.
Lafaz ini menunjukkan Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] tetap
membenci mereka sampai Beliau [shallallahu ‘alaihi wasallam] wafat. Jadi
kurang tepat kalau diartikan karena kekafiran mereka atau tindakan
mereka yang memerangi kaum muslim karena sebelum Rasulullah [shallallahu
‘alaihi wasallam] wafat mereka telah memeluk islam. Bukankah dalam
islam dosa ketika kafir tau jahiliyah akan terhapus dengan memeluk
islam.
Apakah kebencian itu tertuju kepada semua
orang dari bani Umayyah, bani Haniifah dan bani Tsaqiiif?. Jelas tidak,
siapapun dari kabilah manapun jika mereka dengan ikhlas mengikuti Nabi
[shallallahu ‘alaihi wasallam] maka mustahil bagi Nabi [shallallahu
‘alaihi wasallam] untuk membencinya. Kebencian Nabi [shallallahu ‘alaihi
wasallam] pasti memiliki alasan khusus dan apa yang dibenci oleh Nabi
[shallallahu ‘alaihi wasallam] maka pasti dibenci oleh Allah SWT juga.
Secara zahir sebagian bani Umayyah, bani Haniifah dan bani Tsaqiif
memang telah memeluk islam tetapi siapakah yang bisa menjamin apa yang
ada dalam hati mereka?. Siapakah yang bisa memastikan akan kefasikan
atau kekafiran yang mereka sembunyikan?. Siapakah yang bisa mengetahui
apa makar yang mereka rencanakan bagi umat islam?. Hanya Allah SWT dan
Rasul-Nya yang tahu. Maka kebencian Rasulullah [shallallahu ‘alaihi
wasallam] terhadap mereka karena Rasulullah [shallallahu ‘alaihi
wasallam] diberitahu mengenai keadaan mereka sebenarnya yang mereka
sembunyikan atau makar [kekafiran] yang mereka rencanakan nantinya.
‘Imraan bin Hushain ketika menyampaikan
hadis ini kepada Bajaalah ia meminta agar Bajaalah menyimpan hadis ini
dan tidak menceritakannya ketika ia masih hidup. Mengapa? Perlu
diketahui ‘Imraan bin Hushain wafat pada tahun 52 H yaitu pada masa
pemerintahan Muawiyah. Dan bisa dimaklumi kalau Imraan bin Hushain tidak
mau hadis ini diceritakan darinya ketika bani Umayyah sedang berkuasa.
Jadi dari sikap ‘Imraan bin Hushain tersebut terdapat isyarat bahwa
diantara bani Umayyah yang dibenci Rasulullah [shallallahu ‘alaihi
wasallam] adalah yang saat itu sedang berkuasa dalam pemerintahan.
حدثنا محمود بن غيلان حدثنا أبو داود الطيالسي حدثنا القاسم بن الفضل الحداني عن يوسف بن سعد قال قام رجل إلى الحسن بن علي بعد ما بايع معاوية فقال سودت وجوه المؤمنين أو يا مسود وجوه المؤمنين فقال لا تؤنبني رحمك الله فإن النبي صلى الله عليه و سلم أري بني أمية على منبره فساءه ذلك فنزلت { إنا أعطيناك الكوثر } يا محمد يعني نهرا في الجنة ونزلت { إنا أنزلناه في ليلة القدر * وما أدراك ما ليلة القدر * ليلة القدر خير من ألف شهر } يملكها بنو أمية يا محمد قال القاسم فعددناها فإذا هي ألف يوم لا يزيد يوم ولا ينقص
Telah menceritakan kepada kami Mahmud
bin Ghailan yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Daud Ath
Thayalisi yang berkata telah menceritakan kepada kami Al Qasim bin Fadhl
Al Huddani dari Yusuf bin Sa’ad yang berkata “Seorang laki-laki datang
kepada Imam Hasan setelah Muawiyah dibaiat. Ia berkata “Engkau telah
mencoreng wajah kaum muslimin” atau ia berkata “Hai orang yang telah
mencoreng wajah kaum mukminin”. Al Hasan berkata kepadanya “Janganlah
mencelaKu, semoga Allah merahmatimu, karena Rasulullah
SAW di dalam mimpi telah diperlihatkan kepada Beliau bahwa Bani Umayyah
di atas Mimbarnya. Beliau tidak suka melihatnya dan
turunlah ayat “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadaMu nikmat yang
banyak”. Wahai Muhammad yaitu sungai di dalam surga. Kemudian turunlah
ayat “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya [Al Qur’an] pada malam
kemuliaan . Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?. Malam
kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan”. Bani Umayyah akan
menguasainya wahai Muhammad. Al Qasim berkata “Kami menghitungnya
ternyata jumlahnya genap seribu bulan tidak kurang dan tidak lebih” [Sunan Tirmidzi 5/444 no 3350].
Hadis ini juga diriwayatkan Al Hakim
dalam Mustadrak Ash Shahihain 3/187 no 4796, Al Baihaqi dalam Dala’il An
Nubuwwah 6/510-511, dan Ath Thabrani dalam Mu’jam Al Kabir 3/89 no 2754
semuanya dengan jalan sanad dari Qasim bin Fadhl dari Yusuf bin Sa’ad
atau Yusuf bin Mazin Ar Rasibiy. Hadis ini sanadnya shahih. Para
perawinya tsiqat, Yusuf bin Sa’ad adalah Yusuf bin Mazin Ar Rasibi
adalah perawi yang tsiqat, tidak benar yang mengatakan ia majhul.
- Mahmud bin Ghailan. Ibnu Hajar menyebutkan dalam At Tahdzib bahwa ia adalah perawi Bukhari Muslim, Tirmidzi, An Nasa’i dan Ibnu Majah. Disebutkan pula bahwa ia meriwayatkan hadis dari Abu Daud Ath Thayalisi dan dinyatakan tsiqat oleh Maslamah, Ibnu Hibban dan An Nasa’i [At Tahdzib juz 10 no 109]. Ibnu Hajar menyatakan ia tsiqat [At Taqrib 2/164]
- Abu Daud At Thayalisi. Namanya adalah Sulaiman bin Daud, Ibnu Hajar menyebutkan dalam At Tahdzib bahwa ia adalah perawi Bukhari dalam Ta’liq Shahih Bukhari, Muslim dan Ashabus Sunan. Sulaiman bin Daud telah dinyatakan tsiqat oleh banyak ulama diantaranya Amru bin Ali, An Nasa’i, Al Ajli, Ibnu Hibban, Ibnu Sa’ad Al Khatib dan Al Fallas [At Tahdzib juz 4 no 316]. Ibnu Hajar menyatakan bahwa ia seorang hafiz yang tsiqat [At Taqrib 1/384]
- Al Qasim bin Fadhl. Ibnu Hajar menyebutkan ia adalah perawi Bukhari Muslim dan Ashabus Sunan. Al Qasim bin Fadhl meriwayatkan hadis dari Yusuf bin Sa’ad dan telah meriwayatkan darinya Abu Daud Ath Thayalisi. Beliau telah dinyatakan tsiqat oleh banyak ulama diantaranya Yahya bin Sa’id, Abdurrahman bin Mahdi, Ibnu Ma’in, Ahmad, An Nasa’i, Ibnu Sa’ad, At Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Ibnu Syahin [At Tahdzib juz 8 no 596]. Ibnu Hajar menyatakan ia tsiqat [At Taqrib 2/22]
- Yusuf bin Sa’ad atau Yusuf bin Mazin Ar Rasibi. Ibnu Hajar menyebutkan bahwa ia adalah perawi Tirmidzi dan Nasa’i telah meriwayatkan hadis dari Imam Hasan. Ibnu Hajar juga mengatakan bahwa Ibnu Main telah menyatakan ia tsiqat [At Tahdzib juz 11 no 707] Ibnu Hajar menyatakan bahwa Yusuf bin Sa’ad Al Jumahi atau Yusuf bin Mazin tsiqat [At Taqrib 2/344]. Adz Dzahabi berkata “tsiqat” [Al Kasyf no 6434].
Ada ulama yang berusaha melemahkan hadis
ini [seperti Ibnu Katsir dan syaikh Al Albaniy] dengan alasan idhthirab
pada sanadnya seperti yang ditunjukkan dalam riwayat Ath Thabari dengan
sanad berikut:
حدثني أبو الخطاب الجاروديّ سهيل قال ثنا سَلْم بن قُتيبة قال ثنا القاسم بن الفضل عن عيسى بن مازن
Telah menceritakan kepada kami Abu
Khaththaab Al Jaaruudiy Suhail yang berkata telah menceirtakan kepada
kami Salam bin Qutaibah yang berkata telah menceritakan kepada kami
Qaasim bin Fadhl dari ‘Isa bin Maazin-riwayatdi atas- [Tafsir Ath Thabari 24/533].
Menjadikan hadis ini sebagai bukti idhthirab pada sanadnya adalah keliru. Hadis riwayat Thabari ini mengandung illat
[cacat]. Perawinya melakukan kesalahan dalam menyebutkan namanya, nama
yang benar adalah Yusuf bin Maazin sebagaimana disebutkan dalam riwayat
Baihaqi, Al Hakim dan Ath Thabraniy.
- Abul Khaththab adalah Suhail bin Ibrahim Al Jaruudiy biografinya disebutkan Ibnu Hibban dalam Ats Tsiqat dan ia berkata “sering keliru” [Ats Tsiqat juz 8 no 13549]
- Salam bin Qutaibah Abu Qutaibah adalah perawi yang tsiqat shaduq. Ibnu Ma’in berkata “tidak ada masalah padanya”. Abu Zur’ah berkata “tsiqat”. Abu Hatim berkata “tidak ada masalah, banyak melakukan kesalahan dan ditulis hadisnya” [Al Jarh Wat Ta’dil 4/266 no 1147]. Abu Qutaibah tidak bisa dijadikan pegangan jika menyelisihi perawi tsiqat lain, dalam hadis ini ia menyelisihi Abu Dawud Ath Thayalisi dan Musa bin Ismail perawi kutubus sittah yang tsiqat tsabit [At Taqrib 2/220]. Dimana keduanya telah meriwayatkan dari Qasim bin Fadhl dari Yusuf bin Mazin Ar Rasibiy bukan Isa bin Mazin [riwayat Al Hakim dan Baihaqi].
Jadi penyebutan nama Isa bin Mazin dalam
riwayat Thabari di atas adalah salah dan kesalahan ini bisa berasal dari
perawinya yaitu Abul Khaththab atau dari Abu Qutaibah. Nama yang benar
dalam riwayat yang mahfuzh adalah Yusuf bin Mazin bukan Isa bin Mazin.
Hadis Imam Hasan di atas menjadi petunjuk
yang menjelaskan mengapa Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]
membenci bani Umayyah yaitu disebabkan bani Umayyah ini akan menguasai
mimbar Nabi [pemerintahan] dan ternyata pemerintahan mereka sebagian
besar dikenal kezalimannya termasuk Muawiyah bin ‘Abu Sufyan, sehingga
tidak heran kalau Rasulullah tidak menyukai pemerintahan Muawiyah
[seperti yang tertera dalam hadis Imam Hasan di atas] bahkan
diriwayatkan kalau Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] mencela
Muawiyah
حدثني إبراهيم بن العلاف البصري قال سمعت سلاماً أبا المنذر يقول قال عاصم بن بهدلة حدثني زر بن حبيش عن عبد الله بن مسعود قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا رأيتم معاوية بن أبي سفيان يخطب على المنبر فاضربوا عنقه
Telah menceritakan kepadaku Ibrahim
bin Al Alaf Al Bashri yang berkata aku telah mendengar dari Sallam Abul
Mundzir yang berkata telah berkata Ashim bin Bahdalah yang berkata telah
menceritakan kepadaku Zirr bin Hubaisy dari Abdullah bin Mas’ud yang
berkata Rasulullah SAW bersabda “Jika kamu melihat Muawiyah bin Abi Sufyan berkhutbah di mimbarKu maka tebaslah lehernya” [Ansab Al Asyraf 5/130 sanadnya hasan].
Riwayat di atas sanadnya hasan.
Diriwayatkan oleh para perawi yang shaduq dan tsiqat sedangkan Al
Baladzuri penulis Ansab Al Asyraf adalah seorang hafizh allamah yang
kitabnya dijadikan hujjah oleh para ulama diantaranya Ibnu Hajar.
Adz Dzahabi menyebut Al Baladzuri seorang
penulis Tarikh yang masyhur satu thabaqat dengan Abu Dawud, seorang
Hafizh Akhbari Allamah [Tadzkirah Al Huffazh 3/893]. Di sisi Adz Dzahabi
penyebutan hafizh termasuk ta’dil yaitu lafaz ta’dil tingkat pertama.
Disebutkan Ash Shafadi kalau Al Baladzuri seorang yang alim dan mutqin
[Al Wafi bi Al Wafayat 3/104]. Tidak ada alasan untuk menolak atau
meragukan Al Baladzuri, Ibnu Hajar telah berhujjah dengan
riwayat-riwayat Al Baladzuri dalam kitabnya diantaranya dalam Al
Ishabah, Ibnu Hajar pernah berkata “dan diriwayatkan oleh Al Baladzuri dengan sanad yang la ba’sa bihi” [Al Ishabah 2/98 no 1767].
Penghukuman sanad la ba’sa bihi [tidak
ada masalah] oleh Ibnu Hajar berarti di sisi Ibnu Hajar Al Baladzuri
mendapat predikat ta’dil atau tidak ada masalah padanya. Soal kedekatan
kepada penguasa itu tidaklah merusak hadisnya karena banyak para ulama
yang dikenal dekat dengan penguasa tetapi tetap dijadikan hujjah seperti
Az Zuhri dan yang lainnya. Para ulama baik dahulu maupun sekarang tetap
menjadikan kitab Al Balazuri sebagai sumber rujukan baik sirah ansab
maupun hadis.
- Ibrahim bin Al Alaf Al Bashri adalah Ibrahim bin Hasan Al Alaf Al Bashri seorang yang tsiqat. Abu Zur’ah berkata “ia seorang syaikh yang tsiqat” [Al Jarh Wat Ta’dil 2/92 no 242]. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat [Ats Tsiqat juz 8 no 12325]
- Sallaam bin Sulaiman Al Mudzanniy Abul Mundzir adalah perawi Tirmidzi dan Nasa’i. Hammad bin Salamah berkata “Sallam Abul Mundzir lebih hafal hadis Ashim dari Hammad bin Zaid”. Abu Hatim berkata “shaduq shalih al hadits”. Abu Dawud berkata “tidak ada masalah padanya”. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat menyatakan ia sering keliru dan shaduq. [At Tahdzib juz 4 no 499]. Ibnu Hajar berkata “shaduq yahim” dan dikoreksi dalam At Tahrir kalau ia seorang yang shaduq hasanul hadis [Tahrir At Taqrib no 2705]. Adz Dzahabi memasukkannya dalam Man Tukullima fiihi wa Huwa Muwatstaq no 139 menyatakan ia tsabit dalam qira’ah dan laba’sa bihi dalam hadis. Pendapat yang rajih ia seorang yang shaduq, pembicaraan terhadapnya terkait dengan hafalannya dan itu tidak menurunkan hadisnya dari derajat hasan apalagi hadis di atas adalah hadis riwayatnya dari Ashim dimana ia lebih hafal hadis Ashim dari Hammad bin Zaid.
- Ashim bin Bahdalah adalah perawi kutubus sittah yang tsiqat. Syu’bah meriwayatkan darinya yang berarti ia tsiqat di sisi Syu’bah. Ibnu Sa’ad berkata “tsiqat tetapi banyak melakukan kesalahan dalam hadis”. Ahmad menyatakan ia shalih tsiqat. Ibnu Ma’in berkata “tidak ada masalah padanya”. Al Ijli berkata “tsiqat”. Yaqub bin Sufyan berkata “dalam hadisnya ada idhthirab dan dia seorang yang tsiqat”. Abu Hatim menyatakan shalih. Abu Zur’ah menyatakan tsiqat. Nasa’i berkata “tidak ada masalah padanya”. Ibnu Hibban dan Ibnu Syahin memasukkannya dalam Ats Tsiqat. Daruquthni berkata “dalam hafalannya ada sesuatu”. Ibnu Hajar menyatakan ia shaduq dan pernah salah kemudian dikoreksi dalam Tahrir At Taqrib kalau Ashim bin Bahdalah seorang yang tsiqat pernah salah dan ia hasanul hadits [Tahrir At Taqrib 3054]. Adz Dzahabi memasukkannya dalam Man Tukullima Fiihi Wa Huwa Muwatstsaq no 171 dan menyatakan ia shaduq hasanul hadis.
- Zirr bin Hubaisy adalah perawi kutubus sittah yang tsiqat. Ibnu Ma’in berkata “tsiqat”. Ibnu Sa’ad berkata “tsiqat banyak meriwayatkan hadis”. Al Ijli menyatakan “ia termasuk sahabat Ali dan Abdullah, tsiqat” [At Tahdzib juz 3 no 597]. Ibnu Hajar menyatakan ia seorang mukhadhramun yang tsiqat [At Taqrib 1/311]
Hadis di atas menunjukkan kalau
Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] begitu mengecam pemerintahan
Muawiyah. Lafaz “berkhutbah di mimbarku” menunjukkan kekuasaan Muawiyah
terhadap umat islam. Tidak perlu disebutkan satu persatu contoh
kezaliman yang muncul pada pemerintahan Muawiyah [hal itu sudah pernah
dibahas di thread yang lain]. Mereka yang mengingkari kezaliman Muawiyah
adalah orang buta yang mengingkari cahaya hanya karena ia buta.
(Syiah-Ali/Scondprince/ABNS)
(Syiah-Ali/Scondprince/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email