Pesan Rahbar

Home » » Bantahan Syiah Tuduhan Terhadap Nabi Saw Seorang Pedofil, Sunni melaknat Nabi SAW sebagai pedofilia dan maniak seks !

Bantahan Syiah Tuduhan Terhadap Nabi Saw Seorang Pedofil, Sunni melaknat Nabi SAW sebagai pedofilia dan maniak seks !

Written By Unknown on Friday, 2 January 2015 | 01:25:00


Sunni melaknat Nabi SAW sebagai pedofilia dan maniak seks ! Syi’ah membantah


Analisa sejarah;

Pada usia berapakah Aisyah menikah dengan Rasulullah?

Inilah hadis hadis konyol versi sunni :
Potret Sang Nabi Mulia Dalam Hadis Bukhari (Nabi saw. Menggilir Sembilan Istri beliau Dalam Satu Malam Dengan Sekali Mandi!)

Antara Penghormatan Allah SWT Dan Gambaran Bukhari Tentang Aktifitas Kehidupan Malam Nabi Muhammad saw.

Bagaimana Nabi mulia kita saw. mengisi waktu-waktu paling berharga beliau… Apakah seperti yang Allah firmankan dalam surah al Muzammil (73):

يا أَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ

Hai orang yang berselimut (Muhammad) (1)

قُمِ اللَّيْلَ إِلاَّ قَليلاً

bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), (2)

نِصْفَهُ أَوِ انْقُصْ مِنْهُ قَليلاً

(yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit, (3)

أَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَ رَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتيلاً

atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al Qur’an itu dengan perlahan- lahan. (4)

إِنَّا سَنُلْقي‏ عَلَيْكَ قَوْلاً ثَقيلاً

Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat (5)

إِنَّ ناشِئَةَ اللَّيْلِ هِيَ أَشَدُّ وَطْئاً وَ أَقْوَمُ قيلاً

Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan.(6).

Dan juga dalam ayat:

إِنَّ رَبَّكَ يَعْلَمُ أَنَّكَ تَقُومُ أَدْنى‏ مِنْ ثُلُثَيِ اللَّيْلِ وَ نِصْفَهُ وَ ثُلُثَهُ وَ طائِفَةٌ مِنَ الَّذينَ مَعَكَ وَ اللَّهُ يُقَدِّرُ اللَّيْلَ وَ النَّهارَ عَلِمَ أَنْ لَنْ تُحْصُوهُ فَتابَ عَلَيْكُمْ فَاقْرَؤُا ما تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ عَلِمَ أَنْ سَيَكُونُ مِنْكُمْ مَرْضى‏ وَ آخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَ آخَرُونَ يُقاتِلُونَ في‏ سَبيلِ اللَّهِ فَاقْرَؤُا ما تَيَسَّرَ مِنْهُ وَ أَقيمُوا الصَّلاةَ وَ آتُوا الزَّكاةَ وَ أَقْرِضُوا اللَّهَ قَرْضاً حَسَناً وَ ما تُقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ مِنْ خَيْرٍ تَجِدُوهُ عِنْدَ اللَّهِ هُوَ خَيْراً وَ أَعْظَمَ أَجْراً وَ اسْتَغْفِرُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحيمٌ

Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang- orang yang bersama kamu. Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali- kali tidak dapat menentukan batas- batas waktu- waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Qur’an. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang- orang yang sakit dan orang- orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang- orang yang lain lagi yang berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Qur’an dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan) nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (20 ).

Bagaimana Nabi mulia kita saw. menyambut seruan Allah SWT dalam firman-Nya:

وَ مِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نافِلَةً لَكَ عَسى‏ أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقاماً مَحْمُوداً

Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu: mudah- mudahan Tuhan- mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. (79).

Apakah Nabi mulia saw. mengindahkan perintah Tuhannya dengan mengisi waktu-waktu malam beliau dengan bertahajjud, menegakkan shalat sebagai media spiritual taqarrub/mendekatkan diri kepada Allah sebagai mempersiapkan jiwa untuk menerima wahyu/qaulan tsaqilan?

Apakah Nabi mulia pujaan Allah tidak menggubris perintah Allah untuk menghidupakn malam-malam beliau dengan ibadah sebab waktu malam -seperti difirmnankan Allah: Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan?

Para ulama dan ahli tafsir Sunni menerengkan bahwa perintah dalam ayat-ayat di atas itu bersifat wajib atas Nabi saw. Artinya menghidupkan waktu malam beliau dengan bertahajjud adalah sebuah kewajiban… sebagai mana mengisi malam-malam beliau dengan bangus separoh malam atau melebihkan atau mengurangi sedikit darinya adalah juga sebuah kewajiban atas Nabi saw. demikian ditegaskan Ibnu Katsir dalam Tafsirnya,4/434.

Menghidupkan waktu malam dengan beribadah adalah ciri hamba-hamba veriman yang Allah banggakan dalam firman-Nya:

تَتَجافى‏ جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضاجِعِ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ خَوْفاً وَ طَمَعاً وَ مِمَّا رَزَقْناهُمْ يُنْفِقُونَ

Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, sedang mereka berdoa kepada Tuhannya dengan rasa takut dan harap, dan mereka menafkahkan sebahagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. (QS. al Sajdah[32]:16).

lalu bagaimana Bukhari kebanggaan ulama Ahlusunnah mengisahkan kegiatan Nabi mulia kita dalam mengisi malam-malam beliau? Apakah sesuai yang digambarkan Allah dalam Al Qur’an suci-Nya…. Beliau mengisinya dengan bertahajjud, beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT?

Ataukah KITAB TERSHAHIH SETELAH AL QUR’AN ini benar-benar meiliki informasi yang luput terekam oleh memori Al Qur’an? Apakah Shahih Bukhari ingin membongkar edisi kehidupan Nabi saw. yang sengaja dirahasiakan Allah SWT karena akan mencoreng nama harus dan reputasi Nabi kebanggan dan pujaan-Nya?!

Atau jangan-jangan informasi yang disajikan Bukhari dalam Shahihnya ini yang patut dicurigai sebagai konspirasi musuh-musuh Islam dalam menjatuhkan wibawa Nabi saw. dan kenabian? Jawabnya kami serahkan kepada Anda.


Bagaimana Bukhari Mempotret Aktifitas Malam Nabi Muhammad saw.

Mungkin mirip seperti layaknya paparazi… para sahabat meneropong dan berusaha mendapat informasi terkini dan terheboh tentang aktifitas kehidupan malam Nabi Muhammad saw. mereka memerhatikan setiap gerik dan sepak terjang beliau… dari satu kamar/bait ke kamar lain…

mereka begitu penasaran… apa kira-kira yang dilakukan Nabi saw. dengan masuk keluar dari satu kamat/bait seorang istrinya ke kamar istri lainnya… . dan akhirnya mereka mengerathii bahwa Nabi saw. ternyata memberikan nafkah batin secara merata…

Nabi saw. melakukan aktifitas seks… hubungan badan dengan semua istri beliau dalam satu malam… dan hanya ddengan sekali mandi…. Entah dari mana mereka tahu bahwa Nabi saw. melakukan aktifitas seks dengan istri-istri beliau… dan setelahnya beliau pun tidak langsung mandi, tetapi melanjutkan ke kamar lain untuk melakukan senggama dengan istri lain lagi dan demikian seterusnya sehingga sembilan istri beliau kebagian jatah semuanya…. sungguh aneh dan luar biasa kecanggihan daya lacak para sahabat itu… entah ada CC TV di setiap ruang kamar beliau (Wal Iyadzu billah)?

Atau malaikat Jibril as. turun kepada mereka mewahyukan semua aktifitas Nabi mulia di dalam bilik-bilik kamar dengan istri-istri beliau?

Atau Nabi saw. setiap hendak melanjutkan aktifitasnya ke kamar istri lain mampir terlebih dahulu kepada para sahabat (yang begitu bersemangat merekam “Sunnah Nabi”) dan memberitahukan kepada mereka apa yang tadi barusan beliau lakukan di dalam kamar tertutup itu?

Atau jangan-jangan istri-istri beliau yang membocorkan kegiatan seks Nabi saw. yang menggilir mereka dengan sekali mandi?

Dalam Shahih-nya yang diyakini mayoritas ulama Ahlusunnah kitab tershahih setelah Kitab Suci Al qur’an, Bukhari mengulang-ulang pengisahan riwayat dari sahabat Anas ibn Malik yang mengatakan bahwa Nabi mulia saw. mengisi malam-malam hening beliau (yang Allah firmankan dalam Al Qur’an-Nya sebagai waktu utama untuk menegakkan shalat dan mendekatkan diri kepada Allah dengan beribadah dan merenung akan kemaha agungan kerajaan-Nya) dengan hanya melanpiaskan hasrat birahi beliau dengan menggilir sembilan atau sebelas istri beliau dalam satu malam dengan sekali mandi.

Waktu malam yang sebenarnya harus dijadikan kendaraan untuk terbang menuju maqam agung kedekatan di sisi Allah SWT.

Gosip tentang rutinitas Nabi saw. tersebut telah menjadi gosip dan buah bibir di kalangan para sahabat Nabi mulia saw. Mereka menggosipkan bahwa Nabi mulia diberi kekuatan seks (waliyâdzu billah) seperti kekuatan tiga puluh pria. Dan itu adalah ciri kesempurnaan kenabian Nabi Muhammad saw.!!

Riwayat tentang gossip di atas dapat Anda jumpai dalam berbagai tempat dalam Shahih Bukhari dan Muslim. Di bawah ini akan saya sebutkan beberapa darinya:

§ Riwayat-riwayat Bukhari

1- Shahih Bukhari: Kitabul Ghusl, Bab Idza Jama’ Tsumma ‘Ada Wa Man Dâra ‘Alâ Nisâ’ihi Fi Ghuslin Wâhidin (Jika seorang bersetubuh kemudian ia kembali dan orang yang berkeliling menggauli istri-istrinya dengan satu kali mandi):1\73 hadis nomer:268:

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ قَالَ حَدَّثَنَا مُعَاذُ بْنُ هِشَامٍ قَالَ حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ قَتَادَةَ قَالَ حَدَّثَنَا أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدُورُ عَلَى نِسَائِهِ فِي السَّاعَةِ الْوَاحِدَةِ مِنْ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَهُنَّ إِحْدَى عَشْرَةَ قَالَ قُلْتُ لِأَنَسٍ أَوَكَانَ يُطِيقُهُ قَالَ كُنَّا نَتَحَدَّثُ أَنَّهُ أُعْطِيَ قُوَّةَ ثَلَاثِينَ وَقَالَ سَعِيدٌ عَنْ قَتَادَةَ إِنَّ أَنَسًا حَدَّثَهُمْ تِسْعُ نِسْوَةٍ

… dari Anas ibn Malik, ‘Ia berkata, ‘Adalah Nabi saw. berkeliling mengilir sembilan -bahkan dalam sebagaian riwayat- sebelas istri beliau dalam satu malam dengan hanya sekali mandi. Dan dalam sebagaian darinya ditanyakan kepada Anas: Apakah Nabi saw. mampu melakukan senggama dengan sembilan istri beliau semalam? Maka Anas menjawab , “Kami sering berbincang-bincang bahwa beliau di beri kekuatan tiga puluh leleki.

2. Shahih Bukhari: Kitabul Ghusl, Bab: al-Junub Yakhruju Wa Yamsyi Fi as-Suuq wa Ghairihi (Seorang yang junub keluar dan berjalan di pasar dan lainnya): 1\76 hadis nomer:284:

حَدَّثَنَا عَبْدُ الْأَعْلَى بْنُ حَمَّادٍ قَالَ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ زُرَيْعٍ قَالَ حَدَّثَنَا سَعِيدٌ عَنْ قَتَادَةَ أَنَّ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ حَدَّثَهُمْ أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَطُوفُ عَلَى نِسَائِهِ فِي اللَّيْلَةِ الْوَاحِدَةِ وَلَهُ يَوْمَئِذٍ تِسْعُ نِسْوَةٍ.

…dari Qatadah, ia bertutur bahwa Anas ibn Malik mengabarkan kepada mereka bahwa Nabi Allah saw. mengitari sembilan istrinya dalam satu malam. Dan ketika itu beliau mempunyai sembilan orang istri.

3. Hadis yang sama juga diriwaytakan dalam Kitabun-Nikah, Bab Katsratun-Nisa’(Banyaknya istri):7\4 hadis nomer:5068:

حَدَّثَنَا عَبْدُ الْأَعْلَى بْنُ حَمَّادٍ قَالَ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ زُرَيْعٍ قَالَ حَدَّثَنَا سَعِيدٌ عَنْ قَتَادَةَ أَنَّ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ حَدَّثَهُمْ أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَطُوفُ عَلَى نِسَائِهِ فِي اللَّيْلَةِ الْوَاحِدَةِ وَلَهُ يَوْمَئِذٍ تِسْعُ نِسْوَةٍ

Hadis yang sama juga diriwaytakan dalam Kitabun-Nikah, Bab: Man Thafa Ala Nisa’ihi Fi Ghuslin Wahidin (Orang yang berkeliling megauli istri-istrinya dengan satu kali mandi):7\44, hadis nomer:5215:

حَدَّثَنَا عَبْدُ الْأَعْلَى بْنُ حَمَّادٍ قَالَ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ زُرَيْعٍ قَالَ حَدَّثَنَا سَعِيدٌ عَنْ قَتَادَةَ أَنَّ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ حَدَّثَهُمْ أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَطُوفُ عَلَى نِسَائِهِ فِي اللَّيْلَةِ الْوَاحِدَةِ وَلَهُ يَوْمَئِذٍ تِسْعُ نِسْوَةٍ

[ http://www.sahihalbukhari.com/sps/sbk/ ]

§ Riwayat-riwayat Muslim
Shahih Muslim dalam :Kitab al-Haidl , hadis nomer :467:

و حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ أَبِي شُعَيْبٍ الْحَرَّانِيُّ حَدَّثَنَا مِسْكِينٌ يَعْنِي ابْنَ بُكَيْرٍ الْحَذَّاءَ عَنْ شُعْبَةَ عَنْ هِشَامِ بْنِ زَيْدٍ عَنْ أَنَسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَطُوفُ عَلَى نِسَائِهِ بِغُسْلٍ وَاحِدٍ.

…dari Hisyam ibn Zaid dari Anas, “Sesungguhnya Nabi saw. mengitari istri-istrinya dengan sekali mandi.”.

§ Riwayat-riwayat Turmudzi
Shahih at-Turmudzi : Kitab ath-Thaharah, Bab Mâ Jâ’a fi ar rajuli Yathûfu alâ Nisâ’ihi Bighuslin wahidinhadis nomer :130:

حَدَّثَنَا بُنْدَارٌ مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا أَبُو أَحْمَدَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ مَعْمَرٍ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَطُوفُ عَلَى نِسَائِهِ فِي غُسْلٍ وَاحِدٍ.
قَالَ وَفِي الْبَاب عَنْ أَبِي رَافِعٍ قَالَ أَبُو عِيسَى حَدِيثُ أَنَسٍ حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَطُوفُ عَلَى نِسَائِهِ بِغُسْلٍ وَاحِدٍ وَهُوَ قَوْلُ غَيْرِ وَاحِدٍ مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ مِنْهُمْ الْحَسَنُ الْبَصْرِيُّ أَنْ لَا بَأْسَ أَنْ يَعُودَ قَبْلَ أَنْ يَتَوَضَّأَ وَقَدْ رَوَى مُحَمَّدُ بْنُ يُوسُفَ هَذَا عَنْ سُفْيَانَ فَقَالَ عَنْ أَبِي عُرْوَةَ عَنْ أَبِي الْخَطَّابِ عَنْ أَنَسٍ وَأَبُو عُرْوَةَ هُوَ مَعْمَرُ بْنُ رَاشِدٍ وَأَبُو الْخَطَّابِ قَتَادَةُ بْنُ دِعَامَةَ قَالَ أَبُو عِيسَى وَرَوَاهُ بَعْضُهُمْ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ يُوسُفَ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ ابْنِ أَبِي عُرْوَةَ عَنْ أَبِي الْخَطَّابِ وَهُوَ خَطَأٌ وَالصَّحِيحُ عَنْ أَبِي عُرْوَةَ.

…dari Qatadah dari Anas bahwa Nabi saw. mengitari istri-istrinya dengan sekali mandi.

Dan dalam bab (masalah) ini terdapat hadis dari Abu Râfi’. Abu Isa (at Turmudzi) berkata, “Hadis (riwayat) Anas adalah hadis hasan shahih, bahwa Nabi saw. mengitari istri-istrinya dengan sekali mandi. Dan ini adalah pendapat banyak kalangan ahli ilmu (ulama), diantaranya adalah Hasan al Bshri, yaitu tidak mengapa kembali menggauli sitri sebelum berwudhu’… .”.

§ .Riwayat-riwayat Nasa’i
Sunan an-Nasa’i: Kitab ath-Thaharah, bab Ityânu Nisâ’ Qabla Ihdâtsil Ghusli, hadis nomer :263 dan 264, Kitab an-Nikah : hadis 3147:

أَخْبَرَنَا إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ وَيَعْقُوبُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ وَاللَّفْظُ لِإِسْحَقَ قَالَا حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ عَنْ حُمَيْدٍ الطَّوِيلِ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَافَ عَلَى نِسَائِهِ فِي لَيْلَةٍ بِغُسْلٍ وَاحِدٍ.
أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عُبَيْدٍ قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ قَالَ أَنْبَأَنَا مَعْمَرٌ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَطُوفُ عَلَى نِسَائِهِ فِي غُسْلٍ وَاحِدٍ.

Dan dalam Kitab an-Nikah, Bab Dzikru Amri Rasulillah saw. fi an Nikah…: hadis 3147:

أَخْبَرَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ مَسْعُودٍ عَنْ يَزِيدَ وَهُوَ ابْنُ زُرَيْعٍ قَالَ حَدَّثَنَا سَعِيدٌ عَنْ قَتَادَةَ أَنَّ أَنَسًا حَدَّثَهُمْ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَطُوفُ عَلَى نِسَائِهِ فِي اللَّيْلَةِ الْوَاحِدَةِ وَلَهُ يَوْمَئِذٍ تِسْعُ نِسْوَةٍ

§ Riwayat-riwayat Abu Daud
Sunan Abu Daud: Kitab ath-Thaharah, Bab Fil Junubi Ya’ûd, hadis nomer:188:

حَدَّثَنَا مُسَدَّدُ بْنُ مُسَرْهَدٍ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ حَدَّثَنَا حُمَيْدٌ الطَّوِيلُ عَنْ أَنَسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَافَ ذَاتَ يَوْمٍ عَلَى نِسَائِهِ فِي غُسْلٍ وَاحِدٍ قَالَ أَبُو دَاوُد وَهَكَذَا رَوَاهُ هِشَامُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ أَنَسٍ وَمَعْمَرٌ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ وَصَالِحُ بْنُ أَبِي الْأَخْضَرِ عَنْ الزُّهْرِيِّ كُلُّهُمْ عَنْ أَنَسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم

§ Riwayat-riwayat Ibnu Majah
Sunan Ibnu Majah : Kitab ath-Thaharah, hadis nomer: 581 dan 582:

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ وَأَبُو أَحْمَدَ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ مَعْمَرٍ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَطُوفُ عَلَى نِسَائِهِ فِي غُسْلٍ وَاحِدٍ.
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ صَالِحِ بْنِ أَبِي الْأَخْضَرِ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ أَنَسٍ قَالَ وَضَعْتُ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غُسْلًا فَاغْتَسَلَ مِنْ جَمِيعِ نِسَائِهِ فِي لَيْلَةٍ

Aku menyiapkan air mandi untuk Rasulullah saw., lalu beliau mandi sekali untuk (bersesuci dari menggauli) seluruh istri-istrinya dalam satu malam.”.

§ Riwayat-riwayat Imam Ahmad dalam Musnad
Musnad Ahmad bin Hambal :Juz 3 hal99,11,161,166,185,189,225,239 da 252.

§ Riwayat-riwayat Darimi
Sunan ad-Darimi: Kitab ath-Thaharah hadis nomer:746 dan 747.



Kisah Luapan Birahi Setan Khalifah Agung Ahlusunnah

Nah, sekarang coba bandingkan antara sang Nabi mulia saw. dengan seorang Khalifah bejat yang hanya pandai melampiaskan syahwat birahinya…. Setelahnya Anda pasti mulai mengerti sebagian dari tujuan diproduksinya riwayat-riwayat yang mendeskriditkan keagungan dan kehormatan Nabi agung Muhammad saw.

Jika seorang Khalifah Rasulullah (?!) kerasukan syahwat bandang, maka tak ada apapun yang mampu menghentikannya, kecuali ajaran agama. Jika agama dapat diajak kompromi, itu pasti kerena kelihaian Sang Abu Yusuf; Qadhi andalan Sang Khalifah Rasulillah di saat kepepet!

Pada suatu ketika Khalifah Harun ar-Rasyid jatuh cinta kepada seorang budak wanita milik Isa ibn Ja’far, ia meminta dari Isa agar menghibahkan budak tersebut untuknya, akan tetapi Isa menolak dengan alasan karena ia telah bersumpah untuk tidak menjual dan atau menghibahkannya kepada siapapun, dan konsekuensi dari melanggarnya adalah akan jatuh (thalaq) cerai atas istrinya, memerdekakan seluruh budaknya dan mensedekahkan segala yang ia miliki.

Disini, sekali lagi diperlukan kelihaian dalam meramu fatwa agar budak wanita yang seksi dan molek itu tetap dapat di nikmati sang Khaifah, sementara Isa ibn Ja’far tidak harus terbentur oleh sumpah yang terlanjur ia ucapkan. Sekali lagi, disini Anda akan menyaksikan terobosan baru yang spektakuler dalam dunia ramu-meramu fatwa yang diatraksikan oleh sang Qadhi al-Qudhaat kaliber dunia, Abu Yusuf. Ia memberikan solusi dengan mengatakan kepada Isa bagilah budak itu menjadi dua bagian, separoh pertama hibahkan untuk ar-Rasyid dan separoh kedua di jual, dengan demikian ia keluar dari sumpahnya, sebab ia tidak menjual semuanya dan tidak menghibahkan semuanya, akan tetapi menjual separoh dan menghibahkan separoh lainnya!!

Dan untuk imbal jasa jerih payah memeras otak dalam meramu fatwa tersebut ia berhak menerima hadiah sebesar dua ratus ribu dirham dan dua puluh pak/kotak baju.

Tentang aktraksi fatwa dia atas Ibnu as-Sammak berkomentar: sesungguhnya jika aku berkata bahwa Abu Yusuf itu gila tidak ada seorangpun yang menerima ucapanku, namun sebenarnya ia adalah seorang yang sedang bergulat dengan dunia tapi ia dijatuhkan/di kalahkan.[1]


Referensi:
[1] Tarikh Baghdad:14/250 dan 255.
___________________________________

Dan terhadap Aisyah kecil Muhammad berkata dengan kata-kata rayuan: “Saya melihat engkau dalam mimpi, dibawa malaikat kepada saya dalam kerudung kain sutera. Malaikat berkata: “Inilah isterimu!” Setelah kerudung saya buka, rupanya engkau.” (Bukhari vol.7, buku 62, no.67).

Muhammad mengawini Aisyah waktu masih dibawah umur, Muhammad sudah berumur 51 tahun, sedangkan Aisyah baru berumur 6 tahun. Mereka serumah ketika Aisyah berumur 9 tahun dan Muhammad 53 tahun.


Sahih Muslim, buku 008, no.3310:
Aisha (ra) melaporkan: Rasul Allah (saw) mengawini saya ketika saya berumur 6 tahun, dan saya masuk ke rumahnya saat saya berumur 9 tahun.

Sahih Bukhari, vol.7, buku 62, no.64:
Diriwayatkan Aisha: bahwa Nabi mengawininya ketika ia berumur 6 tahun dan ia (Muhammad) menggenapkan nikahnya tatkala ia berumur 9 tahun, lalu tinggal bersama-sama dengannya untuk 9 tahun (yaitu, hingga wafatnya).

Sahih Bukhari, vol.7, buku 62, no.65:
Diriwayatkan Aisha: bahwa Nabi mengawininya ketika ia berumur 6 tahun dan ia (Muhammad) menggenapkan nikahnya tatkala ia berumur 9 tahun. Hisham berkata: Saya telah diberitahu bahwa Aisha tinggal bersama-sama dengan Nabi selama 9 tahun (yaitu, hingga wafatnya). Apa yang engkau ketahui tentang Quran (hafal)’.

Sunan Abu-Dawud Buku 41, Nomer 4915, juga Nomer 4915 and Nomer 4915:
Dinyatakan Aisha, Ummul Mu’minin: Sang Rasul Allah menikahiku ketika aku berusia tujuh atau enam tahun. Ketika kami tiba di Medina, beberapa wanita datang, menurut versi Bishr:Umm Ruman datang padaku ketika saya sedang bermain ayunan. Mereka memandangku, mempersiapkanku, dan mendandaniku. Kemudian aku dibawa ke Rasul Allah, dan ia hidup bersamaku sebagai suami istri ketika aku berusia sembilan tahun. Ia (Umm Ruman) menghentikanku di pintu, dan aku meledak tertawa.

Sahih Bukhari, vol.7, buku 62, no 88:
Diriwayatkan ‘Ursa: Nabi menuliskan (kontrak perkawinan) dengan Aisha tatkala ia berumur 6 tahun dan menggenapi nikahnya dengan dia ketika ia berusia 9 tahun dan ia tinggal bersama dengan beliau selama 9 tahun (sampai ajalnya).

Bukhari, Vol 1, Book 6, No.299:
Aisha melaporkan: “Tak seorangpun dari kalian punya kekuatan untuk mengontrol nafsunya seperti sang nabi, karena dia bisa meraba-raba isteri-isterinya tetapi tidak melakukan hubungan seks.” .

Sahih Bukhari 9.140:
Diriwayatkan Aisha: Rasul Allah berkata kepadaku, “Engkau telah diperlihatkan kepadaku dua kali (dalam mimpiku) sebelum aku menikahimu. Aku melihat seorang malaikat membawamu dalam sepotong kain sutera, dan aku berkata kepadanya,”Singkapkan (dia)”, dan benar itu adalah engkau. Aku berkata (pada diriku), “Bila ini dari Allah, maka hal itu harus terjadi.

Sahih Bukhari 5.236:
Diriwayatkan oleh ayah Hisham:
Khadijah wafat 3 tahun sebelum Nabi hijrah ke Medina. Ia (Muhammad) tinggal disana sekira 2 tahunan lalu menikahi Aisha gadis yang berumur 6 tahun, dan beliau berhubungan (suami-istri) ketika ia berumur 9 tahun.

Sahih Bukhari 5.234:
Diriwayatkan Aisha:
Nabi melamar saya ketika saya berumur 6 (tahun). Kami pergi ke Medina dan tinggal dirumahnya Bani-al-Harith bin Khazraj. Kemudian saya sakit dan rambutku rontok. Kemudian rambutku tumbuh (kembali) dan ibuku, Um Ruman, datang menghampiriku ketika saya sedang bermain ayunan dengan beberapa teman-teman puteriku. Dia (ibu) memanggilku dan saya datang kepadanya, tanpa tahu apa yang hendak dilakukannya terhadapku. Dia menarik tanganku dan menempatkan diriku dipintu rumah. Nafasku terengah-engah jadinya, dan ketika nafas kembali biasa, ia mengambil air dan menyekakan muka dan kepalaku. Kemudian ia membawa saya masuk ke rumah. Disitu saya melihat beberapa perempuan Ansari yang berkata, “Selamat dan berkat Allah”. Maka iapun menyerahkan saya kepada mereka dan merekapun mempersiapkan saya (untuk menikah). Diluar sangkaan, Rasul Allah datang kepada saya pada siangnya lalu ibuku menyerahkan saya kepadanya, dan saat itu aku adalah gadis dengan umur 9 tahun.

Sunan Abu Dawud, Buku 41, Nomor 4915, juga No.4916 dan 4917:
Diriwayatkan Aisha, Ummul Mu’minin:

Rasul Allah (saw) menikahi saya tatkala saya berumur 7 atau 6. Ketika kami sampai di Medina, beberapa perempuan datang. (versi Bishr: Umm Ruman datang kepada saya ketika saya sedang main ayunan.

Mereka mengambil saya, mempersiapkan saya dan menghiasi saya. Lalu saya dibawa kepada Rasul Allah (saw), dan dia menyetubuhi saya ketika saya berumur 9. Dia menghentikan saya di pintu, dan saya tertawa terbahak.

Sahih Bukhari, vol.7, buku 62, no.64:
Diriwayatkan Aisha: bahwa Nabi mengawininya ketika ia berumur 6 tahun dan ia (Muhammad) menggenapkan nikahnya tatkala ia berumur 9 tahun, lalu tinggal bersama-sama dengannya untuk 9 tahun (yaitu, hingga wafatnya).

Sahih Bukhari, vol.7, buku 62, no.65:
Diriwayatkan Aisha: bahwa Nabi mengawininya ketika ia berumur 6 tahun dan ia (Muhammad) menggenapkan nikahnya tatkala ia berumur 9 tahun. Hisham berkata: Saya telah diberitahu bahwa Aisha tinggal bersama-sama dengan Nabi selama 9 tahun (yaitu, hingga wafatnya). Apa yang engkau ketahui tentang Quran (hafal)’.

Sahih Bukhari, vol.7, buku 62, no 88:
Diriwayatkan ‘Ursa: Nabi menuliskan (kontrak perkawinan) dengan Aisha tatkala ia berumur 6 tahun dan menggenapi nikahnya dengan dia ketika ia berusia 9 tahun dan ia tinggal bersama dengan beliau selama 9 tahun (sampai ajalnya).


Sahih Bukhari, vol.7, buku 62, no. 90:

Diriwayatkan oleh Aisha:
“Ketika Nabi menikahi saya, ibu saya datang pada saya dan membawa saya masuk ke rumah (rumah Sang Nabi) dan tidak suatupun yang mengagetkan saya kecuali datangnya Rasul Allah menghampiri saya di pagi hari. Ini pastilah suatu hal yang sangat mengagetkan!”.


Sahih Bukhari, vol.8, buku 73, no. 151:

Diriwayatkan oleh Aisha:
“Saya biasa bermain dengan boneka-boneka di tengah kehadiran Nabi, dan gadis-gadis temanku juga biasa bermain dengan saya.

Ketika Rasul Allah masuk seperti biasanya (tempat tinggal saya), mereka (teman-teman saya) biasanya menyembunyikan diri mereka, namun Nabi memanggil mereka untuk bergabung dan bermain dengan saya.

Fateh-al-Bari hlm 143, vol.13:
Bermain dengan boneka-boneka dan barang-barang yang sejenis adalah terlarang, tetapi itu diizinkan untuk Aisha pada waktu itu, karena ia masih seorang gadis kecil, belum mencapai umur pubertas.

Sahih Muslim, buku 008, no. 3311:
“Aisha (ra) melaporkan bahwa Rasul Allah (saw) mengawininya ketika ia berumur 7 tahun, dan ia dibawa ke rumahnya sebagai mempelai wanita ketika ia berumur 9 tahun, dan boneka-bonekanya menyertainya; dan ketika beliau (Nabi Suci) meninggal, ia (Aisha) berumur 18 tahun.”.

Sebagian Muslim berkata bahwa Abu Bakr-lah yang mendekati Muhammad dan meminta beliau untuk menikahi puterinya. Tentu ini tidak betul.

Sahih Bukhari 7.18:
Diriwayatkan ‘Ursa: Nabi meminta kepada Abu Bakr untuk menikahi Aisha. Abu Bakr berkata, “Tetapi sayakan saudaramu”. Nabi berkata, “ Engkau memang saudaraku dalam agama Allah dan Kitab-Nya, tetapi dia (Aisha) dibolehkan oleh hukum untuk kunikahi”.

Suatu kali Mariah ingin bertemu Muhammad, jadi dia pergi ke rumah isterinya Hafsa putri Umar, Yang waktu itu tidak ada di rumah. Ketika Hafsa tiba-tiba pulang dia menemukan Muhammad sedang berhubungan intim dengan Mariah di tempat tidurnya sendiri! Dia memprotes Muhammad:

“Di dalam rumahku dan diatas tempat tidurku dan pada hari yang ditentukan untukku……..” Nabi Allah berkata: “Rahasiakanlah dan jangan katakan siapapun. Jangan katakan kepada Aisha.” (karena ia sangat takut terhadap Aisha). Dia menambahkan: “Saya tidak akan menyentuh Mariah lagi. Dan saya menyatakan kepadamu dan ayahmu serta ayah Aisha, bahwa mereka akan memimpin bangsaku setelah aku. Saya tinggalkan itu kepada mereka.” Tetapi Hafsa memberi tahu Aisha lalu Muhammad menceraikan Hafsa. (Lihat Sunan Abu Dawud, buku 12/2276).

Ketika kabar perceraian itu terdengar oleh Umar ayah Hafsa dia menjadi sangat marah . Ketika Muhammad mendengar reaksi Umar, dia mengambil kembali Hafsa dengan sebuah perintah dari Jibril yang berkata kepadanya: “Hafsa akan menjadi isterimu pada hari pengangkatan.” (Lihat hadits Bukhari, vol.3, Buku 43/648 dan Sura Al-Ahzab).


Versi Sunni bahwa Nabi diberi kekuatan seks 30 orang laki laki, Sahih al-Bukhari, Volume 1, Book 5, Number 268:

Narrated Qatada:
Anas bin Malik said, “The Prophet used to visit all his wives in a round, during the day and night and they were eleven in number.” I asked Anas, “Had the Prophet the strength for it?” Anas replied, “We used to say that the Prophet was given the strength of thirty 30 (men).” And Sa’id said on the authority of Qatada that Anas had told him about nine wives only (not eleven).

(Sahih al-Bukhari, Volume 1, Book 5, Number 268)


Terjemahan:

Anas bin Malik berkata, “NABI BIASANYA PERGI MENGUNJUNGI SEMUA ISTRINYA SECARA BERGILIR,SELAMA SIANG DAN MALAM, dan mereka jumlahnya ada SEBELAS.” Aku bertanya pada anas, “Apakah nabi punya kekuatan untuk itu? Anas menjawab bahwa, “Biasanya kami mengatakan bahwa NABI DIBERIKAN KEKUATAN 30 LELAKI “… (Sahih al-Bukhari, Volume 1, Book 5, Number 268)


Kitab Hadist Sahih Bukhari:
=> http://www.islamspirit.com/ebooks_c_bok_ 0058.php

9 istri (GILIR / SEKALIGUS??)


BUKHARI, Volume 7, Book 62, Number 6:

Narrated Anas:
The Prophet I used to go round (have sexual relations with) all his wives in one night, and he had 9 (nine) wives.


BUKHARI, Volume 7, Book 62, Number 142:

Narrated Anas bin Malik:
The Prophet used to pass by (have sexual relation with) all his wives in one night, and at that time he had 9 (nine) wives.

Download Kitab Hadist Sahih Bukhari:
=> http://www.islamspirit.com/ebooks_c_bok_ 0058.php .

SEX SAMBIL MENSTRUASI

http://www.facebook .com/note. php?note_ id=376537102658


Bukhari Vol 1, Book 6. Menstrual Periods. Hadith 298.

Narrated By ‘Aisha : The Prophet and I used to take a bath from a single pot while we were Junub. During the menses, he used to order me to put on an Izar (dress worn below the waist) and used to fondle me. While in Itikaf, he used to bring his head near me and I would wash it while I used to be in my periods (menses).

Terjemahan:
Diriwayatkan oleh Aisha:
Nabi dan aku biasanya mandi dari satu bak ketika kami sedang Junub. Selama hadi, dia biasanya menyuruh aku memakai Izar (baju dari pinggang ke bawah) dan biasanya dia meraba-raba aku. Ketika sedang Itifaf, dia biasanya mendekatkan kepalanya padaku dan aku mencucinya ketika aku sedang haid.

Vol 1, Book 6. Menstrual Periods. Hadith 299.

Narrated By ‘Abdur-Rahman bin Al-Aswad : (On the authority of his father) ‘Aisha said: “Whenever Allah’s Apostle wanted to fondle anyone of us during her periods (menses), he used to order her to put on an Izar and start fondling her.” ‘Aisha added, “None of you could control his sexual desires as the Prophet could.“

Terjemahan:
Diriwayatkan oleh Abdur-Rahman bin Al-Aswad: (atas otoritas ayahnya)
Aisha berkata,” Setiap kali rasul Allah ingin meraba-raba sesiapa di antara kami ketika sedang haid, dia akan menyuruhnya memakai Izar dan mulai meraba-raba dia.” Aisha menambahkan, “Tidak ada seorangpun di antara kalian yang bisa mengontrol nafsu seksnya seperti Nabi.”

TAMBAHAN :
http://www.facebook.com/note.php?note_ id=376537102658


BAHKAN YANG LAGI MENS

Shahih Muslim No. 440:
Hadis riwayat Aisyah ra., ia berkata:
Apabila salah seorang di antara kami SEDANG HAID, Rasulullah saw. memerintahkan untuk memakai izaar (kain bawahan menutupi bagian tubuh dari pusar ke bawah), KEMUDIAN BELIAU MENGGAULINYA (tanpa senggama) (Shahih Muslim No.440).

Shahih Muslim No. 440:

عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ إِحْدَانَا إِذَا كَانَتْ حَائِضًا أَمَرَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَتَأْتَزِرُ بِإِزَارٍ ثُمَّ يُبَاشِرُهَا

silahkan cari dari kitab aslinya!!! dimana kata “(tanpa Senggama)”???

Saat itu adalah giliran Hafsa untuk bersetubuh dengan sang Nabi. Budak Hafsa yang bernama Maria, orang Koptik Kristen pemberian dari Raja Alexandria, juga berada di kamarnya ketika sang Nabi masuk. Maria adalah gadis remaja yang cantik jelita, merangsang sukma. Dia membangkitkan nafsu berahi pria manapun yang melihatnya; apalagi pria seperti sang Nabi yang diberi kekuatan seks sebanyak 30 pria oleh Allah. Kalau tidak percaya, lihat hadisnya: Hadis Sahih Bukhari Volume 1, Book 5, Number 268:


Dikisahkan oleh Qatada:Sang Nabi diberi kekuatan seksual setara dengan 30 pria.

Al-Halabi salah seorang ulama Muslim yang terkemuka dalam bukunya yang terkenal Al-Sira Al-Halabia, menyatakan:
“Jika Muhammad menginginkan wanita yang belum menikah, dia bahkan mempunyai hak untuk menikahinya tanpa upacara pernikahan dan tanpa saksi atau wali. Persetujuan wanita itu juga tidak diperlukan. Namun jika wanita itu sudah menikah dan Muhammad menunjukkan keinginannya terhadap dirinya, adalah sebuah keharusan bagi suaminya untuk menceraikannya, agar Muhammad dapat menikahinya. Muhammad juga mempunyai hak untuk memberikan wanita yang dinikahinya itu kepada lelaki manapun yang ia pilih tanpa persetujuan wanita tersebut. Dia bahkan juga dapat menikah pada musim naik haji, sebagaimana yang dia lakukan dengan Maemunah. Dia juga mempunyai hak untuk memilih para tawanan, siapapun yang dia inginkan, sebelum pembagian hasil jarahan perang.” (Al-Sira Al-Halabia, vol.III, hal 377).

Ditegaskan pula oleh Ibn Ishaq bahwa Rasulullah menikahi Maymuna pada saat perjalanannya naik haji dan bahwa hal tersebut dilarang, lihat Al-Baqara 2:222, Hadits Sahih Muslim, Book 3 no. 577-581).

Dalam Hadits Sahih Muslim Vol.1, hal.590 kaum Muslim mengatakan mengutip Nawawi, bahwa Aisha mengatakan:
“Jika salah satu dari kita sedang datang bulan, Rasul Allah memerintahkannya untuk datang kepadanya (Muhammad) untuk berhubungan intim, pada saat isterinya sedang berada dalam puncak datang bulannya.”

Maymuna memberi konfirmasi: “Rasul Allah biasa melakukan hubungan intim denganku ketika aku sedang datang bulan.”

Umm Salma mengatakan hal yang sama. (Hadits Sahih Muslim, Book 3 no. 577-581).

Ibn Sa’d mengutip gurunya Waqidi yang berkata: “Rasul Allah suka berkata bahwa aku adalah orang yang lemah seks. Lalu Allah memberiku satu periuk daging matang. Setelah aku memakannya, kudapatkan kekuatan kapanpun aku ingin berhubungan seks.” (Tabaqat Vol 8, Page 200).

Dalam hadits lain Muhammad berkata: “Jibril membawakanku makanan satu periuk. Kumakan makanan itu dan kekuatan seks-ku bertambah menjadi sama dengan empatpuluh orang.” (Tabaqat Vol 8, Page 200).

Perkawinan dgn anak2 ala wahabi kembali mengundang headlines dlm media Arab: Dr. Salih bin Fawzan, ulama terkemuka dan anggoa dewan agama tertinggi Saudi pernah mengumumkan fatwa menegaskan bahwa TIDAK ADA USIA MINIMUM BAGI PERKAWINAN, dan bahwa anak2 bisa dinikahi ”bahkan saat masih bayi.”

Fatwa yang mencuat tanggal July 13, mengeluh bahwa “Campur Tangan dari pihak2 yang tidak memiliki informasi terhadap peraturan2 Syariah oleh pers dan wartawan semakin meningkat, mengakibatkan konsekwensi berat pada masyarakat, termasuk campur tangan mereka dalam masalah perkawinan dengan anak2 kecil yang belum mencapai kedewasaaan dan tuntutan mereka agar adanya USIA MINIMUM bagi perkawinan.”.

Fawzan BERSIKERAS BAHWA SYARIAH TIDAK MENETAPKAN BATAS USIA BAGI ANAK2 PEREMPUAN. Ia menegaskan kembali ayat Quran 65:4, yang membahas perkaiwnan dengan bocah2 perempuan yang belum menstruasi dan fakta bahwa Muhammad saw menikahi Aisyah saat ia berusia 6 tahun dan memulai hubungan sex saat Aisyah berusia 9 tahun.

Ulama setuju bahwa para ayah diijinkan menikahi gadis2 cilik merka, bahkan saat mereka masih bayi, walau suami mereka tidak diijinkan melakukan senggama sebelum mereka mencapai berat badan sama dengan lelaki dan bisa diletakkan dibawah suaminya.

Fawzan menutupi fatwanya dengan peringatan: “Barangsiapa yang menuntut ditetapkannya usia minimum dalam perkawinan atau mensahkan hal2 yang tidak diijinkan Allah melakukan tindakan mengkontradiksi syariah dan oleh karena itu harus takut pada AIlah. Karena hukum adalah urusan Allah dan peraturan adalah urusan Dia semata2. Termasuk aturan tentang perkawinan.”.

Hadis Hadis Sunni dan Sirah Sirah Sunni Menggambarkan Muhammad sebagai Terhebat dalam urusan ranjang: ngembat Aisyah tatkala masih berusia 6 tahun, ngembat Mariyah orang koptik di ranjangnya Hafsa, memperkosa Rihanna bin Amra dan Safiyah setelah membunuh semua anggota keluarga dan suami-suami para wanita malang ini.

Na’udzubillahi min dzalik !!!!!!!!!!!! Syi’ah menolak keras hadis dan sirah sirah palsu ini.
___________________________________

JAWABAN PiHAK SYi’AH :

Hadis Hadis Yang Ada Dalam Kitab Shahih Sunni bukan semua hadis Nabi yang asli, tetapi ada REKAAN ORANG ORANG TERTENTU yang dinisbatkan kepada Nabi untuk mengkondisikan bahwa Nabi hanyalah manusia biasa saja yang seolah olah sama biadabnya dengan Mu’awiyah bin ABU SOFYAN.

Bani Umayah menolak kebenaran-kebenaran dengan cara menentang. Mereka menumpahkan darah Ahlul Bait, menawan wanita-wanita dan anak-anak kecil mereka, membakar rumah-rumah mereka, merendahkan kemulian dan keutamaan mereka, serta menganggap sunnah mencaci dan melaknat mereka, mereka telah menentang Rasul saw dalam wasiatnya dan memutarbalikan hadis hadisnya.

Syiah mensucikan Nabi berdasarkan ayat : “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung” (Quran 68:4). dan “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu” (Quran 33:21)


Syi’ah menolak hadis hadis idiot sunni diatas..

Penulis sejarah Islam pertama Ibnu Ishaq mengatakan bahwa Aisyah adalah orang ke 18 yang memeluk Islam..Artinya Aisyah masuk Islam pada tahun pertama atau tahun keduaNabi diutus !Andaikata Aisyah masuk Islam pada usia 8 tahun maka ketika menikah dengan Nabi di Madinah umurnya 21 tahun…

Dengan demikian hadis hadis yang menyangkut kesaksian Aisyah tentang pembangunan Masjid Madinah harus ditinggalkan..misalnya hadis berikut ini :Rasulullah SAW membawa batu pertama untuk membangun masjid, kemudian Abubakar lalu Umar, Usman membawa batu terakhir. Dan Aku (aisyah) bertanya, “Ya Rasul Allah, apakah anda melihat bagaimana mereka membantu ?”. Dan Rasul berkata, “Wahai Aisyah demikianlah (urutan) khalifah sesudahku” (HR. Hakim dalam Al Mustadrak jilid V halaman 97 dan Nasa’i dalam Al Sunan Al Kubra jilid III halaman 334).

Seorang teman kristen suatu kali bertanya kepada saya, “Akankah anda menikahkan saudara perempuanmu yang berumur 7 tahun dengan seorang tua berumur 50 tahun?”

Saya terdiam. Dia melanjutkan, “Jika anda tidak akan melakukannya, bagaimana bisa anda menyetujui pernikahan gadis polos berumur 7 tahun, Aisyah, dengan Nabi anda?”

Saya katakan padanya,”Saya tidak punya jawaban untuk pertanyaan anda pada saat ini.” Teman saya tersenyum dan meninggalkan saya dengan guncangan dalam batin saya akan agama saya.Kebanyakan muslim menjawab bahwa pernikahan seperti itu diterima masyarakat pada saat itu. Jika tidak, orang-orang akan merasa keberatan dengan pernikahan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan Aisyah.

Bagaimanapun, penjelasan seperti ini akan mudah menipu bagi orang-orang yang naif dalam mempercayainya. Tetapi, saya tidak cukup puas dengan penjelasan seperti itu.Nabi merupakan manusia tauladan, semua tindakannya paling patut dicontoh sehingga kita, Muslim dapat meneladaninya.

Bagaimanapun, kebanyakan orang di Islamic Center of Toledo, termasuk saya, Tidak akan berpikir untuk menunangkan saudara perempuan kita yang berumur 7 tahun dengan seorang laki-laki berumur 50 tahun.

Jika orang tua setuju dengan pernikahan seperti itu, kebanyakan orang, walaupun tidak semuanya, akan memandang rendah terhadap orang tua dan suami tua tersebut.Tahun 1923, pencatat pernikahan di Mesir diberi intruksi untuk menolak pendaftaran dan menolak mengeluarkan surat nikah bagi calon suami berumur di bawah 18 tahun, dan calon isteri dibawah 16 tahun. Tahun 1931, Sidang dalam oraganisasi-oraganisi hukum dan syariah menetapkan untuk tidak merespon pernikahan bagi pasangan dengan umur diatas (Women in Muslim Family Law, John Esposito, 1982). Ini memperlihatkan bahwa walaupun di negara Mesir yang mayoritas Muslim pernikahan usia anak-anak adalah tidak dapat diterima.

Jadi, Saya percaya, tanpa bukti yang solidpun selain perhormatan saya terhadap Nabi, bahwa cerita pernikahan gadis berumur 7 tahun dengan Nabi berumur 50 tahun adalah mitos semata. Bagaimana pun perjalanan panjang saya dalam menyelelidiki kebenaran atas hal ini membuktikan intuisi saya benar adanya.

Nabi memang seorang yang gentleman. Dan dia tidak menikahi gadis polos berumur 7 atau 9 tahun. Umur Aisyah telah dicatat secara salah dalam literatur hadist. Lebih jauh, Saya pikir bahwa cerita yang menyebutkan hal ini sangatlah tidak bisa dipercaya.

Beberapa hadist (tradisi Nabi) yang menceritakan mengenai umur Aisyah pada saat pernikahannya dengan Nabi, hadist-hadist tersebut sangat bermasalah. Saya akan menyajikan beberapa bukti melawan khayalan yang diceritakan Hisham ibnu `Urwah dan untuk membersihkan nama Nabi dari sebutan seorang tua yang tidak bertanggung jawab yang menikahi gadis polos berumur 7 tahun.

Bukti #1: Pengujian Terhadap Sumber

Sebagian besar riwayat yang menceritakan hal ini yang tercetak dihadist yang semuanya diriwayatkan hanya oleh Hisham ibn `Urwah, yang mencatat atas otoritas dari bapaknya, yang mana seharusnya minimal 2 atau 3 orang harus mencatat hadist serupa juga. Adalah aneh bahwa takada seorang pun yang di Medinah, dimana Hisham ibn `Urwah tinggal, sampai usia 71 tahun baru menceritakan hal ini, disamping kenyataan adanya banyak murid-murid di Medinah termasuk yang kesohor Malik ibn Anas, tidak menceritakan hal ini. Asal dari riwayat ini adalah dari orang-orang Iraq, di mana Hisham tinggal disana dan pindah dari Medinah ke Iraq pada usia tua.

Tehzibu’l-Tehzib, salah satu buku yang cukup terkenal yang berisi catatan para periwayat hadist, menurut Yaqub ibn Shaibah mencatat: “Hisham sangat bisa dipercaya, riwayatnya dapat diterima, kecuali apa-apa yang dia ceritakan setelah pindah ke Iraq “(Tehzi’bu’l-tehzi’b, Ibn Hajar Al-`asqala’ni, Dar Ihya al-turathal-Islami, 15th century. Vol 11, p.50).

Dalam pernyataan lebih lanjut bahwa Malik ibn Anas menolak riwayat Hisham yang dicatat dari orang-orang Iraq: “Saya pernah diberi tahu bahwa Malik menolak riwayat Hisham yang dicatat dari orang-orang Iraq” (Tehzi’b u’l-tehzi’b, IbnHajar Al- `asqala’ni, Dar Ihya al-turathal-Islami, Vol.11, p. 50).

Mizanu’l-ai`tidal, buku lain yang berisi uraian riwayat hidup pada periwayat hadist Nabi saw mencatat: “Ketika masa tua, ingatan Hisham mengalami kemunduran yang mencolok” (Mizanu’l-ai`tidal, Al-Zahbi,Al-Maktabatu’l-athriyyah, Sheikhupura, Pakistan, Vol. 4, p. 301).


KESIMPULAN:

Berdasarkan referensi ini, Ingatan Hisham sangatlah buruk dan riwayatnya setelah pindah ke Iraq sangat tidak bisa dipercaya, sehingga riwayatnya mengenai umur pernikahan Aisyah adalah tidak kredibel.


KRONOLOGI:

Adalah vital untuk mencatat dan mengingat tanggal penting dalam sejarah Islam:
Pra-610 M: Jahiliyah (pra-Islamic era) sebelum turun wahyu:
610 M: turun wahyu pertama Abu Bakr menerima Islam
613 M: Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mulai mengajar ke Masyarakat
615 M: Hijrah ke Abyssinia.
616 M: Umar bin al Khattab menerima Islam.
620 M: dikatakan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam meminang Aisyah
622 M: Hijrah ke Yathrib, kemudian dinamai Medina
623/624 M: dikatakan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berumah tangga dengan Aisyah


Bukti #2: Meminang

Menurut Tabari (juga menurut Hisham ibn `Urwah, Ibn Hunbal and IbnSad), Aisyah dipinang pada usia 7 tahun dan mulai berumah tangga pada usia 9 tahun.

Tetapi, di bagian lain, Al-Tabari mengatakan: “Semua anak Abu Bakr (4 orang) dilahirkan pada masa jahiliyah dari 2 isterinya “(Tarikhu’l-umam wa’l-mamlu’k, Al-Tabari (died 922), Vol. 4,p. 50,Arabic, Dara’l-fikr, Beirut, 1979).

Jika Aisyah dipinang 620M (Aisyah umur 7 tahun) dan berumah tangga tahun 623/624 M (usia 9 tahun), ini mengindikasikan bahwa Aisyah dilahirkan pada 613 M. Sehingga berdasarkan tulisan Al- Tabari, Aisyah seharusnya dilahirkan pada 613M, Yaitu 3 tahun sesudah masa Jahiliyah usai (610 M).

Tabari juga menyatakan bahwa Aisyah dilahirkan pada saat Jahiliyah. Jika Aisyah dilahirkan pada era Jahiliyah, seharusnya minimal Aisyah berumur 14 tahun ketika dinikah. Tetapi intinya Tabari mengalami kontradiksi dalam periwayatannya.


KESIMPULAN:

Al-Tabari tak reliable mengenai umur Aisyah ketika menikah.


Bukti # 3: Umur Aisyah jika dihubungkan dengan umur Fatimah

Menurut Ibn Hajar, “Fatima dilahirkan ketika Ka`bah dibangun kembali, ketika Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berusia 35 tahun” Fatimah 5 tahun lebih tua dari Aisyah” (Al-isabah fi tamyizi’l-sahabah, Ibn Hajar al-Asqalani, Vol.4, p. 377, Maktabatu’l-Riyadh al-haditha, al-Riyadh,1978).

Jika Statement Ibn Hajar adalah factual, berarti Aisyah dilahirkan ketika Nabi berusia 40 tahun. Jika Aisyah dinikahi Nabi pada saat usia Nabi 52 tahun, maka usia Aisyah ketika menikah adalah 12 tahun.


KESIMPULAN:

Ibn Hajar, Tabari, Ibn Hisham, dan Ibn Humbal kontradiksi satu sama lain. Tetapi tampak nyata bahwa riwayat Aisyah menikah usia7 tahun adalah mitos tak berdasar.


Bukti #4: Umur Aisyah dihitung dari umur Asma’

Menurut Abda’l-Rahman ibn abi zanna’d: “Asma lebih tua 10 tahun dibanding Aisyah (Siyar A`la’ma’l-nubala’, Al-Zahabi, Vol. 2, p. 289,Arabic, Mu’assasatu’l-risalah, Beirut, 1992).

Menurut Ibn Kathir: “Asma lebih tua 10 tahun dari adiknya [Aisyah]” (Al-Bidayah wa’l-nihayah, Ibn Kathir, Vol. 8, p. 371,Dar al-fikral-`arabi, Al-jizah, 1933).

Menurut Ibn Kathir: “Asma melihat pembunuhan anaknya pada tahun 73 H, dan 5 hari kemudian Asma meninggal. Menurut riwayat lainya, dia meninggal 10 atau 20 hari kemudian, atau beberapa hari lebih dari 20 hari, atau 100 hari kemudian. Riwayat yang paling kuat adalah 100 hari kemudian. Pada waktu Asma Meninggal, dia berusia 100 tahun” (Al-Bidayah wa’l-nihayah, Ibn Kathir, Vol. 8, p. 372, Dar al-fikral-`arabi, Al- jizah, 1933).

Menurut Ibn Hajar Al-Asqalani: “Asma hidup sampai 100 tahun dan meninggal pada 73 or 74 H.” (Taqribu’l-tehzib, Ibn Hajar Al-Asqalani,p. 654, Arabic, Bab fi’l-nisa’, al-harfu’l-alif, Lucknow).

Menurut sebagaian besar ahli sejarah, Asma, Saudara tertua dari Aisyah berselisih usia 10 tahun. Jika Asma wafat pada usia 100 tahun dia tahun 73 H, Asma seharusnya berusia 27 atau 28 tahun ketika hijrah 622M).

Jika Asma berusia 27 atau 28 tahun ketika hijrah (ketika Aisyah berumah tangga), Aisyah seharusnya berusia 17 atau 18 tahun. Jadi, Aisyah, berusia 17 atau 18 tahun ketika hijrah pada tahun dimana Aisyah berumah tangga.

Berdasarkan Hajar, Ibn Katir, and Abda’l-Rahman ibn abi zanna’d, usia Aisyah ketika beliau berumah tangga dengan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah 19 atau 20 tahun.

Dalam bukti # 3, Ibn Hajar memperkirakan usia Aisyah 12 tahun dan dalam bukti #4 Ibn Hajar mengkontradiksi dirinya sendiri dengan pernyataannya usia Aisyah 17 atau 18 tahun. Jadi mana usia yang benar? 12 atau 18..?


KESIMPULAN:

Ibn Hajar tidak valid dalam periwayatan usia Aisyah.


Bukti #5: Perang BADAR dan UHUD

Sebuah riwayat mengenai partisipasi Aisyah dalam perang Badr dijabarkan dalam hadist Muslim, Kitabu’l-jihad wa’l-siyar, Bab karahiyati’l-isti`anah fi’l-ghazwi bikafir). Aisyah, ketika menceritakan salah satu moment penting dalam perjalanan selama perang Badar, mengatakan: “ketika kita mencapai Shajarah”. Dari pernyataan ini tampak jelas, Aisyah merupakan anggota perjalanan menuju Badar.

Sebuah riwayat mengenai pastisipasi Aisyah dalam Uhud tercatat dalam Bukhari (Kitabu’l-jihad wa’l-siyar, Bab Ghazwi’l-nisa’ waqitalihinnama`a’lrijal): “Anas mencatat bahwa pada hari Uhud, Orang-orang tidak dapat berdiri dekat Rasulullah. [pada hari itu,] Saya melihat Aisyah dan Umm-i-Sulaim dari jauh, Mereka menyingsingkan sedikit pakaian-nya [untuk mencegah halangan gerak dalam perjalanan tsb].”

Lagi-lagi, hal ini menunjukkan bahwa Aisyah ikut berada dalam perang Uhud dan Badr.

Diriwayatkan oleh Bukhari (Kitabu’l-maghazi, Bab Ghazwati’l-khandaq wahiya’l-ahza’b): “Ibn `Umar menyatakan bahwa Rasulullah tidak mengijinkan dirinya berpastisispasi dalam Uhud, pada ketika itu, Ibnu Umar berusia 14 tahun. Tetapi ketika perang Khandaq, ketika berusia 15 tahun, Nabi mengijinkan Ibnu Umar ikut dalam perang tsb.”Berdasarkan riwayat diatas, (a) anak-anak berusia dibawah 15 tahun akan dipulangkan dan tidak diperbolehkan ikut dalam perang, dan (b) Aisyah ikut dalam perang badar dan Uhud.


KESIMPULAN:

Aisyah ikut dalam perang Badar dan Uhud jelas mengindikasikan bahwa beliau tidak berusia 9 tahun ketika itu, tetapi minimal berusia 15 tahun. Disamping itu, wanita-wanita yang ikut menemani para pria dalam perang sudah seharusnya berfungsi untuk membantu, bukan untuk menambah beban bagi mereka. Ini merupakan bukti lain dari kontradiksi usia pernikahan Aisyah.


BUKTI #6: Surat al-Qamar (Bulan)

Menurut beberapa riwayat, Aisyah dilahirkan pada tahun ke delapan sebelum hijriyah. Tetapi menurut sumber lain dalam Bukhari, Aisyah tercatat mengatakan hal ini: “Saya seorang gadis muda (jariyah dalam bahasa arab)” ketika Surah Al-Qamar diturunkan (Sahih Bukhari,Kitabu’l-tafsir, Bab Qaulihi Bal al-sa`atu Maw`iduhum wa’l-sa`atuadha’ wa amarr).

Surat 54 dari Quran diturunkan pada tahun ke delapan sebelum hijriyah (The Bounteous Koran, M.M. Khatib, 1985), menunjukkan bahwa surat tsb diturunkan pada tahun 614 M. jika Aisyah memulai berumah tangga dengan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pada usia 9 di tahun 623 M or 624 M, Aisyah masih bayi yang baru lahir (sibyah in Arabic) pada saat Surah Al-Qamar diturunkan. Menurut riwayat diatas, secara aktual tampak bahwa Aisyah adalah gadis muda, bukan bayi yang baru lahir ketika pewahyuan Al-Qamar. Jariyah berarti gadis muda yang masih suka bermain (Lane’s Arabic English Lexicon).

Jadi, Aisyah, telah menjadi jariyah bukan sibyah (bayi), jadi telah berusia 6-13 tahun pada saat turunnya surah Al-Qamar, dan oleh karena itu sudah pasti berusia 14-21 tahun ketika dinikah Nabi.


KESIMPULAN:

Riwayat ini juga mengkontra riwayat pernikahan Aisyah yangberusia 9 tahun.


Bukti #7: Terminologi bahasa Arab

Menurut riwayat dari Ahmad ibn Hanbal, sesudah meninggalnya isteri pertama Rasulullah, Khadijah, Khaulah datang kepada Nabi dan menasehati Nabi untuk menikah lagi, Nabi bertanya kepadanya tentang pilihan yang ada di pikiran Khaulah. Khaulah berkata: “Anda dapat menikahi seorang gadis (bikr) atau seorang wanita yang pernah menikah (thayyib)”. Ketika Nabi bertanya tentang identitas gadis tersebut (bikr), Khaulah menyebutkan nama Aisyah.

Bagi orang yang paham bahasa Arab akan segera melihat bahwa kata bikr dalam bahasa Arab tidak digunakan untuk gadis belia berusia 9 tahun.

Kata yang tepat untuk gadis belia yang masih suka bermain-main adalah, seperti dinyatakan dimuka, adalah jariyah. Bikr disisi lain, digunakan untuk seorang wanita yang belum menikah serta belum punya pertautan pengalaman dengan pernikahan, sebagaimana kita pahami dalam bahasa Inggris “virgin”. Oleh karena itu, tampak jelas bahwa gadis belia 9 tahun bukanlah “wanita” (bikr) (Musnad Ahmad ibn Hanbal, Vol. 6, p..210,Arabic, Dar Ihya al-turathal-`arabi, Beirut).


Kesimpulan:

Arti literal dari kata, bikr (gadis), dalam hadist di atas adalah “wanita dewasa yang belum punya pengalaman sexual dalam pernikahan.” Oleh karena itu, Aisyah adalah seorang wanita dewasa pada waktu menikahnya.


Bukti #8. Text Qur’an

Seluruh muslim setuju bahwa Quran adalah buku petunjuk. Jadi, kita perlu mencari petunjuk dari Qur’an untuk membersihkan kabut kebingungan yang diciptakan oleh para periwayat pada periode klasik Islam mengenai usia Aisyah dan pernikahannya. Apakah Quran mengijinkan atau melarang pernikahan dari gadis belia berusia 7 tahun?

Tak ada ayat yang secara eksplisit mengijinkan pernikahan seperti itu. Ada sebuah ayat, yang bagaimanapun, yang menuntun muslim dalam mendidik dan memperlakukan anak yatim. Petunjuk Qur’an mengenai perlakuan anak Yatim juga valid diaplikasikan ada anak kita sendiri.

Ayat tersebut mengatakan: Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik. (Qs An-Nisa 4:5) Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin.

Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. ?? (Qs An-Nisa 4:6).

Dalam hal seorang anak yang ditingal orang tuanya, Seorang muslim diperintahkan untuk:
(a) memberi makan mereka,
(b) memberi pakaian,
(c) mendidik mereka, dan
(d) menguji mereka thd kedewasaan “sampai usia menikah” sebelum mempercayakan mereka dalam pengelolaan keuangan.

Disini, ayat Qur’an menyatakan tentang butuhnya bukti yang teliti terhadap tingkat kedewasaan intelektual dan fisik melalui hasil test yang objektif sebelum memasuki usia nikah dan untuk mempercayakan pengelolaan harta-harta kepada mereka.

Dalam ayat yang sangat jelas diatas, tidak ada seorangpun dari muslim yang bertanggungjawab akan melakukan pengalihan pengelolaan keuangan pada seorang gadis belia berusia 7 tahun. Jika kita tidak bisa mempercayai gadis belia berusia 7 tahun dalam pengelolaan keuangan, Gadis tersebut secara tidak memenuhi syarat secara intelektual maupun fisik untuk menikah. Ibn Hambal (Musnad Ahmad ibn Hambal, vol.6, p. 33 and 99) menyatakan bahwa Aisyah yang berusia 9 tahun lebih tertarik untuk bermain dengan mainannya daripada mengambil tugas sebagai isteri.

Oleh karena itu sangatlah sulit untuk mempercayai, bahwa Abu Bakar, seorang tokoh muslim, akan menunangkan anaknya yang masih belia berusia 7 tahun dengan Nabi yang berusia 50 tahun. Sama sulitnya untuk membayangkan bahwa Nabi menikahi seorang gadis belia berusia 7 tahun.

Sebuah tugas penting lain dalam menjaga anak adalah mendidiknya. Marilah kita memunculkan sebuah pertanyaan,”berapa banyak di antara kita yang percaya bahwa kita dapat mendidik anak kita dengan hasil memuaskan sebelum mereka mencapai usia 7 atau 9 tahun?” Jawabannya adalah Nol besar.

Logika kita berkata, adalah tidak mungkin tugas mendidik anak kita dengan memuaskan sebelum mereka mencapai usia 7 tahun, lalu bagaimana mana mungkin kita percaya bahwa Aisyah telah dididik secara sempurna pada usia 7 tahun seperti diklaim sebagai usia pernikahannya?

Abu Bakr merupakan seorang yang jauh lebih bijaksana dari kita semua, Jadi dia akan merasa dalam hatinya bahwa Aisyah masih seorang anak-anak yang belum secara sempurna sebagaimana dinyatakan Qur’an. Abu Bakar tidak akan menikahkan Aisyah kepada seorangpun. Jika sebuah proposal pernikahan dari gadis belia dan belum terdidik secara memuaskan datang kepada Nabi, Beliau akan menolak dengan tegas karena itu menentang hukum-hukum Quran.


KESIMPULAN:

Pernikahan Aisyah pada usia 7 tahun akan menentang hukum kedewasaan yang dinyatakan Quran. Oleh karena itu, Cerita pernikahan ‘Aisyah gadis belia berusia 7 tahun adalah mitos semata.


Bukti #9: Ijin dalam pernikahan

Seorang wanita harus ditanya dan diminta persetujuan agar pernikahan yang dia lakukan menjadi syah (Mishakat al Masabiah, translation byJames Robson, Vol. I, p. 665). Secara Islami, persetujuan yang kredible dari seorang wanita merupakan syarat dasar bagi kesyahan sebuah pernikahan.

Dengan mengembangkan kondisi logis ini, persetujuan yang diberikan oleh gadis belum dewasa berusia 7 tahun tidak dapat diautorisasi sebagai validitas sebuah pernikahan.

Adalah tidak terbayangkan bahwa Abu Bakr, seorang laki-laki yang cerdas, akan berpikir dan menanggapi secara keras tentang persetujuan pernikahan gadis 7 tahun (anaknya sendiri) dengan seorang laki-laki berusia 50 tahun.

Serupa dengan ini, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak mungkin menerima persetujuan dari seorang gadis yang menurut hadith dari Muslim, masih suka bermain-main dengan bonekanya ketika berumah tangga dengan Rasulullah.


KESIMPULAN:

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak menikahi gadis berusia 7 tahun karena akan tidak memenuhi syarat dasar sebuah pernikahan islami tentang klausa persetujuan dari pihak isteri. Oleh karena itu, hanya ada satu kemungkinan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menikahi ‘Aisyah seorang wanita yang dewasa secara intelektual maupun fisik.
_______________________________

Summary:

Tidak ada tradisi Arab untuk menikahkan anak perempuan atau laki-laki yang berusia 9 tahun, Demikian juga tidak ada pernikahan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan Aisyah ketika berusia 9 tahun. Orang-orang arab keberatan dengan pernikahan seperti ini, karena ini tak pernah terjadi sebagaimana isi beberapa riwayat.

Jelas nyata, riwayat pernikahan Aisyah pada usia 9 tahun oleh Hisham ibn `Urwah tidak bisa dianggap sebagai kebenaran, dan kontradisksi dengan riwayat-riwayat lain. Lebih jauh, tidak ada alasan yang nyata untuk menerima riwayat Hisham ibn `Urwah sebagai kebenaran ketika para pakar lain, termasuk Malik ibn Anas, melihat riwayat Hisham ibn `Urwah selama di Iraq adalah tidak reliable.

Pernyataan dari Tabari, Bukhari dan Muslim menunjukkan mereka kontradiksi satu sama lain mengenai usia menikah bagi Aisyah. Lebih jauh, beberapa pakar periwayat mengalami internal kontradiksi dengan riwayat-riwayatnya sendiri. Jadi, riwayat usia Aisyah 9 tahun ketika menikah adalah tidak reliable karena adanya kontradiksi yang nyatapada catatan klasik dari pakar sejarah Islam.

Oleh karena itu, tidak ada alasan absolut untuk menerima dan mempercayai usia Aisyah 9 tahun ketika menikah sebagai sebuah kebenaran disebabkan cukup banyak latar belakang untuk menolak riwayat tsb dan lebih layak disebut sebagai mitos semata. Lebih jauh, Qur’an menolak pernikahan gadis dan lelaki yang belum dewasa sebagaimana tidak layak membebankan kepada mereka tanggung jawab-tanggung jawab .

Dalam hal ini kami katakan kepada para Nashibi Wahabi maupun kepada saudara Sunni :“Janganlah melempari rumah orang lain dengan batu, jika rumah kalian terbuat dari kaca !!!”

Fitnah besar telah datang terhadap kehormatan diri Rasulullah yang suci, pribadi yang maksum, teladan umat Islam. Fitnah tersebut adalah bahwa seorang Nabi telah menikahi anak perempuan di bawah umur, melucuti pakaian dan meniduri anak-anak yang masih lucu-lucunya sambil memegang bonekanya. Belum lagi tuduhan pedofilia [1] yang di lancarkan musuh-musuh Islam terhadap Rasulullah s.a.w. Naudzubullahi min dzalik.

Sebagian umat Islam bungkam atas ‘kebenaran’ yang dipaksakan ini, lalu mereka membuat ‘pembenaran’ dengan cara yang dipaksakan pula agar ‘pembenaran’ tersebut terlihat logis. Yang mengherankan bahwa mereka yang percaya berita ini , “tidak mau” mengikuti Sunnah Rasulullah SAWW dengan menikahkan anak perempuannya yang baru berumur 6 tahun demi menjalankan ’sunnah Rasul’ ?

Umur Aisyah ra. telah dicatat secara salah oleh hadist dan sejarah. Tidak benar bahwa Aisyah menikah ketika berumur 6 tahun. Itu fitnah yang sangat keji.

Seorang ulama besar hindustan diabad 20, Hz. Maulana Habibur Rahman Siddiqui Al-Kandahlawi [2] karena kecintaannya kepada pribadi Nabiullah, telah mengkaji secara mendalam usia Aisyah ra. dan men-tahqiq [3] hadist yang disahihkan oleh Bukhari-Muslim dalam kitab-nya yang berjudul ‘Umur Aisyah’.

Dari Aisyah ra., ia berkata: Rasulullah s.a.w menikahiku pada saat aku berusia enam tahun dan beliau menggauliku saat berusia sembilan tahun.

Aisyah ra. melanjutkan: Ketika kami tiba di Madinah, aku terserang penyakit demam selama sebulan setelah itu rambutku tumbuh lebat sepanjang pundak. Kemudian Ummu Ruman datang menemuiku waktu aku sedang bermain ayunan bersama beberapa orang teman perempuanku. Ia berteriak memanggilku, lalu aku mendatanginya sedangkan aku tidak mengetahui apa yang diinginkan dariku. Kemudian ia segera menarik tanganku dan dituntun sampai di muka pintu. Aku berkata: Huh.. huh.. hingga nafasku lega. Kemudian Ummu Ruman dan aku memasuki sebuah rumah yang di sana telah banyak wanita Ansar. Mereka mengucapkan selamat dan berkah dan atas nasib yang baik. Ummu Ruman menyerahkanku kepada mereka sehingga mereka lalu memandikanku dan meriasku, dan tidak ada yang membuatku terkejut kecuali ketika Rasulullah s.a.w datang dan mereka meyerahkanku kepada beliau . [Bukhari-Muslim No. 69 (1442)] . Makna yang sama tercatat juga dalam kitab Sahih Bukhari Volume 5, buku-58 nomor 238 . [4]

Tentu masih banyak hadist dalam kitab Bukhari-Muslim yang mencatat cerita Aisyah ra. ini, dimana memuat 3 informasi penting, yaitu:
(1) Aisyah ra. di nikahi saat berumur 6 tahun,
(2) berumah tangga saat berumur 9 tahun,
(3) saat dirinya di serahkan kepada Rasulullah, Aisyah sedang bermain-main ayunan.

Hz. Maulana Habibur Rahman Siddiqui Al-Kandahlawi mencatat keganjilan pada hadis-hadist yang menyebut umur Aisyah ra.

Bukti-bukti dalam kitab-kitab yang ditulis oleh ulama Islam [5] berselisih tentang perawi hadist tersebut riwayatnya bersumber dari Aisyah ra. atau-kah pengamatan Urwah bin Zubair. Tapi yang pasti, bukan kata-kata Rasulullah s.a.w. Jika ini adalah kata-kata Urwah bin Zubair [6], maka itu bukanlah hadist dan hanya sekedar dongeng serta tidak memiliki implikasi apapun terhadap syariah.

Namun jika ini perkataan Aisyah ra., setelah dicermati, semua hadist tersebut perawinya tersambung kepada Hisyam bin Urwah dari bapaknya Urwah bin Zubair yang diriwayatkan dari Aisyah ra. Hanya dari garis itu saja, hanya Hisyam bin Urwah dan Urwah bin Zubair! Tidak ada yang lain.

Tidak ada sahabat-sahabat nabi lainnya menceritakan umur Aisyah ra. saat menikah. Hanya ada Hisyam bin Urwah! Ada apa dengan Hisyam bin Urwah? Dan siapa Urwah bin Zubair?

Tentang Hisyam bin Urwah, dua ulama besar pernah menjadi muridnya, yaitu Imam Malik dan Imam Hanafi. Hadist ini tidak tercatat dalam kitab Muwatta’ yang di tulis oleh muridnya Hisyam bin Urwah, yaitu Imam Malik. Hadist ini tidak tercatat di kitab-kitab yang ditulis Abu Hanifah.

Imam Malik dalam kitab Muwatta ‘ menulis bahwa “ Hisyam layak dipercaya dalam semua perkara, kecuali setelah dia tinggal di Iraq “. Imam Malik sangat tidak rela dan tidak setuju Hisyam bin Urwah dikatakan sebagai perawi Hadist.

Tehzib al-Tehzib , merupakan buku yang membahas mengenai kehidupan dan kridibiltas perawi hadis-hadis nabi s.aw, menulis : Hadist-hadist yang bersanad oleh Hisham bin Urwah adalah shahih kecuali hadis-hadisnya yang di riwayatkan oleh orang-orang dari Iraq.

Ibnu Hajar mengatakan, “ Penduduk Madinah menolak riwayat Hisyam bin Urwah yang diceritakan orang-orang Iraq “.

Dalam kesempatan lain Ibnu Hajar mengatakan tentang Hisyam bin Urwah sebagai seorang Mudallis [6]. Ya’qub bin Abi Syaibah berkata: “ Hisyam adalah orang yang tsiqoh (terpercaya) , tidak ada riwayatnya yang dicurigai, kecuali setelah ia tinggal di Irak. ”

Cukup mengejutkan setelah kita mengetahui bahwa para perawi hadist umur Aisyah ra. semuanya penduduk Iraq.

Dari orang-orang Kufah, Iraq: Sufyan bin Said Al-Thawri Al-Kufi Sufyan bin ‘Ainia Al-Kufi Ali bin Masâher Al-Kufi Abu Muawiyah Al-Farid Al-Kufi Waki bin Bakar Al-Kufi Yunus bin Bakar Al-Kufi Abu Salmah Al-Kufi Hammad bin Zaid Al-Kufi Abdah bin Sulaiman Al-Kufi.

Dari penduduk Basrah, Iraq: Hammad bin Salamah Al-Basri Jafar bin Sulaiman Al-Basri Hammad bin Said Basri Wahab bin Khalid Basri Itulah orang-orang yang meriwayatkan hadist umur Aisyah ra dari Hisyam bin Urwah. Hisyam hijrah ke Iraq ketika berumur 71 tahun.

Adalah aneh jika selama hidupnya Hisyam bin Urwah tidak pernah menceritakan hadist ini kepada murid-muridnya seperti Imam Malik dan Imam Hanafi dan sahabat-sahabatnya di Madinah selama 71 tahun tinggal di Madinah.

Justru ia menceritakan hadist ini ketika hari tua menjelang ajalnya kepada orang-orang Iraq. Lebih aneh lagi ketika kita mengetahui bahwa tidak ada penduduk Madinah atau Mekkah yang ikut meriwayatkan hadist tersebut.

Bukankah Madinah adalah tempat dimana Aisyah ra. dan Rasulullah s.a.w pernah tinggal, serta tempat dimana penduduk Madinah menyaksikan waktu dimana Aisyah ra. mulai berumah tangga dengan Rasulullah s.a.w. Lalu mengapa orang-orang Iraq yang memiliki hadist ini?

Sesuatu yang aneh bukan? Jadi kesimpulannya jelas, hadist umur Aisyah ra. saat menikah diceritakan hanya oleh orang-orang Irak dari Hisyam bin Urwah. Hisyam bin Urwah mendapatkan hadist ini dari bapaknya, Urwah bin Zubair. Ibnu Hajar menyebut tentang Urwah bin Zubair seorang nashibi (orang yang membenci ahlul bait). Menurut Ibnu Hajar, seorang nashibi riwayatnya tidak di percaya.

Kita tidak perlu meragukan nasihat dan ilmu yang dimiliki Hisyam bin Urwah saat ia tinggal di Madinah. Namun kita perlu memperhatikan pendapat ulama-ulama salaf yang menolak semua hadist yang di riwayatkan Hisyam bin Urwah saat ia tinggal di Iraq. Lalu bagaimana bisa Bukhari Muslim mencatat hadist ini dalam shahihnya?


Mengapa sampai Bukhori dan Muslim menggampangkan Perawi Hadits tentang Umur Aisyah ?

Salah satu prinsip ulama hadist yang dinukilkan oleh Baihaqi [7] adalah: Apabila kami meriwayatkan hadis mengenai halal dan haram dan perintah dan larangan, kami menilai dengan ketat sanad-sanad dan mengkritik perawi-perawinya, akan tetapi apabila kami meriwayatkan tentang faza ( keutamaan ) , pahala dan azab, kami mempermudahkan tentang sanad dan berlembut tentang syarat-syarat perawi.(Fatehul- Ghaith, ms 120)

Disinilah letak masalahnya. Umur Aisyah memang digampangkan kritik perawinya karena dipandang bukan bab penting mengenai halal atau haram suatu syariah. Para ulama hadist mengabaikan kesilapan dan kelemahan perawi dalam hadist Umur Aisyah karena umur tersebut dianggap tidak penting. Mereka tidak memeriksa perawinya secara terperinci.

Ibnu Hajar membela Bukhari tidak mungkin tersilap dalam mengambil perawi. Namun dengan kesal Hz. Maulana Habibur Rahman Siddiqui Al-Kandahlawi mengatakan bahwa semua riwayat Hisyam setelah tinggal di Iraq tidak bisa diterima.

Mengenai tidak diterimanya Hisyam setelah dia tinggal Irak, Ibnu Hajar mengakui bahwa penduduk Madinah menolak riwayat Hisyam. Ibnu Hajar dan Imam Bukhari tidak menyadari keputusannya mempermudah sanad dan berlemah lembut dalam syarat perawi pada hadist umur Aisyah ra. telah menciderai kepribadian Rasulullah beberapa abad kemudian. tapi kita yang hidup dijaman sekarang ini patut meluruskan hadist tersebut.

Ketidaktelitian riwayat Hisyam ini memang tidak mengalami masalah di jaman dulu, namun berakibat buruk saat ini. Di abad ke 20 ini, tanpa disadari oleh ulama-ulama hadist di jaman dulu, masalah umur Aisyah ra. telah menjadi fitnah yang keji terhadap pribadi Rasulullah s.a.w.

Fitnah ini tanpa sadar diamini oleh umat Islam sambil terseok-seok mencari pembenarannya. Alhamdulillah, fitnah ini telah diluruskan oleh Hz. Maulana Habibur Rahman Siddiqui Al-Kandahlawi yang men-tahqiq hadist Bukhari tersebut.


Referensi:
[1] Pedofilia: kondisi orang yang mempunya ketertarikan atau hasrat seksual kepada anak-anak yang belum memasuki usia remaja.
[2] Hz. Maulana Habibur Rahman Siddiqui Al-Kandahlawi, seorang ulama hadist dari tanah Hindustan yang lahir di Kandahla-India, tahun 1924. Tanah hindustan di kenal banyak melahirkan ulama hadist, seperti al-Muttaqi. Bapanya ialah Mufti Isyfaq Rahman, seorang ulama hadis yang amat disegani dan juga pernah menjadi mufti besar Bhopal, India.
[3] Tahqiq : Komentar atas sebuah hadist dan pembahasan lebih teliti.
[4] Sahih Bukhari Volume 8, Buku 73, Nomer 151, Sahih Bukhari Volume 5, Book 58, Number 236, Sahih Bukhari Volume 7, Book 62, Number 64, Sahih Bukhari Volume 7, Book 62, Number 65, Sahih Bukhari Volume 5, Book 58, Number 234, Sahih Bukhari Volume 7, Book 62, Number 18
[5] Perselisihan dan keanehan riwayat hadist ini termuat dalam Saheh Bukhari, Saheh Muslim, Sunan Abu Daud, Jami Tirmizi, Sunan Ibnu Majah, Sunan Darimi dan Musnad Humaidi.
[6] Urwah bin Zubair adalah salah seorang Tabiin yang pernah berguru pada Aisyah ra. di Madinah. Urwah adalah putra Zubair bin Awwam, seorang sahabat Rasulullah yang tercatat dalam berbagai kitab sebagai salah seorang sahabat yang dijamin masuk surga dan dikenal sebagai Ahlul Syuro yang ditugaskan oleh khalifah Umar untuk memilih khalifah baru penggantinya.

(Syiah-Ali/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: