Gempa bumi dan semisalnya merupakan bencana
alam yang menyisakan banyak pengaruh dimana keseluruhannya sebenarnya
mengandung kebaikan bagi umat manusia. Kebaikan yang terpendam di balik
bencana alam yang menimpa manusia seperti supaya masyarakat tidak lalai
dan menjadi mengerti akan kelemahan dan ketidakberdayaannya sehingga
tidak lagi berbuat dosa dan kerusakan.
Berdasarkan beberapa riwayat, sebagai ganti
apa yang telah hilang akibat bencana alam ini, di akhirat kelak ia akan
menerima banyak ganjaran yang tidak dapat dibandingkan dengan segala
apa yang ada di dunia.
Meski tidak dapat dikatakan terdapat
beberapa cara yang dapat mencegah secara sempurna terjadinya gempa bumi;
karena inti kejadiannya boleh jadi diperlukan untuk kelanjutan dan
kelangsungan hidup di muka bumi. Namun manusia memiliki beberapa tugas
dalam menghadapi beberapa peristiwa berupa bencana alam:
Menggunakan media yang diperlukan dari ilmu
dan teknologi serta melaksanakan aturan-aturan teknik sipil dan
arstitektur dalam pembangunan rumah, jembatan dan jalan sehingga dapat
meminimalisir resiko dan kerugian yang ditimbulkan.
Memperhatikan dan menjalankan hal-hal
maknawiah; seperti menghindari hal-hal yang menurut teks-teks agama
sebagai salah satu penyebab maknawi terjadinya gempa bumi.
Terkait dengan gempa bumi dan bencana alam lainnya, kiranya kita perlu menyebutkan beberapa masalah penting sebagai berikut:
Gempa bumi dan semisalnya merupakan bencana
alam yang menyisakan banyak pengaruh dimana keseluruhannya sebenarnya
mengandung kebaikan bagi umat manusia. Imam Shadiq As bersabda, “Gempa
bumi dan semisalnya terjadi supaya masyarakat tidak (lagi) lalai dan
menjadi mengerti akan kelemahan dan ketidakberdayaannya serta supaya ia
menjadi takut dan (dengan merasakan kelemahannya dan kekuatan Sang
Pencipta) tidak lagi berbuat dosa dan kerusakan. Seluruh bencana dan
penderitaan yang menimpa badan dan harta manusia adalah untuk urusan
ini. Sejatinya bencana itu adalah demi kepentingan, kemaslahatan dan
ketegaran manusia menghadapi semua ini. Sebagai ganti dari kehilangan
yang ditimbulkan, di akhirat sedemikian cadangan disediakan untuknya
sehingga tidak dapat dibandingkan dengan nikmat apa pun di dunia. Karena
itu terkadang kebaikan dan kemaslahatan umum dan khusus yang terpendam
di dalamnya sehingga turunnya bencana-bencana di dunia harus
disegerakan.”[1]
Boleh jadi hal-hal ini mengandung sebab-sebab beragam material dan non-material.
Inti sebab-sebab maknawiah pada pelbagai
peristiwa di dunia merupakan hal yang pasti; satu dalil nyatanya adalah
ayat-ayat al-Quran yang pada satu tempat menyebutkan “
«ظَهَرَ الْفَسادُ فِی الْبَرِّ وَ الْبَحْرِ
بِما کَسَبَتْ أَیْدِی النَّاسِ لِیُذیقَهُمْ بَعْضَ الَّذی عَمِلُوا
لَعَلَّهُمْ یَرْجِعُونَ»
“Telah tampak kerusakan di darat dan di
laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan
kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka
kembali (ke jalan yang benar). (Qs al-Rum [30]:41).
Pada ayat lainnya, kita membaca:
«وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرى آمَنُوا وَ
اتَّقَوْا لَفَتَحْنا عَلَیْهِمْ بَرَکاتٍ مِنَ السَّماءِ وَ الْأَرْضِ وَ
لکِنْ کَذَّبُوا فَأَخَذْناهُمْ بِما کانُوا یَکْسِبُونَ»
“Jika sekiranya penduduk negeri-negeri
beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka
berkah dari langit dan bumi. Tetapi, mereka mendustakan (ayat-ayat Kami)
itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (Qs. al-A’raf
[7]:96).
Menentukan secara akurat obyek-obyek
sebab-sebab maknawi tidak mungkin dapat dilakukan oleh orang-orang
biasa; melainkan hanya para wali Allah Swt yang dapat menjelaskan
gerangan apa yang menjadi sebab maknawi pelbagai peristiwa material yang
terjadi.
Sebab-sebab maknawi dalam urusan-urusan
material terjadi secara vertikal bukan horizontal. Artinya boleh jadi
satu perkara maknawiah dalam tingkatan yang lebih tinggi dan metafisis
yang menjadi sebab terjadinya gempa bumi; namun terjadinya gempa bumi di
alam luaran dan alam tabiat terjadi berdasarkan sebab-sebab material.[2]
Dengan memperhatikan beberapa hal yang
telah dijelaskan di atasnya menjadi jelas bahwa pertama, tidak dapat
disebutkan bahwa terdapat beberapa cara yang dapat mencegah dan
mengantisipasi secara sempurna terjadinya gempa bumi. Karena inti
kejadian gempa bumi boleh jadi diperlukan bagi kelangsungan hidup planet
bumi. Kedua: Manusia memiliki beberapa tugas dalam menghadapi beberapa
peristiwa berupa bencana alam:
Menggunakan media yang diperlukan dari ilmu
dan teknologi serta menjalankan aturan-aturan teknik sipil dan
arstitektur dalam pembangunan rumah, jembatan dan jalan sehingga dapat
meminimalisir resiko dan kerugian yang ditimbulkan.
Memperhatikan dan menjalankan hal-hal
maknawiah; seperti menghindari hal-hal yang menurut teks-teks agama
sebagai salah satu penyebab maknawi terjadinya gempa bumi seperti
berdasarkan beberapa riwayat, menyebarnya zina merupakan salah satu
faktor terjadinya gempa bumi. Imam Shadiq As bersabda, “Setelah
menyebarnya empat hal (susulannya) akan muncul empat hal lainnya: Kapan
saja zina menyebar maka gempa bumi juga akan terjadi. Kapan saja hukum
tidak berdasarkan kebenaran dikeluarkan maka hujan tidak akan turun.
Kapan saja perjanjian dengan orang-orang kafir yang hidup dalam
tanggungan Islam dilanggar (dan mereka diperlakukan tidak sesuai dengan
ketentuan) maka pemerintahan akan jatuh di tangan orang-orang musyrik
dan memerintah atas kaum Muslim. Kapan saja zakat tidak dikeluarkan
maka kemiskinan akan merajalela.”[3]
Nampaknya maksud dari perbuatan-perbuatan
ini (zina dan seterusnya) dilakukan berdasarkan kesadaran dan ikhtiar
serta merajelala di tengah masyarkat, dapat menjadi sebab terjadinya
gempa bumi.
Hal lain yang berkaitan dengan urusan
maknawi yang harus diperhatikan adalah amalan-amalan yang dapat
meminimalisir intensitas atau volume gempa bumi. Ali bin Mahziyar
berkata, “Saya menulis surat kepaa Imam Muhammad Taqi As dan mengeluhkan
banyaknya terjadi gempa bumi di Ahwaz. Saya katakan apakah menurut Anda
maslahat apabila kami pindah ke tempat lain? Imam Taqi al-Jawad, dalam
menjawab surat itu, berkata, “Janganlah pindah dari tempat itu.
Berpuasalah pada hari Rabu, Kami dan Jumat. Kemudian mandilah dan
kenakan pakaian-pakaian bersih lalu keluarlah dari rumah kalian pada
hari Jumat dan berdoalah kepada Allah Swt maka pasti Allah Swt akan
menyelesaikan masalah itu.” Periwayat berkata, “Kami melakukan apa yang
disarankan oleh Imam Jawad dan kemudian gempa bumi tidak terjadi lagi.
Demikian juga Imam Taqi al-Jawad As bersabda, “Barang siapa dari kalian
yang melakukan dosa maka segeralah bertaubat dan memohonlah
kebaikan.”[4]
Pada hadis lainnya, Muhammad bin Sulaiman
Dailami meriwayatkan, “Saya bertanya kepada Imam Shadiq As, “Apakah
gempa bumi itu?” Imam Shadiq As menjawab, “Ayat dan sebuah tanda.” “Apa
gerangan yang menjadi sebab terjadinya gempa bumi?” Tanyaku lagi. “Allah
Swt mewakilkan seorang malaikat pada buhul-buhul bumi dan bilamana
Allah Swt ingin menguncangkan bumi maka Dia mewahyukan kepada malaikat
itu untuk menggerakan buhul ini dan buhul itu. Kemudian malaikat itu
berdasarkan perintah Allah Swt menggerakan buhul di bumi kemudian bumi
dan penduduknya pun terguncang.” Jawab Imam Shadiq As. “Apa yang harus
dilakukan jika terjadi seperti ini?” Tanyaku lagi. Imam Shadiq As
bersabda, “Kerjakanlah salat Kusuf (ayat) dan tatkala engkau telah
selesai mengerjakan salat, sujudlah dan dalam sujudmu bacalah doa ini:
«یَا مَنْ یُمْسِکُ السَّماواتِ وَ الْأَرْضَ أَنْ تَزُولا وَ لَئِنْ زالَتا إِنْ أَمْسَکَهُما مِنْ أَحَدٍ مِنْ بَعْدِهِ. إِنَّهُ کانَ حَلِیماً غَفُوراً أَمْسِکْ عَنَّا السُّوءَ إِنَّکَ عَلى کُلِّ شَیْءٍ قَدِیر».
“Wahai yang menahan langit dan bumi supaya
tidak menyimpang (dari rotasinya); dan sungguh jika keduanya menyimpang,
tidak ada seorang pun yang dapat menahan keduanya selain Allah.
Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun. Jauhkanlah
dari kami keburukan dan kejahatan sesunggurhnya Engkau Mahakuasa atas
segala sesuatu.”[5]
Referensi:
[1]. Mufaddhal bin Umar, Tauhid
al-Mufaddhal, Riset dan edit oleh Kazhim Muzhaffar, hal. 144, Nasyr
Dawari, Qum, Cetakan Ketiga, Tanpa Tahun.
[2]. Silahkan lihat, Bencana-bencana Alam (Banjir, Gempa Bumi dan....) dan Azab Ilahi, Pertanyaan 288.
[3]. Muhammad Yakub Kulaini, al-Kâfi, Riset dan edit olehh Ali Akbar
Ghaffari dan Muhammad Akhundi, jil. 2, hal. 448, Dar al-Kutub
al-Islamiyah, Tehran, Cetakan Keempat, 1407 H.
[4]. Syaikh Shaduq, ‘Ilal al-Syarâ’i, jil. 2, hal. 555-556, Kitabpurusyi Dawari, Qum, Cetakan Pertama, 1385 S.
[5]. Ibid.
Post a Comment
mohon gunakan email