Pesan Rahbar

Home » » Kesejahteraan Dalam Pemerintahan Al Mahdi

Kesejahteraan Dalam Pemerintahan Al Mahdi

Written By Unknown on Friday, 16 January 2015 | 19:13:00


Ketika sebuah pemerintahan dipimpin oleh sosok adil yang dipilih Allah, dan menjalankan berbagai ketentuan ilahi di masyarakat. Niscaya, umat manusia akan memperoleh limpahan berkah dan pintu nikmat akan dibukakan bagi semua hamba.

Dalam Al-Qur’an kita pernah membaca ayat ini, “Jika seandainya penduduk suatu tempat beriman dan bertakwa, maka kami akan membukakan pintu berkah dari langit dan bumi.”[1]

Pada jaman pemerintahan Imam Mahdi af., ketika semua orang telah tunduk terhadap aturan-aturan Allah Swt. dan menaati pemimpinnya, maka tak ada alasan bagi langit dan bumi untuk menyembunyikan berbagai karunia Ilahi dari hamba-hamba-Nya. Saat itu, hujan mulai turun, sungai-sungai penuh dengan air, tanah menumbuhkan tumbuh-tumbuhannya, tanah pertanian memberikan hasilnya, kebun-kebun menjadi hijau dan penuh buah-buahan. Bahkan, gurun sahara seperti Mekah dan Madinah yang sama sekali tidak dapat ditumbuhi oleh tanaman, berubah menjadi padang kurma, dan peternakan meluas di mana-mana.

Perekonomian umat manusia di jaman itu mencapai puncaknya. Kemiskinan lenyap, kemakmuran merata ke segala penjuru dunia. Dunia perdagangan semarak kembali.

Terdapat banyak riwayat yang mengupas kemajuan ekonomi di jaman itu. Kita akan menyebutkan beberapa di antaranya:

A. Puncak Kemajuan Ekonomi dan kesejahteraan Sosial

Berdasarkan riwayat-riwayat yang ada, dapat dipahami bahwa dengan pulihnya kondisi perekonomian di jaman Imam Mahdi af., kemiskinan sirna di masyarakat. Setiap orang yang membutuhkan, diberi harta yang banyak. Bahkan, ia tidak bisa membawa semuanya. Di waktu itu, kesejahteraan sosial mencapai puncaknya. Sehingga, orang-orang yang hendak menunaikan zakat, kesulitan mencari orang yang berhak menerimanya.

1. Distribusi kekayaan

Imam Baqir as. bersabda, “Ketika Al-Qaim (Imam Mahdi af.) dari Ahlul Bait muncul, kekayaan Baitul Mal dibagikan kepada setiap orang secara merata, sehingga keadilan dirasakan oleh semua kalangan. Berbagai harta seperti zakat dan khumus serta harta-harta lainnya seperti kekayaan alam, harta karun, dan lain sebagainya dikumpulkan dan diserahkan kepada Imam Mahdi af. Ketika itu, Imam mengatakan kepada umat manusia, ‘Kemarilah! Ambillah apa-apa yang menyebabkan kalian memutuskan tali kekeluargaan, menumpahkan darah dan terjerumus dosa.’ Ia memberikan banyak harta dan tak seorang pun sebelumnya yang telah melakukan perbuatan itu.”[2]

Rasulullah Saw. bersabda, “Pada akhir jaman, akan datang seorang pemimpin yang membagikan harta secara besar-besaran dan tak terhitung.”[3]

Beliau juga bersabda, “Di jaman yang penuh cobaan dan keputusasaan, akan muncul seorang yang bernama Mahdi. Kedermawaannya terhadap umat manusia sangat menakjubkan.”[4]

Imam Mahdi af. memberi tanpa pamrih, oleh karena itu kedermawanannya sangatlah indah. Ia berbeda dengan kebanyakan orang yang memiliki alasan-alasan lain di balik pemberiannya.

Beliau juga pernah bersabda, “Seseorang dari Quraisy akan muncul … kemudian ia akan membagi-bagikan harta kekayaan di tengah-tengah orang banyak. Ia bersikap sesuai dengan sunah nabinya.”[5]

Dalam riwayat yang lain, beliau bersabda, “Mahdi (af.) akan mengeluarkan harta kekayaan dari dalam bumi, lalu membagi-bagikannya kepada orang banyak. Kemudian Islam menggapai kembali kejayaannya kembali.”[6]

Beliau Saw. juga bersabda, “Pada akhir jaman dari umatku, akan datang seorang pemimpin yang membagi-bagikan harta genggam demi genggam tanpa menghitungnya.”[7]

Abdullah bin Sinan berkata, “Ayahku berkata kepada Imam Shadiq as., “Aku memiliki banyak tanah yang aku manfaatkan untuk bercocok tanam.” Lalu Imam diam sejenak kemudian berkata, “Jika Imam Mahdi (af.) telah muncul, kamu akan memiliki lebih banyak dari sekarang.”[8]

Imam Baqir as. bersabda, “Ketika Imam Mahdi datang, ia akan membagikan harta-harta Baitul Mal secara merata dan berlaku adil terhadap semua orang.”[9]

Rasulullah Saw. bersabda, “Imam yang terakhir; namanya seperti namaku. Ia akan muncul dan akan memenuhi bumi dengan keadilan. Di saat segala macam harta terkumpul dan melimpah, datang seseorang yang meminta kepadanya. Lalu beliau mengatakan, ‘Kamu ambil sendiri!’”[10]


2. Kemiskinan lenyap dari masyarakat

Rasulullah Saw. bersabda, “Ketika Imam Mahdi af. Muncul … ia akan membawa harta-harta dan barang-barang zakat ke jalanan. Tetapi, tak ada seorang pun yang mau menerimanya.”[11]

Beliau juga bersabda, “Mahdi af. akan berada di tengah-tengah umatku. Pada masa pemerintahannya, harta benda menumpuk dan terkumpul melimpah.”[12]

Hadis di atas menerangkan terpenuhinya segala kebutuhan masyarakat di jaman itu, sehingga harta yang ada melebihi kebutuhan. Dengan kata lain, pemasukan pemerintahan lebih banyak dari pengeluarannya.

Imam Shadiq as. bersabda, “Ketika Qaim kami (Imam Mahdi af.) bangkit …, bumi menumpahkan harta kekayaannya, sehingga setiap orang melihatnya dengan mata kepala sendiri, berserakan di atas tanah. Orang-orang yang ingin membayar zakat, kesulitan mencari orang yang membutuhkannya, akhirnya mereka tidak menemukan seorang pun. Semua orang di jaman itu hidup berkecukupan.”[13]

Ali bin Aqabah menukilkan, “Di jaman itu, seseorang tidak menemukan tempat untuk memberikan sedekah dan menginfakkan hartanya. Karena, kebutuhan semua orang yang beriman pada masa itu, telah tercukupi.”[14]

Imam Baqir as. bersabda, “Umat manusia di jaman itu memikul sebagian harta lalu membawanya untuk Imam Mahdi af. sebagai pajak. Allah akan menganugerahi para pengikut kami dengan kesejahteraan dan mereka hidup makmur. Jika bukan rasa kasih sayang Allah, dengan kemakmuran ini mereka akan berpaling dari jalan yang benar.”[15]

Imam Baqir as. bersabda, “Imam Mahdi membagikan pemberiannya kepada orang-orang sebanyak dua kali dalam setahun. Beliau memberikan gaji kepada para pekerja sebanyak dua kali dalam satu bulan. Ia berlaku secara adil terhadap semua orang, sehingga tidak ditemukan lagi orang yang membutuhkan zakat. Orang-orang yang memiliki harta zakat membawanya untuk orang lain, tetapi mereka tidak mau menerimanya. Mereka terpaksa mengumpulkannya dalam sebuah kantong dan tak satu pun yang mau mengambilnya. Sebagian orang yang melihat berkata, ‘Kami tidak membutuhkan dirham-dirham kalian.’”[16]

Dari beberapa riwayat di atas, dua hal dapat dipahami;
Pertama, pada masa pemerintahan Imam Mahdi af. pemikiran semua orang telah jauh berkembang, sehingga semua kalangan bersedia menjalankan kewajiban masing-masing tanpa ada paksaan. Salah satu dari kewajiban tersebut adalah membayar pajak kepada pemerintahan Islam. Jika semua kaum Muslimin bersedia membayar khumus dan zakat mereka, lalu menyerahkanya kepada pemerintahan Islam, maka pemerintahan dapat menjalankan segala program pembangunan yang direncanakannya.

Kedua, selain Imam Mahdi af. seringkali menyerahkan berbagai macam pemberian kepada umatnya, masyarakat sendiri pun memiliki pemasukan dari berbagai jalan. Di sini, yang menarik perhatian bagi kita adalah rasa cukup yang mereka miliki. Karena, di jaman kita sekarang ini, betapa banyak orang-orang kaya yang sangat rakus, sehingga secara material selalu merasa kurang. Betapa banyak pula orang-orang miskin yang memiliki jiwa kecukupan. Jadi, umat manusia di jaman pemerintahan Imam Mahdi af. memiliki kekayaan spiritual yang luar biasa.


3. Pengayom kaum papa dan pelindung kaum tertindas

Rasulullah Saw. bersabda, “… pada waktu itu, Mahdi (af.) akan datang dan ia adalah keturunan orang ini (Ali bin Abi Thalib as). Dengan tangannya, Allah menyingkapkan kebohongan dan menyingkirkan batu sandungan hidup. Kemudian, melepaskan tali-tali perbudakan yang terikat di leher kalian.”[17]

Imam Ali as. bersabda, “Ketika Imam Jaman (af.) muncul, tidak akan ada seorang pun budak Muslim yang tersisa. Ia akan membelinya, lalu melepasnya di jalan Allah. Tidak akan ada seorang yang berhutang, yang tidak ia bayarkan hutang-hutangnya.”[18]

Imam Baqir as. bersabda, “Ketika Mahdi (af.) muncul, ia akan datang ke kota Madinah, lalu membebaskan semua Bani Hasyim yang terkurung di sana.”[19] Kemudian Ibnu Urtah berkata, “Lalu ia pergi ke Kufah dan membebaskan Bani Hasyim dari penjara-penjara kota itu.”

Thawus Yamani berkata, “Yang termasuk karakteristik Imam Mahdi af. adalah ia bersikap tegas terhadap para bawahannya dan memiliki tangan yang terbuka dalam memberikan harta benda. Ia juga sangat baik hati dengan orang-orang miskin dan kaum papa.”[20]

Abu Ru’bah berkata, “Mahdi (af.) akan memberikan banyak hadiah kepada orang-orang miskin dengan tangannya sendiri.”[21]

Barangkali maksudnya adalah ia memberikan perhatian yang lebih kepada orang-orang miskin dan juga memberikan jatah yang lebih kepada mereka dalam membagikan harta Baitul Mal sesuai dengan kemaslahatan yang ia pikirkan.


B. Kemakmuran Merata

Ketika menyaksikan kerusakan dunia sebelum kemunculan Imam Mahdi af., kita dapat melihat betapa makmurnya bumi yang dipegang olehnya. Ya, bumi telah hancur akibat banyaknya peperangan, pertumpahan darah, dan berbagai kerusakan lainnya. Kondisi tersebut membutuhkan pembenahan dan pemulihan di berbagai bidang. Pemerintahan Imam Mahdilah yang dapat menjalankan tugas besar tersebut, ia akan memakmurkan bumi yang kita tinggali.

Imam Ali as. bersabda, “Mahdi (af.) mengirim para pengikutnya ke segala penjuru negeri. Para pengikut yang telah membaiatnya sejak awal kemunculannya itu, mendatangi berbagai kota menyampaikan pesan keadilan dan kebaikan kepada seluruh umat manusia. Setiap orang dari mereka menjadi pemimpin bagi suatu daerah yang kemudian menjadi makmur karena keadilan dan kebajikan.”[22]

Imam Bagir as. Juga bersabda, “Di jaman pemerintahan Imam Mahdi (af.) tidak ada tempat yang tidak makmur.”[23]

Beliau juga bersabda, “Setelah Imam Mahdi (af.) memasuki Kufah … ia memerintahkan sekelompok orang untuk membuat sungai dari belakang makam Imam Husain as (di luar kota Karbala) ke arah Gharyain supaya air dapat mengalir ke kota Najaf dan mereka membangun banyak jembatan di atas sungai itu.”[24]

Imam Shadiq as. bersabda, “Ketika Al-Qaim (af.) bangkit …, rumah-rumah kota Kufah bersambung dengan sungai Karbala dan Hairah.”[25]

Riwayat ini menerangkan pelebaran kota Kufah. Kelak, kota tersebut akan menyatu dengan suatu tempat yang bernama Hairah, yang kini berjarak enam puluh kilometer dari Kufah Dengan jarak yang sama, tempat itu menyatu dengan Karbala.

Habah ‘Arani berkata, “Ketika Imam Ali as. pergi ke Hairah, sambil menunjuk kota Kufah beliau bersabda: ‘Sesungguhnya nanti rumah-rumah kota Kufah akan bersambung dengan kota ini. Kota ini akan berkembang pesat sehingga nanti setiap dzira’[26] tanahnya dihargai dengan harga yang tinggi.’”[27]

Mungkin mahalnya harga tanah tersebut karena tempat itu menjadi ibu kota pemerintahan Islam. Menurut berbagai riwayat, banyak sekali orang-orang yang beriman berdatangan ke tempat itu.

Di jaman itu, jalanan juga diperlebar dan diberi beberapa aturan-aturan khusus. Mengenai hal ini, Imam Baqir as. bersabda, “Ketika Imam Mahdi muncul, ia akan datang ke Kufah … pada waktu jalanan diperlebar.”[28]

Imam Musa Kadzim as. bersabda, “Ketika Al-Qaim muncul, ia akan memerintahkan orang-orang yang memiliki kendaraan untuk mengendarainya di tengah jalan dan memerintahkan orang-orang yang berjalan kaki untuk berjalan di samping jalan raya. Ketika ada seorang pengendara kendaraan yang berjalan di trotoar, lalu menabrak orang lain dan melukainya, maka ia diwajibkan untuk membayar denda dan Diyah atas tertumpahnya darah. Begitu juga, ketika pejalan kaki berjalan di tengah jalan lalu tertabrak kendaraan, maka ia tidak memiliki hak untuk meminta Diyah.”[29]

Dari riwayat ini kita dapat memahami bahwa di masa itu kota-kota mengalami perkembangan pesat dan tak hanya bagi para pengendara aturan dibuat, bahkan bagi para pejalan kaki ada pula aturan-aturan yang harus dijalankan.


C. Pertanian

Salah satu bidang yang akan mengalami perubahan dan perkembangan di jaman Imam Mahdi af. adalah pertanian dan peternakan. Pertolongan Allah ini akan datang setelah kebanyakan orang di dunia merasakan sulitnya bercocok tanam akibat rendahnya curah hujan dan juga setelah mencicipi susahnya berternak. Sebelum Imam Mahdi af. muncul, harga makanan sangat mahal sehingga orang-orang yang tak mampu sampai rela menjual para wanitanya hanya untuk mendapatkan beberapa suap makanan. Tetapi, setelah Imam Mahdi af. datang, terjadi perubahan yang luar biasa dalam dunia pertanian, ketika itu bahan pangan melimpah ruah.

Sebelum kedatangan beliau, meski terkadang hujan turun, tetapi tanah tidak mau menerima air. Jika terkadang tanah mau menerima air, hujan tak kunjung turun. Maka, hasil-hasil pertanian berkurang. Bahkan, hujan itu sendiri yang merusak ladang pertanian. Setelah masa-masa yang menekan itu, kemudian turun rahmat Ilahi. Hujan turun dengan lebat dan tak satu orangpun yang pernah melihat sebelumnya. Lalu saking banyaknya hasil panen, para petani dapat mengumpulkan hasil panen selama sepuluh tahun dalam satu hari. Dan dalam sebagian riwayat disebutkan bahwa satu mann (3 kg) gandum akan menghasilkan seratus mann gandum.

Banyak riwayat yang menerangkan turunnya dua puluh empat hujan, yang setelahnya turunlah berkah dari langit untuk para penghuni bumi. Gunung-gunung, gurun, dan padang pasir berubah menjadi padang ilalang yang hijau membentang. Gurun-gurun yang selama ini selalu kering, kelak tidak akan mengering. Karunia Allah sangat melimpah, sehingga orang-orang yang masih hidup mengharapkan orang-orang yang telah mati untuk hidup ke dua kalinya.

1. Curah hujan yang tinggi

Rasulullah Saw. bersabda, “Allah akan menurunkan hujan yang melimpah kepada mereka.”[30]

Dalam riwayat yang lain beliau bersabda, “Allah akan menurunkan berkah-berkah dari langit untuk Al-Mahdi.”[31]

Beliau juga berkata, “Keadilan akan menyelimuti dunia. Langit menurunkan hujan dan dengannya tanah mengeluarkan tumbuh-tumbuhan hasil pertanian. Kemudian di jaman pemerintahan Imam Mahdi, umatku akan merasakan banyak sekali nikmat yang belum mereka rasakan sebelumnya.”[32]

Mengenai hal ini, Imam Ali as. bersabda, “Allah Swt. memulai menciptakan alam semesta untuk kami; dan karena keberadaan kami pula Ia akan mengakhirinya. Dengan perantara kami Allah melenyapkan apa yang Ia inginkan dan menetapkan segala apa yang ia kehendaki. Dengan perantara kami, Dia akan mengakhirkan hari-hari kita yang susah dan juga menurunkan hujan rahmat-Nya. Maka jangan sampai kebohongan menimpa kalian dan menyelewengkan kalian dari jalan Allah. Sejak Dia menutup pintu langit, tak setetespun air turun darinya. Namun ketika Al-Qaim kami datang, langit akan menurunkan hujan yang penuh rahmat.”[33]

Imam Shadiq as. bersabda, “Ketika hari kemunculan Al-Mahdi tiba, pada Jumadi Tsani dan sepuluh hari dalam bulan Rajab akan turun hujan, yang semua orang belum pernah melihat hal itu sebelumnya.”[34]

Sa’id bin Jabir berkata, “Pada tahun kebangkitan Al-Mahdi, akan turun hujan sebanyak dua puluh empat kali, yang dampak dan berkahnya akan nampak di kemudian hari.”[35]

Mengenai melimpahnya air di jaman Imam Mahdi af., Rasulullah Saw. bersabda, “Di jaman pemerintahan Al-Mahdi af., air berlimpah dan sungai dipenuhi dengan air.”[36]

Dalam riwayat yang lain beliau bersabda, “… sungai-sungai dipenuhi dengan air dan setiap mata air juga penuh dengan air segar. Lalu bumi memberikan kekayaannya dua kali lipat.”[37]


2. Hasil panen melimpah

Rasulullah Saw. bersabda, “Betapa enaknya hidup di jaman setelah terbunuhnya Dajal di tangan Al-Masih. Karena, langit diberi izin untuk menurunkan hujan dan bumi diizinkan untuk menumbuhkan tanaman-tanamannya. Seandainya sebutir bijian diletakkan di atas gunung Shafa, maka akan tumbuh sebuah tanaman darinya. Pada masa itu, tak ada lagi rasa iri dan dengki, sehingga jika seseorang berjalan di samping singa, ia tidak akan dilukai, dan jika ia menginjak seekor ular, ia tidak akan digigit.”[38]

Beliau juga bersabda, “Pada jaman Al-Mahdi umatku akan mendapatkan banyak nikmat yang belum pernah dirasakan sebelumnya dan tak seorangpun baik mukmin atau kafir yang pernah merasakan nikmat-nikmat tersebut. Langit menurunkan hujannya secara teratur dan bumi tidak menahan tumbuhnya tumbuh-tumbuhan, bahkan membiarkannya tumbuh berkembang.”[39]

Mengenai kondisi tanah di jaman Imam Mahdi af., Rasulullah Saw. juga bersabda, “Tanah menjadi seperti perak yang telah dibakar, menjadi tenang dan siap untuk ditanami dan dapat menumbuhkan tumbuhan-tumbuhannya sebagaimana terjadi di jaman Nabi Adam as”[40]

Mengenai berkah dan matangnya buah-buah penghasilan mereka, beliau berkata, “… satu buah delima membuat mereka kenyang[41] dan satu tangkai anggur mereka makan dan mereka pun kenyang.”[42]

Imam Ali as. bersabda, “Al-Mahdi akan menaklukkan timur dan barat … menghilangkan semua kejelekan serta kegelisahan dan menggantikannya dengan kebaikan dan kebajikan, yaitu dengan cara; satu petani gandum dan (sejenis gandum yang lebih rendah harganya) setiap dari 1 man (3 kg) gandum menghasilkan 100 man; sebagaimana Allah Swt. berfirman, “Di setiap tangkai tumbuh seratus biji dan Allah memberikan lebih banyak bagi orang yang dikehendakinya” [43].[44]

Beliau juga bersabda, “Al-Mahdi memberikan nasehat kepada para aparatnya agar berbuat adil di kalangan masyarakat … petani pada jaman itu dengan menanam 1 mud[45] bisa menghasilkan 700 mud. Sebagaimana firman Allah Swt. bahwa Dia memberikan lebih banyak dari hasil tersebut.”[46]

Tentang suburnya pepohonan, beliau bersabda, “Pada jaman Imam Mahdi, pohon-pohon berbuah dan berkahnya berlimpah ruah.”[47]

Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as. bersabda, “Ketika Al-Qaim kami bangkit, langit menurunkan hujannya dan bumi menumbuhkan tanaman-tanamannya. Sampai dimisalkan ada seorang wanita dari Irak berjalan menuju Syam, di sepanjang jalan kakinya tidak menginjak sesuatu kecuali hijau-hijauan dan semak belukar.”[48]

Mungkin beliau menjelaskan tempat itu sebagai contoh dan harus diperhatikan kondisi geografinya. Tempat tersebut kini tidak ditemukan apa pun kecuali tanah-tanah yang gundul dan tandus. Mungkin disebutkannya area itu untuk menerangkan bahwasanya di jaman Imam Mahdi af. semua tanah-tanah di bumi yang gersang, berubah menjadi ladang pertanian yang subur.

Berkaitan dengan ini, Rasulullah Saw. bersabda, “Ketika Imam Mahdi muncul di antara umatku, tanah menumbuhkan buah dan bunga-bunganya dan langit menurunkan hujannya.”[49]

Imam Shadiq as. dalam tafsir ayat (مدهمتان = dua daun yang hijau) bersabda, “Pohon-pohon kurma menghubungkan antara Mekah dan Madinah.”[50]

Beliau juga bersabda, “… demi Allah, setelah munculnya Dajal, pertanian akan dimulai dan pohon akan tumbuh.”[51]

Menurut apa yang dinukil oleh Syeikh Thusi di dalam Al-Tahdzib, “Kita akan bercocok tanam dan pohon-pohon kita tanam.”[52]


3. Peternakan menyebar luas

Rasulullah Saw. bersabda, “Pada akhir jaman kehidupan umatku, Imam Mahdi akan muncul … hewan ternak dan domba akan menjadi banyak.”[53]

Beliau juga bersabda, “Di jaman itu terdapat hewan-hewan ternak dan kehidupan terus berlangsung.”[54]

Dalam sabda Nabi Saw. terdapat sebuah isyarat bahwa seakan-akan sebelum jaman itu, karena sedikitnya air dan makanan untuk hewan ternak, hewan-hewan ternak tidak bisa meneruskan kehidupannya.

Beliau juga bersabda, “Setelah terbunuhnya Dajal, Allah Swt. memberikan berkah kepada hewan-hewan ternak, seperti anak unta (yang sudah memiliki kesiapan untuk beranak) sudah bisa mengenyangkan sekelompok manusia dan anak sapi mampu memberikan makanan kepada satu kaum dan satu anak kambing cukup untuk mengenyangkan satu kelompok.”[55]


D. Perdagangan

Tumbuh pesatnya perdagangan masyarakat di satu negara, merupakan tanda berkembangnya ekonomi dan meningkatnya kemampuan masyarakat tersebut. Sebagaimana tidak berjalan dan sepinya perdagangan, menunjukkan miskinnya masyarakat tersebut. Ketika di jaman Imam Mahdi af masyarakat berada dalam ekonomi yang sangat baik, tentu perdagangan akan ramai dan pasar-pasar pun hidup.

Rasulullah Saw. dalam masalah ini bersabda, “Salah satu tanda bangkitnya (munculnya Imam Mahdi af.) adalah harta kekayaan laksana banjir yang melanda manusia, kemajuan ilmu pengetahuan nampak dan perdagangan tumbuh pesat.”[56]

Abdullah bin Salam berkata, “Setelah munculnya Dajal, umat manusia akan hidup selama empat puluh tahun, mereka menanam pohon-pohon kurma dan mendirikan pasar-pasar.”[57]


Referensi:

[1] Al-A’raf: 96.

[2] Ilalus Syarai’, hal. 161; Nu’mani, Ghaibah, hal. 237; Aqdud Durar, hal. 39; Bihar al-Anwar, jil. 52, hal. 390; Itsbatul Hudat, jil. 3, hal. 497.

[3] Ibnu Hammad, Fitan, hal. 98; Ibnu Abi Syaibah, Mushanif, jil. 15, hal. 196; Ahmad, Musnad,, jil. 3, hal. 5; Ibnu Bathriq, ‘Umdah, hal. 424.

[4] Syafi’i, Bayan, hal. 124; Ihqaqul Haq, jil. 13, hal. 248; As-Syi’ah wa Ar-Raj’ah, jil. 1, hal. 207.

[5] Abi Dawud, Sunan, jil. 4, hal. 108.

[6] Ibnu Thawus, Malahim, hal. 69.

[7] Abdur Razzaq, Mushanif, jil. 11, hal. 372; Ibnu Bathriq, ‘Umdah, hal. 424; As-Shawaiqul Muhriqah, hal. 164; Bagawi, Mashabihus Sunnah, jil. 2, hal. 139; Syafi’i, Bayan, hal. 122; Ibnu Thawus, Malahim, hal. 69.

[8] Al Kafi, jil. 5, hal. 285; At Tahdzib, jil.7, hal. 149.

[9] Nu’mani, Ghaibah, hal. 237; Bihar al-Anwar, jil. 51, hal. 29.

[10] Ibnu Thawus, Malahim, hal. 70; Bihar al-Anwar, hal. 379; lihat pula: Ahmad, Musnad, jil. 3, hal. 21; Ihqaqul Haq, jil. 13, hal. 55.

[11] Aqdud Durar, hal. 166; Al Mustajad, hal. 58.

[12] Hakim, Mustadrak, jil. 4, hal. 558; As-Syi’ah wa Ar-Raj’ah, jil. 1, hal. 214.

[13] Mufid, Irsyad, hal. 363; Bihar al-Anwar, jil. 52, hal. 337.

[14] Mufid, Irsyad, hal. 344; Al-Mustajad, hal. 509; Bihar al-Anwar, jil. 52, hal. 339; rujuk pula: Ahmad, Musnad,, jil. 2, hal. 53, 272, 313, dan jil. 3, hal. 5; Majma’uz Zawaid, jil. 7, hal. 314, Itsbatul Hudat, jil. 3, hal. 296.

[15] Bihar al-Anwar, jil. 52, hal. 345.

[16] Nu’mani, Ghaibah, hal. 238; Hilyatul Abrar, jil. 2, hal. 642; Bihar al-Anwar, jil. 52, hal. 390; lihat pula: Bihar al-Anwar, jil. 52, hal. 352; Ibnu Abi Syaibah, Mushanif, jil. 3, hal. 111; Ahmad, musnad, jil. 4, hal. 306; Bukhari, Shahih, jil. 2, hal. 135; Muslim, Shahih, jil. 2, hal. 70.

[17] Thusi, Ghaibah, hal. 114; Itsbatul Hudat, jil. 3, hal. 502; Bihar al-Anwar, jil. 51, hal. 75.

[18] Ayashi, Tafsir, jil. 1, hal. 64; Bihar al-Anwar, jil. 52, hal. 224.

[19] Ibnu Hammad, Fitan, hal. 83; Al-Hawi lil Fatawa, jil. 2, hal. 67; Muttaqi Hindi, Burhan, hal. 118.

[20] Aqdud Durar, hal. 167.

[21] Ibnu Thawus, Malahim, hal. 68; Aqdud Durar, hal. 227.

[22] Asyi’ah wa Arraj’ah, jil. 1, hal.168.

[23] Kamaluddin, jil. 1, hal. 331; Al Fushulul Muhimmah, hal. 284; As’afur Raghibin, hal. 152; Al Wafi, jil. 2, hal. 112; Nuruts Tsaqalain, jil. 2, hal. 212; Ihqaqul Haq, jil. 13, hal. 342.

[24] Mufid, Irsyad, hal. 362; Thusi, Ghaibah, hal. 280; Raudhatul Waidzin, jil. 2, hal. 263; Shiratul Mustaqim, jil. 2, hal. 262; A’lamul Wara, hal. 430; Al Mustajad, hal. 580; Kasyful Ghummah, jil. 3, hal. 253; Bihar al-Anwar, jil. 52, hal. 331, dan jil. 97, hal. 385.

[25] Thusi, Ghaibah, hal. 295; Bihar al-Anwar, jil. 52, hal. 330, 337, dan jil. 97, hal. 385; dalam kitab Irsyad karya Syaikh Mufid disebutkan seperti ini: “Tempat itu bersambung dengan dua sungai Karbala.” Lihat pula: Raudhatul Waidzin, jil. 2, hal. 264; A’lamul Wara’, hal. 434; Kharaij, jil. 3, hal. 1176; Shiratul Mustaqim, jil. 2, hal. 251; Al-Mahajjah, hal. 184.

[26] Setiap Dzira’ kira-kira lima puluh atau tujuh puluh sentimeter; Al-Munjid.

[27] Ahlul Bait as.-Tahdzib, jil. 3, hal. 253; Maladzul Akhbar, jil. 5, hal. 478; Bihar al-Anwar, jil. 52, hal. 374.

[28] Mufid, Irsyad, hal. 365; Bihar al-Anwar, jil. 52, hal. 339.

[29] Al-Tahdzib, jil. 10, hal. 214; Wasailus Syi’ah, jil. 19, hal. 181; Maladzul Akhbar, jil. 16, hal. 685; Itsbatul Hudat, jil. 3, hal. 455.

[30] Majma’uz Zawaid, jil. 7, hal. 317; Ihqaqul Haq, jil. 13, hal. 139.

[31] Aqdud Durar, hal. 169; Ibnu Thawus, Malahim, hal. 71 dan 141.

[32] Al Mathalibul Aliyah, jil. 4, hal. 242; Ibnu Thawus, Malahim, hal. 139; Itsbatul Hudat, jil. 3, hal. 524; Ihqaqul Haq, jil. 19, hal. 655; lihat pula: Ahmad, Musnad, jil. 2, hal. 262; Bihar al-Anwar, jil. 52, hal. 345; Ihqaqul Haq, jil. 19, hal. 169, 663.

[33] Minanur Rahman, jil. 2, hal. 42.

[34] Bihar al-Anwar, jil. 52, hal. 337; Al-Wafi, jil. 2, hal. 113.

[35] Ihqaqul Haq, jil. 13, hal. 169.

[36] Aqdud Durar, hal. 84.

[37] Mufid, Ikhtishash, hal. 208; Bihar al-Anwar, jil. 52, hal. 304.

[38] Firdausul Akhbar, jil. 3, hal. 24.

[39] Ibnu Thawus, Malahim, hal. 141; lihat pula: Thusi, Ghaibah, hal. 115; Itsbatul Hudat, jil. 3, hal. 504.

[40] Ibnu Thawus, Malahim, hal. 141; Ibnu Majah, Sunan, jil. 2, hal. 1359; Ibnu Hammad, Fitan, hal. 162; Abdur Razzaq, Mushanif, jil. 11, hal. 399, dengan sedikit perbedaan.

[41] Ibnu Thawus, Malahim, hal. 152 ; Al-Dur Al-Mantsur , juz 4 hal. 255 dengan adanya perberbedaan; Abdul ar-Razzaq, Mushannif, juz 11, hal. 401.

[42] Ibid.

[43] Al Baqarah: 261.

[44] Asy-Syi’ah wa Ar-Raj’ah, juz 1, hal. 167.

[45] Mud, adalah satu ukuran berat, di Iraq mencapai kira-kira 18 liter; Farhang Farsi Amid, hal. 935.

[46] Aqdud Durar, hal. 159; Ibnu Thawus . Malahim, hal. 97; Al Qaul Al Muhtashar, hal. 20.

[47] Ibnu Thawus, Malahim, hal. 125; Al Hawi lilfatawa, juz 2, Muttaqi Hindi, Burhan, hal. 117.

[48] Tahuffu Al ‘Uqul, hal. 115; Bihar Al Anwar, juz 52, hal. 316, 345.

[49] Al-Manaqib wa Al-Matsalib, hal. 44; Ihqaq Al-Haq, juz 19, hal. 77; merujuk juga: Ibnu Majah, Sunan, juz 2, hal. 1356; Hakim, Mustadrak, juz 4, hal. 492; Al-Durr Al-Mantsur, juz 2, hal. 244.

[50] Tafsir Qommi, juz 2, hal. 346; Bihar Al-Anwar , juz 51, hal. 49, ayat di dalam surah ar-Rahman: 64.

[51] Kafi, juz 5, hal. 260; Man la Yahduru Al-Faqih, juz 3, hal. 158; Wasail As-Syiah, juz 13, hal. 193,; Al-Tahdzib, juz 6, hal. 384.

[52] Al-Tahdzib, juz 6, hal. 384.

[53] Hakim, Mustadrak, juz 4, hal. 558, Aqdud Durar, hal. 144; Muttaqi Hindi, Burhan, hal. 84; Kasyf Al-Ghummah, juz 3, hal. 26; Ihqaq Al Haq, juz 13, hal. 215, Bihar Al Anwar, juz 51, hal. 81; Asy-Syi’ah wa Ar-Raj’ah, juz 1, hal. 214.

[54] Jami’ Al-Hadis, juz 8, hal. 77; Ihqaq Al-Haq, juz 13, hal. 215 dan juz 19, hal. 681.

[55] Ibnu Hammad, Fitan, hal. 148.

[56] Ibnu Qutaibah, ‘Uyun Al-Akhbar, juz 1, hal. 12.

[57] Ibnu Abi Syibah, Mushannif, juz 15, hal. 142; Ad-Duru Al-Mantsur, juz 5, hal. 354; Muttaqi Hindi, Burhan, hal. 193.


Dikutip dari buku Pemerintahan Akhir Jaman

(Dokumentasi/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: