Pesan Rahbar

Home » » Tentang RUU Pernikahan Siri

Tentang RUU Pernikahan Siri

Written By Unknown on Friday 2 January 2015 | 06:43:00


RUU yang mengatur pernikahan bagi orang islam yang sedang dibahas di DPR memuat ketentuan sanksi pidana kurungan bagi pelaku nikah siri dan nikah mut’ah (kawin kontrak).

Bila Anda ingin melakukan nikah siri atau nikah mut’ah (kawin kontrak), sebaiknya perlu berpikir dua kali. Pemerintah berencana menjatuhkan sanksi pidana kurungan bagi pria dan wanita yang akan melakukan dua jenis pernikahan tersebut. Ini ditunjukan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) yang mengatur pernikahan bagi orang yang beragam Islam.

Judul lengkap RUU itu adalah RUU Hukum Materil Peradilan Agama Bidang Perkawinan. Dalam RUU itu, para pihak yang menikah secara siri diancam pidana kurungan maksimal enam bulan. Ancaman sanksi bagi pelaku nikah mut’ah lebih berat lagi, yakni pidana penjara maksimal tiga tahun

Berdasarkan draf yang diperoleh hukumonline, Pasal 143 RUU tersebut menyebutkan ‘Setiap orang yang dengan sengaja melangsungkan perkawinan tidak dihadapan Pejabat Pencatat Nikah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp. 6.000.000,- (enam juta rupiah) atau hukuman kurungan paling lama 6 (enam) bulan.’

Sedangkan, Pasal 144 berbunyi ‘Setiap orang yang melakukan perkawinan mutah sebagaimana dimaksud Pasal 39 dihukum dengan penjara selama-lamanya 3 (tiga tahun, dan perkawinannya batal karena hukum.’

Sekedar mengingatkan, peraturan perundangan-undangan yang berlaku di Indonesia memang mengharuskan setiap perkawinan harus dicatat di institusi pemerintah. UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan untuk perkawinan bagi beragama Islam dicatat Kantor Urusan Agama (KUA), sedangkan yang beragama di luar Islam dicatat di kantor catatan sipil.

Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Abdul Ghani Abdullah mengatakan ketentuan ini belum final. “Ini masih akan terus dibahas,” ujarnya di Jakarta, Kamis (11/2). Pria yang saat ini menjabat sebagai hakim agung ini bahkan sedang menggagas sebuah seminar nasional khusus membahas RUU ini. Salah satunya, mengenai sanksi kurungan atau penjara bagi orang yang melakukan nikah siri atau nikah mut’ah.

Abdul Ghani menilai isu penjatuhan sanksi pidana kurungan bagi pelaku nikah siri atau di bawah tangan ini memang bisa memicu kontroversi. Selama ini, sanksi yang dijatuhkan untuk pihak yang menikah siri hanya berdasarkan PP No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Pasal 45 PP tersebut menyatakan, barangsiapa yang tidak mencatatkan pernikahannya di KUA maka dikenakan sanksi denda sebesar Rp7.500. Ketentuan ini juga berlaku untuk pejabat pencatat pernikahan yang tidak melaksanakan kewajibannya dalam mencatat pernikahan seseorang yang telah didaftarkan. Sanksi denda tersebut dianggap kurang relevan untuk saat ini.

Namun, Abdul Ghani selaku salah seorang yang membidani PP tersebut punya cerita dibalik sanksi denda Rp7.500. Kala itu, awalnya, ancaman hukuman bagi orang yang tidak mencatatkan pernikahannya atau nikah siri adalah pidana 1 tahun penjara. Namun, lanjutnya, setelah dilakukan konsultasi dengan beberapa ulama, sanksi pidana penjara itu dihapuskan.

“Alasannya pernikahan kan ibadah. Masak orang yang melaksanakan ibadah harus dihukum pidana penjara,” tutur pria yang pernah menjabat sebagai Dirjen Perundangan-Undangan Departemen Hukum dan HAM ini. Ia mengatakan bila akan diatur kembali ancaman pidana penjara ini, maka persoalan ini perlu dipikirkan kembali.

Pengaturan ancaman pidana bagi orang yang kawin kontrak mungkin lebih gampang. Pasalnya, mayoritas ulama menolak praktik pernikahan mut’ah itu. “Sistem hukum di Indonesia juga tidak mengenal nikah mutah,” jelas Abdul Ghani.

Abdul Ghani juga menjelaskan RUU tersebut bukan merupakan revisi UU No. 1/1974. “RUU ini justru untuk memenuhi Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan,” jelasnya. Ketentuan itu berbunyi ‘Perkawinan adalah sah, apabila menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu’. Ia mengatakan RUU ini mengatur pernikahan untuk orang yang beragama Islam.

Berdasarkan catatan hukumonline, RUU ini masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2010-2014. Bahkan RUU ini merupakan salah satu RUU yang diprioritaskan untuk segera diundangkan pada tahun ini.


Ada Korban Lain Nikah Siri Bupati Aceng?

Bupati Garut, Aceng Fikri, diduga tidak hanya menikah siri dengan Fani Oktora. Shinta, seorang wanita asal Karawang, menurut orang tuanya juga pernah dinikahi dan kemudian diceraikan melalui pesan singkat telepon.

Link: http://bola.viva.co.id/lagaeropa/video-read/22203-ada-korban-lain-nikah-siri-bupati-aceng-

(Viva/ABNS)

Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: