Pesan Rahbar

Home » » Benarkah Ahlusunnah Tidak Mempertuhankan Para Khalifah ??? silahkan baca bukti disini, apakah sesuai dengan hadis Nabi???

Benarkah Ahlusunnah Tidak Mempertuhankan Para Khalifah ??? silahkan baca bukti disini, apakah sesuai dengan hadis Nabi???

Written By Unknown on Tuesday, 17 March 2015 | 06:45:00


Bagi Anda yang telah mendapat hidayah Allah mengenal kebenaran mazhab Ahlulbait Nabi suci as. pasti merasa bahagia tak terhingga atas karunia istimewa itu. Tetapi pada waktu yang sama mungkin Anda juga merasa sedih kerena manyaksikan ternyata tidak sedikit di antara masyarakat Muslim yang hidup di sekitar Anda masih jauh dari hidayah itu…. Di samping itu Anda pasti akan bersedih dan kebingungan menyaksikan kenyataan bahwa ternyata tidak sedikit pula hukum Allah mereka campakkan hanya gara-gara meta’ati hukum-hukum buatan manusia yang tidak pernah Allah wahyukan dan bahkan bertentangan terang-terang dengan ketetapan Rasul-Nya!

Anda pasti berbahagia karena Allah telah memelekkan mata hati dan menghidupkan fitrah Anda sehingga Anda tidak lagi mempertuhankan manusia-manusia sementara Anda juga akan bersedih ternyata saudara-saudara Anda yang belum mendapatkan ppencerahan itu masih dan terus menikmati mempertuhakan para Khalifah dan menyembahnya selain Allah!


Benarkah Ahlusunnah Mempersempahkan Para Khallifah?

Mungkin ada yang mengira apa yang saya katakana adalah tuduhan palsu dan hanya sekedar mengada-ngada kerena kebencian saya kepada Ahlusunnah? Tetapi saya harap tidak tergesah-gesah melemparkan tuduhan itu kepada saya, sebab demikian kenyataannya!

Anda mungkin mengira bahwa yang namanya mempertuhakan dan menyembah selain Allah SWT tu hanya terbatas pada bersujud dan menyajikan nsesajen misalnya kepada sesembahan itu? Akan tetapi anggapan itu salah dan ditolak Al Qur’an!

Al Qur’an menyebut kaum Nasrani dan Yahuid sebagai mempertuhankan para pendeta dan Rabi-rabi mereka. Perhatikan firman Allah di bawah ini:

اتَّخَذُوا أَحْبارَهُمْ وَ رُهْبانَهُمْ أَرْباباً مِنْ دُونِ اللَّهِ وَ الْمَسيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَ ما أُمِرُوا إِلاَّ لِيَعْبُدُوا إِلهاً واحِداً لا إِلهَ إِلاَّ هُوَ سُبْحانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ

“Mereka menjadikan orang- orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah, dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putra Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan ( yang berhak disembah ) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (QS. At Taubah;31).

Para ulama Ahlusunnah meriwayatkan dari sahabat Adiy ibn Hâtim bahwa ia bercerita, “Aku dating menemui Nabi saw. di saat itu beliau membacakan ayat surah Barâah (ayat di atas _pen) lalu beliau bersabda, “Ketahuilah, bahwa mereka (Kaum Yahudi dan Nasrani) tidak menyembah mereka (orang- orang alimnya, dan rahib- rahib), akan tetapi jika mereka (orang- orang alimnya, dan rahib- rahib) menghalalkan sesuatu untuk mereka, mereka mengikuti menhalalkannya dan jika mereka (orang- orang alimnya, dan rahib- rahib) mengharamkan maka mereka mengharamkannya juga.

Keterangan yang sama juga diriwayatkan dari sahabat Hudzifah. Ia berkata, “Ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka tidak menyembah orang-orang alimnya, dan rahib- rahib akan tetapi mereka mena’ati orang-orang alimnya, dan rahib-rahib dalam bermaksiat kepada Allah (melanggar hokum da ketetapan Allah).[1]

Dengan memperhatikan kenyataan di atas, maka tidak berlebihan judul yang saya tulis di atas. Sebab arti mempertuhankan dan menyembah selain Allah itu di sini adalah menjadikan manusia-manusia yang menentang hokum dan ketetapan Allah sebagai panutan dan semua ketetapannya lebih diutamakan dari hukum dan ketetapan Allah SWT!

Apakah Ahlusunnah benar-benar mempertuhankah para Khalifah yang mereka gelari dengan rasyîdîn itu? Atau ini hanya sekedar tuduhan tidak bertanggung jawab?

Bagi Anda yang lebih mengandalkan kedegilan dan kejahilan dengan membela kebatilan pasti akan segera menjawab: Bohong! Itu adalah kepalsuan tuduhan Anda dan antek-antek Syi’ah!

Tetapi bagi Anda yang berakal waras dan berpikiran jernihh pasti akan menanti dan meminta bukti atas apa yang dikatakan di sini!


Bukti-bukti Ahlusunnah Mempertuhakan Para Khalifah

Tidak sedikit bukti yang menunjukkan kenyataan pahit Sunni ini, puluhan bahkan mungkin ratusan bukti dapat diutarakan untuk membuktikan kenyataan itu. Akan tetapi agar kekecewaan sebagian dari kalian tidak terlalu mendalam dan demi menjaga keutuhan keimanan kalian kepada agama Islam, maka saya cukupkan dengan menyebutkan beberapa contoh Penyembahan itu!


Perbedaan Antara Adzan Dalam Syari’at Allah dan Adzan Versi Umar

Ibadah adalah sepenuhnya ketetapan Allah melalui rasul-Nya, tiada hak bagi siapapun untuk menentang ketetapan Allah dan mengada-nagada model ibadah yang tidak ditetapkan Allah. Adzan adalah bagian penting dalam ibadah. Allah telah menetapkan pasal-pasal yang harus dikumandangkan dalam adzan. Di antara pasal adzan yang diwahyukan Allah dan diajarkan Rasulullah saw. kepada umatnya agar dita’ati dan dibaca setelah pasal: hayya ‘alâl falâh adalah: hayya ‘alâ khairil ‘amal/marilah menuju sebaik-baik amal.

Demikianlah adzan Syari’i yang ditetapkan Allah dan Rasul-Nya dan dijalankan umat Islam di masa hidup Nabi saw. dan juga di masa Abu Bakar dan beberapa tahun dari masa kekuasaan Umar… setelahnya, entah dapat wangsit dari mana, Khalifah Umar “yang sangat ditakuti setan” itu mendadak berontak dan menentang ketetapan Allah dan Rasul-Nya dengan menggugurkan pasal itu dari adzan.

Bukti bahwa pasal itu adalah bagian dari adzan syari’i bukanlah hal samar bagi para ulama Sunni sendiri (maaf bukan bagi para awam yang sering kali dipanggil Kyai atau Babib)!

Asy Syaukani berkata, “Dan telah shahih bagi kami bahwa hayya ‘alâ khairil ‘amal adalah bagian dari adzan di zaman Rasulullah saw. ia dikumandangkan (oleh sang muadzdzin), dan tidak ada perubahan kecuali di sama Umar. Demikianlah dikatakan oleh al Hasan ibn Yahya. Hal itu diriwayatkan darinya dalam kitab Jâmi’ ‘âli Muhammad. Dan juga berdsasarkan hadis yang diriwayatkan al Baihaqi dalam Sunan Kubra-nya dengan sanad yang shahih dari Abdullah ibn Umar bahwa ia membaca hayya ‘alâ khairil ‘amal dalam pasal adzan.”[2]

Al Qusyji menegaskan bahwa pengguguran itu adalah benar-benar telah dilakukan oleh Umar ketika ia menjabat sebagai Khalifah. Umar berpidato< “Tiga hal yang ada di zaman Rasulullah saw. aku melarang dan mengaharamkannya sekarang serta akan menjatuhkan sangsi atas yang melakukannya; nikah mut’ah, haji tamattu’ dan hayya ‘alâ khairil ‘amal.”[3]

Allah dan rasyul-Nya menetapkan hayya ‘alâ khairil ‘amal dalam adzan, sementara Umar menentangnya dan menggugurkannya bahkan lebih dari itu ia mengancam akan menjatuhkan sangsi berat atas siapa saja yang berani mena’ati Allah dan rasul-Nya!

Jelas sekali bukan bahwa Umar bersungguh-sungguh dalam tekadnya untuk menentang hukum Allah dan menggunakan tangan besinya untuk menggilas kaum mukmin yang setia menjalankan hukum Allah tersebut?!

Jika memang Umar merasa punya hak berijtihad dalam masalah ini, mengapakah ia tidak memberikan peluang dan keluasaan dagi orang lain yang juga akan berijithad dalam menjalankan syari’at Allah?


Mengapaka tidak ada toleransi dalam masalah ini?

Di sini saya tidak sedang ingin mengkritisi Umar dalam fatwa penentangannya terhadap syari’at Allah tersebut… Akan tetapi coba perhatikan kenyataaan di sekeliling Anda.. dengan adzan yang dikumandangkan kaum Muslim Sunni di seantero dunia…. Adzan siapa yang mereka kumandangkan? Adzan berdasarkan syari’at Allah atau berdasarkan syari’at dan ide Umar?

Bukankah Ahlusunnah sekarang sedang menyenbah Umar yang mengharamkan apa yang disyari’akan Allah dan Rasul-Nya?

Atau jangan-jangan Ahlusunnah beriman bahwa Umar putra al Khaththab adalah NABI SUSULAN yang bertugas untuk meralat syari’at Nabi Muhammad saw.?


Ahlusunnah Ngotot Seperti Khalifahnya Dalam Memerangi Adzan Versi Syari’at Allah!

Teman-teman pengusurus pusat Ijabi mengabarkan kepada saya bahwa ada sekawanan penyembah Umar di Jawa Timur tepatnya di kabupaten Bondowoso beramai-ramai memaksa para pecinta Allah, Rasul-Nya dan Ahlulbait yang menjalankan dengan setia syari’at adzan yang dijarkan Allah dan Rasul-Nya untuk segera meninggalkan syari’at itu dan kembali mengumandangkan adzan hasil modivikasi Umar yang jelas-jelas menggugurkan pasal yang ditetapkan Allah dan RAsul-Nya! Usaha itu tak henti-hentinya mereka lakukan, dengan memprovokasi kaum awam (yang selalu menjadi andalan dan obyek utama pembodohan mereka), mendesak para aparat dan menggalang suara dari kalangan Kyai dan para habib…. Dan akhirnya mereka juga mengamcamkan akan membakar habis masjid pengikut Ahlulbait as.

Luar biasa kesetiaan mereka kapada Umar sehingga atas nama agama mereka akan memerangi penegak ajaran agama Allah!

Menyaksikan kenyataan di atas Anda perlu mengingat kembali ayat yang kami sebutkan di atas!


Ash Shalatu Khairun Minan Naum dalam Adzan Shubuh adalah Bid’ah Umar!

Tidak cukup menggugurkan hayya ‘ala khairil ‘amal dari adzan syar’i, kini Umar melengkapi penentangannya terhadap syari’at adzan dengan menambahkan pasal ash shalâtu khairun minan naum/shalat lebih baik dari tidur.

Imam at Turmudzi meriwayatkan dalam kitab Sunan-nya dari Mujahid, ia berkata, “Aku masuk ke masjid bersama Abdullah putra Umar -untuk menunaikan shalat-, ketika yang muadzdzin sedang mengumandangkan adzan, lalu ia mengumandangkan ash shalâtu khairun minan naum, maka seketika itu ia keluar dari masjid dan berkata, “Ayo tuntun aku untuk keluar dari sisi si pembid’ah ini.” Ia tidak shalat di masjid itu.”[4]


Umar Menentang Hukum Allah SWT Tentang Talaq Tiga

Dua Contoh di atas adalah terkait dengan masalah ubudiyah (ibadah)… adapun contoh kasus mempertuhankan Umar dalam hukum selain ibadah, seperti dalam mu’amalah/akad dan lainnya, maka cukup Anda perhatikan apa yang menjadi keyakinan Ahlusunnah (walaupun sama sekali tidak berdasar Syari’at Allah) dalam masalah talaq, cerai tiga yang dijatuhkan oleh seorang suami atas istrinya. Di sini Anda akan saksikan bagaimana Umar benar-benar menyimpang dengan sengaja dan kesadaran penuh akan penyimpangannya itu dan kemudian Ahlusunnah mena’ati Umar yang juga dengan kesadaran bahwa hukum keputusan Umar menentang hukum Allah dalam Al Qur’an-Nya.

Dalam Al Qur’an yang disebut dengan talaq tiga yang haram atas suami untuk merujuk istrinya kecuali setelah sang mantan istrinya itu menikah dengan pria lain dan terjadi hubungan suami istri itu adalah talaq yang ketiga yang didahului dengan dua kali rujuk yang di dahului oleh dau kali talaq, yaitu seorang suami menceraikan istrinya kemudian ia merujuknya kembali, lalu terjadi lagi penceraian, kemudian ia merujuknya lagi, kemudian ia menceraikannya yang ketiga kali. Dan setelah perceraiannya ketiga ini ia tidak dihalalkan merujuknya kembali kecuali terlebih dahulu sang istri kawin dengan pria lain dan kemudian ia bercerai dengannya dengan catatan bahwa keduanya pernah berhubungan sebadan.

Allah berfirman:

ألطَّلاَقُ مَرَّتانِ فَإِمْساكٌ بِمَعْرُوْفٍ أوْ تَسْرِيْحٌ بِإحْسانٍ… فَإنْ طَلَّقَهَا فَلاَ تَحِلُّ لَهُ بَعْدُ حَتَّى تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُ، فإن طلقها فلا جُنَاحَ أنْ يَتَرَاجَعَا إنْ ظَنَّا أنْ يُقِيْمَا حُدُوْدَ اللهِ، وَ تِلْكَ حُدُوْدُ الله يُبَـيِّنُهَا لِقَوْمٍ يَعْلَمُوْنَ.

“Talak (yang dapat dirujuk) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik …..* Kemudian jika sisuami mentalaknya (setelah talak kedua),maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraianya, maka tidak dosa (pap-apa) bagi keduanya (bekas suami pertama dan istri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui “. (QS;2;229-230).


Akan tetapi Umar -yang kata Ulama Sunni selalu didampingi Ruh Kudus sehingga tidak pernah berkata yang meleset dari kehendak Allah- menyengaja merubah hukum syari’at Allah ini dengan menetapkan bahwa seorang suami yang menjatuhkan talaq tiga atas istrinya dengan mengatakan misalnya, “Aku ceraikan engkau dengan cerai tiga.” Atau mengatakan, ‘Aku ceraikan engkau. Aku ceraikan engkau. Aku ceraikan engkau.” maka ia dihitung sebagai talaq tiga… padahal dalam hokum Allah yang demikian masih dihitung talaq satu. Suami dapat kembali kepada istrinya (di masa iddahnya) hanya dengan mengatakan aku rujuk engkau kembali.. tanpa perlu ada nikah kembali…


Umar menentang ketetapan Allah dan Rasul-Nya! Disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa Nabi saw. benar-benar mengecam talaq seperti yang ditetapkan Umar di masa pemerintahannya.

Para ulama di antaranya an Nasa’i, al Qurthubi dan Ibnu Katsir meriwayatkan, “Sesungguhnya Rasulullah saw. diberitahu bahwa ada seseorang menceraikan istrinya dengan tiga cerain sekaligus, maka beliau berdir dalam kaadaan marah kemudian bersabda, ‘Apakah Kitab Allah dipermainkan, sedangkan saya masih ditengah-tengah kalian!’

Lalu ada seorang berdiri dan berkata, ’Wahai Rasulullah, tidakkah kita bunuh saja dia?’[5]


Apa yang dilakukan Umar dibela dengan semangat luar biasa oleh para ulama Sunni dan bahkan mereka membanggakan talaq produk Umar yang menentang syari’at Allah SWT.

Jalaluddin as Suyuthi berkata menerangkan hadis di atas, “Dzahir hadis itu bahwa talak seperti itu haram dilakukan, akan tetapi jumhur (mayoritas ulama) berpendapat bahwa jika digabungkan tiga talak tetap jatuh tiga, dan mereka tidak menganggap pendapat selain itu.”[6]


Anda berhak bertanya kepadanya, ‘Apa dasar jumhur ulama berpendapat menyalahi syari’at Allah dan Rasul-Nya?

Pasti jawabnya, ‘Kami mengikuti ketetapan Umar!!’

Jika Anda bawakan bukti dari firman Allah dan sabda Rasul-Nya yang juga mereka akui kebenarannya dan Anda meminta mereka untuk mena’ati Allah dan rasul-Nya, maka mereka pasti membentak Anda dengan mengatakan, ”Pokoknya kami ikut Umar! Persetan dengan kamu!”

Inilah kondisi masyarakat Islam Sunni kita, innâ Lillâhi wa innâ ilaihi râji’ûn.

Betapa bahaya penyimpangan hokum itu yang bias saja mengacaukan nasab dan mengharamkan yang wanita yang halal dinikahi dan atau mengharamkan yang halal dinikahi, serta banyak kerusakan lainnya yang akan ditimbulkannya!


Aneh Bukan?!

Kini Ahlusunnah getol menjal;ankan ajaran Umar dan meninggalkan bahkan memerangi yang menjalankan syari’at Allah?! Bukankah demikian sobat?! Aneh bukan? Bagaimana mereka bersemangat menjalankan Sunnah Umar dan dengan semangat yang sama pula mereka menentang Allah dan meninggalkan syari’at-Nya!


Mereka diambang Murka Allah!

Tetapi keterheranan Anda pasti segera terusir jika Anda mengetahui bahwa demikianlah ajaran dan mentalitas keagamaan yang mereka warisi turun temurun… apa yang mereka jalankan dan mental yang mendasari keagamaan mereka adalah penyakit turunan dari generaqsi perdana Islam yang mereka banggakan sebagai khairul qurûn/sebaik-baik genenerasi.

Penyimpangan atau katakana saja kerusakan mental dan cara berplikr terjungkir ini telah ada yang menjadi model keberagamaan mayoritas umat yang telah dicuci otak mereka dengan kesesatan!


Perhatikan data-data di bawah ini!
1. Ibnu Katsir dalam kitab al Bidâyah wa an Nihâyah,5/159 meriwayatkan: “Dikatakan kepada Abdullah ibn Umar bahwa ayahmu melarang haji tamattu’, maka ia berkata, “Aku takut kalia dihujani batu dari langit! Haji tamattu’ oitu te;ah dijalankan Rasulullah! Apakah Sunnah (ajaran) Rasulullah lebih berhak diikuti atau sunnah Umar ibn al Khaththab?!”
2. Adz Dzahabi meriwayatkan dalam kitab Siyar A’lâm a Nubalâ’-nya,15/243 dari Ibnu Abbas ra. ia berkata, ‘Rasulullah telah menjalankan haji tamattu’. Maka Urwah (putra Zubair, keponakan Aisyah dan seorang tabi’în yang sangat benci kepada Ali dan Ahlulbaitnya) berkata, “Abu Bakar dan Umar telah melarang haji tamattu’!” Lalu Ibnu Abbas berkata, “Apa kata si Urayyah (pangilan untuk menghina) itu? Ia berkata “Abu Bakar dan Umar telah melarang haji tamattu’!” maka Ibnu Abbas ra. berkata, “Aku yakin mereka pasti akan dibinasakan Allah. Saya berkata, ‘Rasulullah bersabda.’ Mereka berkata, ‘Abu Bakar dan Umar berkata.’”[7]


Ibnu Jakfari Berkata:
Dari paparan ringkas di atas pasti Anda dapat menyimpulkan bagaimana keadaan keberagamaan Ahlusunnah yang selalu dengan tanpa malu mengklaim sebagai Ahlu Sunnah Nabi tetapi kenyataannya mereka adalah Ahlu Sunnah Umar dan menyalahi syari’at Allah dan Rasul-Nya.

Dalam tulisan ini sama sekali kami tidak bermasud melainkan mengingatkan saudara-saudara kami Ahlusunnah untuh mau merenungkan dan meneliti serta tidak menutup diri dari melihat dalil-dalil mazhab lain khususnya Syi’ah yang selama ini mereka anggap sebagai musuh bebuyutan dan virus perusak Islam. Dan juga agar mereka mau merenungkan kondisi mazhab mereka agar segera berhenti mengklaim bahwa Ahlusunnah adalah Sya’bullah al Muthtâr/masyarakat pilihan Allah dan selalu dimanja dan dipuja penghuni langit sebelum disanjung penghuni bumi!

Wassalam ala man ittaba’a al huda/salam sejahtera atas orang yang mau tunduk mengikuti petunjuk Allah.


Referensi:
[1] Baca selengkapnya dalam tafsir ad Durra la Matsur; as Suyuthi,4/415-416.
[2] Nailul Awthâr,2/19.
[3] Syarah Tajrîd:374.
[4] Sunan at Turmudzi,3/128.
[5] Sunan an Nasa’i, 6/142, Taisir al Wushul: 3/160, Tafsir Ibnu Katsir: 1/277, Tafsir ad Dur al Mantsur: 1/283 dan Irsyad as Sari: 8/128 dan dinukil oleh Qasim biek Amin al Mishri dalam kitab Tahrir al Mar’ah dari an Nasa’i, al Qurthubi dan az Zaila’i dari Ibnu Abbas. Dan hadis itu dapat memberi kesimpulan batalnya talak tiga dengan menjatuhkannya sekaligus karena ia adalah mempermainkan Kitabullah, seperti yang diyakini oleh Sa’id bin al Musayyib dan sekelompok ulama tabi’in. (lihat an Nash wa al Ijtihad: 247).
[6] [6] Sunan an Nasa’i dengan Syarah as Suyuthi.
[7] Siray

(Jakfari/Syiah-Ali/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: