Pesan Rahbar

Home » » Seseorang Yang Begitu Bersemangat Membela Keutamaan Muawiyah. Diantara Pembelaannya, Ia Menolak Pernyataan Ishaq bin Rahawaih Yang Menyatakan “Tidak Ada Satupun Hadis Shahih Keutamaan Muawiyah”

Seseorang Yang Begitu Bersemangat Membela Keutamaan Muawiyah. Diantara Pembelaannya, Ia Menolak Pernyataan Ishaq bin Rahawaih Yang Menyatakan “Tidak Ada Satupun Hadis Shahih Keutamaan Muawiyah”

Written By Unknown on Monday, 16 March 2015 | 04:42:00


Berawal dari membuka file-file lama [sambil mengingat kenangan semasa muda] kami membaca tulisan tempo dulu dari seseorang yang begitu bersemangat membela keutamaan Muawiyah. Diantara pembelaannya, ia menolak pernyataan Ishaq bin Rahawaih yang menyatakan “Tidak ada satupun hadis shahih keutamaan Muawiyah”. Dikatakan salafy kalau Atsar Ibnu Rahawaih tersebut tidak tsabit karena terdapat perawi yang majhul.

أنبأنا زاهر بن طاهر أنبأنا أحمد بن الحسن البيهقى حدثنا أبو عبد الله الحاكم قال سمعت أبا العباس محمد بن يعقوب بن يوسف يقول سمعت أبى يقول سمعت إسحاق بن إبراهيم الحنظلي يقول : لا يصح عن النبي صلى الله عليه وسلم في فضل معاوية بن أبى سفيان شئ

Telah menceritakan kepada kami Zahir bin Thahir yang berkata telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Husain Al Baihaqi yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Abdullah Al Hakim yang berkata aku mendengar Abul Abbas Muhammad bin Ya’qub bin Yusuf yang berkata aku mendengar ayahku berkata aku mendengar Ishaq bin Ibrahim Al Hanzali yang berkata “Tidak sahih satu hadispun dari Nabi SAW tentang keutamaan Muawiyah bin Abu Sufyan” [Al Maudhu’at Ibnu Jauzi 2/263].

Mereka yang menolak atsar ini menyatakan kalau Ya’qub bin Yusuf adalah seorang yang majhul sehingga tidak bisa dijadikan hujjah. Perkataan ini tidaklah benar, atsar ini shahih karena Ya’qub bin Yusuf ayah Al Asham adalah seorang yang shaduq hasanul hadis dan ia sahabat Ishaq bin Rahawaih. Tidak ada satupun ulama hadis yang menjarh-nya dan telah meriwayatkan darinya sekumpulan perawi tsiqah diantaranya:
1. Muhammad bin Makhlad Ad Duuriy, Abdurrahman bin Abi Hatim, Muhammad bin Qasim Al Atakiiy dan Anaknya Abul Abbas Al ‘Asham Muhammad bin Ya’qub bin Yusuf.
2. Zahir bin Thahir disebutkan oleh Adz Dzahabi bahwa ia seorang Syaikh Alim Al Muhaddis Al Mufid Al Mu’ammar [As Siyar 20/9] telah meriwayatkan darinya sekumpulan para hafizh. Ibnu Najjar menyatakan kalau ia seorang yang shaduq [Lisan Al Mizan juz 2 no 1892]
3. Ahmad bin Husain Al Baihaqi atau yang lebih dikenal dengan Imam Baihaqi penulis kitab Sunan yang masyhur. Adz Dzahabi menyebutnya Al Hafizh Allamah Tsabit Al Faqih Syaikh Al Islam [As Siyar 18/163]
4. Abu Abdullah Al Hakim adalah Al Hafizh penulis kitab Mustadrak yang terkenal. Al Khalili menyatakan ia tsiqat [Al Irsyad 2/492]. Al Khatib juga menyatakan ia seorang Hafizh dan tsiqat [Tarikh Baghdad 3/93 no 1096]
5. Abul Abbas Muhammad bin Ya’qub bin Yusuf yang dikenal dengan Al ‘Asham. Adz Dzahabi menyebutnya Al Imam Al Muhaddis. Al Hakim menukil dari Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah, Abu Nu’aim bin Adiy dan Ibnu Abi Hatim bahwa Al ‘Asham seorang yang tsiqat [As Siyar 15/452-458 no 258]
Ya’qub bin Yusuf bin Ma’qil bin Sinan adalah Ayah Al ‘Asham keterangan tentangnya disebutkan oleh Adz Dzahabi dalam biografi Al ‘Asham. Adz Dzahabi menyebutkan kalau ia adalah sahabat Ishaq bin Rahawaih dan Ali bin Hujr dimana Al Hakim telah memujinya dan telah meriwayatkan darinya sekumpulan perawi tsiqat yaitu Muhammad bin Makhlad Ad Duury, Abdurrahman bin Abi Hatim, Muhammad bin Qasim Al Atakiiy dan anaknya Abul Abbas Al ‘Asham [As Siyar 15/453]. Muhammad bin Makhlad seorang Imam yang tsiqat ma’mun [Su’alat Hamzah 1/29 no 38]. Abdurrahman bin Abi Hatim adalah Al Imam Al Hafizh Syaikh Al Islam [Tazkirah Al Huffaz 3/34 no 812]. Muhammad bin Qasim Al Atakiiy seorang Al Imam Al Muhaddis Al Manhsur yang dikatakan shaduq [As Siyar 15/529 no 305] dan Al ‘Asham telah disebutkan kalau ia seorang Imam Muhaddis yang tsiqat. Tidak ada satupun ulama yang mencacatkan Ya’qub bin Yusuf bahkan telah meriwayatkan darinya para Imam Hafizh yang tsiqat maka kedudukan dirinya adalah shaduq hasanul hadis. Apalagi disebutkan kalau ia adalah sahabat Ishaq bin Rahawaih maka penyimakannya dari Ishaq adalah shahih.
6. Ishaq bin Ibrahim Al Hanzhali atau yang dikenal Ishaq bin Rahawaih adalah seorang Al Imam Al Hafizh Al Kabir dimana Nasa’i menyatakan tsiqat ma’mun dan Abu Zur’ah berkata “aku tidak pernah melihat seorang yang lebih hafizh dari Ishaq” [Tadzkirah Al Huffaz 2/17-18 no 440]. Ibnu Hajar menyatakan ia seorang hafizh mujtahid yang tsiqat [At Taqrib 1/78 no 332]

Kesimpulan dari pembahasan singkat ini adalah Ishaq bin Rahawaih memang mengakui kalau tidak ada satupun hadis shahih dari Nabi SAW tentang keutamaan Muawiyah dan memang demikianlah keadaannya. Hadis yang sering dijadikan hujjah keutamaan Muawiyah oleh salafiyun adalah hadis yang dhaif, tidak tsabit sanadnya dan matannya mungkar tetapi salafy tetap bersikeras untuk membela keutamaan pemimpin sang pemberi petunjuk bagi mereka yaitu Muawiyah bin Abu Sufyan.


Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pun memperingatkan Khalid bin walid yang mencela Abdurrahman bin Auf.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

لا تسبوا أصحابي، فو الّذي نفسي بيده لو أنفق أحدكم مثل أحدٍ ذهباً ما بلغ مُدَّ أحدهم ولا نصيفه

“Jangan kalian maki sahabatku, demi yang jiwaku ada di tanganNya. Seandainya salah seorang kalian menginfakan emas sebesar gunung uhud, tidaklah mampu menyamai satu mud pun amal mereka bahkan setengahnya.” (HR. Bukhari No. 3470, Muslim No. 2540, Abu Daud No. 4658, Ibnu Majah No. 161, At Tirmidzi No. 3861. Al Baihaqi dalam As Sunannya No. 20696, dan lainnya. Hadits ini diriwayatkan dari jalur Abu Hurairah dan Abu Said Al Khudri).

Syi’ah justru menjadikan hadits ‘JANGAN CELA SAHABATKU” untuk menyudutkan Mu’awiyah, karena Mu’awiyah telah memerintahkan para khathib Jumat untuk memaki Ali bin Thalib Radhiallahu ‘Anhu di atas mimbar selama Mu’awiyah hidup.


1. Mu’awiyah Radhiallahu ‘Anhu Memerintahkan Membunuh dan Makan Harta secara batil

Dari Abdullah bin Amr bin Al ‘Ash Radhiallahu ‘Anhuma, katanya:

هذا ابن عمك معاوية يأمرنا أن نأكل أموالنا بيننا بالباطل. ونقتل أنفسنا

“Inlah anak pamanmu, Mu’awiyah, dia memerintahkan kami untuk memakan harta kami secara batil dan memerintahkan kami membunuh jiwa-jiwa kami.” (HR. Muslim No. 1844)


2. Mu’awiyah Peminum Khamr Tuduhan ini berdasarkan riwayat

حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ الْحُبَابِ، حَدَّثَنِي حُسَيْنٌ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ بُرَيْدَةَ قَالَ: دَخَلْتُ أَنَا وَأَبِي عَلَى مُعَاوِيَةَ فَأَجْلَسَنَا عَلَى الْفُرُشِ، ثُمَّ أُتِينَا بِالطَّعَامِ فَأَكَلْنَا، ثُمَّ ” أُتِينَا بِالشَّرَابِ فَشَرِبَ مُعَاوِيَةُ، ثُمَّ نَاوَلَ أَبِي، ثُمَّ قَالَ: مَا شَرِبْتُهُ مُنْذُ حَرَّمَهُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ” ثُمَّ قَالَ مُعَاوِيَةُ: كُنْتُ أَجْمَلَ شَبَابِ قُرَيْشٍ وَأَجْوَدَهُ ثَغْرًا، وَمَا شَيْءٌ كُنْتُ أَجِدُ لَهُ لَذَّةً كَمَا كُنْتُ أَجِدُهُ وَأَنَا شَابٌّ غَيْرُ اللَّبَنِ، أَوْ إِنْسَانٍ حَسَنِ الْحَدِيثِ يُحَدِّثُنِي

Telah menceritakan kepada kami Zaid bin Hubab yang berkata kepadaku Husain yang berkata telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Buraidah yang berkata “Aku dan Ayahku datang ke tempat Muawiyah, ia mempersilakan kami duduk di hamparan . Ia menyajikan makanan dan kami memakannya kemudian ia menyajikan minuman, ia meminumnya dan menawarkan kepada ayahku. Dia berkata: “Aku tidak meminumnya sejak diharamkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam”. Muawiyah berkata “aku dahulu adalah pemuda Quraisy yang paling rupawan dan aku dahulu memiliki kenikmatan seperti yang kudapatkan ketika muda selain susu dan orang yang baik perkataannya berbicara kepadaku”. (HR. Ahmad No. 22941, Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf, 11/94-95, tetapi tidak ada teks: ” …. dan menawarkan kepada ayahku. Dia berkata: “Aku tidak meminumnya sejak diharamkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam”. Ibnu ‘Asakir dalam Tarikh Dimasyq, 27/127. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan; isnadnya qawwi-kuat ).


3. Mu’awiyah menghalalkan riba

Berikut riwayatnya:

حدثنا هشام بن عمار، حدثنا يحيى بن حمزة، حدثني برد بن سنان، عن إسحاق ابن قبيصة، عن أبيه؛ أن عبادة بن الصامت الأنصاري، النقيب، صاحب رسول الله صلى الله عليه وسلم غزا، مع معاوية، أرض الروم. فنظر إلى الناس وهم يتبايعون كسر الذهب بالدنانير، وكسر الفضة بالدراهم. فقال: يا أيها الناس، إنكم تأكلون الربا. سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول ((لا تبتاعوا الذهب بالذهب إلا مثلا بمثل. لا زيادة بينهما ولا نظرة)) فقال له معاوية: يا أبا الوليد، لا أرى الربا في هذه إلا من كان نظرة. فقال عبادة: أحدثك عن رسول الله صلى الله عليه وسلم وتحدثني عن رأيك! لئن أخرجني الله، لا أساكنك بأرض لك علي فيها إمرة. فلما قفل لحق بالمدينة. فقال له عمر بن الخطاب: ما أقدمك يا أبا الوليد؟ فقص عليه القصة، وما قال من مساكنته. فقال: ارجع يا أبا الوليد إلى أرضك. فقبح الله أرضا لست فيها وأمثالك. وكتب إلى معاوية: لا إمرة لك عليه. واحمل الناس على ما قال، فإنه هو الأمر.

Bercerita kepada kami Hisyam bin ‘Imar, bercerita kepada kami Yahya bin Hamzah, bercerita kepada saya Burdun bin Sinan, dari Ishaq bin Qabishah dari Ayahnya bahwa Ubadah bin Shamit Al Anshari seorang Utusan Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pergi berperang bersama Muawiyah ke negeri Rum. Suatu saat Ia melihat orang-orang tukar menukar emas dengan menambah beberapa dinar sebagai tambahan dan tukar menukar perak dengan tambahan beberapa dinar. Maka Ubadah bin Shamit berkata “Wahai manusia sesungguhnya kamu melakukan riba karena aku mendengar RasulullahShallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda “Tidak ada tukar menukar antara emas dengan emas kecuali setara dengan tidak menambah dan tidak menuggu (tunai)”. Muawiyah berkata kepadanya “ Wahai Abu Walid aku tidak melihat itu sebagai riba kecuali jika memang menunggu waktu”. Ubadah berkata “Aku berkata kepadamu hadis Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sedang kamu berbicara dengan akal pikiranmu sendiri. Semoga Allah ‘Azza wa Jalla mengeluarkan aku, aku tidak mau tinggal di negeri yang sama denganmu sedang engkau menjadi pemimpinnya”. Ketika Ubadah kembali ke Madinah maka Umar bertanya kepadanya “Apa yang membuatmu kembali wahai Abul Walid?”. Maka dia menceritakan perselisihannya dengan Muawiyah serta janjinya untuk tidak tinggal di tanah yang sama dengan Muawiyah. Umar berkata “kembalilah kamu ke negerimu Abul Walid, semoga Allah menjauhkan kebaikan suatu negri yang tidak memiliki dirimu dan orang-orang sepertimu”. Kemudian Umar menulis surat kepada Muawiyah “kamu tidak berhak memerintahnya dan perintahkan orang-orang untuk mengikuti ucapannya (Abul Walid) karena dialah yang benar”. (HR. Ibnu Majah No. 18. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih wa Dhaif Sunan Ibni Majah No. 18)


Baca juga :

حدثنا عبيدالله بن عمر القواريري حدثنا حماد بن زيد عن أيوب عن أبي قلابة قال كنت بالشام في حلقة فيها مسلم بن يسار فجاء أبو الأشعث قال قالوا أبو الأشعث أبو الأشعث فجلس فقلت له حدث أخانا حديث عبادة بن الصامت قال نعم غزونا غزاة وعلى الناس معاوية فغنمنا غنائم كثيرة فكان فيما غنمنا آنية من فضة فأمر معاوية رجلا أن يبيعها في أعطيات الناس فتسارع الناس في ذلك فبلغ عبادة بن الصامت فقام فقال إني سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم ينهى عن بيع الذهب بالذهب والفضة بالفضة والبر بالبر والشعير بالشعير والتمر بالتمر والملح بالملح إلا سواء بسواء عينا بعين فمن زاد أو ازداد فقد أربى فرد الناس ما أخذوا فبلغ ذلك معاوية فقام خطيبا فقال ألا ما بال رجال يتحدثون عن رسول الله صلى الله عليه و سلم أحاديث قد كنا نشهده ونصحبه فلم نسمعها منه فقام عبادة بن الصامت فأعاد القصة ثم قال لنحدثن بما سمعنا من رسول الله صلى الله عليه و سلم وإن كره معاوية ( أو قال وإن رغم ) ما أبالي أن لا أصحبه في جنده ليلة سوداء قال حماد هذا أو نحوه

Telah menceritakan kepada kami Ubaidillah bin Umar Al Qawariri yang berkata telah menceritakan kepada kami Hammad bin Zaid dari Ayub dari Abi Qilabah yang berkata “Ketika berada di Syam, saya mengikuti suatu halaqah dan disana ada Muslim bin Yasar, kemudian datanglah Abul Asy’ats. Lalu orang-orang berkata “Abul Asy’ats telah datang, Abul Asy’ats telah datang”. Ketika ia duduk, aku berkata kepadanya “ceritakanlah hadis kepada saudara kami yaitu hadis Ubadah bin Shamit”. Dia menjawab “baiklah, suatu ketika kami mengikuti perperangan dan di dalamnya ada Muawiyah, lalu kami mendapatkan ghanimah yang banyak diantaranya ada wadah yang terbuat dari perak. Muawiyah kemudian menyuruh seseorang untuk menjual wadah tersebut ketika orang-orang menerima bagian harta ghanimah maka orang-orang ramai menawarnya . Hal itu terdengar oleh Ubadah bin Shamit maka ia berdiri dan berkata “Sesungguhnya saya pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang jual beli emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, jewawut dengan jewawut, kurma dengan kurma, garam dengan garam kecuali dengan takaran yang sama dan tunai, barangsiapa melebihkan maka ia telah melakukan riba”. Oleh karena itu orang-orang menolak dan tidak jadi mengambil wadah tersebut. Hal itu sampai ke telinga Muawiyah maka dia berdiri dan berkhutbah, dia berkata: “Kenapa ada beberapa orang menyampaikan hadis dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam padahal kami telah bersama Beliau dan kami tidak pernah mendengar hal itu dari Beliau”. Kemudian Ubadah bin Shamit berdiri dan mengulangi ceritanya dan berkata: “Sungguh kami akan selalu meriwayatkan apa yang kami dengar dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam meskipun Muawiyah membencinya” atau dia berkata “Saya tidak peduli walaupun akan dipecat dari tentaranya di malam hari yang gelap gulita”. Hammad mengatakan: ini atau yang seperti itu ”. (HR. Muslim No. 1587, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 10260, Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf, 5/297).


4. Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, katanya

كُنْتُ أَلْعَبُ مَعَ الصِّبْيَانِ فَجَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَتَوَارَيْتُ خَلْفَ بَابٍ قَالَ فَجَاءَ فَحَطَأَنِي حَطْأَةً وَقَالَ اذْهَبْ وَادْعُ لِي مُعَاوِيَةَ قَالَ فَجِئْتُ فَقُلْتُ هُوَ يَأْكُلُ قَالَ ثُمَّ قَالَ لِيَ اذْهَبْ فَادْعُ لِي مُعَاوِيَةَ قَالَ فَجِئْتُ فَقُلْتُ هُوَ يَأْكُلُ فَقَالَ لَا أَشْبَعَ اللَّهُ بَطْنَهُ

“Saya bermain bersama anak-anak lalu datang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan saya bersembunyi di belakang pintu. Beliau datang dan mengeluarkan saya dan berkata: pergilah dan panggilah Muawiyah kepada saya. Maka saya mendatanginya, dan berkata: “Dia sedang makan.” Kemudian Nabi memintaku lagi: “Pergilah dan panggil Muawiyah kepadaku.” Saya katakana; “Dia masih makan.” Maka Nabi bersabda: “Semoga Allah tidak mengenyangkan perutnya.” (HR. Muslim No. 2604).

Bagaimana kita akan mengatakan Muawiyah seorang sahabat suci dari Rasul. Sedangkan tiap tindakan dan perbuatannya memusuhi (kalau tidak dapat dikatakan membunuh) keluarga Rasul yang sangat dicintai.

Bagaimana mungkin Muawiyah yang kekafirannya melebihi Firaun bisa dianggap sahabat Nabi, sejak kapan ia bersahabat dengan Nabi.saw? Dia bukan sahabat Nabi.saw tapi hanya seorang yang hidup sejaman dengan Nabi.saw yang ditakdirkan untuk menyelewengkan ajaran Islam.

Sebenar-benarnya Muawiyah adalah pecundang yang dengan hina kalah perang dengan kaum muslimin yang dipimpin oleh Nabi.saw, tapi karena tidak ada jalan lain maka dia pura-pura masuk Islam agar selamat jiwanya.

Di kemudian hari dia membuktikan kekafirannya dengan membalas kekalahannya itu dengan menyembelih orang2 dekat Nabi.saw beserta anak cucunya dan menyelewengkan Islam, merampok dan merusak ka’bah.

Sebagaimana Firaun menyembelih umat Bani Israil begitulah dia menyembelih umat Muhammad.saw bahkan lebih kejam dari Firaun.

Dan, jaman sekarang masih ada juga manusia sepertinya yaitu sebagian orang yang mengaku dirinya sebagai ulama lalu menunggangi agama demi ambisi pribadi, kepetingan politik, dan kedudukan atau demi mendapat kehormatan dalam masyarakat. Nah, yang model beginian ini juga dapat digolongkan sebagai muawiyah muawiyah versi baru yang kekejianya setara atau melebihi Muawiyah asli.


Nda harus ingat Muawiyah bukan saja MEMBANGKANG Tapi juga:
1. Membunuh orang2 MUKMIN
2. Berpesta pora
3. Minum khamar
4. Mendhalimi para Mukmin (memenjarakan/membunuh siapa yang menolak mencaci Imam Ali dan Ahlulbait Nabi.
5. Melanggar Pernjajian (mereka yang mengkhianati perjajian adalah munafik)
6. Dan masih banyak pebuatan2nya yang harusnya tdk dilaksanakan oleh orang2 beriman.

JADI APAKAH MUAWIYAH TERMASUK ORANG BERIMAN?


Wasalam
*****


Hadis Muawiyah Mati Tidak Dalam Agama Islam: Bantahan Terhadap Salafy

Tidak diragukan kalau Muawiyah pernah menjadi sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tetapi hal ini tidak membuatnya menjadi orang suci seperti yang digembar-gemborkan oleh para nashibi. Muawiyah termasuk sahabat yang cukup banyak membuat penyimpangan dalam syari’at. Ini bukan tuduhan atau celaan tetapi fakta yang tertera dalam berbagai kitab hadis yang tidak pernah diungkapkan oleh salafy nashibi dengan dalih “menahan diri dari mencaci sahabat”. Salafy nashibi bisa dibilang cinta mati terhadap sahabat yang suka “memusuhi ahlul bait”. Jika syiah mencela sahabat mereka naik pitam menyesatkan dan teriak sana sini tetapi jika Muawiyah mencela Imam Ali mereka mati-matian membela Muawiyah.

Dan yah mungkin kita sebagai ahlus sunnah harus mengingat kembali tragedy mengerikan karena ulah anaknya Muawiyah yang bernama Yazid yaitu pembantaian terhadap Ahlul Bait Nabi Imam Husain AS beserta keluarganya. Anehnya dengan fakta ini tahukah para pembaca bahwa di bawah kolong langit hanya ada satu kaum yang dengan getol membela Yazid bahkan membuat-buat “keutamaan Yazid bin Muawiyah” yaitu salafy nashibi.


Keutamaan Muawiyah?

Sebelum membahas lebih rinci hadis ini maka kami katakan terlebih dahulu metode yang benar dalam penilaian adalah tidak hanya bergantung pada satu atau beberapa hadis saja. Apalagi jika membahas kedudukan seorang seperti Muawiyah. Oleh karena itu kami telah banyak membahas berbagai tulisan tentang Muawiyah. Salafy sangat bersemangat dalam membela orang-orang yang menyakiti dan memusuhi Ahlul Bait bahkan dengan dalih-dalih yang naïf terkesan ilmiah bagi orang awam tetapi jika diteliti baik-baik jelas sangat dipaksakan. Dalih pertama yang menggelikan adalah ia mengutip ayat Al Qur’an berikut:

لَقَدْ تابَ اللهُ عَلَى النَّبِيِّ والمُهاجِرينَ والأنْصارِ الَّذينَ اتَّبَعُوهُ في سَاعَةِ العُسْرَةِ مِنْ بَعْدِ ما كادَ يَزِيغُ قُلوبُ فَريقٍ مِنهم ثُمَّ تابَ عَلَيْهِم، إنَّهُ بِهِم رَؤوفٌ رَحيمٌ

“Sesungguhnya Allah telah menerima taubat Nabi, orang-orang Muhajirin dan orang-orang Anshar yang mengikuti Nabi dalam masa kesulitan, setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling, kemudian Allah menerima taubat mereka itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka” [QS. At-Taubah : 117].

Kami tidak mengerti dari mana datang pikiran yang menyatakan ayat ini sebagai keutamaan bagi Muawiyah, mengingat Muawiyah bukanlah orang yang ikut berhijrahatau orang dari golongan Muhajirin dan bukan pula orang dari golongan Anshar yang merupakan penduduk Madinah.

Dalihnya yang kedua adalah hadis Ummu Haram dimana salafy nashibi itu ingin menunjukkan keutamaan Muawiyah dan anaknya Yazid. Berikut hadis yang dimaksud:

حَدَّثَنِي إِسْحَاقُ بْنُ يَزِيدَ الدِّمَشْقِيُّ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ حَمْزَةَ قَالَ حَدَّثَنِي ثَوْرُ بْنُ يَزِيدَ عَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ أَنَّ عُمَيْرَ بْنَ الْأَسْوَدِ الْعَنْسِيَّ حَدَّثَهُ أَنَّهُ أَتَى عُبَادَةَ بْنَ الصَّامِتِ وَهُوَ نَازِلٌ فِي سَاحَةِ حِمْصَ وَهُوَ فِي بِنَاءٍ لَهُ وَمَعَهُ أُمُّ حَرَامٍ قَالَ عُمَيْرٌ فَحَدَّثَتْنَا أُمُّ حَرَامٍ أَنَّهَا سَمِعَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ أَوَّلُ جَيْشٍ مِنْ أُمَّتِي يَغْزُونَ الْبَحْرَ قَدْ أَوْجَبُوا قَالَتْ أُمُّ حَرَامٍ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنَا فِيهِمْ قَالَ أَنْتِ فِيهِمْ ثُمَّ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوَّلُ جَيْشٍ مِنْ أُمَّتِي يَغْزُونَ مَدِينَةَ قَيْصَرَ مَغْفُورٌ لَهُمْ فَقُلْتُ أَنَا فِيهِمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ لَا

Telah menceritakan kepadaku Ishaaq bin Yaziid Ad-Dimasyqiy telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin Hamzah, ia berkata telah menceritakan kepadaku Tsaur bin Yaziid, dari Khaalid bin Ma’daan bahwa ‘Umair bin Al-Aswad Al-‘Ansiy telah menceritakan kepadanya bahwa dia pernah menemui ‘Ubaadah bin Ash-Shaamit ketika dia sedang singgah dalam perjalanan menuju Himsh. Saat itu dia sedang berada di rumahnya, dan Ummu Haram ada bersamanya. ‘Umair berkata “Maka Ummu Haram bercerita kepada kami bahwa dia pernah mendengar Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Pasukan dari umatku yang pertama kali berperang dengan mengarungi lautan, telah diwajibkan padanya [pahala]“. Ummu Haram berkata : Aku katakan : “Wahai Rasulullah, apakah aku termasuk di antara mereka ?”. Beliau bersabda : “Ya, kamu termasuk dari mereka”. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kembali bersabda : “Pasukan dari umatku yang pertama kali akan memerangi kota Qaishar [Romawi] akan diberikan ampunan”. Aku katakan : “Apakah aku termasuk di antara mereka, wahai Rasulullah ?”. Beliau menjawab : “Tidak” [Shahih Al-Bukhaariy no. 2924].


حَدَّثَنِي إِسْحَاقُ بْنُ يَزِيدَ الدِّمَشْقِيُّ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ حَمْزَةَ قَالَ حَدَّثَنِي ثَوْرُ بْنُ يَزِيدَ عَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ أَنَّ عُمَيْرَ بْنَ الْأَسْوَدِ الْعَنْسِيَّ حَدَّثَهُ أَنَّهُ أَتَى عُبَادَةَ بْنَ الصَّامِتِ وَهُوَ نَازِلٌ فِي سَاحَةِ حِمْصَ وَهُوَ فِي بِنَاءٍ لَهُ وَمَعَهُ أُمُّ حَرَامٍ قَالَ عُمَيْرٌ فَحَدَّثَتْنَا أُمُّ حَرَامٍ أَنَّهَا سَمِعَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ أَوَّلُ جَيْشٍ مِنْ أُمَّتِي يَغْزُونَ الْبَحْرَ قَدْ أَوْجَبُوا قَالَتْ أُمُّ حَرَامٍ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنَا فِيهِمْ قَالَ أَنْتِ فِيهِمْ ثُمَّ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوَّلُ جَيْشٍ مِنْ أُمَّتِي يَغْزُونَ مَدِينَةَ قَيْصَرَ مَغْفُورٌ لَهُمْ فَقُلْتُ أَنَا فِيهِمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ لَا

Telah menceritakan kepadaku Ishaaq bin Yaziid Ad-Dimasyqiy : Telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin Hamzah, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Tsaur bin Yaziid, dari Khaalid bin Ma’daan : Bahwasannya ‘Umair bin Al-Aswad Al-‘Ansiy telah menceritakan kepadanya : Bahwa dia pernah menemui ‘Ubaadah bin Ash-Shaamit ketika dia sedang singgah dalam perjalanan menuju Himsh. Saat itu dia sedang berada di rumahnya, dan Ummu Haram ada bersamanya. ‘Umair berkata : Maka Ummu Haram bercerita kepada kami bahwa dia pernah mendengar Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallambersabda : “Pasukan dari umatku yang pertama kali berperang dengan mengarungi lautan, telah diwajibkan padanya (pahala surga)”. Ummu Haram berkata : Aku katakan : “Wahai Rasulullah, apakah aku termasuk di antara mereka ?”. Beliau bersabda: “Ya, kamu termasuk dari mereka”. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kembali bersabda : “Pasukan dari umatku yang pertama kali akan memerangi kota Qaishar (Romawi) akan diberikan ampunan (dari dosa)”. Aku katakan: “Apakah aku termasuk di antara mereka, wahai Rasulullah ?”. Beliau menjawab : “Tidak” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 2924].


Hadis hadis laut tentang keutamaan Muawiyah PALSU karena :

1. Nabi SAW difitnah berdua dua an dengan isteri orang (ummu haram) sambil tertidur dalam pangkuan wanita lain

2. Hadis tersebut memfitnah bahwa dikepala NAbi banyak kutunya …

3. Mereka salafiyun mengandalkan sejarah bahwa Muawiyah ikut berperang mengarungi lautan dan Yazid orang yang memerangi kota Qaishar. Tetapi tentu saja hujjah seperti ini adalah buntung karena mereka tidak memperhatikan fakta historis lain yang bisa menjungkirbalikkan pendalilan mereka.

Tertera dalam riwayat berikut :

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى قَالَ قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ عَنْ إِسْحَقَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي طَلْحَةَ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَدْخُلُ عَلَى أُمِّ حَرَامٍ بِنْتِ مِلْحَانَ فَتُطْعِمُهُ وَكَانَتْ أُمُّ حَرَامٍ تَحْتَ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ فَدَخَلَ عَلَيْهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا فَأَطْعَمَتْهُ ثُمَّ جَلَسَتْ تَفْلِي رَأْسَهُ فَنَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ اسْتَيْقَظَ وَهُوَ يَضْحَكُ قَالَتْ فَقُلْتُ مَا يُضْحِكُكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ نَاسٌ مِنْ أُمَّتِي عُرِضُوا عَلَيَّ غُزَاةً فِي سَبِيلِ اللَّهِ يَرْكَبُونَ ثَبَجَ هَذَا الْبَحْرِ مُلُوكًا عَلَى الْأَسِرَّةِ أَوْ مِثْلَ الْمُلُوكِ عَلَى الْأَسِرَّةِ يَشُكُّ أَيَّهُمَا قَالَ قَالَتْ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ ادْعُ اللَّهَ أَنْ يَجْعَلَنِي مِنْهُمْ فَدَعَا لَهَا ثُمَّ وَضَعَ رَأْسَهُ فَنَامَ ثُمَّ اسْتَيْقَظَ وَهُوَ يَضْحَكُ قَالَتْ فَقُلْتُ مَا يُضْحِكُكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ نَاسٌ مِنْ أُمَّتِي عُرِضُوا عَلَيَّ غُزَاةً فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَا قَالَ فِي الْأُولَى قَالَتْ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ ادْعُ اللَّهَ أَنْ يَجْعَلَنِي مِنْهُمْ قَالَ أَنْتِ مِنْ الْأَوَّلِينَ فَرَكِبَتْ أُمُّ حَرَامٍ بِنْتُ مِلْحَانَ الْبَحْرَ فِي زَمَنِ مُعَاوِيَةَ فَصُرِعَتْ عَنْ دَابَّتِهَا حِينَ خَرَجَتْ مِنْ الْبَحْرِ فَهَلَكَتْ

Telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin Yahyaa, ia berkata : Aku membacakan (hadits) di hadapan Maalik, dari Ishaaq bin ‘Abdillah bin Abi Thalhah, dari Anas bin Maalik : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah menemui Ummu Haram binti Milhan – isteri ‘Ubaadah bin Ash-Shaamit – yang kemudian ia (Ummu Haram) menghidangkan makanan untuk beliau. Setelah itu Ummu Haram menyisir rambut beliau, hingga Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wa sallam tertidur. Tiba-tiba beliau terbangun sambil tertawa. Ummu Haram bertanya : “Apa yang menyebabkanmu tertawa wahai Rasulullah ?”. Beliau bersabda : “Sekelompok umatku diperlihatkan Allah ta’ala kepadaku. Mereka berperang di jalan Allah mengarungi lautan dengan kapal, yaitu para raja di atas singgasana atau bagaikan para raja di atas singgasana”- perawi ragu antara keduanya – . Ummu Haram berkata : “Wahai Rasulullah, doakanlah agar aku termasuk di antara mereka.” Kemudian beliau mendoakannya. Setelah itu beliau meletakkan kepalanya hingga tertidur. Tiba-tiba beliau terbangun sambil tertawa. Ummu Haram berkata : Lalu aku kembali bertanya : “Wahai Rasulullah, apa yang membuatmu tertawa ?”. Beliau menjawab : “Sekelompok umatku diperlihatkan Allah Ta’ala kepadaku, mereka berperang di jalan Allah…” – sebagaimana sabda beliau yang pertama – . Ummu Haram berkata : Lalu aku berkata : “Wahai Rasulullah, doakanlah agar aku termasuk di antara mereka !”. Beliau bersabda : “Kamu termasuk dari rombongan pertama”. Pada masa (kepemimpinan) Mu’aawiyah, Ummu Haram turut dalam pasukan Islam berlayar ke lautan (untuk berperang di jalan Allah). Ketika mendarat, dia terjatuh dari kendaraannya hingga meninggal dunia [Diriwayatkan oleh Muslim no. 1912].

Disebutkan dalam sejarah bahwa Yazid bin Muawiyah inilah yang memerintahkan untuk memerangi dan membunuh penduduk Madinah pada peristiwa Al Harrah yang mengerikan padahal terdapat hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam

حدثنا أبو بكر بن أبي شيبة حدثنا حسين بن علي الجعفي عن زائدة عن سليمان عن أبي صالح عن أبي هريرة عن النبي صلى الله عليه و سلم قال المدينة حرم فمن أحدث فيها حدثا أو آوى محدثا فعليه لعنة الله والملائكة والناس أجمعين لا يقبل منه يوم القيامة عدل ولا صرف

Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah yang berkata menceritakan kepada kami Husain bin ‘Ali Al Ja’fi dari Za’idah dari Sulaiman dari ‘Abu Shalih dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang berkata “Madinah adalah tanah haram, barangsiapa yang melakukan perbuatan keji di dalamnya atau mendukung orang yang melakukan perbuatan keji tersebut maka untuknya laknat Allah, malaikat-malaikatnya dan manusia seluruhnya, dan tidak diterima taubat dan tebusan baginya” [Shahih Muslim 2/999 no 469].

Perhatikan baik-baik hadis ini dan silakan pikirkan, bagaimana bisa salafy nashibi itu mengklaim keutamaan Yazid padahal dapat dilihat bahwa ia telah melakukan perbuatan keji kepada penduduk Madinah dan berdasarkan hadis shahih akan mendapat laknat dari Allah SWT dan tidak diterima taubatnya. Dari sisi ini saja kita dapat menyatakan bahwa Yazid bin Muawiyah tidak termasuk kedalam golongan mereka yang mendapatkan keutamaan hadis Ummu Haram. Belum lagi jika dimasukkan kekejian lainnya seperti pembantaian keluarga Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Cukuplah kita katakan kalau mereka yang membela Yazid akan mendapat percikan keburukannya.

Begitu pula halnya dengan Muawiyah, banyak fakta historis yang justru menjungkirbalikkan pemahaman salafy terhadap keutamaan Muawiyah. Bukankah dalam sejarah diketahui kalau Muawiyah ini membunuh Hujr bin ‘Ady padahal ia seorang sahabat Nabi dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ سِبَابُ الْمُسْلِمِ فُسُوقٌ وَقِتَالُهُ كُفْرٌ

Nabi SAW bersabda “Mencaci seorang Muslim adalah kefasiqan dan Membunuhnya adalah kekufuran”. [Shahih Bukhari no 48, no 6044 dan no 7076].

Sejarah membuktikan bahwa Muawiyah telah melakukan keduanya, ia mencela Imam Ali dan memerintahkan orang lain untuk mencela Imam Ali dan ia pula yang memerintahkan membunuh Hujr bin Ady radiallahu ‘anhu. Bukankah fakta sejarah menunjukkan kalau Muawiyah memerangi Imam Ali dalam perang Shiffin tanpa alasan yang haq sehingga membuat terbunuhnya sahabat yang mulia Ammar bin Yasir radiallahu’ anhu

ويقول ويح عمار تقتله الفئة الباغية يدعوهم إلى الجنة ويدعونه إلى النار قال فجعل عمار يقول أعوذ بالرحمن من الفتن

Dan Rasulullah SAW bersabda “kasihan Ammar, ia dibunuh oleh kelompok pembangkang. Ia mengajak mereka ke surga, mereka malah mengajaknya ke neraka. Ammar berkata “Aku berlindung kepada Ar Rahman dari fitnah”. [Musnad Ahmad 3/90 no 11879 shahih oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth]

Dengan melihat hadis ini, coba ingat-ingat wahai pembaca apakah pernah salafy menyebutkan salah satu keutamaan Muawiyah adalah pembangkang yang mengajak ke neraka. Bisa dipastikan mereka tidak pernah dan tidak akan pernah mau mengungkapkannya. Dengan dalih “menahan diri mencela sahabat” mereka bungkam dan lucunya malah menampakkan hal yang sebaliknya berusaha mencari-cari keutamaan Muawiyah.

حدثنا عبد الله حدثني أبي ثنا عفان قال ثنا حماد بن سلمة قال انا أبو حفص وكلثوم بن جبر عن أبي غادية قال قتل عمار بن ياسر فأخبر عمرو بن العاص قال سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول ان قاتله وسالبه في النار فقيل لعمرو فإنك هو ذا تقاتله قال إنما قال قاتله وسالبه

Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah yang berkata telah menceritakan kepadaku Ayahku yang menceritakan kepada kami ‘Affan yang berkata menceritakan kepada kami Hammad bin Salamah yang berkata menceritakan kepada kami Abu Hafsh dan Kultsum bin Jabr dari Abi Ghadiyah yang berkata “Ammar bin Yasar terbunuh kemudian dikabarkan hal ini kepada Amru bin ‘Ash” [Amru] berkata “aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata “yang membunuhnya dan merampas miliknya berada di neraka”. Dikatakan kepada Amru “bukankah kamu membunuhnya” ia berkata “sesungguhnya [Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata yang membunuhnya dan merampas miliknya”[Musnad Ahmad 4/198 no 1711 Syaikh Syu’aib berkata “sanadnya kuat”].

حدثنا عبد الله حدثني أبي ثنا عبد الرزاق قال ثنا معمر عن طاوس عن أبي بكر بن محمد بن عمرو بن حزم عن أبيه قال لما قتل عمار بن ياسر دخل عمرو بن حزم على عمرو بن العاص فقال قتل عمار وقد قال رسول الله صلى الله عليه و سلم تقتله الفئة الباغية فقام عمرو بن العاص فزعا يرجع حتى دخل على معاوية فقال له معاوية ما شانك قال قتل عمار فقال معاوية قد قتل عمار فماذا قال عمرو سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول تقتله الفئة الباغية فقال له معاوية دحضت في بولك أو نحن قتلناه إنما قتله علي وأصحابه جاؤوا به حتى القوه بين رماحنا أو قال بين سيوفنا

Telah menceritakan kepada kami Abdullah yang menceritakan kepadaku ayahku yang menceritakan kepada kami ‘Abdurrazaq yang berkata menceritakan kepada kami Ma’mar dari Ibnu Thawus dari Abu Bakar bin Muhammad bin ‘Amru bin Hazm dari ayahnya yang berkata “ketika Ammar bin Yasar terbunuh maka masuklah ‘Amru bin Hazm kepada Amru bin ‘Ash dan berkata “Ammar terbunuh padahal sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata “Ia dibunuh oleh kelompok pembangkang”. Maka ‘Amru bin ‘Ash berdiri dengan terkejut dan mengucapkan kalimat [Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un] sampai ia mendatangi Muawiyah. Muawiyah berkata kepadanya “apa yang terjadi denganmu”. Ia berkata “Ammar terbunuh”. Muawiyah berkata “Ammar terbunuh, lalu kenapa?”. Amru berkata “aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata “Ia dibunuh oleh kelompok pembangkang”. Muawiyah berkata “Apakah kita yang membunuhnya? Sesungguhnya yang membunuhnya adalah Ali dan sahabatnya, mereka membawanya dan melemparkannya diantara tombak-tombak kita atau ia berkata diantara pedang-pedang kita [Musnad Ahmad 4/199 no 17813 dishahihkan oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth].

Perhatikanlah perkataan Muawiyah dimana ia mengatakan kalau Imam Ali lah yang membunuh Ammar, apakah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah membunuh sahabat-sahabat yang syahid pada perang badar dan uhud?, naudzubillah cara berpikir macam apa itu. Bukankah sangat jelas ini adalah celaan yang nyata dari Muawiyah kepada Imam Ali. Kita serahkan hal ini kepada Allah SWT. Tidak diragukan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda tentang Ammar “ia dibunuh oleh kelompok pembangkang” dan disebutkan pula bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda “bahwa yang membunuh Ammar dan merampas miliknya akan berada di neraka”. Sejarah membuktikan kalau kelompok yang membunuh Ammar bin Yasir adalah kelompok Muawiyah dalam perang Shiffin. Pernahkah salafy membahas ini dalam keutamaan Muawiyah bin Abu Sufyan? Jawabannya tidak pernah, mereka memang punya kebiasaan pilih-pilih hadis dan mendistorsi hadis-hadis shahih yang tidak sesuai keyakinan mereka.

Kalau kita teruskan pembahasan secara historis ini maka terdapat fakta lain yang cukup mengejutkan. Muawiyah yang dikatakan oleh pengikut salafiyun sebagai sahabat yang mulia ternyata juga meminum khamar.

حدثنا عبد الله حدثني أبي ثنا زيد بن الحباب حدثني حسين ثنا عبد الله بن بريدة قال دخلت أنا وأبي على معاوية فأجلسنا على الفرش ثم أتينا بالطعام فأكلنا ثم أتينا بالشراب فشرب معاوية ثم ناول أبي ثم قال ما شربته منذ حرمه رسول الله صلى الله عليه و سلم

Telah menceritakan kepada kami Abdullah yang berkata telah menceritakan kepadaku Ayahku yang berkata telah menceritakan kepada kami Zaid bin Hubab yang berkata telah menceritakan kepadaku Husain yang berkata telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Buraidah yang berkata “Aku dan Ayahku datang ke tempat Muawiyah, ia mempersilakan kami duduk di hamparan . Ia menyajikan makanan dan kami memakannya kemudian ia menyajikan minuman, ia meminumnya dan menawarkan kepada ayahku. Ayahku berkata “Aku tidak meminumnya sejak diharamkan Rasulullah SAW”… [Musnad Ahmad 5/347 no 22991 Syaikh Syu’aib berkata “sanadnya kuat”].

Tentunya sebagai seorang sahabat yang dikatakan mulia oleh sebagian orang sudah pasti mengetahui dengan jelas bahwa meminum khamar itu haram. Sangat jelas dalam Al Qur’an dan hadis.

حدثنا عبد الله حدثني أبي ثنا يونس بن محمد ثنا فليح عن سعد بن عبد الرحمن بن وائل الأنصاري عن عبد الله بن عبد الله بن عمر عن أبيه أن النبي صلى الله عليه و سلم قال لعن الله الخمر ولعن شاربها وساقيها وعاصرها ومعتصرها وبائعها ومبتاعها وحاملها والمحمولة إليه وآكل ثمنها

Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah yang menceritakan kepadaku ayahku yang menceritakan kepada kami Yunus bin Muhammad yang menceritakan kepada kami Fulaih dari Sa’d bin ‘Abdurrahman bin Wail Al Anshari dari ‘Abdullah bin Abdullah bin Umar dari ayahnya bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda “Allah melaknat khamar, dan melaknat yang meminumnya, yang menuangkannya, yang membuatnya dan yang meminta dibuatkan, yang menjualnya, yang mengangkutnya dan yang meminta diangkut dan yang memakan keuntungannya[Musnad Ahmad 2/97 no 5716, Syaikh Syu’aib berkata “shahih dengan jalan-jalannya”].

Kita masih dapat meneruskan fakta historis lain tentang Muawiyah. Tahukah para pembaca pemimpin seperti apa Muawiyah. Hadis Shahih membuktikan dengan jelas pemimpin seperti apa Muawiyah.

حدثنا زهير بن حرب وإسحاق بن إبراهيم ( قال إسحاق أخبرنا وقال زهير حدثنا جرير ) عن الأعمش عن زيد بن وهب عن عبدالرحمن بن عبد رب الكعبة قال دخلت المسجد فإذا عبدالله بن عمرو بن العاص جالس في ظل الكعبة والناس مجتمعون عليه فأتيتهم فجلست إليه فقال كنا مع رسول الله صلى الله عليه و سلم في سفر فنزلنا منزلا فمنا من يصلح خباءه ومنا من ينتضل ومنا من هو في جشره إذ نادى منادي رسول الله صلى الله عليه و سلم الصلاة جامعة فاجتمعنا إلى رسول الله صلى الله عليه و سلم فقال ( إنه لم يكن نبي قبلي إلا كان حقا عليه أن يدل أمته على خير ما يعلمه لهم وينذرهم شر ما يعلمه لهم وإن أمتكم هذه جعل عافيتها في أولها وسيصيب آخرها بلاء وأمور تنكرونها وتجيء فتنة فيرقق بعضها بعضها وتجيء الفتنة فيقول المؤمن هذه مهلكتي ثم تنكشف وتجيء الفتنة فيقول المؤمن هذه هذه فمن أحب أن يزحزح عن النار ويدخل الجنة فلتأته منيته وهو يؤمن بالله واليوم الآخر وليأت إلى الناس الي يحب أن يؤتى إليه ومن بايع إماما فأعطاه صفقة يده وثمرة قلبه فليطعه إن استطاع فإن جاء آخر ينازعه فاضربوا عنق الآخر ) فدنوت منه فقلت أنشدك الله آنت سمعت هذا من رسول الله صلى الله عليه و سلم ؟ فأهوى إلى أذنيه وقلبه بيديه وقال سمعته أذناي ووعاه قلبي فقلت له هذا ابن عمك معاوية يأمرنا أن نأكل أموالنا بيننا بالباطل ونقتل أنفسنا والله يقول { يا أيها الذين آمنوا لا تأكلوا أموالكم بينكم بالباطل إلا أن تكون تجارة عن تراض منكم ولا تقتلوا أنفسكم إن الله كان بكم رحيما } [ 4 / النساء / 29 ] قال فسكت ساعة ثم قال أطعه في طاعة الله واعصه في معصية الله

Telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Harb dan Ishaq bin Ibrahim (Ishaq berkata telah mengabarkan kepada kami dan Zuhair berkata telah menceritakan kepada kami Jarir) dari ‘Amasy dari Zaid bin Wahb dari Abdurrahman bin Abdi Rabbi Al Ka’bah yang berkata Aku pernah masuk ke sebuah masjid, kulihat Abdullah bin Amr’ bin Ash sedang duduk dalam naungan Ka’bah dan orang-orang berkumpul di sekelilingnya. Lalu aku mendatangi mereka dan duduk disana, dia berkata “Dahulu kami bersama Rasulullah SAW dalam suatu perjalanan kemudian kami singgah di suatu tempat. Diantara kami ada yang memperbaiki tendanya, menyiapkan panah dan menyiapkan makanan hewan tunggangannya. Ketika itu seorang penyeru yang diperintahkan Rasulullah SAW menyerukan “Marilah shalat berjama’ah”. Kami berkumpul menuju Rasulullah SAW dan Beliau bersabda “Sesungguhnya tidak ada Nabi sebelumKu kecuali menjadi kewajiban baginya untuk menunjukkan umatnya kepada kebaikan yang diketahuinya serta memperingatkan mereka akan keburukan yang diketahuinya bagi mereka. Sesungguhnya UmatKu ini adalah umat yang baik permulaannya akan tetapi setelahnya akan datang banyak bencana dan hal-hal yang diingkari. Akan datang suatu fitnah yang membuat sebagian orang memperbudak yang lain. Akan datang suatu fitnah hingga seorang mukmin berkata “inilah kehancuranku”. Kemudian fitnah tersebut hilang dan datanglah fitnah yang lain hingga seorang mukmin berkata “inilah dia, inilah dia”. Maka barangsiapa yang ingin dijauhkan dari api neraka dan dimasukkan ke dalam surga hendaklah ia mati dalam keadaan beriman kepada Allah dan hari akhir serta memperlakukan manusia sebagaimana yang ia suka untuk dirinya. Barangsiapa yang membai’at seorang Imam dan setuju dengan sepenuh hati maka hendaklah ia mentaatinya semampunya. Lalu jika yang lain hendak merebutnya maka bunuhlah ia”. Aku mendekatinya seraya berkata “Demi Allah apakah engkau mendengar ini dari Rasulullah SAW?. Maka dia (Abdullah bin Amr bin Ash) mengisyaratkan dengan tangan pada kedua telinga dan hatinya sambil berkata “Aku mendengar dengan kedua telingaku dan memahaminya dengan hatiku”. Aku berkata kepadanya “Ini Anak pamanmu Muawiyah dia memerintahkan kami untuk memakan harta diantara kami secara bathil dan saling membunuh diantara kami”. Padahal Allah SWT berfirman “Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara yang bathil kecuali dengan perniagaan yang berlaku suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu sesungguhnya Allah Maha Penyayang terhadapmu”{An Nisa ayat 29}. Lalu dia diam sejenak dan berkata “Taatilah dia dalam ketaatan kepada Allah dan langgarlah ia dalam bermaksiat kepada Allah ” [Shahih Muslim 3/1472 no 1844].

Ternyata terbukti dalam hadis shahih bahwa Muawiyah adalah seorang pemimpin yang zalim. Dalam pemerintahannya bermunculan celaan dan cacian terhadap Imam Ali baik darinya ataupun para pejabatnya. Ia pula yang memerintahkan membunuh Hujr bin Adi sahabat Nabi yang mulia, tidak takut meminum khamar, memerintahkan untuk memakan harta secara bathil dan membunuh orang-orang muslim. Jadi sangat bisa dimaklumi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda

حدثني إبراهيم بن العلاف البصري قال سمعت سلاماً أبا المنذر يقول قال عاصم بن بهدلة حدثني زر بن حبيش عن عبد الله بن مسعود قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا رأيتم معاوية بن أبي سفيان يخطب على المنبر فاضربوا عنقه

Telah menceritakan kepadaku Ibrahim bin Al Alaf Al Bashri yang berkata aku telah mendengar dari Sallam Abul Mundzir yang berkata telah berkata Ashim bin Bahdalah yang berkata telah menceritakan kepadaku Zirr bin Hubaisy dari Abdullah bin Mas’ud yang berkata Rasulullah SAW bersabda “Jika kamu melihat Muawiyah bin Abi Sufyan berkhutbah di mimbarKu maka tebaslah lehernya” [Ansab Al Asyraf Al Baladzuri 5/130 dengan sanad yang hasan].

Kami katakan kepada pengikut salafy nashibi pecinta Muawiyah, jangan merasa bahwa cuma kalian orang yang tahu sejarah dan ilmu hadis. Di dunia ini ada banyak manusia yang tidak terikat doktrin salafy nashibi yang mampu membahas sejarah secara objektif. Kami pribadi tidak perlu mencela Muawiyah, bagi kami itu tidak perlu. Cukuplah bagi kami memaparkan apa-apa saja yang telah ia lakukan yang terpampang jelas dalam sejarah dan hadis. Terdapat hadis shahih yang menyebutkan kalau Muawiyah mati tidak di atas agama islam. Salafy nashibi berusaha melemahkan hadis tersebut dengan syubhat-syubhat yang tidak ilmiah. Salah satu syubhat yang mereka katakan adalah hadis tersebut bertentangan dengan keutamaan Muawiyah dalam hadis Ummu Haram. Kami jawab
Hadis Muawiyah mati tidak dalam agama islam adalah hadis yang jelas membicarakan tentang pribadi Muawiyah, penunjukkannya sangat jelas sedangkan hadis Ummu Haram tidak jelas membicarakan keutamaan Muawiyah. Tidak ada hal yang patut dipertentangkan, hadis Ummu Haram bersifat umum sedangkan hadis Muawiyah mati tidak dalam agama islam bersifat khusus. Jadi kedua hadis ini masih bisa dikompromikan dalam arti Muawiyah tidak termasuk dalam keutamaan hadis Ummu Haram. Ada banyak sekali pasukan yang ikut bertempur di laut, mereka yang dengan ikhlas bertempur karena Allah SWT dan syahid disana maka wajib atas mereka pahala. Sedangkan mereka yang menginginkan harta dan kekuasaan atau setelah peristiwa itu mereka melakukan keburukan atau maksiat atau menentang Allah SWT dan Rasul-Nya maka tidak ada alasan untuk tetap menyatakan keutamaan mereka.
Hadis Muawiyah mati tidak dalam agama islam sangat klop dengan berbagai fakta historis dan hadis-hadis shahih tentang penyimpangan yang dilakukan Muawiyah. Memang sezalim apapun seorang yang mengaku muslim bukan hak kita untuk menyatakan ia kafir tetapi pada kasus Muawiyah terdapat hadis shahih yang dengan jelas menyatakan ia mati tidak dalam agama islam.

Syubhat berikutnya dari salafy nashibi adalah mereka menyatakan matan hadis tersebut idhthirab dan sanadnya memiliki illat. Kami akan tunjukkan bahwa pernyataan mereka hanyalah dalih yang dicari-cari.


Pembahasan Matan Hadis Yang Dikatakan Idhthirab

Inti dari syubhat salafy nashibi adalah mereka membawakan hadis lain dimana mereka mengatakan kalau orang yang dimaksud bukanlah Muawiyah tetapi Hakam bin Abil Ash. Berikut hadis yang mereka jadikan hujjah

حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ حَكِيمٍ عَنْ أَبِي أُمَامَةَ بْنِ سَهْلِ بْنِ حُنَيْفٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ كُنَّا جُلُوسًا عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَدْ ذَهَبَ عَمْرُو بْنُ الْعَاصِ يَلْبَسُ ثِيَابَهُ لِيَلْحَقَنِي فَقَالَ وَنَحْنُ عِنْدَهُ لَيَدْخُلَنَّ عَلَيْكُمْ رَجُلٌ لَعِينٌ فَوَاللَّهِ مَا زِلْتُ وَجِلًا أَتَشَوَّفُ دَاخِلًا وَخَارِجًا حَتَّى دَخَلَ فُلَانٌ يَعْنِي الْحَكَمَ

Telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair telah menceritakan kepada kami ‘Utsmaan bin Hakiim dari Abu Umaamah bin Sahl bin Hunaif dari ‘Abdullah bin ‘Amru, ia berkata : Kami pernah duduk-duduk di sisi Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan ketika itu ‘Amru bin Al-’Aash pergi berjalan dengan mengenakan baju untuk menemuiku. Beliau bersabda [sementara kami berada di sisinya ] “Sungguh akan datang kepada kalian seorang laki-laki yang dilaknat”. Maka demi Allah, semenjak beliau mengatakan itu, aku selalu melihat-lihat ke dalam dan ke luar hingga datanglah si Fulan, yaitu Al Hakam [Musnad Ahmad 2/163 no 6520 dishahihkan oleh Syaikh Syu’aib].

Sekarang perhatikan matan hadis “Muawiyah tidak mati di dalam agama islam”. Jika diperhatikan dengan baik. Apa yang disematkan kepada Al Hakam dan Muawiyah jelas berbeda, orangnya berbeda, hadis yang diucapkan juga berbeda

عن عبد الله بن عمرو قال كنت جالساً عند النبي صلى الله عليه وسلم فقال يطلع عليكم من هذا الفج رجل يموت يوم يموت على غير ملتي، قال وكنت تركت أبي يلبس ثيابه فخشيت أن يطلع، فطلع معاوية

Dari Abdullah bin Amru yang berkata aku duduk bersama Nabi SAW kemudian Beliau bersabda ”akan datang dari jalan besar ini seorang laki-laki yang mati pada hari kematiannya tidak berada dalam agamaKu”. Aku berkata “Ketika itu, aku telah meninggalkan ayahku yang sedang mengenakan pakaian, aku khawatir kalau ia akan datang dari jalan tersebut, kemudian datanglah Muawiyah dari jalan tersebut”[Ansab Al Asyraf Al Baladzuri 2/120-121].

Pada hadis Ahmad tentang Al Hakam disana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan “Sungguh akan datang kepada kalian seorang laki-laki yang dilaknat”sedangkan pada hadis Al Baladzuri tentang Muawiyah disana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan “akan datang dari jalan besar ini seorang laki-laki yang mati pada hari kematiannya tidak berada dalam agamaKu”. Al Hakam seorang yang dilaknat dan Muawiyah mati tidak dalam agama islam, kedua hadis tersebut benar tidak ada perselisihan matan dan dimana letak idhthirab yang dimaksud?. Kedua hadis tersebut bisa saja merujuk pada dua peristiwa yang berbeda dimana peristiwa yang satu membicarakan Al Hakam dan peristiwa lain membicarakan Muawiyah. Apakah Abdullah bin ‘Amru bin Ash seumur hidupnya bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam hanya satu kali saja duduk bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam?. Atau kedua hadis tersebut merujuk peritiwa yang sama dimana pada bagian pertama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membicarakan tentang Al Hakam dan setelah itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membicarakan tentang Muawiyah [atau sebaliknya].


Pembahasan Illat Sanad Hadis

Salafy nashibi berusaha melemahkan hadis ini dengan menunjukkan kelemahan pada ‘Abdurrazaq bin Hammam. Logika salafy itu adalah ia menunjukkan adanya idhthirab dan menjadikan idhthirab ini bagian dari kesalahan Abdurrazaq karena ia berubah hafalannya di usia senja. Kami tekankan kembali tidak ada yang namanya idhthirab pada matan hadis tersebut, itu cuma akal-akalan salafy. Kedua hadis baik menyebutkan Al Hakam dan Muawiyah adalah benar. Pertama-tama mari kita lihat kembali sanad hadis tersebut.

حدثني إسحاق وبكر بن الهيثم قالا حدثنا عبد الرزاق بن همام انبأنا معمر عن ابن طاوس عن أبيه عن عبد الله بن عمرو بن العاص

Telah menceritakan kepadaku Ishaq dan Bakr bin Al Haitsam yang keduanya berkata telah menceritakan kepada kami Abdurrazaq bin Hamam yang berkata telah memberitakan kepada kami Ma’mar dari Ibnu Thawus dari ayahnya dari Abdullah bin Amru bin Ash [Ansab Al Asyraf Al Baladzuri 2/120].

Abdurrazaq bin Hammam adalah seorang hafizh yang tsiqat, satu-satunya kelemahan yang dituduhkan padanya adalah soal ia berubah hafalannya pada usia senja ketika matanya telah buta.

و قال أبو زرعة الدمشقى ، عن أبى الحسن بن سميع ، عن أحمد بن صالح المصرى : قلت لأحمد بن حنبل : رأيت أحدا أحسن حديثا من عبد الرزاق ؟ قال : لا . قال أبو زرعة : عبد الرزاق أحد من ثبت حديثه

Abu Zur’ah ad-Dimsayqi berkata dari Abul Hasan bin Sami’, dari Ahmad bin Shalih al-Mishri yang berkata Aku berkata kepada Ahmad bin Hanbal ”Adakah kau lihat orang yang lebih baik haditsnya daripada ’Abdurrazaq?” beliau menjawab ”tidak”. Abu Zur’ah berkata ”Abdurrazaq adalah salah seorang yang kuat haditsnya.”[Tahdzib Al Kamal 18/56 no 3415].

و قال يعقوب بن شيبة ، عن على ابن المدينى ، قال : لى هشام بن يوسف : كان عبد الرزاق أعلمنا و أحفظنا . قال يعقوب : و كلاهما ثقة ثبت .

Ya’qub bin Syaibah berkata, dari ’Ali ibnul Madini yang berkata Hisyam bin Yusuf berkata kepadaku “Abdurrazaq itu orang yang lebih ’alim dan hafizh daripada kami.” Ya’qub berkata keduanya [Hisyam bin Yusuf dan ’Abdurrazaq] adalah sama-sama tsiqat tsabit [Tahdzib Al Kamal 18/58 no 3415].

و قال أبو بكر بن أبى خيثمة : سمعت يحيى بن معين و قيل له : إن أحمد بن حنبل قال : إن عبيد الله بن موسى يرد حديثه للتشيع ، فقال : كان والله الذى لا إله إلا هو عبد الرزاق أغلى فى ذلك منه مئة ضعف ، و لقد سمعت من عبد الرزاق أضعاف أضعاف ما سمعت من عبيد الله .

Abu Bakr bin Abi Khaitsamah berkata aku mendengar Yahya bin Main ketika ada yang berkata padanya ”Sesungguhnya Ahmad bin Hanbal berkata, bahwa sesungguhnya ’Ubaidillah bin Musa membantah hadits ’Abdurrazaq dikarenakan tasyayu’-nya.” Lantas Ibnu Ma’in membantah ”Demi Allah yang tidak ada sesembahan yang haq untuk di sembah melainkan Dia, ’Abdurrazaq itu jauh lebih bernilai darinya berkali-kali lipat. Dan sungguh aku telah mendengar dari ’Abdurrazaq berkali-kali lipat daripada aku mendengar dari ’Ubaidillah.” [Tahdzib Al Kamal 18/59 no 3415].

و قال أبو زرعة الدمشقى : قلت لأحمد بن حنبل : كان عبد الرزاق يحفظ حديث معمر ؟ قال : نعم . قيل له : فمن أثبت فى ابن جريج عبد الرزاق أو محمد بن بكر البرسانى ؟ قال : عبد الرزاق قال : و أخبرنى أحمد بن حنبل ، قال : أتينا عبد الرزاق قبل المئتين و هو صحيح البصر و من سمع منه بعدما ذهب بصره ، فهو ضعيف السماع .

Abu Zur’ah Ad Dimasyq berkata Aku bertanya kepada Ahmad bin Hanbal ”Apakah ’Abdurrazaq mengahafal haditsnya Ma’mar?” beliau menjawab : ”iya”. Ada yang bertanya pada beliau ”Mana yang lebih tsabit dari Ibnu Juraij, ’Abdurrazaq atau Muhammad bin Bakr Al Barsaani?” beliau menjawab ”Abdurrazaq”. [Abu Zur’ah berkata] Ahmad bin Hanbal memberitakan kepadaku ”Kami mendatangi ’Abdurrazaq sebelum tahun 200 H dan beliau dalam keadaan sehat matanya. Barangsiapa yang mendengarkan darinya setelah ia buta maka pendengarannya lemah [Tahdzib Al Kamal 18/8 no 3415]

عبد الرزاق بن همام بن نافع الحميري مولاهم أبو بكر الصنعاني ثقة حافظ مصنف شهير عمي في آخر عمره فتغير وكان يتشيع .

’Abdurrazaq bin Hammam bin Nafi’ Al Himyari maula mereka Abu Bakr Ash Shan’ani seorang yang tsiqat hafizh penulis [mushannaf] yang terkenal, buta pada akhir usianya maka hafalannya berubah dan ia bertasyayyu’ [At Taqrib 1/599].

Kesimpulannya ’Abdurrazaq bin Hammam seorang hafiz yang tsiqat dan tsabit dalam hadis, sebelum buta ia seorang yang tsiqat mutlak tetapi setelah buta hafalannya berubah sehingga pendengaran hadis setelah ia buta mengandung kelemahan. Mengenai tasyayyu’ Abdurrazaq bin Hammam itu tidaklah membahayakan hadisnya karena ia sendiri mengutamakan Abu Bakar dan Umar dibanding Imam Ali bahkan dalam Tahrir At Taqrib dinyatakan bahwa penisbatan tasyayyu’ terhadap ‘Abdurrazaq tidaklah tsabit. [Tahrir At Taqrib no 4064].

Yang meriwayatkan hadis ini dari ‘Abdurrazaq bin Hammam adalah Ishaq bin Abi Israil seorang hafizh yang tinggal di Baghdad dan wafat tahun 246 H. sedangkan ‘Abdurrazaq adalah seorang hafizh yang tinggal di Shan’a wafat tahun 211 H. ‘Abdurrazaq buta matanya pada tahun 200 H atau setelahnya, jadi perawi yang mendengar hadis darinya sebelum tahun 200 H jelas shahih. Ishaq bin ‘Abi Israil pergi ke Shan’a dan mendengar hadis dari para hafizh disana sebelum tahun 200 H. Bukti untuk hal ini adalah Abu Dawud telah meriwayatkan hadis dari Ishaq bin ‘Abi Israil [Abu Ya’qub Al Baghdadi] dari Hisyam bin Yusuf As Shan’ani dimana Ishaq bin ‘Abi Israil meriwayatkan hadis dengan lafal “telah menceritakan kepada kami Hisyam bin Yusuf” [Sunan Abu Dawud 1/607 no 1985]. Hisyam bin Yusuf Ash Shan’ani adalah seorang qadhi di Shan’a yang wafat pada tahun 197 H [At Taqrib 2/268]. Jadi Ishaq bin ‘Abi Israil datang ke Shan’a dan mendengar hadis dari ulama disana seperti Hisyam bin Yusuf dan ‘Abdurrazaq bin Hammam sebelum tahun 197 H. Pada saat itu jelas ‘Abdurrazaq bin Hammam seorang yang hafiz tsiqat tsabit secara mutlak.

Illat [cacat] lain yang ditunjukkan salafy adalah pernyataan Al Khallal yang dikutip oleh Ibnu Qudamah bahwa ‘Abdurrazaq bin Hammam meriwayatkan hadis ini dari Ma’mar dari Ibnu Thawus yang mendengar dari Furkhaasy dari ayahnya Ibnu Thawus dari ‘Abdullah bin ‘Amru

وسألت أحمد، عن حديث شريك، عن ليث، عن طاوس، عن عبدالله بن عمرو، قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : “يطلع عليكم رجل من أهل النار”، فطلع معاوية قال: إنما ابن طاوس، عن أبيه، عن عبد الله بن عمرو أو غيره، شك فيه قال الخلال: رواه عبدالرزاق، عن معمر، عن ابن طاوس، قال: سمعت فرخاش يحدث هذا الحديث عن أبي، عن عبد الله ابن عمرو.

Dan aku pernah bertanya kepada Ahmad tentang hadits Syariik, dari Laits, dari Thaawuus, dari ‘Abdullah bin ‘Amru, ia berkata “Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam ‘Akan datang kepada kalian seorang laki-laki dari kalangan penghuni neraka’. Lalu muncullah Mu’aawiyyah”.Ahmad berkata “Hadits itu hanyalah diriwayatkan oleh Ibnu Thawus, dari ayahnya, dari Abdulah bin ‘Amru atau selainnya, ia [Thawus] ragu-ragu dalam penyebutannya. Abdurrazzaq meriwayatkan dari Ma’mar, dari Ibnu Thaawuus. Ia [Ibnu Thawuus] berkata Aku mendengar Furkhaasy menceritakan hadits ini dari ayahku, dari ‘Abdullah bin ‘Amr” [Al Muntakhab minal-‘Ilal lil-Khallaal, hal. 228 no. 136].

Salafy mengatakan bahwa hadis ini mengandung idhthirab pada sanadnya karenaIbnu Thawus meriwayatkan dari ayahnya tanpa perantara dan Ibnu Thawus meriwayatkan dari ayahnya melalui perantara Furkhaasy seorang yang majhul, sehingga nampak adanya idhthirab pada sanad tersebut yang mungkin bersumber dari ‘Abdurrazaq bin Hammam.

Pernyataan salafy ini ma’lul, sangat jelas keliru bagi mereka yang meneliti sanad hadis tersebut dengan baik. Hadis yang tsabit sanadnya adalah riwayat Ishaq bin ‘Abi Israil dari ‘Abdurrazaq dari Ma’mar dari Ibnu Thawus dari Ayahnya dari ‘Abdullah bin ‘Amru bin ‘Ash. Sedangkan pernyataan Al Khallal bahwa ‘Abdurrazaq meriwayatkan dari Ma’mar dari Ibnu Thawus dari Furkhaasy dari ayah Ibnu Thawus dari ‘Abdullah bin ‘Amru jelas tidak tsabit atau inqitha’. Al Khallal lahir pada tahun 234 H [As Siyar 14/297 no 193] sedangkan ‘Abdurrazaq bin Hammam wafat pada tahun 211 H [At Taqrib 1/599]. Ketika Al Khallal lahir ‘Abdurrazaq bin Hammam sudah lama wafat, sanadnya inqitha’ [terputus] sedangkan Ibnu Abi Israil meriwayatkan langsung dari ‘Abdurrazaq. Jadi periwayatan Ishaq bin Abi Israil dari ‘Abdurrazaq lebih tsabit sedangkan pernyataan Al Khallal inqitha’ atau terputus sanadnya. Bagaimana mungkin dikatakan sanadnya idhthirab kalau yang satu tsabit dan yang satunya inqitha’. Jelas sekali berdasarkan metode ilmu hadis bahwa sanad yang tsabit lebih rajih.

Al Baladzuri termasuk ulama besar, Adz Dzahabi menuliskan keterangan tentang Al Baladzuri dalam kitabnya As Siyar dan Tadzkirah Al Huffazh. Adz Dzahabi menyebut ia seorang penulis Tarikh yang masyhur satu thabaqat dengan Abu Dawud, seorang Hafizh Akhbari Allamah [Tadzkirah Al Huffazh 3/893]. Disebutkan kalau ia seorang yang alim dan mutqin [Al Wafi 3/104]. Tidak ada alasan untuk menolak atau meragukan Al Baladzuri, Ibnu Hajar telah berhujjah dengan riwayat-riwayat Al Baladzuri dalam kitabnya diantaranya dalam Al Ishabah, Ibnu Hajar pernah berkata“dan diriwayatkan oleh Al Baladzuri dengan sanad yang la ba’sa bihi” [Al Ishabah 2/98 no 1767]. Penghukuman sanad la ba’sa bihi oleh Ibnu Hajar berarti ia sendiri berhujjah dan menta’dil Al Baladzuri. Soal kedekatan kepada penguasa itu tidaklah merusak hadisnya karena banyak para ulama yang dikenal dekat dengan penguasa tetapi tetap dijadikan hujjah seperti Az Zuhri dan yang lainnya. Para ulama baik dahulu maupun sekarang tetap menjadikan kitab Al Balazuri sebagai sumber rujukan baik sirah ansab maupun hadis.

Syubhat salafy yang lainnya adalah ia membawakan hadis keutamaan Imam Hasan sebagai Sayyid yang akan mendamaikan dua kelompok kaum muslimin.

حَدَّثَنَا صَدَقَةُ حَدَّثَنَا ابْنُ عُيَيْنَةَ حَدَّثَنَا أَبُو مُوسَى عَنْ الْحَسَنِ سَمِعَ أَبَا بَكْرَةَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الْمِنْبَرِ وَالْحَسَنُ إِلَى جَنْبِهِ يَنْظُرُ إِلَى النَّاسِ مَرَّةً وَإِلَيْهِ مَرَّةً وَيَقُولُ ابْنِي هَذَا سَيِّدٌ وَلَعَلَّ اللَّهَ أَنْ يُصْلِحَ بِهِ بَيْنَ فِئَتَيْنِ مِنْ الْمُسْلِمِينَ

Telah menceritakan kepada kami Shadaqah telah menceritakan kepada kami Ibnu ‘Uyainah telah menceritakan kepada kami Abu Muusaa, dari Al-Hasan bahwasannya ia mendengar Abu Bakrah Aku mendengar Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam di atas mimbar bersabda – ketika itu Al-Hasan berada di samping beliau, sesekali beliau melihat ke arah orang banyak dan sesekali melihat kepadanya “Sesungguhnya anakku ini adalah sayyid [pemimpin] dan semoga dengan perantaraannya Allah akan mendamaikan dua kelompok besar dari kaum Muslimin”[Shahih Bukhaariy no 3746].

Menjadikan hadis ini sebagai penentang hadis Muawiyah mati tidak dalam agama islam jelas tidak tepat. Logika sederhana saja misalnya jika dalam kelompok Muawiyah tersebut terdapat orang munafik atau orang kafir yang ikut-ikutan memecah belah, maka apakah penyebutan “kelompok besar dari kaum muslimin” tidak bisa digunakan. Ya tetap bisa, seandainya ada satu atau dua orang yang kafir di kelompok Muawiyah dan mayoritasnya muslim maka tetap bisa disebut kelompok besar kaum muslimin. Selain itu peristiwa antara Imam Hasan dan Muawiyah terjadi jauh sebelum Muawiyah wafat bahkan sebelum Muawiyah memerintah kaum muslimin, jadi sangat tidak tepat untuk dijadikan penentang hadis yang menjelaskan Muawiyah ketika matinya tidak dalam agama islam. Lagi-lagi logika sederhana kalau awalnya ada seorang muslim yang rajin ibadah kemudian ia mati dalam keadaan kafir maka apakah ada orang yang akan menolak sambil berkata “dia tidak mati kafir karena dulu waktu muda saya tahu dia muslim”. Seorang muslim yang menjadi murtad atau menjadi kafir adalah sesuatu yang bisa saja terjadi.

Ada logika salafy yang lebih parah, ia mengatakan mungkinkah Imam Hasan akan berdamai pada orang yang nantinya mati bukan diatas agama islam. Dari dulu penyakit salafy adalah mereka jadi pura-pura bodoh kalau terkait dengan pembelaan terhadap Muawiyah. Kalau mau diperhatikan dengan baik Muawiyah itu sudah salah dari sisi manapun. Khalifah yang sah pada saat itu sudah jelas Imam Hasan dan apa dasarnya Muawiyah menentang, tidak lain itu disebabkan Muawiyah memang menginginkan kursi kekhalifahan makanya ia tidak mau taat kepada Imam Hasan. Bukannya itu yang dilihat salafy eh malah mereka memuliakan Muawiyah dengan alasan Imam Hasan telah berdamai dengannya. Apa salafy itu buta kalau awalnya Imam Hasan memerangi Muawiyah?. Imam Hasan berdamai dengan Muawiyah untuk menyelamatkan darah kaum muslimin karena Beliau tidak suka melihat lebih banyak lagi darah kaum muslimin yang tertumpah dalam masalah ini. Lagipula pada saat itu Muawiyah menampakkan keislaman dan tentu seseorang itu dinilai berdasarkan apa yang nampak darinya, soal perkara mau jadi apa ia nanti itu urusannya dengan Allah SWT.

Bukankah terdapat hadis Rasulullah SAW yaitu Hadis Al Haudh dimana Rasulullah SAW menjelaskan kalau diantara sahabatnya aka ada yang murtad sepeninggal Beliau sehingga tertolak di Al Haudh. Apakah pernah Rasulullah SAW menghisab atau menghukum sahabat-sahabat tersebut ketika Beliau masih hidup?. Apakah pernah Rasulullah SAW menyebut para sahabat itu dengan kata-kata “kafir” atau “murtad”?. Adakah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membedakan perlakuan terhadap mereka?. Jelas tidak, manusia tidak dihukum atas apa yang belum ia lakukan.

Mengapa pula salafy itu mengherankan Imam Hasan yang berdamai dengan kelompok pembangkang yaitu Muawiyah dan pengikutnya. Dengar baik-baik wahai salafy, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam saja pernah berdamai dengan orang-orang kafir di Hudaibiyah. Semua itu mengandung hikmah yang diketahui oleh orang-orang yang mengetahuinya. Jadi logika pincang ala skizoprenik seperti itu tidak usah dipamerkan dalam tulisan ilmiah. Sebenarnya tidak ada ruang bagi salafy untuk menolak riwayat Al Baladzuri tersebut dengan syarat mereka melihat rangkaian hadis-hadis tentang Muawiyah, tidak hanya apa yang kami paparkan disini tetapi juga hadis-hadis lain yang menunjukkan apa saja yang telah ia lakukan baik dalam sejarah maupun hadis.

Di kalangan ulama yang terpercaya ternyata ada juga yang mengakui kalau Muawiyah tidak mati di atas agama Islam. Ulama yang dimaksud adalah Ali bin Ja’d Abu Hasan Al Baghdadi

سمعت أبا عبد الله، وقال له دلويه: سمعت علي بن الجعد يقول: مات والله معاوية على غير الإسلام

Aku mendengar Abu ‘Abdullah [Ahmad bin Hanbal] yang berkata Dulwaih berkata aku mendengar dari ‘Ali bin Ja’d yang berkata “demi Allah, Muawiyah mati bukan dalam agama islam” [Masa’il Ahmad bin Hanbal riwayat Ishaq bin Hani no 1866].

Ahmad bin Hanbal jelas orang yang terpercaya. Dulwaih adalah Ziyad bin ‘Ayub perawi Bukhari, Abu Dawud, Tirmidzi dan Nasa’i, Abu Hatim berkata “shaduq” Nasa’i menyatakan tsiqat, Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat dan Daruquthni berkata “tsiqat ma’mun”. [At Tahdzib juz 3 no 654] Ibnu Hajar berkata “hafizh tsiqat” [At Taqrib 1/317]. Ali bin Ja’d sendiri seorang yang tsiqat, perawi Bukhari dan ‘Abu Dawud, Ibnu Ma’in berkata “tsiqat shaduq”, Abu Zur’ah berkata “shaduq dalam hadis”. Abu Hatim menyatakan ia seorang yang mutqin shaduq. Shalih bin Muhammad menyatakan tsiqat, Nasa’i berkata “shaduq”. Daruquthni berkata “tsiqat ma’mun”. Ibnu Qani’ berkata “tsiqat tsabit” [At Tahdzib juz 7 no 502]. Ibnu Hajar menyatakan ia tsiqat tsabit [At Taqrib 1/689]. Jika Ali bin Ja’d yang dengan jelas menyatakan Muawiyah mati bukan dalam agama islam tetap dinyatakan tsiqat dan dijadikan hujjah hadisnya, maka atas dasar apa pengikut salafiyun itu mencela kami dalam masalah ini. Apakah hanya karena dengki? Atau memang begitu tabiat para pengingkar.

Apakah para pendengki dan pengingkar itu mau menerima kebenaran ini? Sepertinya tidak karena pengalaman membuktikan salafy nashibi tidak akan pernah mau menerima hal-hal yang bertentangan dengan doktrin mahzab mereka. Mereka sok berkata “jangan bertaklid” padahal diri sendiri penuh dengan taklid. Kesimpulannya : Hadis Al Baladzuri bahwa Muawiyah mati tidak dalam agama islam adalah shahih. Akhir kata kami akan mengutip perkataan salafy

Sebagaimana tergambar pada omongan seorang Raafidliy sebelum membawakan riwayat Al Balaadzuriy :

Terdapat hadis yang mungkin akan mengejutkan sebagian orang terutama akan mengejutkan para nashibi pecinta berat Muawiyah yaitu hadis yang menyatakan kalau Muawiyah mati tidak dalam agama Islam. Kami akan mencoba memaparkan hadis ini dan sebelumnya kami ingatkan kami tidak peduli apapun perkataan [baca: cacian] orang yang telah membaca tulisan ini. Apa yang kami tulis adalah hadis yang tertulis dalam kitab. Jadi kami tidak mengada-ada.

Kita katakan : Kami tidak pernah terkejut dengan tulisan Anda – walhamdulillah – , karena memang itulah tabiat Anda dan orang-orang yang sepemahaman dengan Anda semenjak beratus-ratus tahun lalu, tidak ada perubahan – kecuali mereka yang dirahmati oleh Allah ta’ala.

Baguslah kalau anda sekarang mengakui kalau diri anda termasuk “nashibi pecinta berat Muawiyah”. Dan bicara soal tabiat, justru tabiat anda dan orang-orang sepemahaman dengan anda inilah yang melahirkan banyak perpecahan di kalangan kaum muslim. Kelompok seperti anda yang suka merendahkan kelompok muslim lain dengan gelar-gelar ejekan memang sudah ada dari berates-ratus tahun lalu, malah semakin parah di zaman sekarang. Semoga Allah SWT memberikan hidayah kepada anda dan yang lainnya untuk menerima kebenaran.


Dinasti Umayyah Memiliki Pabrik Produksi Hadis Palsu!

Syi’ah dan Sunni sepakat tentang keorisinilan Al Quran. Syi’ah tidak sepakat tentang keorisinilan semua hadis sunni yang “berlabel shahih”. Logika : Bukhari mengumpulkan 600.000 hadis tetapi Cuma 7000 yang dia anggap orisinil pasca seleksi ? Nah dari 7000 itulah syi’ah menseleksi dan meninjau ulang mana hadis yang orisinil dan mana hadis yang dibuat buat !

Tidak ada kesepakatan sunni – syi’ah tentang keorisinilan semua hadis Nabi SAW, ini berbeda dengan masalah ayat ayat Al Quran.

Karena hadis sunni tidak dihapal dan tidak dicatat sejak awal secara sistematis, maka ahlul hadis sunni kebingungan untuk memastikan mana hadis yang betul betul berasal dari Nabi (orisinil) dan mana hadis yang dibuat buat…

Bukhari mengumpulkan 600.000 hadis tetapi Cuma 7000 yang dia anggap orisinil pasca seleksi..

Nah dari 7000 itulah syi’ah menseleksi dan meninjau ulang mana hadis yang orisinil dan mana hadis yang dibuat buat antek antek raja zalim !!

Pertanyaan :
Apakah Bukhari maksum sehingga kitab hadisnya 100% benar ?
Ada hadis hadis dalam kitab Bukhari yang saling bertentangan, Apakah masuk akal Nabi SAW mengucapkan sabda sabda yang saling saling berlawanan alias plin plan ??? Ingat, Nabi SAW itu maksum (infallible)

Legenda :

1. Imam Ahmad bin Hanbal yg hafal 1.000.000 hadits (1 juta hadits)

tapi hanya sempat menulis sekitar 20.000 hadits saja, maka 980.000 hadits lainnya sirna ditelan zaman ????????????? Apakah yang hilang itu benar benar hilang atau cuma mitos legenda ???

2. Bukhari hafal 600.000 hadits berikut sanad dan hukum matannya dimasa mudanya, namun beliau hanya sempat menulis sekitar 7.000 hadits saja pada shahih Bukhari dan beberapa kitab hadits kecil lainnya, dan 593.000 hadits lainnya sirna ditelan zaman ?????? Apakah yang hilang itu benar benar hilang atau cuma mitos legenda ???

Syi’ah dan Sunni sepakat tentang keorisinilan Al Quran. Syi’ah tidak sepakat tentang keorisinilan semua hadis sunni yang “berlabel shahih”. Logika : Bukhari mengumpulkan 600.000 hadis tetapi Cuma 7000 yang dia anggap orisinil pasca seleksi ? Nah dari 7000 itulah syi’ah menseleksi dan meninjau ulang mana hadis yang orisinil dan mana hadis yang dibuat buat !

3. Albani bukan pula Hujjatul Islam, yaitu gelar bagi yg telah hafal 300.000 hadits berikut sanad dan hukum matannya, bagaimana ia mau hafal 300.000 hadits, sedangkan masa kini jika semua buku hadits yg tercetak itu dikumpulkan maka hanya mencapai kurang dari 100.000 hadits.

AL Imam Nawawi itu adalah Hujjatul islam, demikian pula Imam Ghazali, dan banyak Imam Imam Lainnya juga gemar mengedit dan meringkas ringkas hadis…. Kenapa hadis sunni diedit dan diringkas ??? ya agar mazhab sunni tetap tegak, segala bau syi’ah dibuang dari hadis.

Bukhari manusia super ??? 16 tahun adalah 8.409.600 menit, jika dalam tempo 16 tahun Bukhari mampu mengumpulkan 600 ribu hadis saja berarti Bukhari adalah manusia super yang mampu mencari, menyeleksi dan menshahihkan 1 hadis dalam tempo 14 menit !!! itu belum dipotong waktu makan – shalat – tidur – perjalanan… Wow !!

60 minit x 24 jam x365hari x 16 tahun =8.409.600 minit (16 tahun)

hadis yang dikumpul 600,000 dalam tempoh 16 tahun.

8.409.600 dibahagi 600.000 =14,016 minit untuk 1 hadis

adakah imam bukhari mampu mencari,menyeleksi dan mensahihkan hadith itu dalam tempoh 14,016 minit?

itu belum ditolak waktu tidur,makan,solat,aktiviti memanah dan lain lain.jika ditolak waktu itu mungkin masanya lagi kurang mungkin sekitar 7 minit saja masa yang tinggal.

belum dikira lagi masa perjalanan dari kota ke kota lain dalam mencari hadith.

kita selalu diberikan angka angka ini untuk mewujudkan kekaguman kepada imam bukhari.tapi adakah angka ini betul setelah dikira berasaskan matematik.

Bukhari lahir di Bukhara, Uzbekistan, Asia Tengah. Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin Badrdizbah Al-Ju’fiy Al Bukhari, namun beliau lebih dikenal dengan nama Bukhari. Beliau lahir pada hari Jumat, tepatnya pada tanggal 13 Syawal 194 H (21 Juli 810 M).

Kakeknya bernama Bardizbeh, turunan Persi yang masih beragama Zoroaster. Tapi orangtuanya, Mughoerah, telah memeluk Islam di bawah asuhan Al-Yaman el-Ja’fiy.

Tempat beliau lahir kini termasuk wilayah lepasan Rusia, yang waktu itu memang menjadi pusat kebudayaan ilmu pengetahuan Islam sesudah Madinah, Damaskus dan Bagdad. Daerah itu pula yang telah melahirkan filosof-filosof besar seperti al-Farabi dan Ibnu Sina. Bahkan ulama-ulama besar seperti Zamachsari, al-Durdjani, al-Bairuni dan lain-lain, juga dilahirkan di Asia Tengah.

Bukhari berguru kepada Syekh Ad-Dakhili, ulama ahli hadits yang masyhur di Bukhara. Pada usia 16 tahun bersama keluarganya, ia mengunjungi kota suci Mekkah dan Madinah, dimana di kedua kota suci itu beliau mengikuti kuliah para guru-guru besar ahli hadits. Pada usia 18 tahun beliau menerbitkan kitab pertamanya “Qudhaya as Shahabah wat Tabi’ien” (Peristiwa-peristiwa Hukum di zaman Sahabat dan Tabi’ien).

Bersama gurunya Syekh Ishaq, Bukhari menghimpun hadits-hadits shahih dalam satu kitab, dimana dari satu juta hadits yang diriwayatkan oleh 80.000 perawi disaring lagi menjadi 7275 hadits. Diantara guru-guru beliau dalam memperoleh hadits dan ilmu hadits antara lain adalah Ali bin Al Madini, Ahmad bin Hanbali, Yahya bin Ma’in, Muhammad bin Yusuf Al Faryabi, Maki bin Ibrahim Al Bakhi, Muhammad bin Yusuf al Baykandi dan Ibnu Rahwahih. Selain itu ada 289 ahli hadits yang haditsnya dikutip dalam kitab Shahih-nya.

Banyak para ahli hadits yang berguru kepadanya, diantaranya adalah Syekh Abu Zahrah, Abu Hatim Tirmidzi, Muhammad Ibn Nasr dan Imam Muslim bin Al Hajjaj (pengarang kitab Shahih Muslim).


Penelitian Hadits

Untuk mengumpulkan dan menyeleksi hadits shahih, Bukhari menghabiskan waktu selama 16 tahun untuk mengunjungi berbagai kota guna menemui para perawi hadits, mengumpulkan dan menyeleksi haditsnya. Diantara kota-kota yang disinggahinya antara lain Bashrah, Mesir, Hijaz (Mekkah, Madinah), Kufah, Baghdad sampai ke Asia Barat. Di Baghdad, Bukhari sering bertemu dan berdiskusi dengan ulama besar Imam Ahmad bin Hanbali. Dari sejumlah kota-kota itu, ia bertemu dengan 80.000 perawi. Dari merekalah beliau mengumpulkan dan menghafal satu juta hadits.

Namun tidak semua hadits yang ia hapal kemudian diriwayatkan, melainkan terlebih dahulu diseleksi dengan seleksi yang sangat ketat, diantaranya apakah sanad (riwayat) dari hadits tersebut bersambung dan apakah perawi (periwayat / pembawa) hadits itu terpercaya dan tsiqqah (kuat). Menurut Ibnu Hajar Al Asqalani, akhirnya Bukhari menuliskan sebanyak 9082 hadis dalam karya monumentalnya Al Jami’ as-Shahih yang dikenal sebagai Shahih Bukhari.

Kepada para perawi yang sudah jelas kebohongannya ia berkata, “perlu dipertimbangkan, para ulama meninggalkannya atau para ulama berdiam dari hal itu” sementara kepada para perawi yang haditsnya tidak jelas ia menyatakan “Haditsnya diingkari”. Bahkan banyak meninggalkan perawi yang diragukan kejujurannya. Beliau berkata “Saya meninggalkan 10.000 hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang perlu dipertimbangkan dan meninggalkan hadits-hadits dengan jumlah yang sama atau lebih, yang diriwayatan oleh perawi yang dalam pandanganku perlu dipertimbangkan”.

Menurut Ibnu Shalah, dalam kitab Muqaddimah, kitab Shahih Bukhari itu memuat 7275 hadits. Selain itu ada hadits-hadits yang dimuat secara berulang, dan ada 4000 hadits yang dimuat secara utuh tanpa pengulangan. Penghitungan itu juga dilakukan oleh Syekh Muhyiddin An Nawawi dalam kitab At-Taqrib. Dalam hal itu, Ibnu Hajar Al-Atsqalani dalam kata pendahuluannya untuk kitab Fathul Bari (yakni syarah atau penjelasan atas kitab Shahih Bukhari) menulis, semua hadits shahih yang dimuat dalam Shahih Bukhari (setelah dikurangi dengan hadits yang dimuat secara berulang) sebanyak 2.602 buah. Sedangkan hadits yang mu’allaq (ada kaitan satu dengan yang lain, bersambung) namun marfu (diragukan) ada 159 buah. Adapun jumlah semua hadits shahih termasuk yang dimuat berulang sebanyak 7397 buah. Perhitungan berbeda diantara para ahli hadits tersebut dalam mengomentari kitab Shahih Bukhari semata-mata karena perbedaan pandangan mereka dalam ilmu hadits.

Sesungguhnya Islam yang berusaha diterapkan oleh keturunan umayyah dan berusaha untuk mengatur umat Islam dengan Islamnya itu. Mempunyai pengaruh dan idiologi yang sangat berbahaya bagi umat Islam.Karena kita dapati bahwa sekte atau kelompok ini dan Islam yang terdapat dalam ajaran-ajarannya serta strategi-strateginya secara umum berusaha mengarah kepada sekelompok cendikiawan muslim untuk memberikan dasar-dasar serta berpendapat dengan Islam yang telah diusahakan oleh bani umayyah.

Lebih berbahaya lagi adalah, kelompok ini berusaha mengaku sebagai Islam Sahabat atau Ahlusunnah wal Jamaah. Ini adalah beberapa bahaya yang sangat mendasar. Sementara Islam danajaran-ajaran yang terdapat dalam madrasah sahabat memiliki banyak perbedaan yang sangat asasi, baik dari sisi Islamnya, langkah-langkahnya, idiologinya dengan Islam yang diterapkan oleh Bani Umayyah. Objek inilah yang harus kita pisahkan antara Mazhab Ahlusunnah Wal Jamaah dengan Mazhab Bani Umayyah.

Karena itu, kejadian in ibukan saja kejadian sejarah. Tentang bagaimana masuk Islamnya Bani Umayyah pada futuh Makkah, sedangkan mereka termasuk tulaqa(artinya-orang-orang yang dibebaskan oleh Nabi saww), bagaimana mereka dapat berkuasa sementara mereka tidak memiliki keahlianagama dan pengetahuan begitupun muawiyah dan keluarganya?. dan bagaimana merekadapat mengaku sebagai Amirul Mukminin kepada kaum muslimin ?, dan mengaku sebagaiKhalifah Rasulullah saww dan Muslimin ?.

Sesungguhnya Islamnya tersebut adalah Islam versi Umawi yaitu Muawiyah bin Abi Sofyan sangat bertolakbelakang dengan Islam Muhammadi atau Nabawi atau hakiki yang mana Rasul sawwingin mendidik umat dengan Islam yang hakiki.

Oleh karena itu, KetikaMuawiyah bin Abi Sofyan memperoleh kekuasaan politik dan menjadi seorangkhalifah serta menjadi Amirul Mukminin yang kemudian dikenal dengan nama Islam Bani Umayyah, ia segera melakukan beberapa hal setelah itu.


Pertama:

Muawiyah bin Abi Sofyan menetapkan untuk menyebut Ali dan keutamaan-keutamaannya dan mengganti semua riwayat dariRasul saww dan juga apa-apa yang telah diriwayatkan dari parasahabat tentang Ali dan keutamaan-keutamaannya dengan cara mengurangi keutamaan-keutamaan Ali.

Pertanyaannya adalah :

Benarkah Muawiyah bin Abi Sofyan menyuruh demikian ?


Jawabnya terdapat :

Didalam kitab Shahih Muslim, kitab keutamaan Sahabat,bab keutamaan Ali bin Abi Thalib Jilid 2 halaman 448 hadis ke 2404, cetakan DarFikr tahun 1414 / 1993 (karangan Muslim bin Hajjaj An-naisaburi, lahir th 820 wafat th 875 M / 204-261 H):

Dari Amar bin Sa’ad bin Abi Waqqos dari ayahnya iaberkata : ” Muawiyah telah memerintahkan Sa’ad, apa yang mencegah engkau dari mencaci Abu Turab ?. Sa’ad menjawab: ” aku ingat Tiga hal yang Rasul saww pernah bersabda, dan aku tidak akan pernah mencacinya, karena seandainya salah satu dari tiga itu aku miliki, lebih aku sukai daripada unta merah. :
Ali berkata kepada Rasul Saww : ” Ya Rasulullah engkau tinggalkan akubersama para wanita dan anak-anak kecil ? kemudian Rasulullah menjawab :”tidakkah engkau rido menjadi bagian dariku sebagaimana kedudukan Harun disisi Musa hanya saja tidakada Nabi setelahku.[Untuk lebih jelasnya, tentang apa yangdimaksud oleh Rasul saww dengan kedudukan tersebut maka silahkan buka Qs.20:30-32 “(yaitu) Harun, saudaraku teguhkanlah dengan dia kekuatanku danjadikankanlah dia sekutu dalam urusanku”hadis initerdapat pula dalam Bukhori Jilid 2 halaman 300.]
Dan aku mendengar beliau bersabda pada perang Khaibar: “Pasti akan aku berikan panji ini kepada seorang lelaki yang mencintai Allah dan Rasulnya dan Allah serta Rosulnya mencintai dia.” [(buka Qs. 3:31). dalam ayat tsb menjelaskan bahwa amirul mukminin adalah sebagai tolok ukur yang paling utama bagi orang yang mengikuti Rasulullah saww. Dan hadis ini pun terdapat dalam kitab Bukhori Jilid 3 halaman 51. Rasul saww bersabda : “panggilkan untukku Ali, maka datanglah Ali menemui beliau dalam keadaan sakit mata, lalu Nabi memberi ludah pada matanya kemudian menyerahkan panji kepadanya,maka Allah memberikan kemenangan ditangannya.]
Dan pada saat turun ayat ini “katakanlah mari kita panggil anak-anak kami dan anak-anak kalian” kemudian Rasul saww memanggil Ali, Fatimah, Hasan dan Husain. Lalu beliau berdoa : ” Ya Allah merekalah keluargaku. [Hadis ini menggugurkan pendapatyang mengatakan bahwa Istri-istri Nabi termasuk Ahlu Bait yang disucikan sesuci-sucinya sebagaimana yang terdapat dalam Qs. 33 : 33.]

Sementara Ibn Taymiyah adalah orang yang selalu meragukan semua riwayat yang didalamnya meriwayatkan keutamaan Ali dan Ahlul Bait.

Ketika kita sampai kepada nas-nas diatas kita mendapatkan kejelasan bahwa Muawiyah bin Abi Sofyan memang benar telah memerintahkan Sa’ad bin Abi Waqqos untuk mencaci Ali. Hal itu, diperjelas oleh Ibn Taimiyah dalam kitabnya Minhajussunnah An-nabawiyah Jilid 5 halaman 23, terbitan Darul Hadis Qohirah tahun 1425/2004 (karangan Ibn Taimiyah Taqiyyudin, lahir th 1263 wafat 1328 M / 661-728 H) Ibn Taimiyah berkata : “ Adapun hadis Sa’ad ketika Muawiyah bin Abi Sofyan memerintahkanpadanya untuk mencacimaki Ali lalu ia menolak”.

Dari perkataannya tersebut menunjukan bahwa Ibn Taymiyah memahami benar maksud dari hadis Sohih Muslim diatas?

Muawiyah adalah seorang sahabat, yang meminta sahabat lain untuk mencaci Ali. Bukankah hal ini termasuk mengurangi keutamaan sahabat ?

Dalam kitab Shawaiq al Muqriqah, terbitan Maktabah Al Qohirah, cetakan ke 2 tahun 1385 H / 1965 M.Pada halaman 211, (karangan Ibn Hajar Al Haitami, lahir 1504 wafat 1567 M /909-974 H) :

” Telah berkata Imam pada zamannya Abu Zur’ah Arrozi paling mulianyadiantara guru-guru Muslim, ia berkata : “jika kamu melihat seseorang mengurangi salah seorang sahabat Rasul saww. Ketahuilah sesungguhnya dia zindiq.

Dalam kitab yang sama dia berkata :” Abu Zur’ah Arrozi adalah orang yang duduk bersama Imam Ahmad bin Hanbal.

Bagaimana dengan Muawiyah bin Abi Sofyan yang menyuruh Sa’ad bin Abi Waqos untuk mencaci Ali. Bukankah Ali termasuk sahabat Rasulullah juga ?

Ibn Taimiyah berkeyakinan bahwa nas-nas yang menyatakan “Islam senantiasa Mulia hingga12 kholifah, semuanya dari Quraisy”, Ibn Taimiyah berkeyakinan bahwa dari 12 khalifah tersebut yang ke 7 dan ke 8 nya adalah dari Bani Umayah, bahkan dia meragukan apakah Ali termasuk dari mereka atau tidak ?


Kedua:

Di dalam kitab Minhajus-Sunah An-Nabawiyah Jilid 8 halaman 238 terbitan Darul Hadis Qohirah tahun 1425/2004, (karangan Ibn Taimiyah Taqiyyudin, lahir th 1263 wafat 1328 M / 661-728 H) :


Maka para khalifah itu adalah Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali kemudian diangkatlah seseorang yang disepakati manusia. ia mendapatkan kemuliaan, dan kekuasaan ia adalah Muawiyah dan anaknya Yazid kemudian Abdul Malik bin Marwan dan ke empat anaknya diantara mereka adalah Umar bin Abdul Aziz. Yang ke 8 dari 12 khalifah itu adalah mereka yang telah mendapatkan kabar gembira dari Nabi Ismail as. Dan sebagian daripara pembesar itu dari Bani Umayah.

Dengan kata lain Ibn Taymiyah tidak memasukkan Al-Hasan dan Al-Husain termasuk dari 12 Khalifah dan tidak termasuk para pembesar yang mendapatkan kabar gembira dari Nabi Ismail as. Secara tidak langsung Ibn Taimiyah lebih mengutamakan Yazid daripada Al-Hasan dan Al-Husain.

Sekarang nampak jelas bagi kita, bahwa mazhab Ibn Taymiyah sangat condong kepada Bani Umayah.

Ibn Taymiyah berkata : “Sebagian dari faktor-faktor semua itu adalah bahwa sesungguhnya mereka berada pada awal Islam dan era kejayaan. Kemudian Ibn Taimiyah berkata: ” yang sangat besar adalah manusia menaruh dendam kepada Bani Umayah dikarenakan dua hal, salah satunya adalah ” perbincangan mereka menjelek-jelekankan Ali” – (artinya caci maki mereka kepada Ali).

Ibn Taymiyah tidak berkata pelaknatan atau cacian mereka kepada Ali, akan tetapi menyepelekan masalah tersebut, dengan begitu dia dapat mengelabui dan menipu umat Islam terhadap sesuatu yang telah dilakukan Bani Umayyah terhadap Ahlul Bait as.

Anehnya, Apabila menjelek-jelekan khalifah pertama, kedua dan ke tiga merupakan musykilah yang besar, namun apabila menjelek-jelekan Ali tidak termasuk musykilah yang besar.!

Kemudian Ibn Taymiyah berkata :

“yang dimaksud disini adalah sesungguhnya hadis yang didalamnya menyebutkan 12 khalifah, baik Ali ditetapkan termasuk darinya atau tidak adalah sama saja. (pen.Ibn taimiyah berusaha meragukan kembali, dengan alasan umat tidak sepakat terhadap Ali)

Kita kembali kepada nas yang disebutkan oleh Ibn Taymiyah yang berkata:

” yang sangat besar adalah manusia menaruh dendam kepada Bani Umayah karena dua hal salah satu dari keduanya adalah perbincangan mereka tentang Alidan yang kedua mengakhirkan waktu Sholat.

Ibn Taymiyah berkata :
“Oleh karena itu, Umar bin Maroh Al Jumali telah meriwayatkan setelahkematiannya, dikatakan kepadanya. Apa yang telah Allah lakukan dengan semua itu? Ia (Umar bin Maroh Al Jumali) berkata : Allah telah mengampuniku karena aku selalu menjaga sholat-sholatku pada waktunya, dan karena kecintaanku kepada Ali bin Abi Thalib. Ini adalah orang yang menjaga dua sunnah. Oleh karena itu, seseorang harus berpegang teguh dengan sunnah ketika telah bermunculan bid’ah” ( pen. Dari perkataannya Ibn Taymiyah mengakui bahwa cinta kepada Ali termasuk dari sunnah Nabawiyah. sekarang jelas bahwa Ibn Taimiyah kebanyakan lupa.)

Qs. 42 :23 (asy-Syura;23):

قُلْ لَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِلَّا الْمَوَدَّةَ فِي الْقُرْبَىٰ ۗ وَمَنْ يَقْتَرِفْ حَسَنَةً نَزِدْ لَهُ فِيهَا حُسْنًا ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ شَكُورٌ

Katakanlah: “Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upah pun atas seruanku kecuali kasih sayang kepada Al Qurba.” Dan siapa yang mengerjakan kebaikan akan Kami tambahkan baginya kebaikan pada kebaikannyaitu. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri”

Ayat diatas menjelaskan kepada kita bahwa Allah Swt telah mewajibkan kepada kita untuk mencintai Al Qurba sebagai upah atas dakwah Rasul saww, Siapakah Al Qurba yang wajib kita cintai itu ? mereka adalah Ali bin Abi Thalib, Fatimah, Al-Hasan dan Al-Husein. Untuk lebih jelasnya silahkan rujuk beberapa kitab berikut :
1. Tafsir Al Qurtubi Jilid 8 hal.16, terbitan Dar Fikr tahun 1424 H/ 2003M
2. Tafsir fakhrurozi Jilid 14 hal.167, terbitan Dar Fikr tahun 2002/1423
3. Mustadrak Al hakim Jilid 3 hal.51, terbitan Dar fikr tahun 2002/1422
4. Fusulul Muhimmah hal. 27 karangan Ibn Shobag, terbitan Dar Adwa, cetakan ke dua
5. Tafsir Baidowi Jilid 4 hal. 53, terbitan Dar Fikr
6. Yanabiul Mawaddah karangan Al Qunduzy Al Hanafi, terbitan Muassasah Al Ilmiyah Beirut. dll


Qs 3:61(Ali Imran ;61) :

فَمَنْ حَاجَّكَ فِيهِ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ فَقُلْ تَعَالَوْا نَدْعُ أَبْنَاءَنَا وَأَبْنَاءَكُمْ وَنِسَاءَنَا وَنِسَاءَكُمْ وَأَنْفُسَنَا وَأَنْفُسَكُمْ ثُمَّ نَبْتَهِلْ فَنَجْعَلْ لَعْنَتَ اللَّهِ عَلَى الْكَاذِبِينَ

Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kamu), maka katakanlah (kepadanya): “Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, isteri-isteri kami dan isteri-isteri kamu, diri kami dan diri kamu; kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya la’nat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta”

Demikianlah riwayat-riwayat mereka mengenai kecintaan kepada para khalifah Bani Umayyah, sementara cinta kepada Ali terdapat dalam Al Qur’an. dan mereka wahabi selalu berkata :”kami pun mencintai Ali dan Ahlul Baitnya.”..!

jawabannya adalah : Jelas, mereka harus mencintai Ali dan Ahlul Bait, karena jika tidak maka mereka keluar dari Islam.

Dan Harus diketahui bahwa kecintaan kita kepada Ahlul Bait bukanlah suatu keberuntungan bagi Ahlul Bait akan tetapi manfaat kecintaan tersebut kembali kepada diri kita sendiri.Karena mencintai mereka adalah kewajiban dari Allah swt.


Ketiga:

Di dalam kitab Minhajus-Sunnah An-Nabawiyah, Jilid 5 halaman 244, terbitan Darul Hadis Qohirah tahun 1425/2004, (karangan Ibn Taimiyah Taqiyyudin, lahir th 1263 wafat 1328 M/ 661-728 H):


” Dan juga, sungguh kondisi politik lebih tertata / tertib pada masa Muawiyah sebagaimana belum tertata pada masa Ali, maka wajib menjadikan para pejabat Muawiyah lebih baik daripada para pejabat Ali”.(pen. Kalau ukurannya seperti itu kenapa Allah swt tidak mensucikan Muawiyah bin Abi Sofyan saja ???)

Para pejabat Muawiyah bin Abi Sofyan antara lain : Amr bin Ash, Mughiroh bin Syu’bah, Basar bin Arthat,Marwan, Hakam dan orang-orang yang telah dilaknat Rasul saww. Jadi, Ibn Taimiyah mengangap tingkatan dan kedudukan mereka ini lebih utama dari pada Salman, Abu Dzar,dan Amar. Demikianlah keyakinan Ibn Taimiyah mengenai sahabat.!

Siapakah para pejabat Muawiyah bin Abi Sofyan itu ?

Ibn Taymiyah berkata : “Para pejabat Muawiyah adalah Syiah Usman.”

Siapakah Syiah Usman itu?

Ibn Taymiyah berkata : “mereka itu adalah Nashibi yaitu orang-orang yang membenci Ali”.

Kalau begitu dimana kewajiban cinta kepada Ahlul Bait ??

Ibn Taimiyah berkata : “Syiah Usman dan Nashibi keberadaannya lebih utama daripada Syiah Ali diatas semua standar.

Jadi Ibn Taymiyah meyakini bahwa orang-orang yang membenci Ali, keberadaannya lebih utama daripada Syiah Ali dan orang-orang yang mencintai Ali.

Kemudian Ibn Taymiyah berkata :

” Para sahabat Ali itu tidak memiliki ilmu, agama, keberanian dan kedermawanan. Dan keadaan mereka tidak baik didunia maupun diakhirat.”

Artinya para pejabat Usman dan Syiahnya yang kemudian mereka menjadi Syiah Muawiyah. Menurut Ibn Taymiyah Mereka itu berilmu, beragama, berani, dan dermawan lebih utama daripada sahabat Ali as.

Demikianlah idiologi Ibn Taimiyah yang memperkuat existensi mazhab Bani Umayyah hingga sekarang.

Jadi, jawaban bagi orang yang mengatakan bahwa ini hanya kejadian sejarah saja, adalah salah besar, karena sekarang hadir dalam kehidupan kita dalam bentuk pemikiran, aqidah, agama, keimanan, serta politik, dll.


Dinasti Umawi dari pertama kali masuk Islam, telah menipu Islam dan Nabi saw secara sembunyi-sembunyi. Mereka ingin mengatur Islam Nabi yang asli dan Ali serta Ahlul Baitnya hingga para sahabat yang mengagungkan Ali dan Ahlul Bait.

“Golongan Umawi telah menipu Nabi serta dakwahnya, kita telah mengetahui, bagaimana Islamnya pemimpin Umawi yakni Abu Sofyan, dan kita tahu bagaimana tidak tersisa sedikitpun untuk Umawiyin kedudukan-kedudukan apapun secara aklamasi dalam lingkungan Islam, yangmana kemunculan Islam membawa keberuntungan dan kemenangan bagi pihak Bani Hasyim, dalam naungan Islam, mereka mempersiapkan langkah awal untuk diri mereka sendiri dan mengutamakan kekuasaan, dan mereka telah mendapatkan dalam kekuasaan Yazid bin Abi Sofyan dan Muawiyah setelahnya di Syam. Langkah pertama, mereka dapat menginjakkan kaki-kaki mereka, setelah itu mereka mendapatkan kesempatan untuk bangkit melakukan kejahatan-kejahatan atau teror.”

(Al Imam Husain karangan Abdullah Al Alili (dari madrasah sahabat) pada hal 31)

Dalam kitab yang sama pada bab Inqilab Umawi atau Atsauroh Hukumah Al Khulafa hal 55.
“Sungguh kebanyakan mereka menjauhkan penisbatan pembrontakan kudeta ini kepada kelompok Umawi, padahal kudeta yg di maksud itu adalah Bani Umayah. akan tetapi kita memiliki nas nas dan yang pasti tidak ada yang sanggup menyanggah atau melawan. sesungguhnya aku menasihati kepada setiap orang yang sibuk dengan sejarah, bahwa pada situasi atau era ini hendaknya mereka mengutamakan diantara pelajaran-pelajaran mereka itu sebuah kitab yang berjudul “ An Niza’ Wattakhosum Fima Baina Bani Umayyah Wa Bani Hasyim (artinya keributan dan perselisihan yang terjadi antara Bani Umayah dan Bani Hasyim )“ 

Karangan Taqiyudin Al Miqrizi yang mana didalamnya Al Miqrizi berkata :
“Tujuan pokok kelompok ini adalah mengumpulkan hukum-hukum yang dibuat oleh Bani Umayyah. Yang Kemudian lahirlah ajaran-ajaran Islam versi Umawi melalui riwayat-riwayat palsu tentang keutamaan-keutamaan Muawiyah bin Abi Sofyan yang mereka terapkan dan menyingkirkan keutaman-keutamaan Ali.“

Adapun diantara pokok-pokok penting akidah madrasah Ahlul Bait adalah keyakinan mereka akan kemaksuman Ali dan Ahlul Bait. sementara madrasah sahabat atau Ahlu Sunnah Wal Jamaah tidak meyakini kemaksuman Ali dan Ahlul Bait.

Adapun yang membedakan, antara madrasah sahabat dengan mazhab Bani Umayyah adalah mereka Ahlusunnah meyakini dan mengakui kedudukan tinggi yang dimiliki Ali dan Ahlul Baitnya. dan juga meyakini bahwa Ali serta Ahlul Baitnya memiliki kedudukan-kedudukan, keutamaan-keutamaan, serta menganggap kecintaan kepada Ahlul Bait adalah iman, dan membenci mereka adalah kufur. paling tidak mereka meyakini Ali dan Fatimah atau Ali saja.

Berbeda dengan mazhab Bani Umayah yang selalu berusaha menyingkirkan Ali dari semua keutamaan-keutamaan serta kedudukan-kedudukannya.

Apa buktinya, kalau Islam versi Bani Umayyah berusaha menyingkirkan Ali dari semua keutamaan-keutamaannya?

Buktinya adalah mereka mensunahkan membenci Ali, mencacinya, dan berlepas diri darinya diatas mimbar-mimbar mereka. Hal itu diperkuat oleh Ibn Taimiah salah seorang dari para syekh Umawi dengan mengatakan : Sesungguhnya para pejabat Muawiyah mereka adalah para pejabat Usman, dan mereka adalah orang-orang yang membenci Ali.

Di dalam kitab Faidul Qodir Jilid 3 halaman 18 hadis ke 2631, terbitan Dar Fikr, cetakan pertama, tahun 1426 – 1427 H, (karangan Muhammad Abd Rouf lahir th 1545 wafat 1622 M / 952 – 1031 H) :

Rasul saw bersabda :
“Sesungguhnya aku tinggalkan pada kalian dua khalifah satu adalah Kitabullah tali yang terbentang antara langit dan bumi,dan yang kedua adalah Itrahku Ahlul Baitku. Sungguh keduanya tidak akan pernah berpisah hingga menjumpaiku di telaga.“

Al Manawi mengomentari hadis ini :
“ Itrahku Ahlul Baitku mereka adalah Ashabul Kisa, Allah telah menjaga mereka dari dosa dan mensucikan mereka sesuci-sucinya. dan disebut orang-orang yang di haramkan menerima zakat.“

dan diperkuat oleh Qurtubi yang menggatakan :
” Wasiat ini dan penguatan agung ini menetapkan akan wajibnya menghormati kelurganya-pen. Ahlul bait-, berbuat baik kepada mereka, menghormati dan mencintai merekaadalah kewajiban yang di fardukan, yang mana tidak ada alasan bagi seseorang menyimpang darinya. hal ini seiring dengan sesuatu yang telah diketahui melalui karakteristik mereka dengan Nabi Saw karena mereka bagian darinya, sebagaimana Nabi Saw bersabda : ” Fatimah bagian dariku “. Pada saat yang sama Bani Umayah menolak kebenaran-kebenaran dengan cara menentang. Mereka menumpahkan darah Ahlul Bait, menawan wanita-wanita dan anak-anak kecil mereka, membakar rumah-rumah mereka, merendahkan kemulian dan keutamaan mereka, serta menganggap sunnah mencaci dan melaknat mereka, mereka telah menentang Rasul saw dalam wasiatnya dan memutarbalikan maksudnya”

Apa kata Ibn Taimiyah ? musykilah Bani Umayah adalah perbincangan mereka tentang Ali dan tidak berkata cacimaki mereka pada Ali, kata Ibn Taimiyah dalam kitabnya.

Apa yang telah dilakukan Bani Umayyah kepada Ahlul Bait, yangmana Allah swt telah memerintahkan untuk mencintai mereka.- kami tidak mengatakan taat pada mereka?

Para ulama bersepakat atas wajibnya mencintai Ahlul Bait, menghormati, dan bersolawat kepada mereka. Tidak ada yang berbeda pendapat tentangnya kecuali dia keluar dari Islam. Oleh Karena itu, hendaknya kita tidak mencampuradukkan antara mazhab Bani Umayyah dengan madrasah sahabat atau Ahlus Sunnah Wal Jamaah.

Apakah benar masalah seputar caci maki Bani Umayyah terhadap Ali terdapat dalam kitab-kitab hadis dan kitab-kitab sejarah ???

Dalam kitab Tarikh Thabari Jilid 2 halaman 239, terbitan Maktabah At Taufiqiyah (karangan Abu Ja’far At-Thabari, lahir 839 wafat 923 M / 224 – 310 H) :
“Sesungguhnya Muawiyah bin Abi Sofyan ketika melantik Mughiroh bin Syu’bah di Kufah pada bulan jumady tahun 41 H, dia memanggilnya. Lalu dia (Muawiyah bin Abi Sofyan) mengucapkan puja puji kepada Allah Swt kemudian berkata :
“Aku ingin mewasiatkan kepadamu mengenai banyak hal, dan aku serahkan karena aku percaya terhadapmu atas sesuatu yang membuat aku rido dan membahagiakan kekuasaanku, dan memperbaiki kepemimpinanku, namun aku tidak mau meninggalkan wasiat padamu mengenai satu hal :”Janganlah kamu berhenti dari mencaci dan menghina Ali, berkasih sayanglah kepada Usman dan memintakan ampunan untuknya, dan celalah para sahabat Ali, serta asingkanlah mereka, dan jangan hiraukan ucapan-ucapan mereka, dengan memuji Syiah Usman ridwanallah alaih, dekatilah, dan dengarkanlah mereka, Mugiroh bin Syu’bah menjawab :” sungguh aku telah melakukannya sebelum aku diperintahkan, dan aku telah mengerjakannya sebelum kamu dan selain kamu”

Mugiroh bin Syu’bah berkuasa di kufah sebagai pelayan Muawiyah selama 7 tahun beberapa bulan. Dan itu adalah pejalanannya yang terbaik, dan kecintaannya yang sangat terhadap kesejahteraan, hanya saja ia tidak pernah meninggalkan menghina Ali dan senantiasa melakukannya dan selalu mencela pembunuh Usman, serta melaknat mereka, berdoa untuk Usman dengan rahmat dan ampunan dan mensucikan para sahabatnya…..

Bagaimana riwayat ini dengan hadis yang terdapat dalam Sohih Muslim ketika Muawiyah bin Abi Sofyan menyuruh Sa’ad bin Abi Waqqos untuk mencela Ali ??

Mustadrak Al Hakim Jilid 1 halaman 493, terbitan Dar Fikr tahun 1422 H/2002M (karangan Abu Abdillah Al Hakim An-naisabury, lahir 933 – 1015 M/321– 405 H) :

Dari Zaid bin ‘Alaqoh dari pamannya :
“ Sungguh Mughiroh bin Syu’bah mencaci Ali bin Abi Thalib. Kemudian Zaid bin Arqom berdiri seraya berkata :
“Hai, Mughiroh, tidakkah engkau tahu sesungguhnya Rasul saw telah melarang mencacimaki orang mati. Kenapa engkau mencaci Ali sementara ia telah meninggal..?“

Disini Zaid bin Arqom tidak mengatakan : ”kenapa engkau mencacimaki Ali, padahal dia adalah Nafsunnabi ( diri Nabi ), yang mencintai Allah dan Rasulnya, yang termasuk khalifah ke empat, dan yang……dst, sesungguhnya Zaid bin Arqom tidak mampu melakukan semua itu, karena dia takut terhadap kezaliman Bani Umayah).

Pertanyaannya sekarang adalah kenapa sebagian ulama meragukan kitab Mustadrak Sohihain ?

Dalam Kitab Silsilah Al-Ahadis Sohihah, Jilid 5 halaman 520, terbitan maktabah Ma’arif, cetakan pertama tahun 1422 H/ 2002 M (karangan Muhammad Nasirudin Albani, lahir 1914 wafat 1999 M/ 1332-1420 H) :

Al-Hakim telah mengeluarkan hadis dari Zaid bin ‘Alaqoh, dari pamannya : Sesungguhnya Mugiroh bin Syu’bah telah mencacimaki Ali bin Abi Thalib……. Al-Hakim berkata :” Hadis tersebut Sohih menurut syarat Muslim ” dan Adz dzahabi menyepakatinya. Aku (Al-Bani) berkata :” dan itu sebagaimana yang telah dikatakan oleh keduanya ……………….dst.

Jadi Al-Bani dan Adz-Dzahabi keduanya mensohihkan hadis berikut ini :
“Sesungguhnya mugiroh bin syu’bah telah mencacimaki Ali” 

dan cacimaki ini diriwayatkan didalam Tarikh At Thabari tentang wasiat Muawiyah.

Padahal Adz-Dzahabi termasuk dari mazhab Umawy bukan dari madrasah Sahabat atau Ahlu Sunnah wal Jamaah.

Didalam kitab Siyar ‘Alam An-Nubala Jilid 12 halaman 573-574, terbitan Darul Hadis tahun 1427 H / 2006 M (karangan Syamsuddin Adzahabi, lahir 1275-1347 M / 673-748 H) :
“Aku telah mengumpulkan jalur-jalur hadis ”burung” kedalam satu bagian. Dan jalur-jalur hadis “ siapa yang menjadikan aku pemimpinnya, maka Ali juga pemimpinnya”, adalah hadis paling sohih. Dan yang paling sohih dari hadis tersebut adalah hadis yang telah dikeluarkan oleh Muslim dari Ali yang berkata:” Sesungguhnya Nabi saw mengamanahkan kepadaku: ” sungguh tidak ada yang mencintaimu kecuali mukmin dan tidak ada yang membencimu kecuali munafik”, disini terdapat tiga masalah[1] ada segolongan yang mencintainya dan ada golongan Nasibi yang membenci Ali karena kebodohan mereka “.

Dengan maksud untuk membebaskan Muawiyah bin Abi Sofyan dan Bani Umayyah.

Sementara dalam kitab yang sama ketika sampai pada Abu Bakar pada Jilid 12 halaman 266 :

Dari Jabir : seorang mukmin tidak membenci Abu Bakar dan Umar, dan seorang munafik tidak akan mencintai keduanya, hadisnya diabaikan dan matannya benar[2] Akan tetapi hadis tersebut dikenal tidak sohih.

Semua nas dan ketetapan mengenai keutamaan Ali biasanya mazhab bani Umayyah langsung memberikannya kepada orang lain dengan tujuan untuk menghilanglah keutamaan-keutamaan Ali.

———

Note :
Didalam hadis itu tidak ditujukan untuk Ali, karena tidak menyebutkan sanadnya siapa yang meriwayatkan dalam sohih Muslim tersebut, akan tetapi permasalahannya ada pada matan hadisnya
walaupun sanadnya bohong, namun untuk Ali ada permasalahan dikarenakan matannya

Di dalam kitab Fathul Bari Jilid 9 hadis ke 3649, terbitan Dar Fikr, cetakan pertama tahun 1425/2005, (karangan Ibn Hajar Al ‘Asqolani, lahir 1372 wafat 1448 M / 773-852) : kitab keutamaan sahabat, Manaqib Al-Anshari, Al Maghozi berkata :
“Manusia terbagi dua kelompok. (sebelum peristiwa bani Umayyah dan Muawiyah) Akan tetapi para pembuat bid’ah hanya sedikit, kemudian terjadilah pada pemerintahan Ali apa yang terjadi, yang kemudian lahirlah kelompok lain yang memeranginya. (Ketika sampai pada masalah kekuasaan maka terdapat tiga kelompok yang berkeyakinan untuk memerangi Ali) Yang kemudian diperparah oleh para khotib. Mereka mengurangi keutamaan Ali, dan menjadikan laknat kepadanya dimimbar-mimbar sebagai sunnah, dari situ manusia kemudian terpecah menjadi tiga kelompok dalam masalah hak Ali.
1. Kelompok Ahlu sunnah : kelompok ini sering diistilahkan dengan madrasah sahabat, mereka adalah orang-orang yang menghormati, mencintai serta mengagungkan Ali dan keutamaan-keutamaannya.
2. Kelompok Khawarij – para pembuat bid’ah.
3. Kelompok Bani Umayyah yaitu orang-orang yang memerangi Ali dan para pengikutnya.

Kelompok yang ketiga inilah yang ingin kita jelaskan kepada manusia mengenai karakter mereka dan ciri-cirinya.

Kita tahu bahwa menurut keyakinan madrasah Ahlul Bait, Ali adalah khalifah pertama yang haq secara hukum. Sementara kelompok lain berkeyakinan bahwa Ali adalah Imam muslimin, khalifah ke empat dan salah satu dari sepuluh orang yang mendapat kabar gembira dengan surga.

Namun, Berbeda jauh dengan kelompok Bani Umayyah yang ingin menjadikan sebuah sunnah dengan cara melaknat Ali, mencaci, membenci dan memeranginya.

Didalam kitab Sohih Muslim, Jilid 2 halaman 979 hadis ke 2404, kitab keutamaan sahabat, bab keutamaan Ali bin Abi Thalib, cetakan Dar Fikr tahun 1414 / 1993, (karangan Muslim bin Hajjaj An-naisaburi, lahir th 820 wafat th 875 M / 204-261 H):
“ Muawiyah bin Abi Sofyan telah memerintah sa’ad’. ( Ada orang berkata : dalam hadis tersebut tidak ditemukan bahwa Muawiyah telah memerintah Sa’ad untuk mencacimaki Ali )

Lalu Muawiyah berkata : “ Apa yang mencegah engkau dari mencaci maki Abu Turab ??

Sa’ad menjawab: “ Aku ingat Tiga hal yang Rasul saw pernah bersabda, dan aku tidak akan pernah mencacinya, karena seandainya salah satu dari tiga itu aku miliki, lebih aku sukai daripada unta merah.
Ali berkata kepada Rasul :Ya Rasulullah engkau tinggalkan aku bersama para wanita dan anak-amak kecil ? kemudian Rasulullah menjawab : “Tidakkah engkau rido menjadi bagian dariku sebagaimana kedudukan Harun disisi Musa hanya saja tidak ada Nabi setelahku.
Dan aku mendengar beliau bersabda pada perang khaibar” pasti akan aku berikan panji ini kepada seorang lelaki yang mencintai Allah dan Rasulnya dan Allah serta Rasulnya mencintai dia. Rasul saw bersabda :” panggilkan untukku Ali, maka datanglah Ali menemui beliau dalam keadaan sakit mata, lalu Nabi memberi ludah pada matanya kemudian menyerahkan panji kepadanya, maka Allah memberikan kemenangan ditangannya.
Dan pada saat turun ayat ini “katakanlah mari kita panggil anak-anak kami dan anak-anak kalian” Rasul saw memanggil Ali, Fatimah, Hasan dan Husain. Lalu beliau berdoa : Ya Allah merekalah keluargaku.

Dalam kitab Sunan Ibn Majah Jilid 1 halaman 7, terbitan Dar fikr, (karangan Abu Abdillah Muhammad bin Yazid Al Qozwini lahir 824 wafat 887 M/ 209-273 H) Pada Mukaddimah kitabnya ia berkata :
” Kami telah menyebutkan hukum-hukum syekh Muhammad Nasiruddin Albani atas hadis-hadis. Satu persatu hadis yang telah dinukil dari kitab-kitabnya sohihi sunan. Dan medoifkannya lalu kami susun semua itu sebagai berikut .

Jadi nas-nas yang diriwayatkan disini, apabila kita temukan terdapat didalam sumber hadis dia (albani) berkata “ sohih”. Ini pensohihan (hadis) menurut Alamah AlBani. sementara kita mengetahui pendirian Albani terhadap madrasah sahabat dan kelompok salafi.

Di dalam hadis ke 121:
“Shohih (diantara dua sisi) telah berkata kepada kami Ali bin Muhammad, telah berkata kepada kami Abu Muawiyah, telah berkata kepada kami Musa bin Muslim dari Abi Sabith dia adalah Abdurrahman dari Sa’ad bin Abi Waqos berkata : ” Muawiyah mengutarakan sebagian hajatnya, kemudian masuklah Sa’ad menemuinya, lalu keduanya memperbincangkan Ali – pen. Muawiyah dan Sa’ad- lalu (Muawiyah)menerimanya, kemudian marahlah Sa’ad seraya berkata :” engkau mengatakan hal ini kepada seorang lelaki yang aku pernah mendengar Rasul saw bersabda “ barang siapa yang menjadikan aku pemimpinnya maka Ali adalah pemimpinnya pula” dan aku mendengar Rasul saw bersabda :” engkau dariku sebagaimana kedudukan Harun disisi Musa hanya saja tidak ada Nabi setelahku”, dan aku pernah mendengar Rasul saw bersabda:” suatu hari pasti akan aku berikan panji ini kepada seorang lelaki yang mencintai Allah dan Rasulnya.

Jika ini tidak dianggap cacian, dan bukti akan kebencian Muawiyah terhadap Ali, maka bukti apa lagi ?

Sedangkan mereka (kelompok Bani Umayyah) selalu berkata : “sesungguhnya syiah Ahlul Bait dan para pengikutnya selalu mencacimaki sahabat ?”

Bagaimana dengan hadis diatas yang menjelaskan bahwa Muawiyah bin Abi Sofyan telah melaknat Ali diatas mimbar-mimbar dan menjadikannya sunnah hingga puluhan tahun ?. Dan bagaimana dengan riwayat yang menyatakan bahwa : ” janganlah engkau mencaci maki sahabat-sahabatku…”.

Pandangan-pandangan berikut : “ mereka berijtihad tapi salah “, dan pandangan-pandangan “tinggalkanlah apa yang telah terjadi diantara para sahabat Rasulullah saw, dan tentang keadilan para sahabat “.

Semua itu adalah isu dan propaganda yang dihembuskan guna membela Muawiyah bin Abi Sofyan dan keturunannya.

Kesimpulannya adalah : Muawiyahlah yang telah memulai sunnah yang buruk ini..!

Rasul saww bersabda :
“Barang siapa yang menjalankan sunnah yang baik maka pahalanya bagi dia, dan barang siapa yang menjalankan sunnah yang buruk maka baginya balasannya dan balasan orang yang mengamalkan nya hingga hari kiamat.“

Di dalam kitab Minhajussunah An-Nabawiyah, Jilid 5 halaman 466 terbitan Darul Hadis Qohirah tahun 1425/2004, (karangan Ibn Taimiyah Taqiyyudin, lahir th 1263 wafat 1328 M / 661-728 H):
“Maka wajib menjadikan para pejabat Muawiyah lebih baik dari pada pejabat Ali, dan para pejabat Muawiyah adalah Syiah Usman, mereka itu adalah Nasibi yaitu orang-orang yang membenci Ali”.

Marwan bin Hakam termasuk dari Syiah Usman.

Aisyah berkata kepada Marwan bin Hakam :


” Engkau wahai Marwan , aku bersaksi bahwa Rasul saw telah melaknat bapakmu sementara engkau masih dalam sulbinya. (terdapat dalam kitab shahabat Fil Mizan)


SIAPAKAH NASHIBI ITU..?

Dalam Siyar A’lam An Nubala terbitan Darul Hadis tahun 1427 H / 2006 M, dengan tahkik Syuaib Al Arnaut Jilid 18 halaman 184, (karangan Syamsuddin Adzahabi, lahir 1275-1347 M / 673-748 H) :

Ibn Hazm berkata :
“Dan yang bertambah didalam hatinya, adalah ke-syiaahnnya Ibn Hazm kepada pembesar Bani Umayah yang terdahulu maupun yang kemudian, dan keyakinannya terhadap sahnya kepemimpinan mereka, sampai dia (Ibn Hazm) dinisbatkan sebagai nashibi.

Syuaib Al Arnut (muhaqik kitab Siyaru A’lam An-Nubala) berkata :
Nashibi adalah benci kepada Ali r.a dan berwilayah kepada Muawiyah bin Abi Sofyan.

Sementara khawarij benci kepada Ali tapi tidak berwilayah kepada Muawiyah dan keluarganya.

Menurut Ibn Taimiyah :
Mereka Nashibi itu adalah orang-orang yang membenci Ali dan berwilayah kepada Muawiyah. namun jika dia mencintai Ali (bukan meyakini kemaksumannya) dan mengakui keutamaan-keutamaannya tetapi berpaling dari Muawiyah bin Abi Sofyan maka dia syiah. Hal ini masih berlaku hingga zaman kita sekarang.

Contohnya adalah :
Al Hakim An-Naisabury, dia termasuk diantara orang yang meyakini bahwa seluruh sahabat itu baik serta meyakini syariat khalifah Abu Bakar, Umar dan Usman, akan tetapi apa pendapat Adzahabi terhadap Al Hakim An-Naisabury ?

Di dalam kitab Siyarul A’lam An-Nubala, Jilid 17, terbitan Darul hadis tahun 1427 H / 2006 M (karangan Syamsuddin Adzahabi, lahir 1275-1347 M / 673-748 H): dalam terjemah ke 100 (Al-Hakim An-Naisaburi):
” Dia (AL HAKIM) telah mengarang, lalu mengeluarkan, membedah, dan menimbang, kemudian mensohihkan, dan dia termasuk dari lautan ilmu namun sedikit syiah.”

Apa penyebab Al Hakim An Naisaburi dituduh syiah..?

Pada kitab yang sama halaman 168 :
Dan dia (Alhakim) berprinsip bahwa sesungguhnya hadis tersebut sohih menurut syarat bukhori dan muslim, -sebagian hadis-hadis itu-diantaranya adalah hadis tentang burung, hadis man kuntu maulah fa aliyun maulah, sementara ahli hadis telah mengingkari semua itu, ini adalah cerita yang kuat. Maka ia menerima dan mengeluarkan hadis tentang burung dalam mustadraknya ? (kenapa Alhakim mengeluarkan hadis burung itu ? ) sementara dia (Adzahabi) meyakini bahwa seandainya benar ada seseorang yang lebih utama dari Ali setelah Nabi.Karena Al-hakim mengatakan : “Seandainya hadis ini sohih ketika ada seseorang yang lebih utama dari Ali setelah Rasulullah. Karena Rasul saw berdoa :Ya Allah utuslah kepadaku mahlukmu yang paling aku cintai”.

Adz-Dzahabi menjelaskan dalam kitab Tadzkiratil Huffadz, Jilid 2 halaman 103 dia berkata :”
“Adapun hadis burung, memiliki banyak sekali jalur-jalurnya. Sungguh aku telah mengarangnya secara terpisah serta mengumpulkannya (jalur-jalurnya) yang mengharuskan agar hadis tsb memiliki aslinya.

Dia (Adz-Dzahabi) berkata :
“Mengabarkan kepadaku Ahmad (Fulan) dari Ibn Thohir, bahwa dia bertanya kepada Abu Ismail bin Muhammad Alharwi tentang Abi Abdillah Alhakim. Lalu dia menjawab :” seorang yang terpercaya dalam hadis, seorang rafidoh (syiah) yang buruk. – pen. Kenapa ia rofidoh yang buruk ?, karena Al-Hakim menukil riwayat-riwayat tentang keutamaan Ali-. “ Dan dia(Alhakim) berpaling dari Muawiyah dan keluarganya. ( yaitu Yazid, Walid, Mugiroh bin Syu’bah dll dengan istilah Ibn Taimiyah : Sungguh Islam berada pada masa kejayaan dan kemakmuran di zaman mereka ).

Contoh lainnya adalah :
Al-Allamah Ibn Abil Hadid juga dituduh syiah..!

Meskipun dalam pembukaan kitabnya yaitu kitab Syarah Nahzul Balagoh, (Ibn Abil Hadid, lahir th 1190 wafat 1258 M/ 586-656 H). dia (Ibn Abil Hadid) mengatakan :
” Aku berkeyakinan terhadap syariat yang disyariatkan oleh khalifah Abu Bakar, Umar dan Usman. Dan tidak meyakini pandangan-pandangan nas…

dan dia sangat menolak keras tuduhan syiah pada dirinya, akan tetapi semuanya itu tidak memberi manfaat kepada mereka (kelompok Umawy). selama Ibn Abil Hadid berpaling dari Muawiyah bin Abi Sofyan, dan selama dia tidak membenci Ali. Maka dia akan tetap dituduh syiah.

Pada umumnya para ulama itu mencintai Ahlul Bait dikarenakan ayat Qs. 42 :23 yang penuh barkah yang bebunyi katakanlah wahai Muhammad aku tidak meminta upah kepada kalian atas seruanku kecuali kecintaan kalian kepada Al Qurba”. Dan disisi lain merekapun mengagungkan musuh-musuh Ahlul Bait.

Qs. 58 :22. :
“Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Meraka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan[1462] yang datang daripada-Nya. Dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung.

Sekarang perhatikanlah apa komentar Ibn Taimiyah dalam kitabnya pada Jilid 6 halaman 201:
“Adapun yang termasuk syiah Usman (para pejabat Usman) adalah orang yang mencacimaki Ali, dan menampakkan semua itu diatas mimbar-mimbar dan di tempat-tempat lainnya.“

Di dalam kitab Siyar A’lam An Nubala, jilid 10 nomer 113, terbitan Darul hadis tahun 1427 H / 2006 M. (karangan Syamsuddin Adzahabi, lahir 1275-1347 M / 673-748 H) :
Terjemah al madaini : ”Dia keheran, dalam memahami sejarah-sejarah, peperangan kecil, hari-hari arab membenarkan apa-apa yang ia nukil yang sanadnya bersambung keatas. Dia lahir tahun 230.

Dalam kitab yang sama jilid 10 halaman 402 :
Almadaini bercerita bahwa dia pernah menemui Al-Makmun “ lalu ia menceritakan hadis-hadis tentang Ali, kemudian melaknat Bani Umayyah.

Aku (Al-Madaini) berkata: Al-Mutsanna bin Abdillah Al-Ansori telah menceritakan padaku, ia berkata : pada saat aku berada di Syam, aku tidak mendengar nama Ali, nama Hasan. aku hanya mendengar nama Muawiyah, Yazid, Al-Walid. kemudian aku melewati seorang lelaki yang berada di pintu. seraya berkata :” berilah dia minum ya Hasan”.

lalu aku bertanya : apakah engkau namai Hasan ?, dengan cepat dia menjawab: ” Anak-anakku Hasan, Husain, dan Ja’far. Karena semua penduduk Syam menamai anak-anak mereka dengan nama-nama khalifah Allah, kemudian lelaki tersebut melaknat anaknya dan mencacinya,( kenapa?) Sesungguhnya budaya tersebut telah mengakar di Syam. Bahwa sesungguhnya menamakan anak-anaknya dengan nama-nama Hasan, Husain agar supaya dia tidak lupa mencaci dan melaknat Ahlul Bait. Karena apabila menamakan anaknya Yazid, dia akan lupa melaknat Al Hasan dan Al Husain. Inilah didikan Bani Umayyah.

Aku berkata (Al Mutsanna kepada lelaki dari penduduk Syam itu) : ”aku kira engkau penduduk Syam yang baik, kalau begitu Neraka Jahannam tidak lebih buruk daripada kamu. Lalu Al-Makmun berkata (kepada Almadaini) :” Sungguh Allah swt telah menjadikan orang yang melaknat pada masa hidup dan meninggal mereka (Ahlul Bait). Dianggap Nasibi.

Dalam Aqdil Farid, Jilid 5 halaman 114 (karya Ibn Abdu Robah Al Andalusi, lahir 860 wafat 940 M / 246-328 H) :
Muawiyah berangkat haji kemudian dia masuk kota madinah. Dan dia ingin melaknat Ali diatas mimbar Rasulullah, disampaikan kepadanya(muawiyah) :” bahwa disini ada Sa’ad bin Abi Waqqos, dan kami tidak melihat dia ridha dengan hal ini (melaknat Ali), maka utuslah kepada Sa’ad dan tariklah jubahnya. Maka (Muawiyah) mengutusnya dan menyebutkan kepadanya sebutan itu (keinginan Muawiyah melaknat Ali), maka dia berkata (Sa’ad) : jika engkau lakukan, aku akan keluar dari masjid dan tidak akan kembali lagi. Maka Muawiyahpun menunda melaknat Ali hingga Sa’ad meninggal dunia. Dan ketika (Sa’ad) telah meninggal dunia dia melaknatnya (Muawiyah melaknat diatas mimbar) serta menetapkan kepada para gubernurnya untuk melaknat Ali diatas mimbar-mimbar. Dan merekapun melakukannya.

Kemudian Ummu Salamah Istri Nabi menulis surat kepada Muawiyah: ”Sungguh kalian sedang melaknat Allah dan Rasulnya diatas mimbar-mimbar kalian yang secara tidak langsung kalian sedang melaknat Ali bin Abi Thalib sekaligus orang yang sangat mencintainya, dan aku bersaksi sesungguhnya Allah dan Rasulnya lebih mencintai dia”.

Di sini Ummu Salamah tidak mengatakan “Kalian melaknat Ali” tapi Ummu Salamah mengatakan “Kalian melaknat Allah dan Rasul-Nya” (yang mana Imam Ali as adalah diri Nabi saww , melaknat Imam Ali berarti Melaknat Rasulullah saww)


Hasan ‘Alî as-Saqqof, juga turut mengambil bagian dalam celaan dan cercaan terhadap Mu’awiyah bin Abi Sufyan . Dia berkata :

“Mu’awiyah membunuh sekelompok kaum yang shalih dari kalangan sahabat dan selain sahabat hanya untuk mencapai kekayaan duniawi.” [Ta’lîq as-Saqqof terhadap kitab Daf’u Syubahit Tasybîh hal. 237].

Sayyid Quthb beliau tidak hanya mencela Mu’âwiyah, namun juga ‘Utsmân bin ‘Affân


HiZBUT TAHRiR ????

Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani rhm beserta murid dan simpatisannya beranggapan bahwa Mu’awiyah bin Abi Sufyan bukanlah seorang sahabat.

Hizbut Tahrir –berdalih dengan atsar Ibnul Musayyib rhm yang berpendapat bahwa status sahabat diperoleh jika ia mengikuti minimal satu atau dua peperangan bersama nabi dan hidup bersama nabi minimal satu atau dua tahun.

Sedangkan Mu’âwiyah, ia masuk Islâm dan usianya masih 13 tahun. Tidak ada riwayat yang menjelaskan bahwa ia pergi dan tinggal di Madinah pada masa Rasul Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam masih hidup dan menyertai beliau. Rasulullah tinggal di Makkah selama beberapa waktu yang singkat yang tidak memenuhi lamanya Mu’âwiyah masuk dalam definisi sahabat, karena itulah Mu’âwiyah bukanlah seorang sahabat. Demikian pernyataan penulis al-Mulif al-Fikri hal. 148.

Diantara pencela sahabat Mu’âwiyah dari kalangan kontemporer lainnya adalah, Syaikh Taqîyuddîn an-Nabhânî rahimahullâhu, pendiri harokah (pergerakan) internasional, Hizbut Tahrîr (Partai Pembebasan/Liberation Party). Beliau bahkan meragukan status sahabat Mu’âwiyah, agar sifat ‘adâlah (kredibilitas) Mu’âwiyah dapat dilunturkan dengan mudah sehingga mudah untuk dicela.

Syaikh Taqîyuddîn an-Nabhânî ghofarollahu lahu wa lanâ berkata :

معاوية بن أبي سفيان رأى الرسول واجتمع به, وكل من رأى الرسول واجتمع به فهو صحابي, فالنتيجة أن معاوية بن أبي سفيان صحابي, وهذه النتيجة خطأ, فليس كل من رأى الرسول واجتمع به صحابي, وإلا لكان أبو لهب صحابياً

“Mu’âwiyah bin Abî Sufyân berjumpa dan berkumpul dengan Nabî, sedangkan setiap orang yang berjumpa dan berkumpul bersama nabî adalah sahabat, sehingga konklusinya Mu’âwiyah bin Abî Sufyân adalah seorang sahabat. Konklusi ini salah, karena tidak setiap orang yang melihat dan berkumpul dengan Nabî otomatis adalah seorang sahabat. Jika demikian keadaannya maka tentulah Abū Lahab bisa dikatakan sebagai Sahabat.” [asy-Syakhshiyah al-Islâmîyah Juz I hal. 43].

Pendapat Syaikh an-Nabhânî ini ditegaskan kembali oleh pengikut Hizbut Tahrir, sebagaimana dikatakan oleh penulis kitab “al-Mulif al-Fikrî” (hal. 148) :

الصحابي وكل من تتحقق فيه معنى الصحبة, وفُسِّر بأنه إذا صحب النبي ـ صلى الله عليه وسلم ـ سنة أو سنتين, وغزا معه غزوة أو غزوتين, ومعاوية أسلم وعمره 13 سنة, ولم يرد أنه ذهب إلى المدينة وسكن فيها في حياة الرسول ـ صلى الله عليه وسلم ـ وصاحَبَه, والرسول مكث في مكة مدة قصيرة لا تتحقق فيها معنى الصحبة, وعليه فمعاوية ليس صحابياً

“Sahabat dan setiap orang yang terpenuhi padanya definisi sahabat, telah dijelaskan (bahwa ia disebut sebagai sahabat) apabila ia menyertai Nabî Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam selama setahun atau dua tahun dan turut serta di dalam satu atau dua peperangan. Sedangkan Mu’âwiyah, ia masuk Islâm dan usianya masih 13 tahun. Tidak ada riwayat yang menjelaskan bahwa ia pergi dan tinggal di Madinah pada masa Rasul Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam masih hidup dan menyertai beliau. Rasulullah tinggal di Makkah selama beberapa waktu yang singkat yang tidak memenuhi lamanya Mu’âwiyah masuk dalam definisi sahabat, karena itulah Mu’âwiyah bukanlah seorang sahabat.”

Akhirnya, dengan mencopot status sahabat Mu’âwiyah, maka sah-sah saja mencela (jarh) dan menghujat (tho’n) Mu’âwiyah, serta menuduhnya dengan berbagai tuduhan keji. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Syaikh Muhammad asy-Syuwaikî, mantan anggota Hizbut Tahrir di dalam buku beliau, “ash-Showâ`iq al-Hâwiyah” (hal. 37), beliau berkata :

ثم إن نفيهم ـ أي حزب التحرير ـ لصحبة معاوية جعلهم يتطاولون عليه ويجرحونه, فقد جاء في كتاب “نظام الحكم في الإسلام” وهو من منشورات حزب التحرير الطبعة الثانية 1374هـ ـ 1953م والثالثة 1410هـ ـ 1990م والطبعة الرابعة 1417هـ ـ 1996م والطبعة السادسة وأظنها الخامسة لكنهم أخطأوا ربما في الطباعة وهي مؤرخة 1422هـ ـ 2002م وكل هذه الطبعات ذكرت معاوية وتهجمت عليه منذ خمسين عاماً, وذلك في باب (ولاية العهد من الكتاب المذكور), فقالوا عنه: إنه ابتدع منكراً, وإنه يحتال على النصوص الشرعية, وإنه يتعمد مخالفة الإسلام, وإنه لا يتقيد بالإسلام, وإن طريقة اجتهاده على أساس المنفعة لا على أساس الإسلام.

“Sesungguhnya penafian Hizbut Tahrir terhadap status sahabat Mu’âwiyah, menyebabkan mereka dapat mendiskreditkan dan mencela Mu’âwiyah. Di dalam buku “Nizhâmul Hukmi fîl Islâm” yang termasuk publikasi Hizbut Tahrir pada cetakan ke-2 (th. 1374/1953), ke-3 (th. 1410/1990), ke-4 (th. 1417/1996) dan cetakan ke-6 yang saya kira sebenarnya adalah cetakan ke-5 (th. 1422/2002), mungkin salah cetak.

Seluruh cetakan buku ini menyebut Mu’âwiyah dan mendiskreditkan beliau semenjak 50 tahun lalu. Hal ini terdapat di dalam Bab “Wilâyatul Ahdi minal Kitâbil Madzkūr”, dimana mereka mengatakan bahwa Mu’âwiyah telah mengada-adakan suatu kemungkaran dan melakukan penipuan terhadap nash-nash syariat. Beliau bersandar kepada sesuatu yang menyelisihi Islâm dan tidak mengikat diri dengan Islâm, serta metode ijtihadnya berdiri di atas landasan keuntungan semata bukan di atas landasan Islâm.”.

Demikian pula di dalam buku “al-Kurôsah” atau “Izâlatul Utrubah”, karya para pemuda (Syabâb) Hizbut Tahrir, mereka menuduh Mu’âwiyah bahwa beliau telah melakukan kelicikan dan pengkhianatan, serta mencuri kekuasaan. Hal ini terdapat di dalam bab “Mughtashob as-Sulthah.”.

Dengan mengeluarkan status Mu’awiyah bin Abi Sufyan sebagai sahabat, mereka dapat dengan mudah menjarh dan mencela Mu’awiyah Radhiyallahu ‘anhu, bersamaan dengan itu mereka berkilah : “Kami tidak pernah mencela Sahabat karena seluruh sahabat adalah adil (kredibel), sedangkan Mu’awiyah bukanlah seorang sahabat.”.

Abu Hassan seorang Syiah menulis e mail kepada saya mengenai Muawiyah r.a , saya titipkan tulisannya di sini :

Muawiyah penulis wahyu

Kalau Ibnu Ishak yang banyak meriwayat kisah sejarah dituduh mengada adakan cerita untuk kebaikan Shiah, Wallahuaklam, tapi cerita Muawiyah sebagai penulis wahyu pun saya tidak dapat terima bulat-bulat. Setahu saya, Muawiyah tetap tinggal di Mekah walaupun selepas pembukaan Mekah pada tahun 8 hijrah. Kemungkinan terjadi perjumpaan nya dengan Rasulallah hanya semasa penaklukan Mekah dan haji Wada’ saja. Waktu itu siapalah Muawiyah hingga Rasulallah nak bagi perhatian kepadanya. Beribu –ribu tokoh Islam dari berbagai puak dan sanak saudara beliau turut mahu berjumpa Rasulallah juga. Saudara percayakah bahawa Abu Sofian yang terpaksa memeluk Islam akan bawa anaknya Muawiyah untuk menjadi penulis wahyu seolah olah nilai wahyu bagitu besar dan benar disisinya. Abu Sofian ni, kalau ia beriman dengan al Quran , dah lama ia masuk Islam.

Kalau benar pun Muawiyah menjadi penulis wahyu atau penulis rasulallah, ayat apa yang ditulisnya. Surat kepada siapa yang ia tulis. Saudara harus faham bahawa sangat sadikit ayat yang turun semasa pembukaan Mekah dan Haji Wida’, jadi apa pentingnya penulisan Muawiyah ini jika dibandingkan dengan lebih 6000 ayat al Quran. Menjadi penulis tak ada apa kelebihan pun , ramai yang menjadi penulis wahyu , Siapa yang pandai menulis boleh menulis ayat al Quran yang didengarinya termasuk juga Muawiyah. Saudara tahu kenapa rasulallah memilih beberapa orang sebagai penulis wahyunya? Jawapannya mudah dan saudara mampu fikir sendiri. Keadaan ini tidak sesuai dengan Muawiyah yang tinggal di Mekah.

Lagi keanihan pandangan Ulama AS dalam masalah ini. Dalam Blok saudara yang saya telah baca, seorang penulis dalam mengkritik syiah, lantas berhujah bahawa orang shiah memusuhi Muawiyah sebenarnya antara lain bermaksud untuk menolak kesahihan al Quran kerana Muawiyah adalah seorang penulis Wahju Rasulallah.

Saya tidak mempunyai kata kata yang sesuai terhadap penulis yang ….. ini. Apakah dia ingat jika Muawiyah tidak menulis, al Quran tidak dapat ditulis oleh orang lain kah? Apa dia tak mengajikah sejarah al quran diturunkan dan bagaimana pemeliharaan terhadapnya dilakukan? Inilah yang saya katakan bahawa kebanyakan hujah AS tidak mampu bertahan apabila berhadapan dengan Akal (logic).


Jawaban ustad syi’ah ali & AHLUL BAIT NABI SAW (ABNS):


Apakah Mu’awiyah Termasuk Penulis Wahyu?

Dipastikan bahwa Mu’awiyah masuk Islam setelah Fathu Makkah, pada tahun ke-10 H. Pada waktu itu Al-Quran sudah mulai mendekati kesempurnaan dalam proses turunnya wahyu itu kepada Nabi Saw. Namun seperti yang dikatakan oleh sejarawan bahwa pembukaan kota Makkah itu jatuh pada tahun ke-8 H dan pada tahun itulah Abu Sufyan masuk Islam.

Saat itu Mu’awiyah tidak mengikuti jejak ayahnya dan justru mengirim surat kepada Abu Sufyan yang isinya mencerca bapaknya karena ia masuk Islam.

Ketika Islam telah tersebar ke semua pelosok Jazirah Arab, bahkan hingga keluar Arab barulah Mu’awiyah menyatakan masuk Islam. Setelah masuk Islam ia banyak dihina oleh kaum Muslimin, mereka membencinya karena kelakuannya yang buruk. Untuk itulah Abbas bin Abdul Muthalib mengusulkan kepada Nabi Saw agar ia diberi pekerjaan hingga kaum Muslimin berhenti membencinya. Maka Nabi saw pun memberikan pekerjaan sebagai sekretaris dalam surat menyurat Nabi Saw kepada orang-orang yang akan beliau dakwahi, dengan demikian terpenuhilah permintaan pamannya Abbas. (Ibnu Abi Al-Hadid mengatakan di dalam kitabnya Syarh Nahjul Balaghah juz 1, “Mu’awiyah termasuk salah satu dari sekretaris Nabi saw, namun terdapat perbedaan pendapat, apakah dia termasuk penulis wahyu juga).

Muawiyah ra. meriwayatkan hadits dari Rasulullah sebanyak seratus enam puluh tiga hadits. Beberapa sahabat dan tabi’in yang meriwayatkan hadits darinya antara lain: Abdullah bin Abbas, Abdulah bin Umar, Abdullah bin Zubair, Abu Darda’, Jarir aI-Bajali, Nu’man bin Basyir dan yang lain. Sedangkan dari kalangan tabiin antara lain: Sa’id bin al-­Musayyib, Hamid bin Abdur Rahman dan lain-lain.

ini contoh hadis palsu berlabel shahih tentang ayah mu’awiyah yang menceritakan Mu’awiyah adalah penulis wahyu : Telah meriwayatkan Imam Muslim didalam Sohihnya dari hadits Ikrimah bin Ammar, dari Abi Zamil Sammak bin Walid dari Ibnu Abbas bahwasanya Abu sofyan Berkata : Wahai Rasulullah berikanlah tiga perkara kepadaku? Rasulullah menjawab: “ya”. Beliau berkata: perintahkanlah aku supaya memerangi orang-orang kafir sebagaimana dulu aku memerangi orang-orang Islam., Rasulullah menjawab: “ya”, Beliau berkata lagi: dan Muawiyah engkau jadikan sebagai penulis disisimu? Rasulullah menjawab: “ya”.


Menjadi Penulis Wahyu Bukan Keutamaan Mu’awiyah

Suatu ketika pernah saya membaca buku seorang Syaikh Salafy yang berkaitan dengan keutamaan Muawiyah. Kurang lebih Syaikh itu mengecam mereka yang menjelek-jelekkan Muawiyah. Syaikh itu menuduh mereka yang menolak keutamaan Muawiyah sebagai antek-antek orientalis yang ingin menjatuhkan nama Islam. Menurutnya Muawiyah adalah seorang penulis wahyu dan menolak hal ini sama halnya dengan meragukan Al Quran sendiri.

Alasan ini terlalu aneh bagi saya. Bukankah yang menulis wahyu itu ada banyak dan lagipula apa benar menjadi penulis wahyu adalah keutamaan yang begitu besarnya sehingga siapapun yang menjadi penulis wahyu tidak boleh dikecam perilakunya. Lantas bagaimana dengan hadis berikut:

عن أنس بن مالك قال كان منا رجل من بني النجار قد قرأ البقرة وآل عمران وكان يكتب لرسول الله صلى الله عليه و سلم فانطلق هاربا حتى لحق بأهل الكتاب قال فرفعوه قالوا هذا قد كان يكتب لمحمد فأعجبوا به فما لبث أن قصم الله عنقه فيهم فحفروا له فواروه فأصبحت الأرض قد نبذته على وجهها ثم عادوا فحفروا له فواروه فأصبحت الأرض قد نبذته على وجهها ثم عادوا فحفروا له فواروه فأصبحت الأرض قد نبذته على وجهها فتركوه منبوذا

Dari Anas bin Malik yang berkata “Di antara kami ada seorang laki-laki dari Bani Najjar yang telah membaca surah Al Baqarah dan surah Ali Imran dan ia seorang penulis wahyu untuk Rasulullah SAW. Kemudian ia pergi melarikan diri dan bergabung bersama Ahli Kitab yang menyanjungnya. Mereka berkata ”Orang ini pernah menjadi penulis wahyu bagi Muhammad” sehingga mereka pun mengaguminya. Tidak beberapa lama kemudian Allah menimpakan bencana pada orang itu hingga kematiannya. Mereka para ahli kitab menggali kuburan untuknya dan menguburkannya. Keesokan harinya bumi telah memuntahkan jasad orang itu ke permukaan. Mereka ahli kitab itu pun menggali kuburan kembali dan menguburkannya tetapi keesokan harinya bumi kembali memuntahkan jasad orang itu. Lagi-lagi mereka menggali kuburan dan menguburkan jasad orang itu dan begitu pula keesokan harinya bumi memuntahkan kembali jasad tersebut. Akhirnya mereka ahli kitab membiarkan jasad orang itu terbuang.(Shahih Muslim juz 4 hal 2145 hadis no 14 tahqiq Muhammad Fuad Abdul Baqi).

Sepertinya nasib seorang Penulis wahyu dalam hadis ini benar-benar sangat buruk sehingga bumi tidak bersedia menerima jasadnya. Apa yang terjadi, bukankah menjadi seorang penulis wahyu adalah keutamaan yang sangat besar. Ah entahlah, saya tidak terlalu mengerti hadis ini.


Mu’awiyah Adalah Pembunuh Imam Hasan

Dalam pembunuhan Imam Hasan, cucu Nabi Saw, kalaupun Mu’awiyah disebut bukan pelakunya tetapi ia adalah penghasut yang mengakibatkan terbunuhnya Al-Hasan. Para sejarahwan, dan ahli hadis Ahlussunnah telah menulis, di antaranyaIbnu Abdi al-Barr dalam kitab al-Isti’ab, al-Mas’udi dalam kitab Itsbatu al-Wasiyyah,Abu Al-Faraj dalam kitab Maqatilu al-Thalibin, meriwayatkan sebuah hadis yang bersumber dari Sa’ad bin Mughirah ia berkata, “Mu’awiyah mendatangi anak perempuan dari Asy’ats, dan berkata, ‘Saya akan mengawinkanmu dengan anakku Yazid, dengan syarat kau harus meracun Hasan bin Ali.’ Kemudian dia diberi hadiah seratus dirham. Perempuan itu menerima syarat tersebut dan tidak lama kemudian ia berhasil meracuni Imam Hasan.”.

Hal ini sudah menjadi berita yang diakui kebenarannya, mengenai Mu’awiyah yang menjadi sebab terbunuhnya Imam Hasan bin Ali, sebagaimana dinukil oleh Sabath ibn al-Jauzi di dalam kitabnya Tadzkiratul Khawash, dalam judul, “Sebab Meninggalnya Hasan”, juga telah dinukil oleh Ibnu Hajar dalam kitab Shawaiq al-Muhriqah, akhir bab ke-10.

Juga telah dikutip dari beberapa ahli hadis dan ahli sejarah di antaranya Abdu al-Barr dalam kitabnya al-Isti’ab, Ibnu Jarir al-Thabari dalam Tarikh-nya, mereka berkata bahwa ketika Mu’awiyah mendapat berita tentang kematian Hasan bin Ali, dia tampak gembira. Demikian pula orang-orang yang berada disekelilingnya.

Di sini saya hanya akan menukilkan sebagian dari dalil al-Quran dan hadis dan dari sikapnya yang bertolak belakang dengan konsep Islam dan kaum muslimin.Firman Allah SWT, “Dan kami tidak menjadikan mimpi yang telah kami perlihatkan kepadamu melainkan sebagai ujian bagi manusia dan demikian pula pohn kayu terkutuk dalam al-Quran dan kami mankut-nakuti mereka tetapi yang demikian itu hanyalah menambah kedurhakaan mereka.” (QS. Al-Israa: 60).

Ahli tafsir terkemuka seperti Allamah al-Hafizh Jalaluddin al-Suyuti dalam kitabnyaad-Durr al-Mantsur, Fakhrurazi dalam Tafsir al-Kabir, menukil beberapa priwayatan dengan jalan yang beragam tetapi mempunyai satu makna. Disebutkan bahwa Rasulullah Saw memimpikan Bani Umayyah yang hendak menyerang mimbar Nabi Saw dengan serangan yang kejam, bagaikan monyet yang sedang menyerang manusia. Hal itu cukup merisaukan Nabi Saw, hingga turunlah ayat tersebut. Jadi Bani Umayyah itulah yang disebutkan bagaikan “Pohon kayu yang terlaknat.” Sudah pasti otak pelakunya adalah Abu Sufyan dan orang-orang sesudahnya yaitu Mu’awiyah, Yazid dan Marwan.

Ayat kedua yang menjadi dalil bahwa Bani Umayyah itu terlaknat, adalah firman Allah Swt, “Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan akan memutuskan hubungan keluarga? Mereka itulah orang-orang yang dilaknat Allah dan ditulikannya telinga mereka dan dibutakannya penglihatan mereka.” (QS. Muhammad: 32-33).

Siapakah orang lebih banyak membuat kerusakan ketika dia berkuasa? Dan siapa pula orangnya yang lebih memutuskan silaturahmi terhadap Rasulullah Saw dibanding dengan Mu’awiyah? Sejarah telah membuktikan hal itu dan tidak seorang sejarahwan pun yang mengingkarinya bahwa Mu’awiyah itu yang paling banyak merusak dan memutuskan silaturahmi.

Ayat ketiga adalah firman Allah Swt, “Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya, Allah akan melaknatnya di dunia dan di akhirat dan menyediakan siksa yang menghinakan.” (QS. Al-Ahzab: 57).

Apakah Anda sekalian akan memungkirinya, bahwa Mu’awiyah banyak menyakiti Nabi Muhammad Saw dan cucunya Al-Hasan dan Al-Husain serta para sahabat dekat Rasulullah Saw seperti Ammar bin Yasir, Hujr bin ‘Adi, Amr bin Al-Hamak Al-Khaza’i? Apakah menyakiti hati sahabat dekat Nabi Saw, anak-anak Nabi dan para pemimpin kaum Mukmin itu tidak termasuk menyakiti Allah dan Rasul-Nya? Sedangkan ayat-ayat di atas telah nyata menggambarkan persoalan kekejian tingkah laku Mu’awiyah.

Allah Swt telah menyatakan, “Yaitu hari yang tidak berguna bagi orang-orang zalim permintaan maafnya, dan bagi merekalah laknat dan bagi merekalah tempat tinggal yang buruk.” (QS. Al-Mu’min: 53).

Firman Allah Swt lainnya, “Sesungguhnya laknat Allah adalah atas ornag-orang yang zalim” (QS. Hud: 18) dan, “Kemudian salah seorang penyeru (malaikat) mengumumkan di antara kedua golongan itu: ‘Kutukan Allah ditimpakan kepada orang-orang yang zalim.” (QS. Al-A’raaf: 44).

Apakah semua penjelasan ini membuat para ulama dan mereka yang mencari keadilan tetap mengingkari kezaliman Mu’awiyah?


Mu’awiyah Pembunuh Orang-orang Mukmin

Allah Swt berfirman, “Barangsiapa membunuh orang mukmin dengan sengaja, maka balasannya adalah neraka Jahannam. Dia kekal di dalamnya dan Allah murka kepadanya dan melaknatnya. Dan Dia menyiapkan azab yang besar baginya.” (QS. An-Nisa: 93).

Berapa puluh orangkah jumlah kaum mukmin yang baik dan sahabat terpilih yang dibunuh oleh Mu’awiyah?

Apakah belum jelas bagi kalian riyawat-riwayat yang telah kami nukilkan yang sumbernya dari kitab-kitab yang ada di kalangan para ulama besar Ahlussunnah bahwa yang membunuh Imam Hasan bin Ali as, cucu kesayangan Rasulullah Saw dengan racun yang dilakukan oleh seorang perempuan bernama Ja’dah binti al-Asy’ats, atas perintah Mu’awiyah dengan janji akan dikawinkan dengan anaknya Yazid?

Mu’awiyah telah membunuh Hujr bin ‘Adi, sahabat Nabi Saw beserta tujuh orang lainnya dari sahabat orang-orang mukmin. Apa yang sebenarnya dia inginkan?

Ibnu Abdul Barr dalam kitab Al-Isti’ab, dan Ibnu Atsir dalam kitab Al-Kamilmenyebutkan, “Sesungguhnya Hujr adalah salah seorang sahabat Nabi Saw yang dekat dan utama yang telah dibunuh oleh Mu’awiyah bersama tujuh orang sahabat lainnya, hanya karena keengganan mereka untuk melaknat Ali bin Abi Thalib.”

Ibnu Asakir, Ya’kub bin Sufyan dalam Tarikhnya dan Al-Baihaqi dalam Al-Dala’ilmenyebutkan bahwa Mu’awiyah mengubur Abdurrahman bin Hassan al-Anzi hidup-hidup. Ia adalah salah satu dari tujuh orang yang terbunuh bersama Hajar bin Adi.

Bukankah pembunuhan Ammar bin Yasir sahabat Rasulullah Saw juga dilakukan oleh tentara Mu’awiyah? Para ulama dan ahli hadis menyatakan bahwa Nabi Saw jauh sebelumnya pernah berkata kepada Ammar, “Wahai Ammar! Pada suatu saat nanti engkau akan dibunuh oleh kelompok orang yang membenci kamu.”

Apakah kalian memungkiri hadis Nabi Saw yang menyatakan bahwa pembunuhan terhadap Ammar pada perang Shiffin dilakukan oleh Mu’awiyah dan tentaranya?!

Bukankah pembunuhan terhadap sahabat Nabi Saw yang terhormat Malik al-Asytar itu juga dilakukan oleh Mu’awiyah dengan cara meracunnya?

Bukankah para sahabat Mu’awiyah juga membunuh Muhammad bin Abu Bakar dengan tidak memberinya minum serta membakar tubuhnya? Dan ketika Mu’awiyah mendengar kabar kematiannya dia bergembira dan memuji pekerjaan mereka.

Bukankah ia juga menyuruh anak buahnya untuk membunuh orang-orang Syiah pendukung Ali bin Abi Thalib dan para penolongnya dari Ahlulbait?

Bukankah ia juga telah mengirim tentara untuk menjarah harta benda milik orang-orang mukmin?


Kekejaman Basir bin Arthah

Di antara perbuatan Mu’awiyah yang paling buruk dan tindakannya yang paling keji adalah mengutus Basir bin Arthah yaitu manusia kejam dan bengis, menuju Madinah, Makkah, Thaif, Najran, Suriah dan Yaman. Kemudian memerintahkannya untuk membantai orang-orang dewasa dan anak-anak, merampas harta mereka serta melenyapkan semua undang-undang yang berlaku.

Kekejaman Basir bin Arthah ini dinukil oleh banyak ahli sejarah Ahlussunnah di negerinya di antaranya Abu Faraj al-Ishbahani, Allamah al-Samhudi dalam kitab Tarikh al-Madinah dan Wafa’u al-Wafi, Ibnu Hallikan, Ibnu Asakir, at-Thabari dalam kitab-kitab sejarahnya, Ibnu Abi Al-Hadid dalam Syarh Nahjul Balaghah, juz 2 disebutkan, Mu’awiyah memanggil Basir bin Arthah yang sangat keras hati, yang dijuluki sebagai pembunuh professional yang berdarah dingin untuk mencegat jalan-jalan menuju Hijaz, Madinah dan Makkah hingga ke Yaman, seraya berkata kepadanya, ‘Wahai Basir katakan kepada mereka yang melewati jalan tersebut, kalau dirinya menginginkan selamat dan dapat kembali ke negara masing-masing hendaklah ia mentaati Mu’awiyah. Ingatkan mereka bahwa mereka telah di kepung serta perintahkan mereka untuk membaiatku. Seandainya mereka menolak bunuhlah mereka dan bunuh juga orang-orang Syiah yang taat kepada Ali dimana pun mereka berada!”

Basir bin Artha mentaati dan melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Mu’awiyah dengan menghadang semua orang yang melewati jalan-jalan menuju Makkah, Yaman, Hijaz dan Madinah serta memasuki daerah-daerah yang dia lewati kemudian membunuh orang-orang yang dia temui, hingga akhirnya memasuki rumah Abdullah bin Abbas yang kebetulan tidak di rumah, maka serta merta dia merebut dua anaknya yang masih kecil dari pelukan ibunya, dan dengan tangan dinginnya dia menyembelih kedua anak tersebut dengan disaksikan langsung oleh ibunya yang menatapnya dengan penuh ketakutan.

Ibnu Abi Al-Hadid dalam Syarh Nahjul Balaghah juz 2 menyebutkan bahwa orang-orang yang terbunuh di tangan Basir berjumlah hampir 30.000 orang dan juga membakar dengan api sebuah kampung beserta para penduduknya yang masih berdiam di sana.

Apakah kekejaman yang dilakukan oleh Mu’awiyah dan Yazid masih Anda ragukan? dan juga Anda masih belum mau melaknat keduanya serta orang-orang yang sejalan dengan keduanya?


Mu’awiyah Memberikan Perintah Melaknat Imam Ali bin Abi Thalib

Di antara dalil yang memperjelas kekafiran Mu’awiyah dan sahabatnya adalah perintahnya terhadap kaum Muslimin untuk melaknat Ali dan memaksa mereka agar melakukannya dengan ancaman yang berat. Dia perintahkan orang-orang agar melakukan kemungkaran tersebut pada setiap khutbah Jumat mereka. Perbuatan Mu’awiyah ini telah tertulis dengan sangat jelas di dalam banyak kitab sejarah, baik yang bersumber dari kalangan Syiah sendiri ataupun dari kitab-kitab tarikh dan/atau hadits kalangan Ahlussunnah Wal Jama’ah.

Mu’awiyah membunuh kaum Mukmin yang berusaha mencegah dan membangkang peraturan itu seperti Hujr bin Adi dan para sahabatnya. Seluruh ulama Islam telah menetapkan hadits mutawatir ketika Nabi Saw bersabda, “Barangsiapa mencaci Ali, berarti dia telah mencaci diriku dan barang siapa mencaciku, berarti dia telah mencaci Allah Swt!”

Banyak dari kalangan ulama besar Ahlussunnah seperti Ahmad bin Hanbal dalam kitabnya Al-Musnad, An-Nasa’i dalam kitabnya Al-Khasha’is, Al-Tsa’labi dalamtafsirnya, Fakhrurrazi dalam kitab tafsirnya, Ibnu Abi Al-Hadid dalam Syarh Nahjul Balaghah, Allamah Al-Kanji Asy-Syafi’i dalam Kifayatut Thalib, Sabath bin Al-Jauzidalam Al-Tadzkirah, Syaikh Al-Qundusi Al-Hanafi dalam Yanabi‘ AL-Mawaddah, Allamah Al-Hamdani dalam Mawaddatu al-Qurba, Al-Dailami dalam Firdaus, SyaikhMuslim bin Hajjaj dalam Shahih-nya (Shahih Muslim), Muhammad bin Thalhahdalam Mathalibu al-Su’al, Ibnu Shabagh al-Maliki dalam al-Fushul, Al-Hakim dalamAl-Mustadrak, Al-Khatib al-Khawarizmi dalam Al-Manaqib, Syaikhul Islam Al-Humawaini dalam Al-Fara’idh, Al-Faqih Asy-Syafi’i Ibnu Al-Maghazili dalam Al-Manaqib, Thabari dalam Adz-Dzakha’ir, Ibnu Hajar dalam As-Sawa’iq al-Muhriqahdan lain-lainnya dari para ulama besar Ahlussunnah wal Jama’ah.

Hadis yang diriwayatkan oleh mereka sangatlah banyak, di antaranya sabda Nabi Saw, “Barangsiapa menyakiti Ali, maka dia telah menyakitiku, dan barangsiapa yang menyakitiku maka laknat Allah baginya.“.

Ibnu Hajar meriwayatkan sebuah hadis yang lebih umum dan lebih mencakup persoalan di atas, yaitu dalam al-Shawa’iq bab tentang peringatan bagi orang-orang yang membenci Ali, ia berkata bahwa Nabi Saw bersabda, “Wahai Bani Abdul Muthalib! Aku memohon kepda Allah bagi kalian tiga hal; Agar menguatkan kedudukan kalian, memberikan petunjuk bagi orang yang masih tersesat di antara kalian, dan mengajarkan orang-orang yang bodoh di antara kalian, dan aku juga memohon kepada Allah agar kalian menjadi orang-orang yang mulia dan pengasih. Oleh karena itu apabila ada seseorang yang menganggap dirinya suci, membasuh kakinya dan sebagian tubuhnya untuk berwudhu kemudian ia shalat dan berpuasa tetapi dia membenci Ali dan Ahlulbaitku, dia akan masuk neraka.”

Dalam hadis lain Nabi Saw bersabda, “Barangsiapa menjelek-jelekkan Ahlulbaitku maka ia termasuk orang yang murtad kepada Allah dan keluar dari Islam dan barangsiapa menyakiti Ahlulbaitku maka laknat Allah kepadanya dan barang siapa menyakitiku di dalam Ahlulbaitku, maka ia telah menyakiti Allah. Sesungguhnya Allah mengharamkan surga kepada orang-orang yang menzalimi Ahlulbaitku atau memerangi mereka, atau membantu atas pembunuhan terhadapnya, atau orang-orang yang menghinanya.”

Ahmad bin Hanbal meriwayatkan dalam Musnad, dan yang lainnya dari ulama-ulama Ahlussunnah Wal Jama’ah, bahwasannya Nabi Saw bersabda, “Barangsiapa menyakiti Ali, maka pada hari kiamat akan dibangkitkan dalam keadaan Nasrani atau Yahudi.”

Ibnu Al-Atsir dalam kitabnya Al-Kamil serta yang lainnya dari ahli sejarah Ahlussunnah bahwa Mu’awiyah ketika melaksanakan doa kunut pada shalat Shubuh, ia melaknat Ali, Al-Hasan, Al-Husain , Ibnu Abbas dan Malik Al-Asytar.

Apa yang Anda katakan setelah disampaikannya hadis-hadis yang terdapat dalam kitab-kitab ahli hadis dari kalangan Ahlussunnah tidak ada seorangpun dari ulama besar Ahlussunnah yang mengingkarinya.

Telah diketahui bahwa diantara masalah pokok dalam Islam yang telah disepakati adalah barangsiapa melaknat atau menghina Allah Swt dan Rasul-Nya maka ia adalah orang kafir yang najis dan terlaknat.

Ada sebuah hadis yang telah diriwayatkan oleh Allamah Al-Kanji Asy-Syafi’i, seorang ahli fiqih di dua tanah suci Makkah dan Madinah, juga seorang pemberi fatwa Iraq dan ahli hadis di negri Syam. Hadis ini juga bersumber dari seorang hafizh atau penghafal Al-Quran, Abu Abdillah Muhammad bin Yusuf Al-Quraisyi, yang terkenal dengan Allamah Al-Kanji, penulis kitab Kifayatut Thalib, dinukil dalam bab 10dengan sanad yang bersambung kepada Ya’qub bin Ja’far bin Sulaiman, ia berkata, saya berada bersama bapakku, Abdullah bin Abbas dan Said Ibnu Jabir yang membawa kami melewati tepian sumur Zamzam. Tiba-tiba ada sebuah kaum dari penduduk Syam yang mencerca Ali, Abdullah bin Abbas kemudian berkata kepada Said, ‘Kembalilah kepada mereka.’ Dan ketika unta yang mereka tumpangi tiba di tempat mereka berkumpul, Ibnu Abbas berkata, ‘Adakah di antara kalian yang sedang menghina Allah?’ Mereka berata, ‘Mahasuci Allah! Tak seorang pun di antara kami yang menghina Allah!’ Ibnu Abbas melanjutkan, ‘Adakah di antara kalian yang sedang menghina Nabi Saw?’ Mereka menjawab, ‘Tentu tidak seorang pun dari kami yang menghina Nabi Saw.’ Ia berkata, ‘Siapa di antara kalian yang menghina Ali bin Abi Thalib?’ Mereka serempak berkata, ‘Kalau ini memang ada.’ Dia berkata, ‘Saya bersaksi kepada Nabi Saw bahwa saya telah mendengar darinya pernah berkata kepada Ali, ‘Barangsiapa menghinamu berarti ia telah menghinaku dan barangsiapa menghinaku ia telah menghina Allah, dan barangsiapa menghina Allah, ia akan dicampakkan ke dalam api neraka!“

Hadis ini diriwayatkan oleh banyak para ulama besar Ahlussunnah yang sanadnya bersambung ke Ibnu Abbas. Mereka itu antara lain adalah Allamah al-hafizh al-Faqih Ibnu al-Maghazili dalam kitabnya Manaqib al-Imam Ali, dalam hadis no. 447. Dikeluarkan juga oleh al-Muhibb at-Thabari dalam kitab Riyadh an-Nadhirah, juz 2 melalui jalan al-Malla dalam kitab sejarahnya. Demikian pula al-Muwafiq al-Khawarizmi meriwayatkan di dalam kitabnya Manaqib, Allamah Zarnadi dalam kitabNuzhum Durur al-Samthin.


Orang Yang Mencaci Ali Adalah Kafir dan Munafik

Banyak dari kalangan ulama besar kalian Ahlusunah meriwayatkan dari Nabi Saw, dengan sabdanya, “Barangsiapa mencintai Ali, ia adalah orang mukmin dan barangsiapa membencinya, ia adalah orang munafik.” Hadis semacam ini banyak diriwayatkan oleh para ahli hadis besar dari kalangan Ahlussunnah, sepertiJalaluddin As-Suyuti dalam Ad-Durr Al-Mantsur, Al-Tsa’labi dalam kitab Tafsir-nya, Allamah Al-Hamdani dalam Mawaddatu Al-Qurba, Ahmad bin Hanbal dalam Musnad,Ibnu Hajar dalam Shawa’iq, Al-Khawarizmi dalam Manaqib, Allamah Ibnu Maghazilidalam Manaqib, Hafizh al-Qunduzi al-Hanafi dalam Yanabi al-Mawaddah, Ibnu Abi Al-Hadid dalam Syarh Nahjul Balaghah, Thabrani dalam Aushath, Muhibb Thabaridalam Dzakha’irul Uqbah, An-Nasa’i dalam Khashais, Allamah Al-Kanji Asy-Syafi’idalam kitab Kifayatut Thalib, Muhammad bin Thalhah dalam Mathalibu al-Su’al,Sabath al-Jauzi dalam Tadzkiratul Khawash, Ibnu al-Shabagh al-Maliki dalam Fushul Al-Muhimmah, dan lain-lainnya.

Mereka seluruhnya mengeluarkan hadis dengan sanad-sanad mereka dan dengan jalan yang beragam pula, sehingga kedudukan hadis itu termasuk dalam kategori hadis Mutawatir, dimana semua telah bersepakat bahwa orang munafik dan orang kafir yang disebabkan karena mencaci dan menyakiti Ali bin Abu Thalib, niscaya akan masuk neraka.

Saya akan menukilkan hadis yang diriwayatkan oleh Allamah al-Kanji asy-Syafi’idalam bab 3 dari kitab Kifayatut Thalib, dengan sanad yang bersambung sampai Musa bin Tharif dari Ubayah dari Ali bin Abu Thalib, ia berkata, “Saya adalah pembagi ahli neraka pada hari kiamat, dan saya akan mengatakan kepada para hamba Allah, ‘Ambillah orang-orang ini untuk bagian neraka, atau hindarkan orang ini darinya.‘” Demikian pula apa yang diriwayatkan oleh Al-Hafizh Abu Al-Qasim Al-Dimasyq dalam kitab Tarikh-nya serta yang lainnya. Semua itu merupakan hadits yang disandarkan secara marfu’ kepada Nabi Saw.

Kemudian Allamah al-Kanji berkata, “Sebagian orang mengatakan bahwa hadis ini dha’if. Saya katakan bahwa Muhammad bin Manshur al-Tusi pernah duduk bersama Ahmad bin Hambali, ketika datang seseorang yang bertanya kepada Ahmad bin Hambali, ‘Wahai Abdullah, bagaimana pendapat engkau tentang sebuah hadis yang menyebutkan bahwa Ali adalah pembagi neraka?’ Kemudian Ahmad bin Hanbal menjawab, ‘Apa yang engkau ragukan dari hadis ini? Bukankah Nabi Saw pernah bersabda kepada Ali, ‘Tidak ada yang mencintaimu kecuali orang yang beriman, dan tidak ada yang membencimu kecuali orang munafiq?’ Kemudian orang itu menjawab, ‘Benar ya Ahmad!’ ‘Maka dimana tempat orang-orang Mukmin?’ ‘Di Surga’. ‘Dan dimana letak orang-orang Munafik di akhirat kelak?’ Dia menjawab, ‘Di neraka.’ Kemudian Ahmad bin Hanbali melanjutkan, ‘Oleh karena itulah Ali menjadi pembagi para penghuni surga dan neraka.‘”(kitab Thabaqat-nya imam Ahmad bin Hanbal).

Allah Swt berfirman, “Sesungguhnya orang-orang munafik berada di bagian paling bawah dari api neraka.” (QS. An-Nisa: 154).


Ali Sebaik-baik manusia, Barang Siapa Menentangnya Dia Telah Kafir

Dalam kitab Kifayatut Thalib fi Manaqib Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib, bab 62 hal 118-119, karangan Imam Haramain mufti bagi orang-orang Iraq, seorang ahli hadis di negri Syam, ia merupakan sumber rujukan bagi para penghafal hadis, itulahAbu Abdillah Muhammad bin Yusuf bin Muhammad al-Qursy al-Kanji Asy-Syafi’iyang wafat pada tahun 658 H. Diriwayatkan dari sanadnya yang bersambung pada jabir bin Abdullah al-Anshari ia berkata bahwa saat itu tengah bersama Nabi Saw, ketika Ali bin Abi Thalib datang menemui beliau dan disambutnya dengan gembira, lalu Nabi berkata kepadaku, ‘Telah datang kepadamu saudaraku.’ Kemudian beliau menoleh ke Ka’bah dan menyentuhnya seraya berkata, ‘Demi jiwaku yang berada di tangan Dia, sesungguhnya Ali dan keluarganya adalah orang-orang yang memperoleh kemenangan di hari kiamat kelak. Dia adalah yang pertama kali memperoleh keimanan, yang paling memenuhi perjanjiannya dengan Allah, paling menegakkan perintah Allah, paling adil di hadapan rakyat, paling mampu membagi urusan dengan bijak, dan kemuliaannya yang paling agung.’”

Kemudian al-Kanji berkata, “Setelah itu turunlah ayat Allah, ‘Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shalih, mereka adalah sebaik-baik makhluk.’ (QS. Al-Bayyinah: 7)

Sahabat-sahabat Nabi Saw pun setiap berjumpa dengan Imam Ali selalu menyambutnya dan berkata, “Telah datang sebaik-baik makhluk”.

Al-Kanji melanjutkan, “Demikianlah apa yang telah diriwayatkan oleh seorang ahli hadis dari Syam dalam kitabnya Tarikh Ibnu Asakir, dengan jalan periwayatan yang bermacam-macam. Hadis tersebut disebutkan juga oleh seorang ahli hadis dari Iraq, juga seorang ahli sejarah Ahllussunnah—saya kira beliau adalah Khatib Baghdadi—yang diriwayatkan dari Zarrin dari Abdullah dari Ali, dia berkata bahwa Nabi Saw bersabda, “Barangsiapa tidak menyebutkan bahwa Ali adalah sebaik-baik manusia, maka dia telah kafir!”

Dalam sebuah periwayatan yang lain yang bersumber dari Hudzaifah, berkata bahwa dia mendengar Rasulullah Saw bersabda, “Ali adalah sebaik-baik manusia, barangsiapa menentangnya, dia telah kafir!” Demikian apa yang telah diriwayatkan oleh Hafizh al-Dimasyq dalam kitab Tarikh an al Khatib al-Hafizh. Ditambahkan dalam periwayatannya juag yang bersumber dari Jabir, dia berkata bahwa Nabi saw telah bersabda, “Ali adalah sebaik-baik manusia. Barangsiapa menentangnya, maka dia telah kafir.” Dalam riwayat lain yang bersumber dari seorang ahli hadis dari Syam, dari Salim dari Jabir dia berkata bahwa dia ditanya tentang Ali, dia menjawab, bahwa Ali adlah sebaik-baik manusia. Barangsiapa memusuhinya, maka dia telah kafir.

Atha meriwayatkan dari Aisyah, bahwa suatu hari dia ditanya tentang Ali, maka Aisyah menjawab, “Ali adalah sebaik-baik manusia. Tidak ada yang meragukannya keuali orang kafir.”

Al-Kanji berkata, “Demikianlah apa yang telah disebutkan al-Hafizh Ibnu Asakirketika menceritakan tentang riwayat kehidupan Imam Ali bin Abu Thalib di dalam kitab Tarikh-nya juz ke 50. karena buku tersebut terdiri dari ratusan juz, beliau hanya menyebutkan tentang kedudukan dan keutamaan Ali dalam 3 juz saja.


Mencintai Ali Adalah Keimanan Dan Membencinya Adalah Kekafiran dan Kemunafikan

Disebutkan oleh Ibnu Shabagh al-Maliki di dalam kitab al-Fushul al-Muhimmah yang dinukil dari kitab al-Ali, karangan Ibnu Khalawiyah dari Abu Sa’id Al-Khudri, Nabi Saw berkata kepada Ali, “Kecintaan kepadamu merupakan keimanan. Rasa benci kepadamu adalah kemunafikan. Orang yang pertama kali masuk surga adalah orang yang mencintaimu dan orang yang pertama kali masuk neraka adalah orang yang membencimu.”

Diriwayatkan oleh al-Hamdani dalam kitabnya Mawaddah al-Qurba, bab Mawaddh ketiga, juga Syaikh Islam Humawaini dalam kitabnya Fara’idus Simthain, Rasulullah Saw bersabda, “Tidak ada orang yang mencintai Ali kecuali orang mukmin dantidak ada yang membencinya kecuali orang kafir.” Dalam riwayat yang lain disebutkan bahwa Nabi Saw berbicara kepada Ali, ‘Tidak ada yang mencintaimu kecuali orang mukmin, dan tidak ada yang membencimu kecuali orang munafik.” (Terdapat juga di kitab Nahjul Balagah khutbah ke-22, 148, 172 dan 156. Kitab al-Imamah wa al-Siyasah hal 48, ulama besar Ahlussunnah Ibnu Qutaibah).

Diriwayatkan oleh Muhammad bin Thalhah dalam kitabnya Mathalib al-Sual dan Ibnu Shabagh al-Maliki dalam al-Fushul meriwayatkan dari Imam at-Turmudzi dan An-Nasa’i dari Abu Sa’id al-Khudri, ia berkata, “Saya tidak pernah mendapatkan orang munafik pada masa Rasulullah kecuali mereka yang membenci Imam Ali!”


Sayyid Qutb Menolak Muawiyah Sebagai Penulis Wahyu

“The erroneous fable still persists that Mu’awiya was a scribe who wrote down the revelations of Allah’s Messenger. The truth is that when Abu Sufyan embraced Islam, he besought the Prophet to give Mu’awiya some measure of position in the eyes of the Arabs; thus he would be compensated of being slow to embrace Islam and of being one of those who had no precedence in the new religion. So the Prophet used Mu’awiya for writing letters and contracts and agreements. But none of the companions ever said that he wrote down any of the Prophet’s revelations, as was asserted by Mu’awiyas partisans after he had assumed the throne. But this is what happens in all such cases”.(Social Justice in Islam by Sayyid Qutb, English translation by John B. Hardie, page 215).

Ada yang mau memberikan pendapat? Silakan, silakan:

Sengaja saya buka artikel ini dengan ayat Al Qur’an untuk mendapat keberkahan dan agar ia menjadi petunjuk bagi kita dalam kajian ini.

Allah SWT berfirman:

الْمُنافِقُونَ وَ الْمُنافِقاتُ بَعْضُهُمْ مِنْ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمُنْكَرِ وَ يَنْهَوْنَ عَنِ الْمَعْرُوفِ وَ يَقْبِضُونَ أَيْدِيَهُمْ نَسُوا اللَّهَ فَنَسِيَهُمْ إِنَّ الْمُنافِقينَ هُمُ الْفاسِقُونَ.

“Orang-orang munafik laki- laki dan perempuan, sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh membuat yang mungkar dan melarang berbuat yang makruf dan mereka menggenggamkan tangannya. Mereka telah lupa kepada Allah, maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik itulah orang- orang yang fasik.” (QS. At taubah[9];67).

Ayat di atas menggambarkan kepada kita sebuah kondisi yang terjalin antara kaum munafiqîn dan munâfiqât. Kondisi hubungan yang terjalin di antara mereka itu adalah disatukan oleh walâ’, idiologi dan kepentingan serta kesamaan kualitas mental dan kejiwaan. Mereka saling membela dan saling tolong menolong dalam menghadang dan menentang kebenaran.

Mereka akan saling memberikan pembelaan, dukungan dan akan berusaha sekuat tenagga untuk mengharumkan nama-nama busuk mereka yang telah tercemar dengan kemunafikan, kejahatan atas agama dan kemanusian, dan pengkhianatan-pengkhianatannya.

Kaum Munafikin yang telah mengkhianati Allah dan Rasul-Nya itu ternyata tidak kesulitan mendapat para pembela di kehidupan dunia ini. Namun siapakah gerangan yang membela mereka di hadapan Allah SWT kelak?!

Allah berifrman menjelaskan kenyataan ini:

ها أَنْتُمْ هؤُلاءِ جادَلْتُمْ عَنْهُمْ فِي الْحَياةِ الدُّنْيا فَمَنْ يُجادِلُ اللَّهَ عَنْهُمْ يَوْمَ الْقِيامَةِ أَمْ مَنْ يَكُونُ عَلَيْهِمْ وَكيلاً.

“Beginilah kamu, kamu sekalian adalah orang-orang yang berdebat untuk (membela) mereka dalam kehidupan dunia ini. Maka siapakah yang akan mendebat Allah untuk (membela) mereka pada hari kiamat Atau siapakah yang jadi pelindung mereka (terhadap siksa Allah).” (QS. An Nisaâ’[4]:109).

Kenyataan ini juga terjadi terhadap Mu’awiyah (yang ditegaskan Nabi sebagai pimpinan Fiatun Bâghiyatun/kelompok yang menentang kebenaran, dan menganjurkan kepada api neraka). Ternyata ia juga mendapat pembelaan dari sekelompok orang atau pihak-pihak yang menyanjung idealisme Mu’awiyah dan keluarga Bani Umayyah.

Berbagai kejahatannya ditutup-tutupi …. apabila tak mampu mereka tutup-tutupi, mereka mencarikan seribu satu alasan untuk membelanya, atau membuat-buat kepalsuan atas nama Nabi saw. hadis-hadis yang menyanjungnya seakan sebagai titisan Ruh suci yang dipersembahkan untuk penduduk bumi… inilah yang terjadi…. dan apabila ternyata ada ulama yang bangkit membuktikan keburukan, pengkhiatan dan kemunafikan Mu’awiyah atau membuktikan bahwa tidak pernah barang sekali pun Nabi saw. bersabda memujinya, maka para anshâr dan awliyâ’/para pembela keluarga Bani Umayyah bangkit beramai-ramai membelanya dan menuduh siapapun yang berani membongkar fakta-fakta di atas sebagai membenci dan menghina sahabat Nabi saw.!

Di antara ulama Ahlusunnah yang dengan berani menyuarakan kebanaran tentang hakikat keburukan Mu’awiyah adalah Ishaq ibn Râhawaih al-Handhali.


Ibnu Rahawaih: Tidak Sahih Satupun Dari Hadis Keutama’an Mu’awiyah.

Bantahan atas artikel Blog “haulasyiah”

SEKELUMIT TENTANG KEUTAMA’AN MUAWIYAH BIN ABI SUFYAN

Tentang Hadis Keutamaan Mu’awiyah ibn Abi Sufyân

Di antara ciri kaum Nawashib di masa silam maupun sekarang ialah apabila disebut keutamaan dan keistimewaan Ali as., mereka bercepat-cepat mengingkarinya, itu pasti mereka lakukan selagi mereka bisa, dan apabila pintu pengingkaran tertutup di hadapan mereka, maka penta’wilan dengan ta’wilan yang menyimpang, dan apabila jalan ini juga tertutup, maka mereka berusaha membuat-buat hadis palsu keutamaan musuh-musuh Imam Ali as. untuk dijadikan tandingan… dan dikemudian hari kaum Nawashib kontemporer bekerja keras menyebar luaskan hadis-hadis palsu itu.

Hadis-hadis palsu itu tersebar luas di kalangan para pemuja bani Umayyah di setiap generasi. Mereka mewairskannya generasi demi generasi, dan di atara hadis palsu itu adalah riwayat-riwayat keutamaan Mu’awiyah ibn Abi Sufyân.

Al Mubarakfûri -pensyarah kitab Sunan at Turmudzi- menegaskan, “Ketahuilah bahwasannya telah datang banyak riwayat hadis tentang keutamaan Mu’awiyah, akan tetapi tidak ada darinya yang sahih sanadnya”. Demikian ditegaskan Ishaq ibn Rahawaih dan an Nasda’i serta para ulama selain keduanya.

Dan Abu ‘Ashim telah mengarang sebuah buku tentang keutamaannya (Mu’awiyah), demikian juga dengan Abu Amr, Ghulam Tsa’lab dan Abu Bakar an Naqqâsh. Ibnu al jauzi telah menyebutkan dalam kitab al Maudh’ât-nya beberaa hadis yang mereka sebutkan, kemudian beliau menyebutkan dengan sanad bersambnung keada Ibnu Rahawaih bahwa ia berkata, ‘Tidak sahih satupun dari hadis keutamaan Mu’awiyah. Ibnu al Jauzi juga meriwayatkan dari jalur Abdullah putra Imam Ahmad, bahwa ia bertanya kepada ayahnya, ‘Apa pendapatmu tentang Ali dan Mu’awiyah? Maka beliau menundukkan kepalanya sejenak kemudian berkata: ‘Ketahuliah bahwa Ali banyak musuhnya, maka musuh-musuhnya mencari-cari kesalahannya namun mereka tidak menemukannya, lalu mereka mengangkat dan memuja-muja orang yang telah memeranginya sebagai bentuk makar dari mereka terhadap Ali.’” Al Mubarakfûri menerangkan maksud ucapam Imam Ahmad itu dengan hadis-hadis palsu tentang Mu’awiyah yang dibuat-buat oleh mereka (musuh-musuh Ali as.) yang sama sekali tidak punya asal muassal. Demikian diterangkan dalam Fathu al Bâri.

Maka dari ketarnagn para ulama itu jelaslah bagi kita bahwa hadis-hadis palsu itu adalah hasil kejahatan musuh-musuh Imam Ali as. dalam upaya mereka untuk meluapkan kedengkian mereka kaepada Imam Ali as.

Dan yang tidak boleh kita lupakan ialah bahwa Mu’awiyah memiliki andil besar dalam pemalsuan tersebut. Itu semua tidaklah heran bagi kita, memang musuh-musuh Ali as. pasti akan berbuat dengan segala cara dan upaya untuk menjatuhkan Ali as. dan atau mengunggul-unggulkan musuh-musuh Imam Ali as., akan tetapi yang mengherankan adalah setelah terbukti bahwa hadis-hadis seprti itu adalah palsu di mata ulama besar Ahlusnnah masih ada orang yang mangaku Ahlusunnah menyebarluaskan hadis-hadis palsu itu atas nama Nabi mulia saw. dan berani dengan tanpa asalan mengatakan bahwa ia adalah hadis shahih.

Ini adalah sebuah musibah besar atas Islam dan kaum Muslimin. Innâ lilahi wa innâ ilaihi râji’ûn.

Dalam blog haulasyiah ditulis sebuah artikel denagn judul: SEKELUMIT TENTANG KEUTAMAAN MU’AWIYAH BIN ABI SUFYAN yang dipenuhi dengan sebuah riwayat palsu tersebut.

Ibnu Jakfari berkata:

Hai anda yang mengaku sebagai pembela Islam ketahuilah bahwa apa yang kamu lakukan itu adalah sebuah bentuk penipuan terhadap hakikat Islam yang cemerlang. Engkau menukil hadis palsu dari riwayat at Turmudzi, tetapi melupakan keterangan para ulama Islam Ahlusunnah yang menvonis akan ketidak shahihan hadis tesebut. Adakah pengkhianatan yang melebihi itu?

Perhatikan komentar al Mubarakfûri tentang hadis yang kamu sebutkan di atas.

Parawi hadis itu yang mengaku mendengar langsung dari mulut suci Rasulullah saw. adalah bernama Abdurrahman ibn Abi ‘Umair. Al Azdi berkata tentangnya, ‘Ia diperselisihkan persahabatannya (dengan Nabi saw.), ia tinggal di kota Hims, demikian disebutkan dalam at Taqrîb.

Dalam kitab Tahdzîb at Tahdzîb disebutkan, ‘Ia hanya memilki satu hadis saja dalam Sunan at Turmudzi tentang sebutan Mu’awiyah.’ Al Hafidz berkata, ‘Ibnu Abdil Barr berkata, ‘Tidak benar ia pernah bersahabat dengan Nabi saw., dan tidak benar pengisnadan hadisnya.’”

Kendati at Turmudzi mengatakan bahwa hadis ini hasan gharib, akan tetapi al hafidz Ibnu Hajar memastikan bahwa hadis ini sanadnya tidak shahih, Isnâduhu laisa bishahîh, seperti telah anda ketahui ketika menyebut biografi Abdurraman ibn Abi ‘Umair.

Hadis kedua yang juga disebutkan at Turmudzi pada sanadnya terdapat periwayat bernama Amr ibn Wâqid ad Dimasyqi, ia matrûkul hadîts (hadisnya dibuang). Penyebutan status seperti di atas hanya benar disematkan untuk seorang periwayat yang banyak meriwayatkan hadis-hadis ngawur yang tidak benar di kalangan para ahli hadis.

Setelah keterangan singkat di atas, maka tidaklah heran apabila kaum Nawashib Modern tetap saja bersemangat menyebar luaskan hadis-hadis palsu keutamaan Tuan dan Junjungan Besar mereka Mu’awiyah, sebab kalau harus menanti hadis shahih, maka kapan kesempatan itu akan mereka peroleh.

Saya akan mengakhairi artikel ini dengan menyebut ulang hadis riwayat Imam Muslim dalam Shahihnya yang ia sifati dengan al atsar al masyhûr, berita yang masyhur/tersohor:


مَنْ حدَّثَ عَنِّيْ بِحديثٍ يرَى أنهُ كذِبٌ فَهو أحد الكاذِبَيْنِ.

“Barang siapa menyampaikan hadis dariku sementara ia mengetahui bahwa ia adalah palsu maka ia seorang dari dua pembohong”. [1]

Catatan:

Adapaun penshahihan Albani yang dibanggakan penulis itu dalam blog halusyiah adalah tidak berarti sebab selain tidak berdasar, ia bertentangan dengan vonis tidak shahih oleh para pakar hadis kenamaan Ahlusunnah yang tidak diragukan lagi kualitas dan bobotnya serta jauhnya mereka dari tendensi kemazhaban, berbeda halnya dengan Albani yang sering menampakkan ketidak sehatan sikapnya dalam menilai hadis-hadis keutamaan Ahlulbait as. atau musuh-musuh Ahlulbait.

***************************************

Dibawah ini artikel blog “Haulasyiah” yang kami Sanggah:

–SEKELUMIT TENTANG KEUTAMA’AN MUAWIYAH BIN ABI SUFYAN-

Ditulis oleh haulasyiah di/pada September 16th, 2007

Mu’awiyah bin Abi Sufyan, seorang shahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam yang mulia, sekaligus sebagai penulis wahyu untuk Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam.

Telah diriwayatkan oleh Al-Imam At-Tirmidzi dalam kitab beliau Al-Jami’ serta yang lainnya (hadits no. 4113) —berdasarkan peletakan nomor Asy-Syaikh Al-Albani— dari ‘Abdurrahman bin Abi ‘Umairah, seorang shahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam yang telah meriwayatkan dari beliau, bahwa beliau berdo’a untuk Mu’awiyah :

اَللَّهُمَّ اجْعَلْهُ هَادِيًا مَهْدِيًا، وَ اهْدِ بِهِ.

“Ya Allah, jadikanlah dia (Mu’awiyah) seorang yang bisa memberikan petunjuk dan seorang yang diberi petunjuk dan berikanlah hidayah (kepada manusia) melaluinya.”

Dalam referensi yang ada pada kami, hadits ini tercantum dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi karya Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah dengan nomor hadits 3842, tepatnya dalam Kitabul Manaqib. Hadits ini dishahihkan pula oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Ash-Shahihah no. 1969 dengan pembahasan atau rincian yang cukup panjang.

Setelah penelitian panjang dan mendalam tentang berbagai kepalsuan yang banyak dilakukan musuh-musuh Islam atas nama Nabi suci Muhammad saw., ia membongkar dengan berani bahwa tidak ada satupun hadis shahih yang memuji Mu’awiyah yang pernah disabdalan lisan suci Rasulullah saw. ….

Demikian juga dengan Imam an-Nasa’i.

Menyaksikan ketegasan pernyataan tersebut, maka para sisa-sisa pemuja kesesatan Mu’awiyah tidak terima… mereka memcari-cari berbagai alasan untuk membela tuan mereka…. akhirnya mereka memutuskan untuk mengakatan bahwa pernyataan itu tidak shahih pernah disampaikan oleh sang alim, pakar hadis itu! Usaha itu mereka dukung dengan alasan bahwa ternyata penukil ucapan itu masihmajhûl/belum dikenal…. .


MELURUSKAN PEMAHAMAN TENTANG SHAHABAT MU’AWIYAH RADHIALLAHU ‘ANHU (BAG:1)

BERKATA IBNUL QOYYIM: “SEMUA ‘HADITS’ YANG MENCELANYA (MU’AWIYAH) ADALAH DUSTA”
Ketahuilah bahwa hadits-hadits yang mengandung celaan terhadap Mu’awiyah radhiallahu ‘anhu bisa jadi itu shahih akan tetapi bermakna pujian (sebagaimana yang telah kami jelaskan pada edisi yang lalu) atau dha’if.
Berkata Abul ‘Abbas Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Majmu’ Fatawa (4/431) ketika menjawab sebuah pertanyaan: Abu Musa Al Asy’ari, Amr bin Ash dan Mu’awiyah bin Abi Sufyan adalah shahabat rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, mereka memiliki keutamaan- keutamaan dan kebaikan, apa yang sering dinukilkan tentang kejelekan mereka adalah dusta, dan yang benar dari penukilan itu, karena mereka adalah ahlul ijtihad. Maka seorang mujtahid jika benar mendapatkan dua pahala, jika salah mendapatkan satu pahala dan kelasahannya diampuni”.
Ibnul Qoyyim juga telah menyebutkan dalam kitabnya “Al-Manarul Munif” (94) bahwa tidak shahih satu haditspun yang mencela Mu’awiyah radhiallahu ‘anhu.
Begitu banyak ayat-ayat dan hadits-hadits tentang keutamaan mereka para shahabat radhiallahu ‘anhum, ayat atau hadits tersebut terbagi menjadi dua:
PERTAMA: Keutamaan para shahabat radhiallahu ‘anhum secara umum, tidak diragukan lagi bahwa Mu’awiyah juga masuk kedalamnya.
Bahkan Ibnu ‘Abbas sendiri mengakui bahwa Mu’awiyah adalah shahabat nabi shalallahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana yang diriwayatkan Al-Bukhari dalam kitab shahihnya (3764) melalui jalan Utsman bin Aswad dari Ibnu Abi Mulaikah, dia berkata: “Mu’awiyah melakukan shalat witir satu raka’at setelah shalat isya’. Ketika itu ada maula (bekas budak) Ibnu ‘Abbas. Maka dia mendatangi Ibnu Abbas (dan melaporkan perbuatan Mu’awiyah). Ibnu ‘Abbas menjawab: “Biarkan dia, karena dia adalah shahabat rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam.”.
Al-Bukhari juga meriwayatkan dalam shahihnya (3766) melalui jalan Humran bin Aban dari Mu’awiyah radhiallahu ‘anhu: “Sesungguhnya kalian melakukan shalat tersebut. Sungguh kami telah menemani nabi shalallahu ‘alaihi wasallam dan kami tidak pernah melihat beliau melakukannya bahkan beliau melarangnya yakni shalat dua raka’at setelah shalat ashr.”
Demikian pula Imam Muslim dalam shahihnya (4037), Mu’awiyah berkata: “Ketahuilah, apa kepentingan mereka menyebutkan hadits-hadits dari rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Sungguh kami hidup bersama beliau dan menemaninya dan kami tidak pernah mendengar beliau mengatakan demikian….”
Al-Khallal dalam kitab As-Sunnah (2/432) (no.653) dari Mahna, dia berkata: “Aku bertanya kepada Ahmad bin Hanbal tentang Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Maka beliau menjawab: “Dia seorang shahabat”. Aku bertanya lagi: “dari mana dia?” “Dari Makkah tinggal di Syam”. Jawab beliau. Dan sanadnya shahih
KEDUA: Hadits-hadits dan atsar-atsar tentang keutamaan sebagian shahabat radhiallahu ‘anhum terkhusus Mu’awiyah radhiallahu ‘anhu.
Telah diriwayatkan sejumlah hadits-hadits shahih demikian pula perkataan salaf tentang keutamaan Mu’awiyah, lebih rincinya Insya Allah akan kami sebutkan pada edisi-edisi mendatang.
DIRIWAYATKAN DARI ISHAQ BIN RAHAWIH RAHIMAHULLAH:
“Tidak sah satu hadits pun tentang keutamaan Mu’awiyah”.
Riwayat ini dikeluarkan Ibnul Jauzi dalam kitabnya “Al-Maudhu’at” (2/263) (832) dia berkata: telah menceritakan kepada kami Zahir bin Thahir, telah menceritakan kami Ahmad bin Husain Al-Baihaqi, memberikan hadits kepada kami Abu Abdillah Muhammad bin Abdullah Al-Hakim, dia berkata: Aku mendengar Abul ‘Abbas Muhammad bin Ya’qub bin Yusuf berkata: Aku mendengar ayahku berkata: Aku mendengar Ishaq bin Ibrahim Al-Hanzhali berkata: “Tidak sah satu hadits pun dari nabi shalallahu ‘alaihi wasallam tentang keutamaan Mu’awiyah”.
Riwayat ini juga disebutkan Suyuthi dalam kitabnya “Al-Lail Mashnu’ah” (1/388), Ibnu Arraq Al-Kinani dalam “Tanzihusy Syari’ah” (2/7), Asy-Syaukani dalam “Al-Fawaidul Majmu’ah” (407).
Kita katakan bahwa riwayat ini tidak shahih, karena di dalam sanadnya terdapat rowi yang bernama Ya’qub bin Yusuf Al-Asham ayahnya Muhammad bin Ya’qub bin Yusuf dia Majhul (tidak diketahui keadaannya). Maka jika suatu riwayat atau hadits yang didalam sanadnya terdapat rowi majhul, baik majhul ‘ain atau majhul hal haditsnya tidak dapat diterima terlebih dijadikan sebagai sandaran.
Seandainya riwayat ini shahih –walaupun jelas tidak shahih-. Maka kita katakan bahwa disana juga banyak ulama’-ulama’ besar yang menshahihkan sebagian hadits tentang keutamaan Mu’awiyah. Maka tidak boleh kita mengambil satu pendapat yang masih dibicarakan keshahihannya dan meninggalkan pendapat yang kuat baik sanad ataupun jumlah, diantara mereka adalah:
1. Imam Al-Ajuri memberikan suatu judul dalam kitabnya “Asy-Syari’ah”: Bab hadits-hadits yang diriwayatkan dari nabi shalallahu ‘alaihi wasallam tentang keutamaan-keutamaan Abu Abdirrahman Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiallahu ‘anhuma.
2. Imam Adz-Dzahabi dalam kitabnya “Siyar A’lam An-Nubala” menyebutkan hadits-hadits tentang keutamaan Mu’awiyah kemudian mengatakan setelahnya: “Dan hadits-hadits ini saling mendekati”.
3. Imam Ibnu Katsir dalam kitabnya “Al-Bidayah wan Nihayah” mengatakan setelah menyebutkan beberapa hadits tentang keutamaan Mu’awiyah: “Dan kami cukupkan terhadap apa yang telah kami sebutkan berupa hadits-hadits shahih, hasan dan mustajadat dari hadits-hadits palsu dan munkar”.
4. Al-Hafizh Ibnu Asakir dalam kitabnya “Tarikh Dimasyq”
5. Ibnu Hajar Al-Haitsami dalam kitabnya “Tathirul Janan”.
6. dan…dan…masih banyak lagi
Seandainya kita katakan lagi bahwa semua ulama’ sepakat tidak ada satu hadits pun yang menyebutkan keutamaan Mu’awiyah. Maka kita jawab:
Pertama: ini tidak terus dijadikan alasan untuk mencela beliau radhiallahu ‘anhu.
Kedua: Para ulama sepakat bahwa Mu’awiyah masuk kedalam dalil-dalil umum tentang keutamaan para shahabat radhiallahu ‘anhum. Berbeda dengan orang-orang syi’ah dan yang sepaham dengan mereka yang menghabiskan puluhan halaman hanya untuk menjelek-jelekkan, mencela beliau radhiallahu ‘anhu, menguatkan hadits tentang kejelekannya dan mendha’ifkan hadits yang memujinya serta mengeluarkannya dari golongan shahabat nabi. Nasalullah as-salamah.
Dan telah kita ketahui bahwa semua riwayat yang menyebutkan tentang kejelekan Mu’awiyah tidak ada yang shahih, seandainya pun ada maka maknanya adalah do’a baginya, sebagaimana telah kami bahas pada edisi yang lalu. Dan juga telah kita sebutkan diatas bahwa beliau adalah shahabat nabi shalallahu ‘alaihi wasallam. Walillahil hamd.
Maka sekali lagi, yang dimaksud para ulama’ bahwa tidak ada satu hadits pun tentang keutamaan Mu’awiyah–jika memang shahih- adalah hadits-hadits khusus tentang beliau, adapun hadits-hadits umum demikian pula ayat Al-Qur’an maka tidak ada yang meragukkan terlebih mengingkarinya.
Sebagai contoh: Ibnu Abdil Barr, telah dinukilkan darinya –terlepas shahih atau tidak- bahwa ia termasuk ulama yang berpendapat tidak ada satu hadits pun yang shahih tentang keutamaan Mu’awiyah, bersamaan dengan itu beliau juga menukilkan kesepakatan Ahlussunnah wal Jama’ah bahwa semua shahabat radhiallahu ‘anhum adalah adil sebagaimana disebutkan dalam kitabnya “Al-Isti’ab fi Ma’rifatil Ashab” (23), beliau mengatakan:
“Dan maklum bahwa yang ingin menghukumi hadits beliau shalallahu ‘alaihi wasallam harus mengetahui nama (perowi), nasab dan ‘adalahnya (keadilan) demikian pula mengatahui keadaannya. Adapun para shahabat, kami telah mencukupkan pembahasan tentang keadaan mereka, dengan kesepakatan Ahlul Haq dari ulama’ muslimin, Ahlussunnah wal Jama’ah bawa semua shahabat adalah ‘udul (adil), maka wajib untuk mencukupkan diri mengetahui nama-nama mereka saja, dan menelusuri biografi mereka dan keadaan mereka, agar dijadikan teladan. Mereka adalah manusia terbaik yang menempuh jalannya beliau shalallahu ‘alaihi wasallam dan manusia terbaik yang mencontoh beliau shalallahu ‘alaihi wasallam.

Demikian pula Ibnul Qoyyim dalam kitabnya “Al-Manarul Munif” (94) setelah menyebutkan riwayat Ibnu Rahawih diatas, beliau mengatakan: “Aku katakan: “Maksud Ibnu Rahawih dan ulama’ yang mengatakan tidak ada satu hadits pun yang menyebutkan keutaman Mu’awiyah adalah keutamaan-keutamaan yang khusus tentang beliau adapun secara umum tentang keutamaan para shahabat dan keutamaan Quraisy (maka banyak sekali), dan Mu’awiyah masuk kedalamnya.”
Berkata Al-‘Allamah Al-Mu’allimi dalam “Anwarul Kasyifah” (92): “Ini semua tidak meniadakan hadits-hadits shahih yang umum (tentang keutamaan para shahabat) termasuk didalamnya Mu’awiyah atau selainnya. Dan tidak mengharuskan bahwa setiap yang diriwayatkan tentang keutamaannya secara khusus dipastikan sebagai hadits palsu.”
Berkata Asy-Syaikh Bakr Abu Zaid dalam kitabnya: “Kitabut Tahdits bima Qila la Yashihu fiihi Hadits” (hal.142): “Catatan penting: Jangan hilang darimu kata ini “yang menyebutkan keutamaannya secara khusus”. Ibnul Qoyyim telah berkata dalam kitabnya “Al-Manarul Munif” (94) tentang mu’awiyah: “Semua hadits yang mencela beliau adalah dusta”.
Maksud beliau bahwa jika memang tidak ada satu hadits pun tentang keutamaannya secara khusus maka disana terdapat riwayat-riwayat umum keutamaan para shahabat dan Mu’awiyah termasuk di dalamnya. Dan jangan dijadikan ini sebagai celaan terhadap beliau.

Inilah para shahabat nabi tanpa terkecuali, seandainya tidak ada dalil khusus yang memuji mereka, maka mereka telah masuk dalam dalil-dalil umum. Mereka bukan pendusta ataupun pengkhianat sebagaimana yang dituduhkan oleh musuh-musuh islam. Karena jika kita menuduh mereka berdusta maka secara tidak langsung juga kita telah menuduh rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam sebagai pendusta dan pengkhianat, karena rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam mengatakan: “Seseorang itu akan bersama agama/akhlak temannya”. Jika beliau shalallahu ‘alaihi wasallam menjadikan ‘para pengkhianat’ itu sebagai teman maka beliau juga pengkhianat. Na’udzubillahi min dzalik.
Kami sebutkan ini, karena akhir-akhir ini sedang ramai pembicaraan tentang shahabat rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam yang satu ini. berbagai celaan dan hinaan datang dari beberapa pihak yang mengaku sebagai ‘pembela ahlul bait’, baik dari golongan syi’ah atapun yang sepaham dengan mereka. Semoga apa yang kami sebutkan ini dapat membuka mata hati bagi setiap pencari kebenaran. Allahumma sallim sallim
Tak lupa pula kami jelaskan, mungkin sebagian pembaca bertanya-tanya mengapa kami tidak menyebutkan atau sangat sedikit menyebutkan keutamaan ahlul bait? Yang dengan itu kami dituduh sebagai ahlu nashab atau nawashib.
Kami katakan: Bahwa Ahlussunnah sangat cinta kepada Ahlu baitin nabi, akan tetapi kecintaan mereka didasari ilmu, tidak ada unsur ifrath atau tafrith. Kecintaan mereka kepada Ahlul bait tidak terus meniadakan kecintaan kepada para shahabat yang lainnya. Kecintaan mereka kepada Ahlul bait tidak terus membuat hadits-hadits palsu tentang mereka.
Hadits-hadits tentang keutamaan mereka bertebaran di kitab-kitab Ahlussunnah, seperti: Shahih Bukhari, Shahih Muslim dan selain keduanya.
oleh karena itu bagi siapasaja yang ingin mengetahui hakekat sebenarnya aqidah ahlussunnah tentang Ahlul bait bisa membuka kitab-kitab tersebut. Dan kami lebih memfokuskan diri untuk memuat artikel-artikel tentang shahabat atau para ulama’ yang akhir-akhir ini banyak dibicarakan kekurangannya. Wallahu ‘alam
PENUTUP
Kita tutup tulisan ini dengan perkataan Imam Al-Barbahari dalam kitabnya “Syarhus Sunnah” (106)
“JIKA ENGKAU MENDENGAR SESEORANG MENCELA ATSAR ATAU MENOLAK ATSAR, ATAU MENGINGINKAN SELAIN ATSAR. MAKA RAGUKANLAH KEISLAMANNYA, DAN JANGAN KAMU RAGU KALAU DIA PENGIKUT HAWA NAFSU, AHLUL BID’AH”.

Haulasyiah berkata:
Kita katakan bahwa riwayat ini tidak shahih, karena di dalam sanadnya terdapat rowi yang bernama Ya’qub bin Yusuf Al-Asham ayahnya Muhammad bin Ya’qub bin Yusuf dia Majhul (tidak diketahui keadaannya). Maka jika suatu riwayat atau hadits yang didalam sanadnya terdapat rowi majhul, baik majhul ‘ain atau majhul hal haditsnya tidak dapat diterima terlebih dijadikan sebagai sandaran.

(haulasyiah -meluruskan-pemahaman-tentang-shahabat-muawiyah-bag1)

Akan tetapi usaha itu, sepertinya memilukan dan sekaligus memalukan, sebab;

Pertama: Pengingkar pernyataan itu harus mengajukan bukti bahwa ia majhûl atau pencacatan lainnya oleh sebagian ahli Jarh wa ta’dîl, sebab tidak benar menerima pencacatan yang tidak disertai dengan pembuktian.

Kedua: Ternyata pernyataan dan penegasan Ishaq ibn Râhawai al-Handhali telah dinukil dan dibenarkan oleh para pakar, peneliti dan korektor hadis ulung Ahlusunnah…. setiap kali berbicara tentang cacatnya hadis-hadis keutamaan Mu’awiyah yang banyak beredar di kalangan sebagian masyarakat berkat usaha getol pemalsu, para ulama tersebut mengajukan pernyataan Ishaq sebagai bukti penguat dan penegasan seorang pakar yang mumpuni di bidangnya dengan menyebut silsilah, mata rantai riwayat penukilannya tanpa sedikitpun mempermasalahkannya atau mempermasalahkan kejujuran si penukilnya! Bukankah ini bukti kuat bahwa pernyataan itu bersih dari tuduhan yang dilontarkan para pemuja kesesatan Mu’awiyah?!

Ketiga: Selain itu tidak jarang kita menemukan di antara pakar dan korektor hadis Ahlusunnah yang menyebutkan penegasan Ishaq tersebut dengan tanpa menyebut silsilah, mata rantai riwayat yang menyambungkan kepada Ishaq, dan memastikan bahwa demikianlah pendapat dan penegasan Ishaq ibn Rahawaih al-Handhali! Dan itu artinya bahwa kebenaran bahwa pernyataan itu benar-benar telah diucapkan Ishaq ibn Rahawaih adalah sesuatu yang masyhur dan pasti sehingga tidaklah terlalu perlu untuk repot-repot menyebutkan sanadnya. Penyebutan sanad itu diperlukan untuk sesuatu yang belum pasti!

Keempat: Andai mereka telah rampung mencacat dan melemahkan pernyataan Ishaq ibn Rahawaih, lalu apa yang mereka katakan tentang pernyataan serupa dari Imam an-Nasa’i dan ulama lain dan dari Ibnu Hajar, al-Mubârakfûri dan lain-lain? Apa pendapat mereka tentang pernyataan Imam Ahmad ibn Hanbal, seperti akan kami sebutkan di bawah nanti?


Di bawah ini, saya ajak para pemerhati untuk menyimak komentar para pakar dan korektor hadis Ahlusunnah tentang pernyataan Ishaq al-Handhali.

1) Ibnu al-Jawzi (w. 507H)

Setelah menyebutkan beberapa contoh hadis palsu buatan kaum munafikun yang memuji Mu’awiyah, Ibnu al- Jawzi mengakhirinya dengan menyebutkan pernyataan Ishaq ibn Rahawaih sebagai bukti penguat bahwa tidak satupu hadis fadhâilMu’awiyah yang shahih.

Dengan sanad bersambung kepada Ya’qub ibn Yusuf, ia berkata, “Aku mendengar Ishaq ibn Ibrahim al-Handhali (Ibnu Râhawaih) berkata:

لا يَصِحُّ عن النبي (ص) فِيْ فضلِ معاوية بن أبي سفيان شيْيٌْ.

“Tidak shahih sesuatu apapun dari Nabi saw. tentang keutamaan Mu’awiyah.”

Kemudian ia mendukungnya dengan penegasan Imam Ahmad ibn Hanbal yang membongkar latar belakang pemalsuan atas nama Nabi saw. untuk memuji Mu’awiyah.

Abdullah putra Imam Ahmad bertanya kepada ayahnya, “Apa pendapatmu tentang Ali dan Mu’awiyah? Lalu ia menundukkan kepalanya sejenak kemudian berkata:

إيشْ أقول فيهِما. إنَّ علِيُّا عليه اللسلام كان كثيرَ الأَعداء، فَفَتَّشَ أَعداْؤه لَهُ عيبًا فلَمْ يَجِدُوه، فَجاءُوا إلى رجُلٍ قد حاربَهُ و قاتلَهُ فَأَطروه كيادًا منهم لهُ.

“Apa yang harus aku katakan tentang keduanya? Sesunggguhnya Ali (‘Alaihis Salam) adalah seorang yang banyak musuhnya, maka musuh-musuhnya mencari-cari kesalahanya, namun mereka tidak menemukannya, lalu mereka menuju kepada seorang yang telah memeranginya untuk mereka puji sebagai makar jahat mereka terhadap Ali.” (Baca al-Mawdhû’at; Ibnu al Jawzi,1/335)

Inilah khitam miski, penutup yang indah yang disebutkan Ibnu al-Jawzi ketika menutup rangkaian pembuktian kepalsuan hadis-hadis keutamaan Mu’awiyah.

Dan pada pernyataan Imam Ahmad di atas terlihat jelas bagi kita motivasi pemalsuan hadis keutamaan Mu’awiyah atas nama Nabi saw. atau pujian lain dari para sahabat atau lainnya. Ia hanya murni kepalsuan yang dimotivasi oleh kedengkian…. Dan kedengkian itu sekarang diwarisi oleh para pendengki dan musuh-musuh Imam Ali as, dengan memuji Mu’awiyah dan membela kesesatannya.


2) Al-Aini

Dalam syarah Bukharinya, al-‘Aini menegaskan, “Jika Anda berkata, ‘Telah datang banyak hadis tentang fadhîlah/keutamaan Mu’awiyah’, maka saya akan menjawabnya, ‘Ya, benar, akan tetapi tidak satupun yang shahih dari sisi sanadnya.Demikian nashsha, ditegaskan oleh Ibnu Râhawai dan an-Nasa’i serta ulama lainnya. Karenanya Bukhari dalam Shahihnya berkata, ‘Bab yang menyebut Mu’awiyah’ beliau tidak mengatakan bab tentang keutamaan atau keistimewaan.!


3) Ibnu Hajar al-Asqallani (w. 852H)

Ibnu Hajar al-Asqallâni mempertegas masalah ini ketika ia menjelaskan alasan penamaan bab dengan Bab Dzikru Mu’awiyah (sebutan Mu’awiyah) oleh Bukahri…. ia menyebutkan mengapa Imam Bukhari tidak menyebut nama bab itu dengan bab keutamaan Mu’awiyah? Sebab keutamaan tidak dapat disimpulkan dari hadis dalam bab tersebut….

Ibnu Hajar juga menyebutkan antek-antek Mu’awiyah dan Bani Umayyah yang dengan tanpa rasa malu menulis buku yang menghimpun hadis-hadis palsu keutamaan Mu’awiyah. Para antek tersebut adalah Ibnu Abu ‘Âshim, Abu Umar, Gulam Tsa’lab dan Abu Bakar an-Naqqâsy.

Setelahnya, Ibnu Hajar mengutip penegasan Ishaq ibn Râhawai seperti yang dikutip Ibnu al-Jawzi dan juga penegasan Imam Ahmad. Dan setelahnya Ibnu Hajar menjelaskan bahwa pernyataan Imam Ahmad itu menunjuk kepada hadis-hadis palsu yan diproduksi para pemalsu. Setelahnya Ibnu Hajar mempertegas dengan mengatakan:

وقَد ورد في فضائل معاوية أحاديثُ كثيرةٌ لكن ليسَ فيها ما يَصِحُّ من طريق الإسناد، و بذلكَ جزمَ إسحاق بن راهويه و النسائي و غيرُهما.

“Dan telah datang banyak hadis tentang keutamaan Mua’wiyah akan tetapi tidak satupun yang shahih dasi sisi sanad. Dan dengan ini Ibnu Râhawai dan an-Nasa’i serta lainnya menegaskan.” (Baca Fath al-Bâri,14/254-255)

Di sini Anda saksikan bahwa Ibnu Hajar –Khatimatul Huffâdz, penutup para pakar hadis, korektor ulung sunnah- telah memastikan bahwa demikianlah pendapat Ishaq ibn Râhawai, an-Nasa’i dan beberapa ulama lain. Ia tidak sedikit pun mengesankan adanya keraguan pada kebenaran penukilan ucapan dan pandangan itu!


4) As Suyuthi (w.911 H)

Dalam kitab al-La’âli al-Mashnû’ah, Jalaluddin as-Suyuthi menukil penegasan Ishaq ibn Râhawai dengaan tanpa sedikit pun mengisyaratkan adanya cacat pada jalur penukilannya. Bahkan penegasan itu ia sebutkan sebagai bukti kebenaran kesimpulan yang ia yakini. (baca al-La’âli al-Mashnû’ah,1/424. Maktabah at-Tijâriyah-Mesir).


5) Asy-Syaukâni (w.1250 H)

Dalam kitab al-Fawâid al-Majmû’ah, Asy-Syaukâni juga menukil pernyataan Ishaq ibn Râhawaih ketika menutup serangkaian pembuktian kepalsuan hadis-hadis keutamaan Mu’awiyah, dan beliau tidak sedikitpun mempermasalahkan para perawi dalam sanad penukilan tersebut. (Baca al-Fawâid al-Majmû’ah:407. Dar al-Kotob al-Ilmiyah-Beirut).


6) Al Mubârakfûri (w. 1353H)

Dalam at-Tuhfah al-Ahwadzi yang ditulis untuk mensyarahkan kitab Sunan at-Turmudzi, penulisnya; al-Mubârakfûri menegaskan, “Ketahuilah bahwa telah datang banyak hadis tentang keutamaan Mu’awiyah, akan tetapi tidak satupun darinya yang shahih dari sisi sanad. Dan dengan ini Ibnu Râhawai dan an-Nasa’i serta lainnya menegaskan.”

Kemudian beliau menyebutkan pernyataan Ishaq ibn Râhawai dan Imam Ahmad sebagai dikutip Ibnu al-Jawzi, tanpa sediktipun meragukan keshahihan penukilan tersebut!

Bahkan lebih dari itu, dua hadis yang dibawakan at-Turmudi tentang keutamaan Mu’awiyah ia tegakan sebagai tidak shahih.


Hadis pertama:

Dari Nabi saw. beliau bersabda:

“Ya Allah jadikan Mu’awiyah seorang pemberi petunjuk dan diberi ia petunjuk dan berilah petunjuk orang lain dengannya.”

Tentang hadis ini ia menegaskan, “Al-Hâfidz berkata, ‘Sanadnya tidak shahih.’”


Hadis kedua:

“Ya Allah berilah petunjuk orang dengan Mu’awiyah.”

Hadis ini ia pastikan bahwa pada mata rantai periwayatannya terdapat seorang yang bernama Amr ibn Wâqid ad-Dimasyqi, ia matrûk/harus dibuang hadisnya. (Baca at-Tuhfah al-Ahwadzi,10/ 339-340. al-Maktabab as-Salafiyah- Madinah munawwarah).

Demikianlah kita saksikan bagaimana para ulama, pakar dan korektor hadis telah sepakat menukil dan membenarkan pernyataan tersebut dari Ishaq ibn Rahawaih.

Lalu apa nilai pengingkaran antek-antek bani Umayyah di zaman kita ini? Tidak ada alasan lain bagi mereka selain semangat menyanjung Mu’awiyah seperti yang pernah dilakuakkn para pendahulu mereka yang dikecam Imam Ahmad ibn Hambal. Apa yang mereka lakukan hari ini sama dengan apa yang dilakukan para pendahulu mereka. Hati mereka serupa!

Maha benar Allah dengan firman-Nya:

كَذَلِكَ قَالَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِهِم مِّثْلَ قَوْلِهِمْ تَشَابَهَتْ قُلُوْبُهُمْ .

“Demikian pula, orang-orang sebelum mereka telah mengatakan seperti ucapan mereka ini. Hati mereka serupa.” [QS. Al Baqaraah [2];118]

*****

Keutamaan Ali vs keutamaan Muawiyah

Al-Nasa’i adalah salah seorang ahli hadits, dan kitabnya termasuk salah satu pegangan dalam Sunni. Tatkala berada di Kufah, ia mengumpulkan hadits tentang keutamaan Imam Ali. ia ditanya oleh sahabatnya, “Dari tadi anda ini meriwayatkan keutamaan Ali tetapi tidak meriwayatkan keutamaan dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan”. Al-Nasa’i menjawab, “Tidak apa-apa. Saya tidak menemukan satu hadis pun yang sahih yang meriwayatkan tentang keutamaan Mu’awiyah kecuali hanya satu”. Lalu sahabat itu meminta, “Ya riwayatkan yang satu itu”. Al-Nasa’i kemudian mengatakan, “Rasulullah pernah menyuruh Ibn Abbas, yang sedang bermain untuk memanggil Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Pada panggilan pertama, Ibn Abbas melaporkan bahwa Mu’awiyah sedang makan dan tidak bisa memenuhi panggilan Rasulllah. Pada panggilan yang kedua kalinya, Mu’awiyah juga sedang makan. Kemudian waktu itu Rasulullah mendoakannya. Doa ini diriwayatkan oleh Muslim sebagai berikut, “Mudah-mudahan Allah tidak mengenyangkan perutnya”.

Seketika itu marahlah orang-orang yang mendengar al-Nasa’i menyatakan hal itu. akhirnya al-Nasa’i dipukuli, kemudian dia diangkut ke daerah lain dan meninggal di tengah perjalanan.

Alhasil, doa, laknat Nabi atau apapun sebutannya itu pun diijabah Tuhan. Ketika Mu’awiyah menjadi penguasa, dia hampir tidak bisa berhenti makan. Bahkan ketika perutnya sudah besar dia masih terus ingin makan.


Adapun hadits tersebut adalah:

حدثنا محمد بن المثنى العنزي. ح وحدثنا ابن بشار (واللفظ لابن المثنى). قالا: حدثنا أمية بن خالد. حدثنا شعبة عن أبي حمزة القصاب، عن ابن عباس، قال: كنت ألعب مع الصبيان. فجاء رسول الله صلى الله عليه وسلم فتواريت خلف باب. قال فجاء فحطأني حطأة. وقال “اذهب وادع لي معاوية” قال فجئت فقلت: هو يأكل. قال ثم قال لي “اذهب فادع لي معاوية” قال فجئت فقلت: يأكل. فقال “لا أشبع الله بطنه”. قال ابن المثنى: قلت لأمية: ما حطأني؟ قال: قفدني قفدة.

Liat Shahih Muslim, Kitab al-Birr wa al-Shilah wa al-Adab

Tidak percaya? Cek dalam biografi al-Nasa’i dalam kitab-kitab rijal hadith.

(Scondprince/Syiahali/Mawar-Karbala/Sunni-Syiah/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: