Pesan Rahbar

Home » » Kaitan Rasulullah SAW Tidak Mau Bersaksi Untuk Abu Bakar dengan Bai’at Terpaksa Imam Ali terhadap Abu Bakar

Kaitan Rasulullah SAW Tidak Mau Bersaksi Untuk Abu Bakar dengan Bai’at Terpaksa Imam Ali terhadap Abu Bakar

Written By Unknown on Tuesday 21 April 2015 | 06:52:00


Rasulullah SAW Tidak Mau Bersaksi Untuk Abu Bakr
 
وحدثني عن مالك عن أبي النضر مولى عمر بن عبيد الله أنه بلغه ان رسول الله صلى الله عليه و سلم قال لشهداء أحد هؤلاء اشهد عليهم فقال أبو بكر الصديق ألسنا يا رسول الله بإخوانهم أسلمنا كما أسلموا وجاهدنا كما جاهدوا فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم بلى ولكن لا أدري ما تحدثون بعدي فبكى أبو بكر ثم بكى ثم قال أإنا لكائنون بعدك

Yahya menyampaikan kepadaku (hadis) dari Malik dari Abu’n Nadr mawla Umar bin Ubaidillah bahwa Rasulullah SAW berkata mengenai para Syuhada Uhud “Aku bersaksi untuk mereka”. Abu Bakar As Shiddiq berkata “Wahai Rasulullah, Apakah kami bukan saudara-saudara mereka? Kami masuk Islam sebagaimana mereka masuk islam dan kami berjihad sebagaimana mereka berjihad”. Rasulullah SAW berkata “Ya, tapi Aku tidak tahu Apa yang akan kamu lakukan sepeninggalan Ku”. Abu Bakar menangis sejadi-jadinya dan berkata ”Apakah kami akan benar-benar hidup lebih lama daripada Engkau!”. (Hadis Dalam Al Muwatta Imam Malik Kitab Jihad Bab Para Syuhada di Jalan Allah hadis no 987).

Penjelasan :
Hadis di atas diriwayatkan oleh Imam Malik dalam Kitabnya Al Muwatta. Dari hadis di atas diketahui bahwa:
  • Para syuhada Uhud lebih utama dari Abu Bakr dan sahabat lainnya, kerana Rasulullah memberi kesaksian untuk mereka(para syuhada Uhud)
  • Rasulullah SAW tidak memberikan kesaksian kepada Abu Bakar dan sahabat lainnya kerana Rasulullah SAW tidak mengetahui apa yang akan mereka perbuat sepeninggal Beliau SAW.
Sebuah Permasalahan.
Seperti biasa masalah akan selalu ada jika seseorang menuliskan hadis-hadis yang kontroversial
Saya akan memberi contoh tentang apa yang mungkin difikirkan oleh anda:
  • Mungkinkah anda akan teringat akan hadis-hadis tentang para Sahabat Nabi yang akan berpaling setelah perginya Nabi SAW dalam artikel-artikel saya yang lalu?
  • Seorang Sunni Salafi biasanya akan mengeleng-geleng kepala dan mulaimengeluarkan berbagai prasangka dan nasehat yang tidak mahu menerima atau mungkin pembelaan
  • Seorang Syiah tidak akan terlalu terkejut dan mungkin akan berkata “Sahabat Nabi kan memang ada bermacam-macam”.
  • Ada juga mungkin yang beranggapan tidak penting untuk memikirkan perkara seperti ini, kan lebih baik fikirkan sesuatu untuk kebaikan Ummah?
  • Atau akan ada yang mendhaifkan hadis tersebut(seperti biasa..)  silakan silakan asalkan disertakan alasannya biar saya yang bodoh ini belajar lebih banyak lagi.
Selebihnya saya berharap banyak respon dari anda, Apa tanggapan andaberkenaan hadis ini?
Mari kita berdialog  baik-baik dengan santun dan jika saja ada yang beranggapan kalau saya ini tidak berharga dan sudah menyimpang dari jalan yang lurus mari tolong luruskan saya
Semoga Allah SWT memberikan rahmat kepada kita semua.


Abu Bakar Dan Umar Di Bawah Pasukan Usamah


Menjelang akhir hayat Rasulullah(sawa), baginda telah mengangkat Usamah bin Zaid untuk memimpin pasukan tentera menuju ke tanah Balqa di Syam, tempat terbunuhnya Zaid bin Haritsah RA, Ja’far RA dan Ibnu Rawahah RA. Telah disebutkan oleh banyak ulama bahwa Abu Bakar dan Umar termasuk dalam kumpulan mereka yang ikut dalam Sariyyah Usamah. Saat itu usia Usamah bin Zaid masih muda, anehnya kepemimpinan Usamah ini dikecam oleh sebahagian sahabat Nabi dan khabar kecaman ini sampai ke telinga Rasulullah(sawa)

عن بن عمر ان النبي صلى الله عليه و سلم بعث بعثا وأمر عليهم أسامة بن زيد فطعن بعض الناس في أمرته فقام رسول الله صلى الله عليه و سلم فقال ان تطعنوا في أمرته فقد تطعنون في إمرة أبيه من قبل وأيم الله ان كان لخليقا للأمارة وان كان لمن أحب الناس إلى وان هذا لمن أحب الناس إلى بعده

Dari Ibnu Umar bahwa Nabi(sawa) telah mengutuskan pasukan tentera dengan mengangkat Usamah bin Zaid sebagai panglima. Kemudian orang-orang [para sahabat] mencela kepemimpinannya tersebut. Lalu Rasulullah(sawa) berdiri dan berkata “Jika kalian mencela kepemimpinannya maka kalian mencela kepemimpinan Ayahnya sebelumnya. Demi Allah, dia (Zaid) memang layak memimpin pasukan dan dia termasuk orang yang paling aku cintai, dan anaknya ini termasuk orang yang paling aku cintai setelahnya. [Shahih Muslim 4/1884 no 2426, Shahih Bukhari 5/23 no 3730, Musnad Ahmad 2/20 no 4701 dan 2/110 no 5888 dan dishahihkan oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth].

Sukar dibayangkan bagaimana para sahabat berani mengecam apa yang telah ditetapkan oleh Rasulullah SAW tetapi memang begitulah kenyataannya. Diriwayatkan Ibnu Sa’ad dalam Ath Thabaqat 4/66 yang berkata

أخبرنا عبد الوهاب بن عطاء قال أخبرنا العمري عن نافع عن بن عمر أن النبي صلى الله عليه وسلم بعث سرية فيهم أبو بكر وعمر فاستعمل عليهم أسامة بن زيد

Telah mengabarkan kepada kami Abdul Wahab bin Atha’ yang berkata telah mengabarkan kepada kami Al Umari dari Nafi’ dari Ibnu Umar bahwa Nabi(sawa) mengutus pasukan yang didalamnya terdapat Abu Bakar dan Umar dan mengangkat Usamah bin Zaid sebagai panglima mereka…

Riwayat ini sanadnya hasan, telah diriwayatkan oleh para perawi tsiqat kecuali Al Umari, dia seorang yang hadisnya hasan. Abdul Wahab bin Atha’ adalah seorang perawi yang tsiqat. Dalam At Tahdzib juz 6 no 838 disebutkan bahwa beliau adalah perawi yang dijadikan hujjah oleh Muslim dan telah dinyatakan tsiqat oleh Ahmad bin Hanbal, Yahya Al Qattan, Ibnu Ma’in, Ibnu Hibban, Ibnu Syahin, Daruquthni dan Hasan bin Sufyan. Ibnu Ady dan Nasa’i berkata “tidak ada masalah dengannya”Nafi’ maula Ibnu Umar adalah seorang yang tsiqat tsabit sebagaimana dinyatakan oleh Ibnu Hajar dalam At Taqrib 2/239.

Al Umari adalah Abdullah bin Umar bin Hafsh bin Ashim bin Umar bin Khattab Al Umari, ia adalah perawi Muslim dan Ashabus Sunan yang diperselisihkan dan pendapat terkuat adalah ia seorang yang hadisnya hasan. Disebutkan dalam At Tahdzib juz 5 no 564 bahawa ia telah dinyatakan tsiqat oleh Ibnu Ma’in, Yaqub bin Syaibah, Ahmad bin Yunus dan Al Khalili. Ahmad bin Hanbal menghasankan hadisnya, terkadang berkata “ tidak ada masalah dengannya”, terkadang pula berkata“dia termasuk perawi yang shalih”. Ibnu Ady mengatakan tidak ada masalah dengannya dan shaduq. Al Ajli memasukkannya ke dalam perawi tsiqat dalam Ma’rifat Ats Tsiqat no 937 dan berkata:

عبد الله بن عمر بن حفص بن عاصم بن عمر بن الخطاب أخو عبيد الله لا بأس به مديني

Abdullah bin Umar bin Hafsh bin Ashim bin Umar bin Khattab saudara Ubaidillah ‘tidak ada masalah dengannya’, orang Madinah.

Memang terdapat sebahagian ulama yang mencacatnya dan mereka ini dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok berikut:
  • Ulama yang mencacat Al Umari tanpa menyebutkan alasannya. Disebutkan dalam At Tahdzib juz 5 no 564 diantaranya Yahya bin Sa’id, Ali bin Madini, Bukhari dimana ia hanya mengikuti pencacatan Yahya bin Sa’id
  • Ulama yang mencacat Al Umari bukan dengan jarh yang keras seperti Salih Al Jazarah yang berkata “layyin”(lemah), An Nasa’i dan Al Hakim yang berkata“laisa bi qawiy” (tidak kuat). Dimana pencacatan dengan predikat “laisa bi qawy” boleh bererti seorang yang hadisnya hasan apalagi jika telah dinyatakan tsiqah oleh ulama-ulama lain.
  • Ulama yang mencacat Al Umari tetapi juga memberikan predikat ta’dil padanya diantaranya At Tirmidzi, pencacatan Tirmidzi hanyalah mengikuti gurunya Bukhari yang mengikuti Yahya bin Sa’id. Dalam kitab Sunan-nya Tirmidzi telah membawakan hadis-hadis Al Umari, terkadang ia menyatakan“laisa bi qawy” dan terkadang ia mengatakan shaduq (Sunan Tirmidzi 1/321 hadis no 172).
Pencacatan terhadap Al Umari tanpa menyebutkan alasannya tidak dapat dijadikan hujjah sebagaimana yang ma’ruf dalam Ulumul hadis jika seorang perawi telah dinyatakan tsiqat oleh ulama-ulama lain maka pencacatan terhadapnya hendaknya bersifat mufassar atau dijelaskan. Satu-satunya alasan pencacatan Al Umari mungkin karena hafalannya seperti yang diisyaratkan Adz Dzahabi dalam Mizan Al ‘Itidal no 4472 dimana Dzahabi juga menyatakan ia shaduq (jujur) dan Adz Dzahabi juga memasukkan Al Umari dalam kitabnya Asma Man Tukullima Fihi Wa huwa Muwatstsaq 1/112 no 190.


Riwayat Al Umari ini juga dikuatkan oleh riwayat lain yang juga menyatakan Abu Bakar dan Umar ikut dalam Sariyyah Usamah. Riwayat tersebut terdapat dalam Al Mushannaf 6/392 no 32305:

حدثنا عبد الرحيم بن سليمان عن هشام بن عروة عن ابيه أن رسول الله صلى الله عليه و سلم كان قطع بعثا قبل مؤتة وأمر عليهم اسامة بن زيد وفي ذلك البعث أبو بكر وعمر

Telah menceritakan kepada kami Abdurrahim bin Sulaiman dari Hisyam bin Urwah dari Ayahnya bahawa Rasulullah(sawa) sebelum wafatnya mengutus pasukan dan mengangkat pemimpin diantara mereka Usamah bin Zaid, didalamnya juga terdapat Abu Bakar dan Umar…

Atsar ini diriwayatkan oleh para perawi tsiqat tetapi mursal. Abdurrahim bin Sulaiman dinyatakan tsiqat oleh Ibnu Hajar dalam At Taqrib 1/598, Hisyam bin Urwah juga dinyatakan tsiqat oleh Ibnu Hajar dalam At Taqrib 2/267 dan ayahnya Urwah bin Zubair adalah seorang tabiin yang tsiqat dalam At Taqrib 1/671. Riwayat Urwah dan Riwayat Ibnu Umar saling menguatkan sehingga dapat dijadikan hujjah.

Kemudian diriwayatkan dengan sanad yang shahih dalam Tarikh Dimasyq Ibnu Asakir 8/60

أخبرنا أبو بكر وجيه بن طاهر أنا أبو حامد الأزهري أنا أبو محمد المخلدي أنا المؤمل بن الحسن نا أحمد بن منصور نا أبو النضر هاشم بن القاسم نا عاصم بن محمد عن عبيد الله بن عمر عن نافع عن ابن عمر أن رسول الله (صلى الله عليه وسلم) استعمل أسامة بن زيد على جيش فيهم أبو بكر وعمر فطعن الناس في عمله فخطب النبي (صلى الله عليه وسلم) الناس ثم قال قد بلغني أنكم قد طعنتم في عمل أسامة وفي عمل أبيه قبله وإن أباه لخليق للإمارة وإنه لخليق للأمرة يعني أسامة وإنه لمن أحب الناس إلي فأوصيكم به

Telah mengabarkan kepada kami Abu Bakar Wajih bin Thahir yang berkata menceritakan kepada kami Abu Hamid Al Azhari yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Muhammad Al Makhlad yang berkata telah menceritakan kepada kami Muammal bin Hasan yang berkata telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Manshur yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Nadhr Hasyim bin Qasim yang berkata telah menceritakan kepada kami Ashim bin Muhammad dari Ubaidillah bin Umar dari Nafi’ dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah SAW mengangkat Usamah bin Zaid sebagai panglima pasukan yang di dalamnya terdapat Abu Bakar dan Umar.Kemudian orang-orang [para sahabat] mencela pengangkatannya. Nabi SAW kemudian berkhutbah kepada orang-orang “telah sampai kepadaKu bahwa kalian mencela pengangkatan Usamah dan begitu pula pengangkatan Ayahnya sebelumnya. Sesungguhnya Ayahnya memang layak memimpin dan ia yakni Usamah juga layak untuk memimpin dan sesungguhnya ia termasuk orang yang paling aku cintai maka kuwasiatkan kalian untuk taat kepadanya”.

Atsar ini diriwayatkan oleh para perawi yang terpercaya sehingga sanadnya jayyid (baik). Berikut keterangan mengenai para perawinya.
  • Abu Bakar Wajih bin Thahir, Adz Dzahabi dalam Siyar ‘Alam An Nubala20/109 menyebutnya sebagai seorang Syaikh Alim Adil Musnid Khurasan. Ibnu Jauzi dalam Al Muntazam Fi Tarikh 18/54 menyebutkan bahwa ia seorang Syaikh yang shalih shaduq (jujur).
  • Abu Hamid Al Azhari, Adz Dzahabi dalam As Siyar 18/254 menyebutnya sebagaiseorang syaikh yang adil dan shaduq. Disebutkan pula biografinya dalam Syadzrat Adz Dzahab Ibnu ‘Imad Al Hanbali 3/311 bahwa ia seorang yang tsiqah.
  • Abu Muhammad Al Makhlad, Adz Dzahabi dalam As Siyar 16/539 menyebutnya sebagai seorang Syaikh, Adil, Imam dan shaduq (jujur). Ibnu ‘Imad Al Hanbali dalam Syadzrat Adz Dzahab 3/131 juga menyebutnyaseorang Syaikh Muhaddis yang Adil.
  • Muammal bin Hasan, Adz Dzahabi dalam Siyar ‘Alam An Nubala 15/21-22 menyebutnya sebagai seorang Imam Muhaddis Mutqin. Dalam Tarikh Al Islam23/592 Adz Dzahabi menyebutnya sebagai Syaikh Naisabur termasuk dari kalangan syaik-syaikh yang mulia.
  • Ahmad bin Manshur Ar Ramadi. Ibnu Hajar menyebutkan biografinya dalam At Tahdzib juz 1 no 143 bahwa ia telah dinyatakan tsiqat oleh Daruquthni, Abu Hatim, Maslamah bin Qasim, Al Khalili dan Ibnu Hibban. Dalam At Taqrib 1/47 ia dinyatakan tsiqat.
  • Abu Nadhr Hasyim bin Qasim, Ibnu Hajar memuat keterangan tentangnya dalam At Tahdzib juz 11 no 39 dan ia telah dinyatakan tsiqat oleh Ibnu Ma’in, Ali bin Madini, Ibnu Sa’ad, Abu Hatim dan Ibnu Qani’. Dalam At Taqrib 2/261 ia dinyatakan tsiqat tsabit.
  • Ashim bin Muhammad bin Zaid bin Abdullah bin Umar bin Khattab, Ibnu Hajar menyebutkannya dalam At Tahdzib juz 5 no 92 dan ia dinyatakan tsiqat oleh Ahmad, Ibnu Ma’in, Abu Daud, Abu Hatim dan Ibnu Hibban. Dalam At Taqrib1/459 ia dinyatakan tsiqat.
  • Ubaidillah bin Umar bin Hafsh bin Ashim bin Umar bin Khattab, Ibnu Hajar memuat biografinya dalam At Tahdzib juz 7 no 71, ia adalah perawi Bukhari Muslim yang telah dinyatakan tsiqat oleh banyak ulama diantaranya An Nasa’i, Abu Hatim, Ibnu Ma’in, Ibnu Hibban, Ahmad bin Shalih dan Ibnu Sa’ad. Ibnu Hajar dalam At Taqrib 1/637 menyatakan ia tsiqat.
  • Nafi’ maula Ibnu Umar, Ibnu Hajar menyebutkan keterangannya dalam At Tahdzibjuz 10 no 743, ia seorang perawi Bukhari dan Muslim yang dikenal tsiqat. Ibnu Sa’ad, Al Ajli, Ibnu Kharrasy, An Nasa’i, Ibnu Hibban, Ibnu Syahin dan yang lainnya menyatakan bahwa ia tsiqat. Ibnu Hajar dalam At Taqrib 2/239 menyatakan Nafi’ tsiqat tsabit.
Semua Atsar di atas menunjukkan dengan jelas bahwa Abu Bakar dan Umar ikut dalam pasukan Usamah bin Zaid di bawah pimpinan Usamah RA. Hal ini juga telah ditegaskan oleh banyak ulama di antaranya:
  • Ibnu Sa’ad dalam kitabnya At Thabaqat 2/190
  • Al Baladzuri dalam kitabnya Ansab Al Asyraf 2/115
  • Ibnu Atsir dalam Al Kamil Fi Tarikh 2/317
  • Ibnu Hajar dalam Tahdzib At Tahdzib juz 1 no 391 biografi Usamah bin Zaid dan dalam Fath Al Bari 8/190
  • Al Hafiz Ibnu Zaky Al Mizzi dalam Tahdzib Al Kamal 2/340 biografi Usamah bin Zaid no 316
  • As Suyuthi dalam Is’af Al Mubatta 1/5 biografi Usamah bin Zaid
  • Ibnu Jauzi dalam kitabnya Al Muntazam 2/405
  • Muhammad bin Yusuf Shalih Asy Syami dalam kitabnya Subul Al Huda Wa Rasyad 11/341
  • Al Qasthalani dalam Irsyad As Sari Syarh Shahih Bukhari 9/423
  • Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq 8/46 biografi Usamah bin Zaid
  • Ibnu Manzur dalam Mukhtasar Tarikh Dimasyq 4/248
  • Ibnu Sayyidin Nas dalam kitabnya ‘Uyun Al Atsar 2/352
Apa kata Rasulullah terhadap orang yang tidak mengikuti Sariyyah Usamah? Rasulullah bersabda: “”Perlengkapkan tentara Usamah, Allah melaknati orang yang mengundur diri dari tentera Usamah.”[Al-Syarastani, al-Milal, hlm.21; Ibn Sa’d, Tabaqat,II,hlm.249 dan lain-lain lagi].

Keterangan bahwa Abu Bakar dan Umar di bawah pimpinan Usamah telah diriwayatkan melalui kabar yang shahih dan hal ini juga ditegaskan oleh banyak ulama. Oleh karena itu pengingkaran terhadap hal ini hanyalah usaha yang lemah dan tidak berdasar.  

Wallahu’alam

 
Bai’ah Ali Adalah Secara Terpaksa

Salam wa rahmatollah. Bismillah.
Sejak zaman bangku sekolah, apa yang disajikan kepada kita adalah sejarah yang luarannya hanya indah-indah belaka. Kononnya, selepas kewafatan Rasul, diriwayatkan bahawa tiada pertelingkahan yang berlaku sesama para sahabat. Semua sahabat, secara bersepakat memilih Abu Bakar tanpa sebarang konflik dan pertelingkahan. Begitu juga dengan Imam Ali(as) yang turut sama menyatakan perjanjiannya untuk taat setia tanpa sebarang bantahan.

Bagaimanapun, dengan sedikit kajian, segera saya dapati, ia bukanlah seindah seperti yang disangka, seperti yang saya bahaskan di dalam artikel: “Perlantikan Abu Bakar Satu Ijmak?“. Malah banyak lagi kejadian sejarah yang tidak dibuka kepada kita, demi menutup betapa burukya perpecahan di zaman para sahabat. Dalil Imamah juga cukup kuat mengatakan bahawa Imamah adalah hak Imam Ali dan Ahlulbait(as). Jelas, Abu Bakar dan para khalifah selepasnya telah merampas hak ini dari pemilik asalnya.

Atas sebab-sebab demi kebaikan ummah, Imam Ali(as) terpaksa memberi baiat, agar Islam sentiasa terjaga, dan tidak musnah di tangan para manusia jahil. Mari kita perhatikan, sedikit riwayat ring
Kemudian Umar berkata: Berdirilah wahai Ibn Abi Talib dan berilah bai‘ah. Ali a.s menjawab: Jika aku tidak melakukannya? Dia menjawab: Jika begitu, demi Allah! kami akan memenggal kepala anda. Ali a.s. telah memberi hujah kepada mereka sebanyak tiga kali, kemudian menghulurkan tangannya tanpa membuka tapak tangannya. Maka Abu Bakr pun memegang tangannya dan meridhai hal sedemikian.

Ali a.s. telah menyeru sebelum memberi bai‘ah dalam keadaan tali terikat pada lehernya: Wahai Ibn Umm! Sesungguhnya mereka menindasku dan hampir membunuhku. Ada seseorang berkata kepada al-Zubair: Berilah bai‘ah, tetapi dia menolaknya. Lantas Umar, Khalid, al-Mughirah bin Syu‘bah telah bergegas ke hadapan orang ramai, lantas mereka merampas pedangnya dan memukulnya ke tanah sehingga mereka mematah dan mengucapkan talbiah kepadanya.

Maka al-Zubair berkata dalam keadaan Umar menolak dadanya: Wahai Ibn Sahhak! Sekiranya pedang berada di tanganku, nescaya anda menjauhiku, kemudian diapun memberi bai‘ah. Salman berkata: Kemudian mereka telah membawaku dan memegang tengkukku dengan pantas sehingga mereka meninggalkannya seperti barang. Kemudian mereka memegang tanganku, lalu aku memberi bai‘ah secara terpaksa. Seterusnya Abu Dhar dan al-Miqdad juga telah memberi bai‘ah secara terpaksa.

Tiada seorangpun yang telah memberi bai‘ah secara terpaksa selain daripada Ali a.s. dan kami berempat. Dan tiada seorangpun daripada kami yang begitu lantang selain daripada al-Zubair kerana dia berkata ketika memberi bai‘ah: Wahai Ibn Sahhak! Demi Allah! Sekiranya tiada mereka yang zalim membantu anda nescaya anda tidak akan datang kepadaku ketika pedangku berada di tanganku, kerana aku mengetahui anda adalah seorang yang pengecut dan keji. Tetapi anda mendapatkan orang yang zalim (thughat) bagi menguatkan kedudukan anda. Kata-kata itu menyebabkan Umar naik marah.

Al-Zubair berkata lagi: Adakah anda masih ingat wahai Sahhak? Umar bertanya: Siapa Sahhak? Al-Zubair menjawab: Apakah yang menghalangku daripada menyebut Sahhak? Sahhak adalah seorang penzina wanita. Adakah anda mengingkarinya wahai Umar? Tidakah dia seorang hamba wanita daripada Habsyah kepunyaan datukku Abd al-Muttalib, kemudian datuk anda Nufail berzina dengannya, lalu melahirkan bapa anda al-Khattab? Selepas itu Abd al-Muttalib memberikannya kepada datuk anda selepas dia berzina denganya kemudian melahirkanya (al-Khattab). Sesungguhnya dia (al-Khattab) adalah hamba kepada datukku, adalah anak zina.[1] Lantas Abu Bakr mendamaikan di antara mereka berdua, lalu kedua-duanya dapat mengawal diri mereka.

Ucapan Salman al-Farisi selepas memberi bai‘ah secara terpaksa di majlis Abu Bakr
Sulaim bin Qais berkata: Maka aku berkata kepada Salman: Wahai Salman! Adakah anda telah memberi bai‘ah kepada Abu Bakr tanpa berkata apa-apa? Beliau menjawab: Sesungguhnya aku telah berkata selepas memberi bai‘ah: Binasalah untuk kalian sepanjang masa. Adakah kalian mengetahui apa yang kalian lakukan untuk diri kalian? Kalian betul dari satu segi dan bersalah dari satu segi yang lain ? Kalian betul, kerana menepati sunnah orang sebelum kalian yang telah berpecah-belah dan berselisih faham.

Dan kalian telah bersalah kerana menyalahi Sunnah Nabi kalian sehingga kalian mengeluarkan (sunnah) daripada galiannya dan keluarganya. Lantas Umar berkata: Wahai Salman! Justeru sahabat anda telah memberi bai‘ah dan anda sendiri telah memberi bai‘ah maka cakaplah apa sahaja yang anda mahu dan lakukanlah apa yang terlintas di hati anda. Dan biarlah sahabat anda berkata apa yang terlintas di hatinya.[2]

Salman berkata: Aku telah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: “Sesungguhnya kepada anda dan sahabat anda yang anda bai‘ah kepadanya adalah seperti dosa-dosa umatnya sehingga Hari Kiamat dan seperti azab mereka semua”.

Maka Umar berkata kepadanya: Katakanlah apa yang anda mahu. Tidakkah anda telah memberi bai‘ah? Allah tidak akan mententeramkan dua mata anda jika sahabat anda memegang jawatan khalifah. Maka Salman berkata: Aku naik saksi bahawa sesungguhnya aku telah membaca beberapa kitab Allah yang diturunkan, bahawa anda dan nama anda, keturunan anda dan sifat anda adalah satu pintu daripada pintu-pintu Jahanam. Maka Umar berkata kepadaku: Katakanlah apa yang anda mahu. Tidakkah Allah telah menghilangkan daripada Ahl al-Bait yang kalian telah mengambil mereka sebagai tuhan (arbaban) selain daripada Allah?

Aku berkata kepadanya: Aku naik saksi sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah Saw. bersabda dan aku telah bertanya kepadanya firman-Nya dalam Surah al-Fajr (89): 25-26 ‘‘Maka pada hari itu tiada seorangpun yang menyiksa seperti siksaaan Allah. Dan tiada seorangpun yang mengikat dengan rantai seperti ikatan Allah” Maka beliau memberitahuku bahawa andalah yang dimaksudkan.

Maka Umar berkata kepadaku: Diam! Allah mendiamkan mulut anda wahai hamba anak lelaki orang yang tidak berkhatan. Lantas Ali a.s. berkata kepadaku: Aku bersumpah ke atas anda wahai Salman supaya diam. Salman berkata: Demi Allah! Sekiranya Ali a.s. tidak memerintahkanku supaya berdiam nescaya aku memberitahunya setiap ayat yang turun mengenainya dan setiap sesuatu yang aku mendengar daripada Rasulullah Saw. tentangnya dan sahabatnya (Abu Bakr). Manakala Umar melihatku dia berdiam seketika kemudian berkata: Anda terlalu mematuhinya!

Apabila Abu Dhar dan al-Miqdad memberi bai‘ah dan mereka berdua tidak berkata apa-apa, Umar berkata: Wahai Salman! Tidakkah anda boleh menahan diri anda sebagaimana yang dilakukan oleh kedua-dua sahabat anda? Demi Allah! bahawa sesungguhnya anda bukanlah mencintai Ahl al-Bait ini lebih daripada mereka berdua dan bukan pula lebih membesarkan mereka daripada kedua-duanya.

Sesungguhnya memadailah sebagaimana anda lihat mereka berdua telah memberi bai‘ah. Abu Dhar berkata: Adakah anda menghina kami kerana cinta kami kepada keluarga Muhammad dan membesarkan mereka? Allah melaknati dan Dia telah melakukannya kepada orang yang memusuhi mereka, membohongi mereka, menzalimi hak mereka, membuat orang ramai memandang rendah terhadap mereka dan mengembalikan umat ini mundur kebelakang.

Umar berkata: Amin! Allah melaknati orang yang menzalimi hak mereka. Tidak! Demi Allah! mereka tidak mempunyai apa-apa hakpun. Malah manusia adalah sama. Abu Dhar berkata: (Jika begitu) Kenapa kalian bertengkar dengan kaum Ansar tentang hak mereka dan hujah mereka?[3]

Ucapan Ali a.s. selepas memberi bai‘ah secara terpaksa
Ali a.s. berkata kepada Umar: Wahai Ibn Sahhak! Kami tidak mempunyai hak mengenainya malah ia untuk anda dan anak lelaki kepada wanita pemakan lalat (Abu Bakr). Umar berkata: Tahan diri anda sekarang juga wahai Abu al-Hasan! Kerana anda telah memberi bai‘ah. Lagipun orang ramai meridhai dengan sahabatku dan bukan dengan anda. Justeru itu apakah dosaku?

Ali a.s. berkata: Tetapi Allah (SWT) dan Rasul-Nya tidak meridhai selain daripadaku. Lantaran itu, terimalah berita gembira untuk anda, sahabat anda dan sesiapa yang mengikut kalian berdua maka kemurkaan Allah, azab-Nya dan penghinaan-Nya[4].

Celakalah anda (waila-ka) wahai Ibn al-Khattab! Adakah anda mengetahui dari manakah anda keluar, dari manakah anda masuk, apakah jenayah yang anda perlakukan ke atas diri anda dan sahabat anda? Maka Abu Bakr berkata: Wahai Umar! Tidakkah dia telah memberi bai‘ah kepada kita dan kita telah terselamat daripada kejahatannya, pembunuhannya dan ancamannya? Justeru itu, biarkan dia berkata apa yang dia mahu.

Lalu Ali a.s. berkata: Aku tidak akan berkata melainkan satu perkara; aku mengingatkan kalian akan Allah, wahai kalian berempat (Salman, Abu Dhar, al-Zubair dan al-Miqdad) bahawa aku telah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: “Sesungguhnya Tabut daripada api mengandungi dua belas lelaki. Enam terdiri daripada orang yang terdahulu dan enam lagi terdiri daripada orang yang terkemudian berada di Neraka Jahannam, peringkat terbawah, di dalam Tabut (peti besi) yang bertutup di atasnya dengan batu besar. Apabila Allah ingin memanaskan Neraka Jahannam, Dia akan membuka batu besar tersebut daripada Tabut. Lantas Neraka Jahanam menjadi lebih panas lagi”.

Ali a.s. berkata: Aku telah bertanya kepada Rasulullah Saw. dan kalian menjadi saksi tentang enam orang yang terdahulu. Maka beliau berkata: Orang yang terdahulu adalah anak lelaki Adam yang telah membunuh saudaranya, ketua segala Fir‘aun yang telah berhujah dengan nabi Ibrahim tentang Tuhannya, dua lelaki daripada Bani Isra’il yang telah mengubah Kitab dan Sunnah mereka. Salah seorang daripada mereka mengyahudikan Yahudi, sementara seorang lagi menasranikan Nasrani, pembunuh unta betina (al-Naqah)dan pembunuh Nabi Yahya bin Zakaria.

Adapun orang yang terkemudian adalah Dajjal dan lima orang yang membuat perjanjian di hadapan Ka‘bah (Ashab al-Sahifah) bagi menentang anda. Wahai saudaraku! mereka akan melahirkan penentangan ke atas anda selepasku; ini dan ini sehingga dia namakan mereka satu persatu kepada kami. Salman berkata: Maka kamipun berkata: Anda memang benar. Kami bersaksi sesungguhnya kami telah mendengar perkara itu daripada Rasulullah Saw.

Uthman berkata: Wahai Abu al-Hasan! Adakah di sisi anda dan sahabat anda ada hadis mengenaiku? Ali a.s. menjawab: Ya. Aku telah mendengar Rasulullah Saw. melaknati anda. Kemudian Allah tidak akan mengampuninya selepas beliau melaknati anda. Lantas Uthman memarahinya dan berkata: Apa salahku dan anda? Janganlah anda meninggalkanku pada masa nabi dan selepasnya. Ali a.s. berkata: Ya, Allah telah menundukkan keangkuhan anda.

Maka Uthman berkata: Demi Allah, sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Al-Zubair akan dibunuh dalam keadaan murtad daripada agama Islam. Salman berkata: Ali a.s. telah berkata kepadaku ketika kami berdua: Benar apa yang telah dikatakan oleh Uthman tadi. Dia telah memberi bai‘ah kepadaku selepas pembunuhan Uthman tetapi dia telah menarik balik bai‘ahnya daripadaku. Justeru itu, dia telah dibunuh dalam keadaan murtad.

Salman berkata: Maka Ali a.s. berkata lagi: Sesungguhnya orang ramai semuanya telah menjadi murtad selepas Rasulullah Saw. melainkan empat orang. Sesungguhnya orang ramai telah menjadi murtad selepas Rasulullah Saw. sepertilah kedudukan Harun dan orang yang mengikutinya dan kedudukan al-‘Ijl serta orang yang mengikutinya. Maka Ali a.s. diumpamakan seperti Harun dan al-Atiq (Abu Bakr) diumpamakan seperti al-‘Ijl, sementara Umar sepertilah al-Samiri.

Dan aku telah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: “Akan datang satu kaum daripada sahabatku yang mempunyai kedudukan yang tinggi di sisiku melalui al-Sirat. Apabila aku melihat mereka dan mereka melihatku, aku mengenali mereka dan mereka juga mengenaliku”. Tiba-tiba mereka dibawa begitu pantas daripadaku, maka akupun berkata: Wahai Tuhanku! (mereka itu) sahabatku, sahabatku. Maka dijawab: Anda tidak mengetahui apa yang telah dilakukan oleh mereka selepas anda. Mereka telah menjadi murtad kebelakang sebaik saja anda meninggalkan mereka”.

Maka aku berkata: Mohon dijauhkan perkara tersebut! Dan aku telah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: “Umatku akan mengikut sunnah Bani Isra’il sepenuhnya sehingga jika mereka memasuki lubang biawak sekalipun, mereka akan memasukinya bersama mereka,[5] kerana sesungguhnya Taurat dan al-Qur’an telah ditulis oleh seorang Malaikat dalam satu lembaran dengan satu penulisan. Lantaran itu, contoh-contoh dan sunnah-sunnah adalah sama”.

Referensi:
[1] Al-Majlisi, Bihar al-Anwar, xxx, hlm. 98-99.
[2] Bandingkan, al-Tabari, Tarikh, iii, hlm. 198-20. Abu al-Fida’, Tarikh, hlm. 156-9.
[3] Lihat misalnya Ibn Qutaibah, al-Imamah wa al-Siyasah, hlm. 10-11.
[4]Abu Nu‘aim al-Isfahani, Hilyah al-Auliya, i, hlm. 66. al-Kanji al-Syafi‘i, Kifayah al-Talib, hlm. 72.
[5] Ibn Hanbal, Musnad, iii, hlm. 84,94.


Imam Ali Menuntut Jawatan Khalifah

Salam wa rahmatollah. Bismillahir Rahman Ar Rahim
Dalam siri Imamah yang lepas, telah diberikan banyak dalil yang membuktikan Imamah Ali Ibn Abi Thalib serta wilayah Ahlulbait(as) ke atas umat Islam. Persoalan yang timbul ialah jika benar perlantikan ini terjadi, dan arahannya adalah dari Rasulullah, maka mengapakah beliau tidak menuntutnya, meskipun perlu kepada pertumpahan darah? Ingat, ini bukan perkara kecil kerana ia adalah perintah Allah dan RasulNya.

Jika anda mengatakan Imam Ali langsung tidak menuntut jawatan khalifah adalah tidak tepat sama sekali. Bahkan beliau telah memencilkan diri di rumah beliau tanpa memberikan baiat kepada Abu Bakar, sehingga memaksa si khalifah datang menemui beliau dengan harapan Imam Ali mengakui kedudukannya.

Imam Ali mengemukakan beberapa soalan kepada beliau, khususnya mengenai hak sebagai khalifah, secara langsung selepas kewafatan baginda Rasul adalah miliknya berdasarkan hadis-hadis Rasulullah yang melantik beliau di Ghadir Khum. Dalam sesi dialog ini Abu Bakar mengakui hak Imam Ali, dan hampir menyerahkannya semula kepada  beliau, jika tidak kerana campur tangan Umar. Berikut ialah sesi dialog itu.

Imam berkata kepada Abu Bakar, “Aku adalah hamba Allah dan saudara RasulNya!”
Lalu berkata kepada seseorang kepada Imam Ali, “Berbaiatlah kepada Abu Bakar.”
Imam Ali: Aku lebih berhak kepada jawatan ini, dan aku tidak akan membaiat kamu, kerana kamu lebih patut membaiat aku. Kamu mengambil jawatan ini dari Ansar dengan alasan kekerabatan kamu dengan Rasulullah(sawa), sedangkan kamu mengambilnya dari kami, Ahlulbait Nabi secara rampasan. Kamu membuat dakwaan atas golongan Ansar bahawa kamu lebih layak akan jawatantersebut kerana kedudukan kamu di sisi Rasulullah, lalu mereka menyerahkan kepada kamu tampuk pemerintahan. Sekarang aku berhujah dengan kamu sebagaimana kamu berhujah dengan kaum Ansar bahawasanya kami Ahlulbait lebih layak di sisi Rasulullah samada hidup atau mati. Oleh itu, kembalikanlah kepada kami sekiranya kamu orang-orang yang benar. Jika tidak, kamu sebenarnya telah mengembalikan semula kezaliman sedang kamu menyedarinya.”
Lantas Umar berkata: “Kamu tidak akan dibiarkan begitu sahaja hinggalah kamu berbaiat.”
Imam Ali: “Perahlah susu dengan sekali perahan, dan untukmu separuh darinya. Berilah sokongan penuh mu kepada Abu Bakar, agar dia menyerahkan kepada mu(jawatan khalifah) esok.”(*Dan memang benar ia terjadi seperti mana yang diucapkan beliau, jawatan khalifah diwariskan tanpa Syura terus kepada Umar)
Imam Ali meneruskan hujahnya: “Demi Allah wahai Umar, aku tidak menerima kata-kata mu dan aku tidak mungkin akan membaiat.”
Abu Bakar: “Sekiranya dia tidak mahu membaiat, maka aku tidak mahu memaksanya.”
Rujukan: Al Imamah wa Siyasah; Ibnu Qutaibah, hal. 23

Setelah itu rumah Imam Ali dikepung oleh sekumpulan samseng, yang mengaku diri mereka sebagai sahabat Rasul, bahkan diancam bakar jika mereka tidak mahu keluar memberi baiat. Maka beberapa orang dari pengikut Imam merasa takut lalu menyatakan persetujuan, maka tinggallah hanya beberapa orang yang tetap setia bersama Imam. Setelah itu Imam Ali diheret keluar bertemu dengan Abu Bakar, dan di situ penyokong Abu Bakar berkata kepadanya:
Penyokong Abu Bakar(PAB): Baiatlah Abu Bakar!!
Imam Ali: Jika aku tidak mahu membaiat, apa yang akan kalian lakukan?
PAB: Demi Allah yang tiada Tuhan selainNya, kami akan memancung leher mu!
Imam Ali: Jadi kamu sanggup membunuh seorang hamba Allah dan saudara Rasulnya?
Umar mencelah: Kamu memang seorang hamba Allah, tetapi bukan saudara Rasulullah!
Ketika pertengkaran sedang hangat berlaku, Abu Bakar hanya diam membisu tanpa berkata sepatah pun. Melihat keadaan itu, Umar berkata pada Abu Bakar: “Tidakkah kamu mahu mengeluarkan sebarang perintah terhadap tindakan Ali ini?”
Abu Bakar menjawab: “Aku tidak mahu memaksanya selagi Fatimah ada di sisinya.” Setelah itu, Imam Ali dilepaskan lalu beliau berlari ke kubur Rasulullah(sawa) sambil berkata: “Wahai sepupuku, sesungguhnya kaum itu menghinaku dan mahu membunuhku.”Al Imamah wa Siyasah; Ibnu Qutaibah, hal. 25

Setelah dialog ini, Imam Ali dibiarkan tanpa berbaiat selama 6 bulan, sehingga pemergian Fatimah Zahra. Dialog di atas dipetik dari kitab Al Imamah wa Siyasah karangan Imam Ibnu Qutaibah ad Dainuri. Beliau adalah di antara ulama Ahlul Sunnah yang dipercayai kutipannya. Antara karangan beliau yang mashyur ialah:
  • Gharibul Quran
  • Gharibul Hadis
  • Musykilul Quran
  • Uyun al Akbar
  • Al Maarif
  • Adabul Katib
Berikut ialah beberapa ulasan ulama Sunni tentang keperibadian Ibnu Qutaibah:
  • Ibnu Khalikan berkata: Ibnu Qutaibah ialah seorang yang dihormati Allah dan dipercayai.(Siyaru Alamin Nubala: 13/296-302 dan Wafayatul Ayan: 2/246)
  • Ibnu Katsir berkata: Ibnu Qutaibah ialah seorang yang paling dipercayai dan terhormat. (al Bidayah wa An Nihayah; 2/48)
  • Ibnu Hajar berkata: Ibnu Qutaibah ialah seorang yang dipercayai dalam ucapannya.(Lisanul Mizan, 3/357)
  • Maslamah bin Qasim berkata: Ibnu Qutaibah ialah seorang yang dipercaya dikalangan Ahlul Sunnah.
  • Az Zahabi berkata: Ibnu Qutaibah bukanlah ulama hadis, tetapi beliau ialah ulama yang mashyur. Di sisinya ilmu-ilmu yang banyak dan penting. (Siyaru Alamin Nubala; 13/196-302)
Sekiranya masih ada yang kurang berpuas hati dengan nukilan riwayat di atas, maka akan saya bawakan perbandingan dari kitab-kitab Ahlul Sunnah yang lain, iaitu Sahih Bukhari(Hadis Bilangan 3711,3712,4035,4036,4240,4241,6725&6726), Sahih Muslim(Bil. 4555), Sunan Abu Daud(Hadis 2968-2970) dan Sunan An Nisa’i(Hadis 4152).

Menerusi kitab-kitab di atas, jelas memperlihatkan penyesalan Abu Bakar ketika sesi dialog yang kedua dengan Imam Ali selepas kewafatan isterinya.

Secara ringkas, riwayat telah menceritakan bahawa setelah Fatimah datang bertemu Abu Bakar untuk menuntut haknya, yakni tanah Fadak dan Khumus, Abu Bakar enggan menyerahkannya bersandarkan kepada hadis yang berbunyi: “Kami para Nabi tidak mewariskan dan apa yang kami tinggalkan adalah sedekah.”(Hadis ini palsu riwayat Abu Bakar, akan dibuktikan). Mendengarkan alasan itu, Fatimah sangat berdukacita lalu menjauhkan dirinya dari Abu Bakar serta tidak bercakap dengan beliau sehingga wafat. Fatimah(sa) hanya hidup 6 bulan setelah kewafatan bapanya.

Sebelum beliau wafat, Fatimah telah mewasiatkan suaminya agar melarang Abu Bakar atau sesiapapun menyembahyangkannya. Bahkan jenazah suci beliau perlu dikuburkan ditempat yang tidak diketahui oleh orang ramai.

Ketika hayat isterinya, orang ramai masih memberi tumpuan kepada Imam Ali. Sebaliknya setelah pemergian Fatimah, tumpuan masyarakat mula berkurangan. Seterusnya Imam mencari jalan penyelesaian dengan menjemput Abu Bakar untuk berdialog, dengan syarat Umar tidak turut serta. Namun Umar tetap mahu mengiringinya.(*Umar berasa takut, jika Abu Bakar pergi seorang diri, beliau akan kalah dalam hujah-hujah Ali, maka kita dapati, Umar lebih banyak bercakap dari Abu Bakar).

Diantara teks dialog tersebut Imam Ali berkata kepada Abu Bakar: “Kamu merampas hak khalifah tersebut dari kami, dan kami melihat bahawa kami(ahlulbait) ada hak kerana kekerabatan kami dengan Rasulullah!” dan imam terus berbicara hingga Abu Bakar menangis teresak-esak.

Cuba anda perhatikan teks riwayat yang saya bawakan dari Sahih Muslim. Teks riwayatnya seperti ada yang tertinggal atau mungkin sengaja dibuang. Ia hanya mengemukakan dialog “…dan beliau(Imam Ali) terus berbicara hingga Abu Bakar menangis teresak-esak.”

Persoalannya apa yang membuatkan Abu Bakar menangis teresak-esak? Di manakah perginya teks dialog lain yang mengharukan itu, sehingga Abu Bakar menangis tersak-esak? Apakah sekadar Imam berkata “anda telah merampas hak kami…” sudah cukup membuatkan Abu Bakar menangis?

Berikut akan saya kemukakan teks dialog diantara Abu Bakar dan Imam Ali yang membuatkan dia menangis menurut catatan Allah Thabrisi di dalam kitab Al Ihtijaj: 1/115-129, kemudian saya akan merujuk kitab-kitab Ahlul Sunnah sebagai pengukuh kepada kesahihan hadis-hadis tersebut.

Daripada Jaafar, yang meriwayat dari bapanya Muhammad yang meriwayat dari bapanya Ali meriwayat dari bapanya Hussain meriwayat dari bapanya Ali bin Abi Thalib:
“Setelah selesai urusan Abu Bakar dan pembaiatan orang ramai kepada nya serta tindakan ancaman terhadap Imam Ali(as) Abu Bakar masih tetap mengharapkan Imam Ali memberi baiat, bagaimanapun Abu Bakar menerima reaksi negatif daripada Imam(as). Abu Bakar menganggap perkara ini sebagai serius, lalu ingin berjumpa dengan beliau dan meminta penjelasan dari Imam. Abu Bakar juga memohon maaf kepada beliau di atas pembaiatan orang ramai, dan ia berlaku bukan di atas kehendaknya, yang tidak mahukan jawatan khalifah, disebabkan oleh kelemahannya. Abu Bakar mengadakan pertemuan 4 mata dengan Imam Ali(as).

Abu Bakar: Wahai Abul Hassan. Demi Allah, perkara ini(jawatan khalifah) bukanlah benar-benar keinginan ku, kerana aku sendiri tidak mempunyai keyakinan pada diriku terhadap keperluan umat ini. Aku tidak memiliki harta yang banyak, dan keluarga ku pula ramai. Oleh itu, mengapa kamu menyembunyikan diriku apa yang aku tidak berhak dari kamu. Kamu melahirkan kebencian terhadap diriku?(Al Imamah was Siyasah; Hal.18-19, Marujuz Zahab;2/302, Tarikh Yaakubi;2/127).

Imam Ali: Apa yang mendorong kamu untuk memegang jawatan khalifah ini sekiranya kamu benar-benar tidak menginginkannya? Bahkan kamu merasa kurang yakin dengan dirimu sendiri dalam mengendalikannya.
Abu Bakar: Sebuah hadis yang aku mendengarnya daripada Rasulullah(sawa): “Sesungguhnya umatku tidak akan bersepakat menuju ke arah kesesatan” maka dengan ini, apabila aku melihat kesepakatan(ijmak) orang ramai atas perlantikan ku, maka aku mengikuti sabda Nabi tersebut.(Milal wan Nihal: 1/9) Bahkan aku langsung tidak terfikir bahawa kesepakatan mereka menyalahi petunjuk. Oleh itu aku memberikan jawaban positif(dengan menerima perlantikan itu). Sekiranya aku mengetahui walau seorang pun yang tidak bersetuju dengan perlantikan itu, maka pasti aku akan menolaknya.

Imam Ali: Sabda Nabi yang kamu sebutkan itu bahawa sesungguhnya umat ini tidak akan bersepakat menuju ke arah  kesesatan itu, adakah aku ini sebahagian dari umat atau tidak?
Abu Bakar: Tentu sekali kamu itu sebahagian dari umat.

Imam Ali: Adakah golongan yang menentang kamu itu seperti Salman, Ammar, Abu Dzar, Miqdad, Ibnu Ubbad dan orang-orang Ansar lain yang bersama mereka itu termasuk di dalam umat?
Abu Bakar: Semuanya termasuk di dalam umat.
Imam Ali: Jadi bagaimana kamu boleh berhujah dengan hadis tersebut, sedangkan orang-orang seperti mereka telah membelakangi kamu? Sedangkan umat tidak mencela mereka, dan persahabatan mereka dengan Rasulullah sangat baik sekali?

Abu Bakar: Aku tidak mengetahui penentangan mereka berlaku selepas perlantikan khalifah. Aku bimbang sekiranya aku tidak mengambil berat perkara ini(hal pemeritahan) orang ramai akan menjadi murtad. Oleh itu tindakan mereka memilih ku adalah memudahkan untukku memberi pertolongan di dalam agama dan mengekalkannya dari permusuhan dikalangan mereka yang membawa mereka menjadi kafir. Aku menyedari bahawa kamu bukanlah orang yang dapat mengekalkan mereka dan agama mereka.

Imam Ali: Benarkah? Baik, beritahukan kepadaku tentang orang yang berhak menjadi khalifah dan dengan sifat apakah dia berhak ke atasnya?

Abu Bakar: Dengan nasihat, kesetiaan, akhlaq yang baik, melaksanakan keadilan, alim dengan kitab Allah dan sunnah Rasulnya, memiliki puncak kefasihan yang tinggi, zuhud dalam soal duniawi, tidak cintakan dunia, menyelamatkan orang yang tertindas samada yang jauh atau dekat..(setelah itu Abu Bakar terdiam..)

Imam Ali: Orang yang terawal memeluk Islam dan kerabat Nabi?
Abu Bakar: Ya
Imam Ali: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! Adakah sifat-sifat tersebut ada pada kamu atau diriku?
Abu Bakar: Bahkan pada dirimu wahai Abul Hassan. (Lisanul Mizan:6/78, Al Manaqib Hal. 7, Al Bidayah Wan Nihayah,7/356).

Imam Ali: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! Adakah aku yang terawal menyahut dakwah Nabi dari kalangan lelaki atau kamu?
Abu Bakar: Kamu (Yanabi al Mawaddah: Hal 91-92).

Imam Ali: Aku menyeru kamu dengan nama Allah!Adakah aku yang mengisytiharkan surah Al Baraah (at Taubah) di musim haji akbar atau kamu?
Abu Bakar: Kamu. (Musnad Ahmad:1/56, Sahih Tarmizi: 2/461, Mustadrak al Hakim:2/51)
Imam Ali: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! Adakah aku yang mempertahankan(menjadi pengawal) di hari al Ghadir atau kamu?
Abu Bakar: Kamu. (Rujuk Siri:Imamah di Daftar Artikel)
Imam Ali: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! Adakah aku maula kamu dan keseluruhan kaum Muslimin melalui hadis Nabi di Ghadir atau kamu?
Abu Bakar: Kamu
Imam Ali: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! Adakah ayat al Wilayah daripada Allah itu berkenaan dengan cincin yang aku sedekahkan atau kamu?
Abu Bakar:Kamu
Imam Ali: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! Adakah wazarah(menteri/pembantu) bersama Nabi yang diibaratkan seperti Harun di sisi Musa itu aku atau kamu?
Abu Bakar: Kamu
Imam Ali: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! Adakah Ayatul Thathir itu untukku, isteri ku dan anak-anak lelaki ku atau untuk kamu, isterimu dan anak-anakmu?
Abu Bakar: Kamu, isterimu dan kedua anak lelaki mu.
Imam Ali: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! Adakah Rasulullah mempertaruhkan aku, isteriku dan kedua anak lelaki ku ketika ber Mubahalah dengan kaum Nasrani atau mempertaruhkan kamu, isterimu dan anak-anak lelaki mu?
Abu Bakar: Dengan kalian.(Peristiwa Mubahalah)
Imam Ali: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! Adakah aku, isteriku dan anak-anak lelaki ku yang didoakan oleh Rasulullah di hari al Kisa: “Ya Allah, mereka ini Ahlulbait ku, kepada Mu bukan ke neraka Mu” atau kamu sekeluarga?
Abu Bakar: Kamu dan anak isteri mu.(Rujuk perbahasan ayatul Thathir dan siapa Ahlulbait)
Imam Ali: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! Adakah aku yang dimaksudkan dengan ayat: Mereka menunaikan nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya dimana-mana(Al Insan:7) atau kamu?
Abu Bakar: Kamu(Asbabun Nuzul Wahidi; hal 331, Tafsir Fakhrul Radzi: Ayat berkenaan, Al Isabah: 8/68, Usudul Ghabah: 5/350,Nurul Absar: Hal 102).

Imam Ali: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! Adakah aku atau kamu yang dikembalikan matahari untuk menunaikan solat Asar yang terlepas kemudian ia terbenam semua?
Abu Bakar: Kamu (Lisanul Mizan:5/76, Al Bidayah wan Nihaya: 6/80, Musykilul Atsar: 2/8, Yanabi al Mawaddah: Hal 137).

Imam Ali: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! Adakah kamu yang melegakan Rasulullah(sawa) dan kaum Muslimin dengan pembunuhan Amru bin Abdu Wudd (perwira hebat di perang Khandaq) atau aku?
Abu Bakar: Kamu (Lisanul Mizan:5/76, Al Bidayah wan Nihaya: 6/80, Musykilul Atsar: 2/8, Yanabi al Mawaddah: Hal 137, Kifayatuth Thalib: Hal 227).

Imam Ali: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! Adakah orang yang diamanahkan oleh Rasulullah sebagai utusan kepada jin, lalu mereka menyahutnya, adalah aku atau kamu?
Abu Bakar: Kamu (Kifayatuth Thalib: Hal 230-231).

Imam Ali: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! Adakah orang yang disucikan oleh Allah dari penzinaan sejak Adam hinggalah bapanya dengan sabda baginda: “Aku dan kamu(Ali) adalah dari nikah yang sah bukan dari penzinaan sejak Adam hinggalah Abdul Muthalib itu” aku atau kamu?
Abu Bakar: Kamu(Kifayatuth Thalib: Hal 379, Majma’ uz Zawaid).

Imam Ali: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! Adakah orang yang dipilih oleh Allah untuk mengahwini puterinya Fatimah dengan sabdanya: “Allah telah mengahwinkan kamu denga Fatimah di langit” kamu atau aku?
Abu Bakar: Kamu(Al Sawaiqul Muhriqah:Hal 84-85, Kifayatuth Thalib: Hal 298-299).

Imam Ali: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! Adakah bapa Hassan dan Hussain menerusi sabdaan Nabi: “Kedua-duanya ahli syurga, dan bapa mereka berdua lebih baik dari mereka” adalah kamu atau aku?
Abu Bakar: Kamu(Kifayatuth Thalib Hal 204, Yanabi al Mawaddah: Hal 166).

Imam Ali: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! Aakah saudara kamu yang dihiasi 2 sayap terbang ke syurga bersama para malaikat atau saudara ku?
Abu Bakar: saudara kamu.(Jaafar bin Abu Thalib)-(Yanabi al Mawaddah hal 519).

Imam Ali: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! Aakah orang yang telah menjamin hutang Rasulullah dan mengadakan pengisytiharan di musim haji dengan melaksanakan janjinya adalah kamu atau aku?
Abu Bakar: kamu(Mizanul i’tidal: 1/306, Ad Durul Mantsur 3/309).

Imam Ali: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! Adakah orang yang didoakan Rasulullah ketika burung panggang ada di sisinya dan baginda bersabda ketika mahu memakannya: “Ya Allah hadirkanlah kepada ku orang yang paling Engkau cintai sesudah ku untuk memakan burung ini bersamaku” maka tidak ada seorang pun yang hadir melainkan kamu atau aku?
Abu Bakar: Kamu(Sahih Tarmizi: bil 373, Mustadrak:3/130, Mu’jamul Kabir: 1/253/730).

Imam Ali: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! Adakah orang yang diberi mandat oleh baginda Nabi untuk memerangi kaum Nakitsin, Qasithin dan Mariqin mengikut takwilan Al Quran adalah aku atau kamu?
Abu Bakar: kamu(Kanzul Ummal: 6/154, Tahzibut Tahzib: 3/178, Kifayatuth Thalib: hal 167-168).

Imam Ali: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! Adakah orang yang ditunjukkan oleh Rasulullah dengan kebijaksanaan dan kefasihan dengan sabdanya: “Ali adalah orang yang paling alim dalam ilmu penghakiman” aku atau kamu?
Abu Bakar: Kamu(Kifayatuth Thalib:Hal 112).

Imam Ali: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! Adakah orang yang Rasulullah pada masa hidup baginda telah memerintahkan para sahabat agar memberi salam kepadanya untuk menjadi ketua, aku atau kamu?
Abu Bakar: Kamu(Al Isabah:3/20, Kanzul Ummal: 6/155, Mustadrak al Hakim: 3/128).

Imam Ali: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! Adakah orang yang menyaksikan ucapan Rasul yang terakhir, mengurus dan mengkafankan jenazah beliau adalah aku atau kamu?
Abu Bakar: Kamu(Al Manaqib:Hal 60-63).

Imam Ali: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! Adakah aku kerabat Rasulullah atau kamu?
Abu Bakar: Kamu
Imam Ali: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! Adakah orang yang dikurniakan Allah dengan dinar ketika ia memerlukan dan Jibril menjualkan kepadanya juga menjadikan Muhammad sebagai tetamu lalu ia memberi makan anaknya adalah kamu atau aku?
Abu Bakar(menangis): Kamu(Usudul Ghabah: 5/530 dan Kifayatuth Thalib: Hal 348-349).

Imam Ali: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! Adakah orang yang diletakkan Nabi di atas bahunya untuk menolak dan memecahkan berhala-berhala di atas Kaabah hinggakan jika dikehendaki nescaya ia dapat menyentuh ketinggian langit itu kamu atau aku?
Abu Bakar: Kamu(Mustadrak al Hakim: 3/5).

Imam Ali: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! Adakah orang yang diperintahkan Rasulnya supaya pintunya dibuka sementara pintu para sahabat lain ditutup itu aku atau kamu?
Abu Bakar: Kamu(Khasais Ali:Hal 17, Mustadrak: 3/125, Sahih Tarmizi: 2/301).

Imam Ali: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! Adakah orang yang dimaksudkan Nabi sebagai pemilik panji dunia dan akhirat itu kamu atau aku?
Abu Bakar: Kamu(Yanabi al Mawaddah: Hal 81).

Imam Ali: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! Adakah orang yang mengeluarkan sedekahtatkala diadakan perbicaraan khusus dengan Rasul dan ketika itu Allah mengkritik satu golongan: “Apakah kamu takut menjadi miskin kerana kamu memberi sedekah sebelum perbicaraan dengan Rasul (Al Mujadalah:13) itu aku atau kamu?
Abu Bakar: Kamu (Yanabi Al Mawaddah: Hal 100).

Imam Ali: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! Adakah orang yang dimaksudkan Rasul ketika baginda bersabda kepada Fatimah(sa): “Aku nikahkan kamu dengan orang yang pertama beriman kepada Allah” itu kamu atau aku?
Abu Bakar: Kamu(Dzakhairul Uqba: Hal 29, Sawaiqul Muhriqah: Hal 85, Kifayatuth Thalib: Hal 298).

Imam Ali: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! adakah orang yang diberi salam oleh malaikat 7 langit di hari al Qulaib itu kamu atau aku?
Abu Bakar: Kamu(Tarikh Baghdadi:4/403).

Imam Ali: Jadi adakah dengan perkara-perkara ini dan seumpama dengannya kamu masih lebih berhak melaksanakan urusan umat Muhammad? Apakah yang membuatkan kamu terlanjur jauh dari Allah dan RasulNya, sedangkan kamu tidak memiliki sesuatu apapun yang diperlukan oleh penganut agamanya?
Abu Bakar menangis dan mejawab: Memang benar apa yang kamu katakan wahai Abul Hassan. Tunggulah hingga berlalu hari ku. Aku akan memikirkan tentang jawatan ku sebagai khalifah dan aku tidak akan mendengar lagi percakapan sebegini dari pada kamu.(Al Imamah wa Siyasah: Hal 18-19, Tarikh Yaakubi: 2/127-128).

Imam Ali: Itu terserahlah kepada kamu wahai Abu Bakar.
Inilah teks dialog yang berlangsung antara Imam Ali dan Abu Bakar. Dialog yang membuatkan Abu Bakar teresak-esak menangis kerana terpaksa mengakui kebenaran kata-kata Imam Ali(as).
Meskipun begitu, tiada sebarang tindakan susulan daripada Abu Bakar untuk menyerahkan kembali hak kepimpinan kepada orang yang lebih berhak walaupun dia telah mengakui kebenaran hak Imam Ali(as). Mengapa ye?


Adilnya Abu Bakar Bin Abu Qahafah

Bismihi Ta’ala. Salam wa rahmatollah.

Allahumma bi haqqi Muhammad wa aali Muhammad, solli ‘ala Muhammad wa aali Muhammad

Dalam Kitab Sunan Abu Dawud (klik) tercatat :

13 – أنه جاء هو وعثمان بن عفان يكلمان رسول الله صلى الله عليه وسلم فيما قسم من الخمس بين بني هاشم وبني المطلب فقلت يا رسول الله قسمت لإخواننا بني المطلب ولم تعطنا شيئا وقرابتنا وقرابتهم منك واحدة فقال النبي صلى الله عليه وسلم إنما بنو هاشم وبنو المطلب شيء واحد قال جبير ولم يقسم لبني عبد شمس ولا لبني نوفل من ذلك الخمس كما قسم لبني هاشم وبني المطلب قال وكان أبو بكر يقسم الخمس نحو قسم رسول الله صلى الله عليه وسلم غير أنه لم يكن يعطي قربى رسول الله صلى الله عليه وسلم ما كان النبي صلى الله عليه وسلم يعطيهم قال وكان عمر بن الخطاب يعطيهم منه وعثمان بعده
الراوي: جبير بن مطعم المحدث: الألباني – المصدر: صحيح أبي داود – الصفحة أو الرقم: 2978
خلاصة حكم المحدث: صحيح

Riwayat yang sama dari Sunan Abu Dawud No.2978 :

2978 – حدثنا عبيد الله بن عمر بن ميسرة ثنا عبد الرحمن بن مهدي عن عبد الله بن المبارك عن يونس بن يزيد عن الزهري قال أخبرني سعيد بن المسيب قال
« أخبرني جبير بن مطعم أنه جاء هو وعثمان بن عفان يكلمان رسول الله فيما قسم من الخمس بين بني هاشم وبني المطلب فقلت يا رسول الله قسمت لإخواننا بني المطلب ولم تعطنا شيئا وقرابتنا وقرابتهم منك واحدة فقال النبي ” إنما بنو هاشم وبنو المطلب شىء واحد ” قال جبير ولم يقسم لبني عبد شمس ولا لبني نوفل [ شيئا ] من ذلك الخمس كما قسم لبني هاشم وبني المطلب. قال وكان أبو بكر يقسم الخمس نحو قسم رسول الله غير أنه لم يكن يعطي قربى رسول الله ما كان النبي يعطيهم قال وكان عمر بن الخطاب يعطيهم منه وعثمان بعده. » 72

Telah menceritakan kepada kami Ubaidullah bin Umar bin Maisarah yang berkata telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Mahdi dari Abdullah bin Al Mubarak dari Yunus bin Yazid dari Az Zuhri yang berkata telah mengabarkan kepadaku Sa’id bin Musayyab yang berkata telah mengabarkan kepadaku Jubair bin Muth’im, bahwa ia bersama Utsman bin Affan datang untuk berbicara kepada Rasulullah (saww) tentang bahagian khumus yang beliau bahagikan diantara Bani Hasyim dan Bani al-Muththalib.

Kemudian aku berkata : “Wahai Rasulullah, anda telah membahagi untuk saudara-saudara kami Bani Al Muththalib, dan anda tidak memberikan sesuatu pun kepada kami, padahal kerabat kami dan kerabat mereka bagi anda adalah satu”.

Kemudian Nabi (saww) bersabda : “Sesungguhnya Bani Hasyim dan Bani al-Muththalib adalah satu.”

Jubair mengatakan baginda tidak membahagikan kepada Bani Abdu Syams dan Bani Naufal dari khumus tersebut sebagaimana beliau membagikan kepada Bani Hasyim dan Bani al-Muththalib.
Jubair berkata : “Abu Bakar membagikan khumus sebagaimana Rasulullah (saww) membahagikannya hanya saja ia tidak memberikan (khumus)kepada kerabat (qurba) Rasulullah (saww), sebagaimana Rasulullah (saww) telah memberikan kepada mereka“.

Jubair berkata : “Dan Umar bin  Khathab memberikan kepada mereka (kerabat Rasul saww) dari bagian tersebut begitu juga Utsman setelahnya”

Status Hadits :  Shahih (klik)
Perkara yang mengganggu saya hanyalah ayat berikut:
“…..hanya saja ia (iaitu ABU BAKAR) tidak memberikan khumus kepada kaum kerabat (qurba) Rasulullah (saww), sebagaimana Rasulullah (saww) telah memberikan khumus kepada mereka”
Di manakah keadilan dan sayangnya beliau kepada Ahlulbait apabila beliau meninggalkan perkara yang dilakukan oleh baginda Rasul(sawa)?

Ibnu Taymiyah telah menyatakan di dalam kitab komik kebanggaan para Nasibi(la), Minhaj As-Sunnah 8/291 (klik), mengatakan  :

وغاية ما يقال إنه كبس البيت لينظر هل فيه شيء من مال الله الذي يقسمه وأن يعطيه لمستحق

Tujuan dari apa yang dikatakan bahwa ia (abu bakar) mendobrak rumah (rumah Fathimah as) adalah untuk melihat jika disana ada harta Allah untuk disalurkan dan diberikan kepada yang layak menerimanya”
Persoalannya adalah, logikkah Ahlul Bait (as) menyimpan harta yang bukan miliknya, yakni harta yang haram di rumah mereka?  Sehingga Abu Bakar mencari-carinya dan menceroboh rumah Fathimah (as) karena alasan tersebut?
Sungguh, bagi Sunni yang menganggap maksumnya para khalifah awwalin(kecuali Imam Ali(as)), mereka akan sentiasa mencari jalan untuk mempertahankan idol mereka. InsyaAllah, Allah akan sentiasa membantu golongan yang benar.


Perlantikan Abu Bakar Satu Ijmak?

Bismillah.Salam wa rahmatollah.

Sunni berpendapat bahawa di dalam Islam ada unsur demokrasi dalam berpolitik, berdasarkan peristiwa perlantikan Abu Bakar yang mendapat sokongan padu para sahabat, atau sekurang-kurangnya itulah yang disuapkan kepada kita dari kecil hingga dewasa. Hujah ini jugs mereeka gunakan bagi mengenepikan hujah Syiah bahawa Rssululla sawa melantik pengganti, artikel ini adalah demi membuktikan bahawa perlantikan Abu Bakar tidak ada ijmak dan penuh dengan kontroversi.

Segalanya berlaku sejurus selepas kewafatan baginda Rasul(sawa). Bahkan ketika itu jasad suci Rasulullah masih belum dimandikan lagi. Ketika ini kaum Ansar telah pun berkumpul di Saqifah Bani Saadah untuk mengangkat Saad bin Ubadah sebagai khalifah. Mendengar berita itu, golongan muhajirin bergegas ke sana dengan meninggalkan Ali bin Abi Thalib dan Ahlulbait berserta sedikit para sahabat setia berseorangan memandikan jasad Rasulullah(sawa).

Setelah golongan Muhajirin tiba, maka berlakulah perdebatan sengit antara kedua golongan. Qais bin Saad selaku juru cakap bagi pihak ayah beliau menegaskan bahawa bapanya lebih layak dengan jawatan khalifah. Malangnya beliau tidak berjaya mendapatkan pungutan suara, lalu Saad mengambil keputusan untuk tidak membaiat sesiapa pun sehingga beliau meninggal dunia. Sementara Umar yang menyokong kuat perlantikan Abu Bakar pula berasa marah dan berkata kepadanya:
Bunuhlah Saad, semoga Allah swt membunuh Saad.”
Umar juga berkata kepada pengikutnya agar tidak membiarkan Saad selagi beliau belum memberi baiat kepada Abu Bakar. Sebaliknya, Basyir bin Saad pula berpendapat agar Saad dibiarkan sahaja kerana bimbang tuntut bela oleh kaumnya.

Rujukan:
Al Imamah was Siyasah: Ibnu Qutaibah, hal 20 dan Tarikh al Yaakubi, juz 2 hal. 84
Rujuk keengganan Saad untuk memberi baiat kepada Abu Bakar menerusi: al Kamil fit Tarikh:Ibnu Atsir, 2/194, Tarikh Thabari:3/222.

Setelah itu al Hubbab bin Munzir bin al Jamuh pula berlawan cakap dan berhujah dengan Umar hingga beliau mengatakan kepada kaumnya dari golongan Ansar agar jangan sesekali menyerahkan jabatan Khalifah kepada golongan Muhajirin, kerana golongan Ansar lebih layak untuknya. Sekiranya mereka berkeras, halau mereka dari Madinah meskipun perlu berperang.(al Imamah was Siyasah, hal 18, al Kamil fit Tarikh 2/192-193).

Begitu juga dengan Abu Ubaidah yang tetap berkeras mahukan jabatan khalifah dipegang oleh golongan Ansar. Tetapi hujahnya dijawab oleh Abdul Rahman Bin Auf, Basyir bin Saad dan Abu Nu’man bin Basyir yang lebih bersetuju Abu Bakar lebih layak sebagai khalifah.(Tarikh Yaaakubi:2/83 dan al Kamil fit Tarikh 2/193).

Sementara sebahagian dari golongan Ansar bersama Zubair bin Al Awwam dan Al Abbas yang bersungguh-sungguh menjelaskan bahawa Ali bin Abi Thalib lebih layak sebagai khalifah. Sebaliknya, setelah perlantikan Abu Bakar, mereka semua pulang tanpa memberi baiat kepadanya, sehingga menyebabkan Umar menjadi marah, alalu membawa beberapa orang seperti Usaid bin Khudair dan Slimah bin Aslam untuk menyerang mereka. Melihatkan keadaan itu, Zubair lantas menghunuskan pedangnya, tetapi dengan segera beliau diserbu, pedangnnya dirampas dan beliau dihantukkan ke dinding atas arahan Umar al Khattab. (Al Imamah wa Siyasah hal. 21).

Setelah Abu bakar ditabalkan sebagai khalifah, sebahagian dari golongan Muhajirin dan Ansar berkumpul di rumah Imam Ali(as). Mereka tidak mahu memberi baiat kepada Abu Bakar hinggalah beberapa orang penyokong kuat Abu Bakar, yang antaranya Umar Al Khattab datang menyerang rumah Imam Ali(as) dan memaksa mereka berbaiat. Bahkan Umar mengancam untuk membakar rumah itu berserta dengan isinya hidup-hidup jika mereka berkeras tidak mahu membaiat.

Peristiwa cubaan membakar rumah Imam Ali(as) telah dicatat oleh Ibnu Katstir dan At Thabari dalam kitab-kitab tarikh mereka. Umar telah berkata: ” Aku akan membakar kamu mua sehingga kamu keluar untuk memberi baiah kepada Abu Bakar.”(sila rujuk ancaman ini menerusi: Al Imamah wa Siyasah, hal 24; Tarikh Ibnu Katsir,7/203); Tarikh Thabari, 3/198; Tarikh Abu Fida 4/259; Syarah Nahjul Balaghah).

Kenyataan sejarah telah membuktikan bahawa bukan Ali dan Ahlulbait sahaja yang enggan berbaiat kepada Abu Bakar, malah sebilangan besar para sahabat dari Muhajirin dan Ansar turut menentang beliau. Di antaranya:
  • Qais bin Saad
  • Abbas bin Abdul Muthalib
  • Al Fadhl bin Abbas
  • Zubair bin Awwam
  • Khalid bin Said
  • Miqdad bin Amr
  • Salman al Farisi
  • Abu Dzar Al Ghiffari
  • Ammar bin Yassir
  • Al Bara’ bin azib
  • Ubay bin Kaab
  • Saad bin Abi Waqqas
  • Thalhah bin Ubaidillah
  • Khuzaimhn bin Tsabit
  • Saad bin Ubadah
  • Farwah bin Amru al Ansari
Referensi:
  • Tarikh Yaakubi
  • Al Kamil fit Tarikh
  • Al Imamah wa Siyasah
  • Iqdul Farid
  • Tarikh Thabari
  • Sirah Halabiyah
Berdasarkan peristiwa peerbalahan di balai raya Bani Saidah, maka kita dapt menyimpulkan beberapa perkara, seperti berikut:
  • Ali dan para sahabat besar enggan berbaiat
  • Umar dan kuncu-kuncunya mengugut untuk membakar jika enggan berbaiat
  • Golongan Ansar mengugut untuk menghalau golongan Muhajirin, walaupun terpaksa berperang jika Muhajirin berkeeras mahukan jawatan khalifah
  • Umar mengancam membunuh Saad
  • Zubair bin Awwam diserang atas arahan Umar hingga memaksanya menghunuskan pedang
Inilah secara ringkas perbalahan dan peretelingkahan yang berlaku sewaktu perlantikan Abu Bakar, dalam tempoh yang begitu singkat selepas kewafatan Nabi(sawa). Golongan Muhajirin dan Ansar masing-masing membela diri dengan sekerasnya demi jawatan yang bukan menjadi hak mereka untuk menuntutnya.
Ekoran peristiwa huru hara tersebut telah menghantui salah sesorang isteri Rasul Akram hingga memaksa beliau meminta Umar untuk melantik penggantinya di ambang maut dengan katanya: “Tentukanlah penggantimu sebagai pemimpin umat Muhammad, dan janganlah kamu meninggalkan mereka begitu sahaja sesudah pemergianmu. Sesungguhnya aku takut fitnah akan menimpa ke atas mereka.” (al Imamah wa Siyasah).

Diikuti pula Ibnu Umar yang beria-ia meminta ayahnya Umar agar berwasiat bagi menentukan pengganti sesudahnya dengan berkata: “Aku telah mendengar dari orang ramai yang berkata anda tidak akan melantik pengganti mu. Seandainya anda mempunyai pengembala kambing, kemudian ia datang kepada mu, dan anda meninggalkan unta dan kambing tersebut teerbiar, bukankah ia telah mensia-siakannya? Ketahuilah soal memimpin manusia itu lebih berat.”
Rujukan:
  • Sahih Muslim
  • Sunan Abu Daud
  • Sahih Tarmizi
  • Tuhftul Asyraf
Hairan juga para sahabat sendiri risau akan berlaku fitnah jika tidak dilantik pemimpin, tetapi Sunni mempercayai bahawa Rasulullah sendiri berbuat demikian. Jikalau diikut dari kata-kata Ibnu Umar, maka adakah Rasulullah adalah pengembala yang mensia-siakan gembalaannya?

Inilah juga yang diingatkan oleh Rasulullah dengan sabdanya:
“Sesungguhnya kamu semua akan tamak tentang jawatan pemerintahan. Dan oleh kerana itu kamu akan menyesal pada hari kiamat. Stu nikmat bagi yang menyusukan dan kesengsaraan bagi yang disusukan.”
Rujukan:
  • Sahih Bukhari, bil 7147
  • At Targhib wa Tarhib
Dengan semua penjelasan di atas, jelaslah di sini bahawa perlantikan Abu Bakar bukanlah satu ijmak di kalangan kaum Muslimin. Apatah lagi apabila kita mendapati, orang yang menentang beliau ialah para sahabat besar lagi masyhur. Jika ijmak sudah tiada, apa mungkin baiat itu boleh berlaku?

Wallahualam


Riwayat Kontroversi tentang Khalifah Abu Bakar

Bismillah wa Sololllahu ala Muhammad wa aali Muhammad.

Tindakan-tindakah khalifah Abu Bakar yang bertentangan dengan al-Qur’an dan Sunnah Nabi (Saw.) serta akal  melebihi 4 perkara sebagaimana dicatat oleh ulama Ahlus-Sunnah wa l-Jama’ah di dalam buku-buku mereka. Sekiranya mereka berbohong di dalam catatan mereka, maka merekalah yang berdosa dan dipertanggungjawabkan dihadapan Allah (swt). Dan sekiranya catatan mereka itu betul, kenapa kita menolaknya dan terus memusuhi Sunnah Nabi (Saw.) yang bertentangan dengan tindakan Abu Bakar?

Berikut dikemukakan sebagian dari tindakan khalifah Abu Bakar :

1.Jika mereka Ahlus-Sunnah Nabi saw, niscaya mereka tidak melarang orang ramai dari menulis dan meriwayatkan Sunnah Nabi (Saw.) Tetapi Khalifah Abu Bakar telah melarang orang ramai dari menulis dan meriwayatkan Sunnah Nabi (Saw.) [al-Dhahabi, Tadhkirah al-Huffaz, I, hlm.3].

2.Jika mereka Ahlus-Sunnah Nabi (Saw.), niscaya mereka tidak berpendapat bahwa Sunnah Nabi (Saw.) akan membawa perpecahan kepada umat, tetapi khalifah Abu Bakar berpendapat Sunnah Nabi (Saw.) akan membawa perselisihan dan perpecahan kepada umat. Dia berkata: “Kalian meriwayatkan dari Rasulullah (Saw.) hadits-hadits di mana kalian berselisih faham mengenainya. Orang ramai selepas kalian akan berselisih faham lebih kuat lagi.” [Al-Dhahabi, Tadhkirah al-Huffaz, I , hlm.3]

3.Jika mereka Ahlus-Sunnah Nabi( Saw.), niscaya mereka meriwayatkan dan menyebarkan Sunnah Nabi (Saw.) di kalangan orang ramai,tetapi khalifah Abu Bakar melarang orang ramai dari meriwayatkannya. Dia berkata: “Janganlah kalian meriwayatkan sesuatu pun (syai’an) dari Rasulullah (Saw.)” [Al-Dhahabi, Tadhkirah al-Huffaz, I , hlm.3]

4.Jika mereka Ahlus-Sunnah Nabi (Saw.), niscaya mereka tidak akan mengatakan bahwa Kitab Allah adalah cukup untuk menyelesaikan segala masalah tanpa Sunnah Nabi (Saw.), tetapi khalifah Abu Bakar berkata: “Kitab Allah dapat menyelesaikan segala masalah tanpa memerlukan Sunnah Nabi (Saw.)” Dia berkata: “Sesiapa yang bertanya kepada kalian, maka katakanlah: Bainana wa bainakum kitabullah (Kitab Allah di hadapan kita). Maka hukumlah menurut halal dan haramnya.”[Al-Dhahabi, Tadhkirah al-Huffaz, I , hlm.3].

Kata-kata Abu Bakar ini telah diucapkan beberapa hari selepas peristiwa Hari Khamis yaitu bertepatan dengan kata-kata Umar ketika dia berkata:” Rasulullah (Saw.) sedang meracau dan cukuplah bagi kita Kitab Allah (Hasbuna Kitabullah).” Lantaran itu sunnah Abu Bakar tadi adalah bertentangan dengan Sunnah Nabi yang dicatatkan oleh Ahlul Sunnah:”Aku tinggalkan kepada kalian dua perkara sekiranya kalian berpegang kepada kedua-duanya niscaya kalian tidak akan sesat selama-lamanya ; Kitab Allah dan “Sunnahku.”

5.Jika mereka Ahlus-Sunnah Nabi (Saw.), niscaya mereka tidak membakar Sunnah Nabi (Saw.), tetapi Khalifah Abu Bakar telah membakarnya. Oleh itu tidak heranlah jika Khalifah Abu Bakar tidak pernah senang hati semenjak dia mengumpulkan lima ratus hadits Nabi (Saw.) semasa pemerintahannya. Kemudian dia membakarnya pula. [al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-Ummal, V, hlm. 237].

Dengan ini dia telah menghilangkan Sunnah Rasulullah (Saw.). Oleh itu kata-kata Abu Bakar: “Janganlah kalian meriwayatkan sesuatupun dari Rasulullah (Saw.)” menunjukkan larangan umum terhadap periwayatan dan penulisan hadits Rasulullah (Saw,). Dan hal itu tidak boleh ditakwilkan sebagai berhati-hati atau mengambil berat atau sebagainya.

6.Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.), niscaya mereka menyebarkan Sunnah Nabi (Saw.), dan menjaganya, tetapi khalifah Abu Bakar, melarangnya dan memusnahkannya (Muttaqi al-Hindi, Kanz al-Ummal,V,hlm. 237] Lantaran itu tindakan khalifah Abu Bakar adalah bertentangan dengan Sunnah Rasulullah (Saw.):”Allah memuliakan seseorang yang mendengar haditsku dan menjaganya, dan menyebarkannya. Kadangkala pembawa ilmu (hadits) membawanya kepada orang yang lebih alim darinya dan kadangkala pembawa ilmu (hadits) bukanlah seorang yang alim.”[Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, I, hlm.437; al-Hakim, al-Mustadrak, I, hlm.78] Dan sabdanya “Siapa yang ditanya tentang ilmu maka dia menyembunyikannya, Allah akan membelenggukannya dengan api neraka.” [Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, III, hlm.263].

7.Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.), niscaya mereka berkata: “Kami perlu kepada sunnah Nabi (Saw.) setiap masa,” tetapi khalifah Abu Bakar dan kumpulannya berkata: “Kami tidak perlu kepada sunnah Nabi, karena kitab Allah sudah cukup bagi kita.” Dia berkata: “Sesiapa yang bertanya kepada kalian, maka katakanlah: Bainana wa bainakum kitabullah (Kitab Allah di hadapan kita). Maka hukumlah menurut halal dan haramnya.” [Al-Dhahabi, Tadhkirah al-Huffaz,I,hlm.3].

8.Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.), niscaya mereka percaya bahwa taat kepada Nabi (Saw.) adalah taat kepada Allah sebagaimana firman-Nya di dalam Surah al-Nisa’(4) 80 : “Siapa yang mentaati Rasul, maka dia mentaati Allah”. Ini berarti siapa yang mendurhakai Rasul, maka dia mendurhakai Allah, tetapi khalifah Abu Bakar dan kumpulannya percaya sebaliknya ketika dia berkata: : “Sesiapa yang bertanya kepada kalian, maka katakanlah: Bainana wa bainakum kitabullah (Kitab Allah di hadapan kita). Maka hukumlah menurut halal dan haramnya.” [Al-Dhahabi, Tadhkirah al-Huffaz,I,hlm.3; al-Bukhari, Sahih, I, hlm. 36; Muslim, Sahih, III, hlm. 69) Baginya mendurhakai Nabi (Saw.) bukan berarti mendurhakai Allah.

9.Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.), niscaya mereka tidak bermusuhan dengan Ahlu l-Bait Nabi (Saw.), apa lagi mengepung dan coba membakar rumah anak perempuannya; Fatimah (a.s), tetapi mereka telah mengepung dan coba membakarnya dengan menyalakan api di pintu rumahnya.Khalifah Abu Bakar dan kumpulannya telah mengepung dan coba membakar rumah Fatimah al-Zahra’ sekalipun Fatimah, Ali, Hasan dan Husain (a.s) berada di dalamnya. Ini disebabkan mereka tidak melakukan bai’ah kepadanya. Khalifah Abu Bakar adalah di antara orang yang dimarahi Fatimah (a.s). Beliau bersumpah tidak akan bercakap dengan mereka sehingga beliau berjumpa ayahnya dan mengadu kepadanya. Al-Bukhari di dalam Sahihnya, IV, hlm.196 meriwayatkan dari Aisyah bahwa Fatimah tidak bercakap dengan Abu Bakar sehingga beliau meninggal dunia. Beliau hidup selepas Nabi saw wafat selama 6 bulan. [Al-Bukhari,Sahih ,VI,hlm.196; Ibn Qutaibah, al-Imamah Wa al-Siyasah ,I,hlm.14; Abu l-Fida, Tarikh,I,hlm.159; al-Tabari,Tarikh,III,hlm.159].

10.Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.), niscaya mereka tidak membawa Ali (a.s) di dalam keadaan lehernya terikat, tetapi khalifah Abu Bakar dan kumpulannya telah memaksa Ali a.s memberi baiah kepadanya di dalam keadaan lehernya terikat (Ibn Qutaibah, al-Imamah wa al-Siyasah , I ,hlm.18-20; al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-‘Ummal,iii,hlm.139;Abul-Fida,Tarikh,I,hlm.159; al- Tabari, Tarikh ,III , hlm.159].

Perlakuan sedemikian adalah menyalahi Sunnah Nabi (Saw.) yang bersifat lembut terhadap Ali (a.s) dan melantiknya sebagai khalifah selepasnya: “Siapa yang telah menjadikan aku maulanya,maka Ali adalah maulanya” dan ia adalah sejajar dengan tuntutan Ali a.s terhadap kedudukan khalifah.(al-Qunduzi al-Hanafi, Yanabi’ al-Mawaddah,hlm.144,al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-‘Ummal ,vi,hlm.2180)

11.Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.) , niscaya mereka diizinkan untuk mengerjakan solat jenazah ke atas Fatimah (a.s), tetapi khalifah Abu Bakar dan kumpulannya tidak diizinkan oleh Fatimah (a.s) untuk mengerjakan solat ke atasnya. Beliau telah berwasiat kepada suaminya Ali (a.s) supaya Abu Bakar dan Umar tidak diizinkan mengerjakan solat ke atasnya. Karena perbuatan mereka berdua yang menyakitkan hatinya, khususnya mengenai Fadak [Al-Bukhari, Sahih ,VI, hlm.196; Ibn Qutaibah, al-Imamah Wa al-Siyasah ,I,hlm.14; Abu l-Fida, Tarikh, I ,hlm.159;al-Tabari, Tarikh,III,hlm.159]. Nabi (Saw.) bersabda:” Sesungguhnya Allah marah kepada kemarahanmu (Fatimah) dan ridha dengan keridhaanmu.” [Al-Hakim, al-Mustadrak, III, hlm.153; al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-Ummal, VII, hlm.219].

12.Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.) , niscaya mereka tidak dirahasiakan tentang makam Fatimah (a.s), tetapi Abu Bakar dan kumpulannya telah dirahasiakan tentang lokasi makam Fatimah (a.s),karena Fatimah (a.s) berwasiat kepada suaminya supaya merahasiakan makamnya dari mereka berdua. Nabi (Saw.) bersabda:” Sesungguhnya Allah marah kepada kemarahanmu (Fatimah) dan ridha dengan keridhaanmu.” [Al-Hakim, al-Mustadrak, III, hlm.153; al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-Ummal, VII, hlm.219]

13.Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.), niscaya mereka tidak mencaci Ali dan Fatimah a.s, tetapi Khalifah Abu Bakar telah mencaci Ali (a.s) dan Fatimah (a.s) sebagai musang dan ekornya. Bahkan beliau mengatakan Ali (a.s) seperti Umm al-Tihal (seorang perempuan pelacur) karena menimbulkan soal tanah Fadak. Kata-kata ini telah diucapkan oleh Abu Bakar di dalam Masjid Nabi (Saw.) selepas berlakunya dialog dengan Fatimah (a.s) mengenai tanah Fadak. Ibn Abi al-Hadid telah bertanya gurunya, Yahya Naqib Ja’far bin Yahya bin Abi Zaid al-Hasri, mengenai kata-kata tersebut:”Kepada siapakah hal itu ditujukan?”Gurunya menjawab:”hal itu ditujukan kepada Ali AS.” Kemudian ia bertanya lagi:”Adakah ia ditujukan kepada Ali?” Gurunya menjawab:”Wahai anakku inilah artinya pemerintahan dan pangkat duniawi tidak mengira kata-kata tersebut.”[Ibn Abi al-Hadid, Syarh Nahj al-Balaghah,IV,hlm.80] . Kata-kata Abu Bakar adalah bertentangan dengan firman-Nya:”Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bayt dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.”[Surah al-Ahzab (33):33] Fatimah dan Ali AS adalah Ahlul Bayt Rasulullah SAW yang telah disucikan oleh Allah SWT dari segala dosa. Rasulullah SAW bersabda:”Kami Ahlul Bayt tidak boleh seorangpun dibandingkan dengan kami.”[Al-Qunduzi al-Hanafi, Yanabi’ al-Mawaddah,hlm.243].

14.Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.),niscaya mereka tidak menghentikan pemberian khums kepada keluarga Nabi saw, tetapi Khalifah Abu Bakar telah menghentikan pemberian khums kepada keluarga Rasulullah (Saw.). Ijtihadnya itu adalah bertentangan dengan Surah al-Anfal (8):41 “Ketahuilah,apa yang kamu perolehi seperlima adalah untuk Allah,Rasul-Nya,Kerabat,anak-anak yatim,orang miskin,dan orang musafir” dan berlawanan dengan Sunnah Rasulullah (Saw.) yang memberi khums kepada keluarganya menurut ayat tersebut. [Lihat umpamanya al-Zamakhsyari, al-Kasysyaf ,II,hlm.127].

15.Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.), niscaya mereka tidak mengambil kembali Fadak dari Fatimah (a.s) ,tetapi Khalifah Abu Bakar dan kumpulannya telah mengambil kembali Fadak dari Fatimah (a.s) selepas wafatnya Nabi (Saw.).Khalifah Abu Bakar memberi alasan “Kami para nabi tidak meninggalkan pusaka, tetapi apa yang kami tinggalkan ialah sedekah.” Hujah yang diberikan oleh Abu Bakar tidak diterima oleh Fatimah dan Ali (a.s) karena hal itu bertentangan dengan beberapa ayat al-Qur’an seperti berikut:
a) Firman-Nya yang bermaksud ‘Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka) untuk anak-anakmu.”[Surah an-Nisa (4):11] Apa yang dimaksudkan dengan ‘anak-anak’ ialah termasuk anak-anak Nabi (Saw.).
b) Firman-Nya yang bermaksud:”Dan Sulaiman telah mewarisi Daud.”(Surah al-Naml:16). Maksudnya Nabi Sulaiman (a.s) mewarisi kerajaan Nabi Daud (a.s) dan menggantikan kenabiannya.
c) Firman-Nya yang bermaksud:”Maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putra yang akan mewarisiku dan mewarisi sebagian keluarga Ya’qub dan jadikanlah ia, ya Tuhanku seorang yang diridhai.”(Surah Maryam:5-6)
Ketiga-tiga ayat tadi bertentangan dengan dakwaan Abu Bakar yang berpegang dengan hadits tersebut. Dan apabila hadits bertentangan dengan al-Qur’an, maka hal itu (hadits) mestilah diketepikan.
d) Kalau hadits tersebut benar, ia berart Nabi (Saw.) sendiri telah cuai untuk memberitahu keluarganya mengenai Fadak dan hal itu bercanggah dengan firman-Nya yang bermaksud:”Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.”(Surah al-Syua’ra:214).
e) Hadits tersebut hanya diriwayatkan oleh Abu Bakar sahaja dan hal itu tidak boleh menjadi hujah karena Fatimah dan Ali (a.s) menentangnya. Fatimah (a.s) berkata:”Adakah kamu sekarang menyangka bahwa aku tidak boleh menerima pusaka, dan adakah kamu menuntut hukum Jahiliyyah? Tidakkah hukum Allah lebih baik bagi orang yang yakin. Adakah kamu wahai anak Abi Qahafah mewarisi ayah kamu sedangkan aku tidak mewarisi ayahku? Sesungguhnya kamu telah melakukan perkara keji.” (Lihat Ahmad bin Tahir al-Baghdadi, Balaghah al-Nisa’,II,hlm.14;Umar Ridha Kahalah, A’lam al-Nisa’,III,hlm.208; Ibn Abi al-Hadid, Syarh Nahj al-Balaghah,IV, hlm.79,92).
f) Fatimah dan Ali (a.s) adalah di antara orang yang disucikan Tuhan di dalam Surah al-Ahzab:33, dan dikenali juga dengan nama Ashab al-Kisa’. Dan termasuk orang yang dimubahalahkan bagi menentang orang Nasrani di dalam ayat al-Mubahalah atau Surah Ali Imran:61. Adakah wajar orang yang disucikan Tuhan dan dimubahalahkan itu menjadi pembohong, penuntut harta Muslimin yang bukan haknya?
g) Jikalau dakwaan Abu Bakar itu betul hal itu bermakna Rasulullah (Saw.) sendiri tidak mempunyai perasaan kasihan belas sebagai seorang ayah terhadap anaknya. Karena anak-anak para nabi yang terdahulu menerima harta pusaka dari ayah-ayah mereka.
Kajian mendalam terhadap Sirah Nabi (Saw.) dengan keluarganya menunjukkan betapa kasihnya beliau terhadap mereka khususnya, Fatimah sebagai ibu dan nenek kepada sebelas Imam AS. Beliau bersabda:”Sesungguhnya Allah marah karena kemarahanmu (Fatimah ) dan ridha dengan keridhaanmu.” [Al-Hakim, al-Mustadrak, III , hlm.153; Ibn al-Athir, Usd al-Ghabah, hlm.522; al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-Ummal,VI, hlm.219;Mahyu al-Din al-Syafi’i al-Tabari, Dhakhair al-Uqba,hlm.39] Khalifah Abu Bakar dan Umar adalah di antara orang yang dimarahi Fatimah (a.s). Beliau bersumpah tidak akan bercakap dengan mereka sehingga beliau berjumpa ayahnya dan merayu kepadanya.[Ibn Qutaibah,al-Imamah wa al-Siyasah,I,hlm.14].
Beliau berwasiat supaya beliau dikebumikan di waktu malam dan tidak membenarkan seorangpun dari “mereka” menyembahyangkan jenazahnya. [Ibn al-Athir, Usd al-Ghabah,V,hlm. 542;al-Bukhari, Sahih ,VI, hlm, 177; Ibn Abd al-Birr, al-Isti’ab,II,hlm.75].

Sebenarnya Fatimah a.s menuntut tiga perkara:
1. Kedudukan khalifah untuk suaminya Ali AS karena dia adalah dari ahlul Bait yang disucikan dan perlantikannya di Ghadir Khum disaksikan oleh 120,000 orang dan hal itu diriwayatkan oleh 110 sahabat.
2. Fadak.
3. Al-khums, saham kerabat Rasulullah tetapi kesemuanya ditolak oleh khalifah Abu Bakar [Ibn Abi al-Hadid, Syarh Nahj al-Balaghah,V,hlm.86]

16.Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi sawa,niscaya mereka mengenakan hukum had ke atas pelakunya tanpa pilih kasih,tetapi Khalifah Abu Bakar tidak mengenakan hukum hudud ke atas Khalid bin al-Walid yang telah membunuh Malik bin Nuwairah dan kabilahnya. Umar dan Ali (a.s) mau supaya Khalid dihukum rejam.[Ibn Hajr, al-Isabah , III, hlm.336].

Umar berkata kepada Khalid:”Kamu telah membunuh seorang Muslim kemudian kamu terus bersetubuh dengan isterinya. Demi Allah aku akan merejam kamu dengan batu.”[Al-Tabari,Tarikh ,IV, hlm.1928] Kata-kata Umar ini cukup membuktikan bahwa Malik bin Nuwairah adalah seorang Muslim dan Khalid telah berzina dengan isteri Malik sebaik sahaja ia dibunuh. Jika tidak kenapa Umar berkata:”Demi Allah aku akan merejam kamu dengan batu.”.

Umar memahami bahwa isteri Malik bin Nuwairah tidak boleh dijadikan hamba. Oleh itu pembunuhan ke atas Malik bin Nuwairah dan kaumnya tidak patut dilakukan karena mereka adalah Muslim. Keengganan mereka membayar zakat kepada Abu Bakar tidak boleh menjadi hujah kepada kemurtadan mereka. Pembunuhan ke atas mereka disebabkan salah faham mengenai perkataan ‘idfi’u, yaitu mengikut suku Kinanah ia berart “bunuh” dan dalam bahasa Arab biasa ia berart “panaskan mereka dengan pakaian” dan tidak menghalalkan darah mereka. Sepatutnya mereka merujuk perkara itu kepada Khalid bagi mengetahui maksudnya yang sebenarnya.

Tetapi mereka terus membunuh kaumnya dan Malik sendiri telah dibunuh oleh Dhirar yang bukan dari suku Kinanah. Oleh itu Dhirar pasti memahami bahwa perkataaan idfi’u bukanlah perkataan untuk mengharuskan pembunuhan, namun ia tetap membunuh Malik. Lantaran itu alasan kekeliruan berlaku di dalam pembunuhan tersebut tidak boleh menjadi hujah dalam kejahatan Khalid, apatah lagi perzinaannya dengan isteri Malik bin Nuwairah selepas dia dibunuh. Dengan itu tidak heranlah jika Ali AS dan Umar meminta Khalifah Abu Bakar supaya merejam Khalid, tetapi Abu Bakar enggan melakukannya.

Jika tidak membayar zakat djadikan alasan serangan dan pembunuhan, maka Nabi (Saw.) sendiri tidak memerangi sahabatnya Tha’labah yang enggan membayar zakat kepada beliau (Saw.). Allah (swt) menurunkan peristiwa ini di dalam Surah al-Taubah(9):75-77. Semua ahli tafsir Ahlu s-Sunnah menyatakan bahwa ayat itu diturunkan mengenai Tha’labah yang enggan membayar zakat karena beranggapan bahwa hal itu jizyah. Maka Allah (swt) mendedahkan hakikatnya. Dan Nabi (Saw.) tidak memeranginya dan tidak pula merampas hartanya sedangkan beliau (Saw.) mampu melakukannya. Adapun Malik bin Nuwairah dan kaumnya bukanlah mengingkari zakat sebagai satu fardhu agama. Tetapi apa yang mereka ingkar ialah penguasaan Abu Bakar ke atas kedudukan khalifah selepas Rasulullah (Saw.) dengan menggunakan kekuatan dan paksaan. Dan mereka pula benar-benar mengetahui tentang hadits al-Ghadir. Oleh itu tidak heranlah jika Abu Bakar terus mempertahankan Khalid tanpa mengira kejahatan yang dilakukannya terhadap Muslimin karena Khalid telah melakukan sesuatu untuk kepentingan politik dan dirinya. Malah itulah perintahnya di bawah operasi “enggan membayar zakat dan murtad” sekalipun hal itu bertentangan dengan Sunah Nabi (Saw.).

17.Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.),niscaya mereka tidak melantik Umar menjadi khalifah selepasnya secara wasiat, padahal mereka sendiri menolak wasiat Nabi (Saw.) Tetapi Khalifah Abu Bakar telah melantik Umar menjadi khalifah selepasnya secara wasiat, padahal dia sendiri menolak wasiat Nabi (Saw.). Beliau bersabda:”Ali adalah saudaraku, wasiku, wazirku dan khalifah selepasku” dan sabdanya:”Siapa yang menjadikan aku maulanya maka Ali adalah maulanya.”Dan penyerahan kedudukan khalifah kepada Umar adalah menyalahi prinsip syura yang diagung-agungkan oleh Ahlul Sunnah. Justru itu Abu Bakar adalah orang yang pertama merusakkan sistem syura dan memansuhkannya. Pertama, dia menggunakan “syura terhad” bagi mencapai cita-citanya untuk menjadi khalifah tanpa menjemput Bani Hasyim untuk menyertainya. Kedua, apabila kedudukannya menjadi kuat, dia melantik Umar untuk menjadi khalifah selepasnya tanpa syura dengan alasan bahwa Umar adalah orang yang paling baik baginya untuk memegang kedudukan khalifah selepasnya.

18.Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.), niscaya mereka dilantik oleh Nabi (Saw.)untuk menjalankan mana-mana missi/pekerjaan,tetapi Khalifah Abu Bakar tidak pernah dilantik oleh Nabi (Saw.) untuk menjalankan mana-mana missi/pekerjaan, malah beliau melantik orang lain. Hanya pada satu masa beliau melantiknya untuk membawa Surah Bara’ah, tetapi beliau mengambil kembali tugas itu dan kemudian meminta Ali (a.s) untuk melaksanakannya.[Al-Tabari, Dhakha’ir al-Uqba,hlm.61;al-Turmudhi, Sahih,II, hlm.461;Ibn Hajr, al-Isabah,II, hlm.509].

19.Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.),niscaya mereka mengetahui pengertian al-Abb di dalam al-Qur’an,tetapi Khalifah Abu Bakar tidak mengetahui pengertian al-Abb yaitu firman-Nya di dalam Surah ‘Abasa (80):31:”Dan buah-buahan (Fakihatun) serta rumput-rumputan (abban).”Dia berkata:”Langit mana aku akan junjung dan bumi mana aku akan pijak, jika aku berkata sesuatu di dalam Kitab Allah apa yang aku tidak mengetahui?”[al-Muttaqi al-Hindi,Kanz al-Ummal,I,hlm.274].

20.Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.),niscaya mereka tidak akan melakukan bid’ah-bid’ah selepas Rasulullah (Saw.) tetapi Khalifah Abu Bakar telah mengetahui dia akan melakukan bid’ah-bid’ah selepas Rasulullah (Saw.). Malik bin Anas di dalam a-Muwatta bab “jihad syuhada’ fi sabilillah’ telah meriwayatkan dari hamba Umar bin Ubaidillah bahwa dia menyampaikannya kepadanya bahwa Rasulullah bersabda kepada para syahid di Uhud:”Aku menjadi saksi kepada mereka semua.”Abu Bakar berkata:”Tidakkah kami wahai Rasulullah (Saw.) saudara-saudara mereka. Kami telah masuk Islam sebagaimana mereka masuk Islam dan kami telah berjihad di jalan Allah sebagaimana mereka berjihad?” Rasulullah menjawab:”Ya! Tetapi aku tidak mengetahui bid’ah mana yang kalian akan lakukan selepasku.”Abu Bakar pun menangis, dan dia terus menangis. Bid’ah-bid’ah yang dilakukan oleh para sahabat memang telah diakui oleh mereka sendiri, di antaranya al-Bara’ bin Azib.

Al-Bukhari di dalam Sahihnya “Kitab bad’ al-Khalq fi bab Ghuzwah al-Hudaibiyyah” telah meriwayatkan dengan sanadnya dari al-Ala bin al-Musayyab dari ayahnya bahwa dia berkata:”Aku berjumpa al-Barra bin Azib maka aku berkata kepadanya: Alangkah beruntungnya anda karena bersahabat dengan Nabi (Saw.) dan anda telah membai’ah kepadanya di bawah pohon. Maka dia menjawab: Wahai anak saudaraku. Sesungguhnya anda tidak mengetahui apa yang kami telah lakukan (Ahdathna) selepasnya.”[Al-Bukhari, Sahih,III, hlm.32].

Anas bin Malik meriwayatkan bahwa Nabi (Saw.) bersabda kepada orang-orang Ansar:”Sesungguhnya kalian akan menyaksikan sifat tamak yang dahsyat selepasku. Oleh itu bersabarlah sehingga kalian bertemu Allah dan Rasul-Nya di Haudh.”Anas berkata:”Kami tidak sabar.”[Al-Bukhari, Sahih,III, hlm.135]
Ibn Sa’d juga telah meriwayatkan di dalam Tabaqatnya, VIII, hlm. 51, dengan sanadnya dari Ismail bin Qais bahwa dia berkata:”Aisyah ketika wafatnya berkata: Sesungguhnya aku telah melakukan bid’ah-bid’ah (Ahdathtu) selepas Rasulullah (Saw.), maka kebumikanlah aku bersama-sama isteri Nabi (Saw.).” Apa yang dimaksudkan olehnya ialah “Jangan kalian mengkebumikan aku bersama Nabi (Saw.) karena aku telah melakukan bid’ah-bid’ah selepasnya.”

Lantaran itu, khalifah Abu Bakar, al-Barra bin Azib, Anas bin Malik dan Aisyah telah memberi pengakuan masing-masing bahwa mereka telah melakukan bid’ah-bid’ah dengan mengubah Sunnah Nabi (Saw.).

21.Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.),niscaya mereka tidak akan berkata: “Syaitan menggodaku, sekiranya aku betul, maka bantulah aku dan sekiranya aku menyeleweng , maka betulkanlah aku.” Tetapi Khalifah Abu Bakar berkata: “Aku digodai Syaitan. Sekiranya aku betul,maka bantulah aku dan sekiranya aku menyeleweng, maka betulkanlah aku.” [Ibn Qutaibah, al-Imamah wa al-Siyasah,I, hlm. 6; al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-Ummal,III, hlm. 126; Ibn Hajr, al-Sawa’iq al-Muhriqah, hlm. 7; al-Syablanci,Nur al-Absar, hlm. 53] Ini berarti dia tidak mempunyai keyakinan diri,dan bagaimana dia boleh menyakinkan orang lain pula?

22.Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.) ,niscaya mereka tidak menyesal menjadi seorang manusia, tetapi Khalifah Abu Bakar menyesal menjadi seorang manusia, malah dia ingin menjadi pohon dimakan oleh binatang kemudian mengeluarkannya. Abu Bakar berkata:”Ketika dia melihat seekor burung hinggap di atas suatu pohon, dia berkata:Beruntunglah engkau wahai burung. Engkau makan buah-buahan dan hinggap di pohon tanpa hisab dan balasan. Tetapi aku lebih suka jika aku ini sebatang pohon yang tumbuh di tepi jalan. Kemudian datang seekor unta lalu memakanku. Kemudian aku dikeluarkan pula dan tidak menjadi seorang manusia.”[al-Muhibb al-Tabari, al-Riyadh al-Nadhirah,I,hlm. 134; Ibn Taimiyyah, Minhaj al-Sunnah,III,hlm. 130].

Kata-kata khalifah Abu Bakar itu adalah bertentangan dengan firman Allah (swt) di dalam Surah al-Tin (95):4:”Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia di dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” Dan jika Abu Bakar seorang wali Allah kenapa dia harus takut kepada hari hisab? Sedangkan Allah telah memberi khabar gembira kepada wali-walinya di dalam Surah Yunus(10):62-64,”Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah ini tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih yaitu orang-orang yang beriman dan mereka selalu di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan) di akhirat.Tidak ada perubahan kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

23.Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.), niscaya mereka tidak mengganggu rumah Fatimah (a.s) semenjak awal lagi, tetapi khalifah Abu Bakar telah mengganggunya dan ketika sakit menyesal karena mengganggu rumah Fatimah (a.s). Dia berkata: “Sepatutnya aku tidak mengganggu rumah Fatimah sekalipun beliau mengisytiharkan perang terhadapku.”[Ibn Qutaibah, al-Imamah wa al-Siyasah,I,hlm. 18-19; al-Tabari, Tarikh ,IV, hlm. 52;Ibn Abd Rabbih, Iqd al-Farid,II,hlm.254]

24.Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.),niscaya mereka tidak menjatuhkan air muka Nabi (Saw.), Tetapi Khalifah Abu Bakar telah menjatuhkan air muka Nabi (Saw.) di hadapan musyrikin yang datang berjumpa dengan Nabi (Saw.) supaya mengembalikan hamba-hamba mereka yang lari dari mereka. Musyrikun berkata:”Hamba-hamba kami telah datang kepada anda bukanlah karena mereka cinta kepada agama tetapi mereka lari dari milik kami dan harta kami. Lebih-lebih lagi kami adalah tetangga anda dan orang yang membuat perjanjian damai dengan anda.”Tetapi Nabi (Saw.) tidak mau menyerahkan kepada mereka hamba-hamba tersebut karena khawatir mereka akan menyiksa hamba-hamba tersebut dan beliau tidak mau juga mendedahkan hakikat ini kepada mereka. Nabi (Saw.) bertanya kepada Abu Bakar dengan harapan dia menolak permintaan mereka. Sebaliknya Abu Bakar berkata:”Benar kata-kata mereka itu.” Lantas berubah muka Nabi (Saw.)karena jawabannya menyalahi apa yang dikehendaki Allah dan Rasul-Nya.[al-Nasa’i, al-Khasa’is,hlm. 11; Ahmad bin Hanbal, al-Musnad,I,hlm. 155] Sepatutnya khalifah Abu Bakar dapat memahami apa yang dimaksudkan oleh Nabi, tetapi dia tidak dapat memahaminya, malah diam memihak kepada Musyrikun berdasarkan ijtihadnya.

25.Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.),niscaya mereka telah membunuh Dhu al-Thadyah (seorang lelaki yang mempunyai payudara, akhirnya menentang khalifah Ali), tetapi khalifah Abu Bakar tidak membunuh Dhu al-Thadyah sedangkan Rasulullah telah memerintahkan Abu Bakar supaya membunuh Dhu al-Thadyah. Abu Bakar mendapati lelaki itu sedang mengerjakan solat. Lalu dia berkata kepada Rasulullah (Saw.) :”Subhanallah! Bagaimana aku membunuh lelaki yang sedang mengerjakan solat?” (Ahmad b.Hanbal,al-Musnad,III,hlm.14-150) Sepatutnya dia membunuh lelaki itu tanpa mengira keadaan karena Nabi (Saw.)telah memerintahkannya. Tetapi dia tidak membunuhnya, malah dia menggunakan ijtihadnya bagi menyalahi Sunnah Nabi (Saw.).

26.Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.),niscaya mereka tidak mengatakan bahwa saham jiddah (nenek) tidak ada di dalam al-Qur’an dan Sunnah Nabi (Saw.).Tetapi Khalifah Abu Bakar mengatakan bahwa saham jiddah (nenek) tidak ada di dalam al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah (Saw.). Seorang nenek bertanya kepada Abu Bakar tentang pusakanya. Abu Bakar menjawab:”Tidak ada saham untuk anda di dalam al-Qur’an dan Sunnah Nabi (Saw.).Oleh itu kembalilah.”Lalu al-Mughirah bin Syu”bah berkata:”Aku berada di sisi Nabi (Saw.)bahwa beliau memberikannya (nenek) seperenam saham.”Abu Bakar berkata:”Adakah orang lain bersama anda?” Muhammad bin Muslimah al-Ansari bangun dan berkata sebagaimana al-Mughirah. Maka Abu Bakar memberikannya seperenam.[Malik, al-Muwatta,I,hlm. 335; Ahmad bin Hanbal, al-Musnad,IV,hlm.224;Ibn Rusyd, Bidayah al-Mujtahid,II, hlm.334].

27.Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.),niscaya mereka mengetahui hukum had
ke atas pencuri yang buntung satu tangan dan satu kakinya Tetapi Khalifah Abu Bakar tidak mengetahui hukum had ke atas pencuri yang buntung satu tangan dan satu kakinya. Dari Safiyyah binti Abi Ubaid,”Seorang lelaki buntung satu tangan dan satu kakinya telah mencuri pada masa pemerintahan Abu Bakar. Lalu Abu Bakar mau memotong kakinya dan bukan tangannya supaya dia dapat bermunafaat dengan tangannya. Maka Umar berkata:”Demi yang diriku di tangan-Nya, anda mesti memotong tangannya yang satu itu.” Lalu Abu Bakar memerintahkan supaya tangannya dipotong.”[al-Baihaqi, Sunan,VIII,hlm.273-4].

28.Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.), niscaya mereka tidak berpendapat bahwa seorang khalifah bukan semestinya orang yang paling alim .Tetapi Khalifah Abu Bakar berpendapat bahwa seorang khalifah bukan semestinya orang yang paling alim (afdhal).[Ibn Qutaibah, al-Imamah wa al-Siyasah, I,hlm. 16; al-Baqillani, al-Tamhid,hlm. 195; al-Halabi, Sirah Nabawiyyah,III, hlm.386]Ijtihadnya adalah bertentangan dengan firman Tuhan di dalam Surah al-Zumar (39):9:”Katakanlah: Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran” dan firman-Nya di dalam Surah Yunus (10):35:”Maka apakah orang-orang yang menunjuki jalan kepada kebenaran itu lebih berhak diikuti ataukah orang-orang yang tidak dapat memberi petujuk? Mengapa kamu (berbuat demikian)? Bagaimana kamu mengambil keputusan?”

29.Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.), niscaya mereka melakukan korban (penyembelihan) sekali di dalam hidupnya.Tetapi Khalifah Abu Bakar tidak pernah melakukan korban (penyembelihan) karena khawatir kaum Muslimin akan menganggapnya wajib. Sunnahnya adalah bertentangan dengan Sunnah Nabi (Saw.) yang menggalakkannya.[Al-Baihaqi, al-Sunan al-Kubra, IX,hlm. 265; al-Syafi’i, al-Umm, II, hlm.189].

30.Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.), niscaya mereka tidak mengatakan maksiat yang dilakukan oleh seseorang itu telah ditakdirkan oleh Allah sejak azali lagi, tetapi Khalifah Abu Bakar mengatakan maksiat yang dilakukan oleh seseorang itu telah ditakdirkan oleh Allah sejak azali lagi, kemudian Dia menyiksanya di atas perbuatan maksiatnya. Seorang lelaki bertanya kepadanya:”Adakah anda fikir zina juga qadarNya? Lelaki itu bertanya lagi:”Allah mentakdirkannya ke atasku kemudian menyiksa aku?” Khalifah Abu Bakar menjawab:” Ya. Demi Tuhan sekiranya aku dapati seseorang masih berada di sisiku, niscaya aku menyuruhnya memukul hidung anda.”[al-Suyuti, Tarikh al-Khulafa, hlm.65].

Oleh itu ijtihad Abu Bakar itu adalah bertentangan dengan firman-firman Tuhan di antaranya:
a. Firman-Nya di dalam Surah al-Insan (76):3:”Sesungguhnya kami telah menunjukkinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir.”
b. Firman-Nya di dalam Surah al-Balad (90):10:”Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan.”
c. Firman-Nya di dalam Surah al-Naml (27):40:”Dan barang siapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk kebaikan dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia’”.

31.Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.),niscaya mereka tidak berkata: Jika pendapat kami betul, maka hal itu dari Allah dan jika hal itu salah maka ia adalah dari kami dan dari syaitan. Tetapi Khalifah Abu Bakar berkata:”Jika pendapatku betul, maka hal itu dari Allah dan jika hal itu salah maka ia adalah dari aku dan dari syaitan.”[Al-Baihaqi, al-Sunan al-Kubra, VI, hlm. 223; al-Tabari, Tafsir, VI hlm. 30; Ibn Kathir, Tafsir, I, hlm.260] Kata-kata Abu Bakar menunjukkan bahwa dia sendiri tidak yakin kepada pendapatnya. Dan dia memerlukan bimbingan orang lain untuk menentukan kesalahannya.

32.Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.),niscaya mereka akur kepada Sunnah Nabi (Saw.) apabila mengetahui kesannya dengan mengilakkan dirinya dari kilauan dunia ,tetapi Khalifah Abu Bakar mengetahui bahwa dia tidak terlepas dari kilauan dunia, lantaran itu dia menangis. Al-Hakim di dalam Mustadrak, IV, hlm. 309 meriwayatkan dengan sanadnya dari Zaid bin Arqam, dia berkata:”Kami pada suatu masa telah berada bersama Abu Bakar, dia meminta minuman, lalu diberikan air dan madu. Manakala dia mendekatkannya ke mulutnya dia menangis sehingga membuatkan sahabat-sahabatnya menangis. Akhirnya merekapun berhenti menangis, tetapi dia terus menangis.

Kemudian dia kembali dan menangis lagi sehingga mereka menyangka bahwa mereka tidak mampu lagi menyelesaikan masalahnya. Dia berkata:kemudian dia menyapu dua matanya. Mereka berkata:Wahai khalifah Rasulullah! Apakah yang sedang ditolak oleh anda? Beliau menjawab:”Dunia ini (di hadapanku) telah “memperlihatkan”nya kepadaku, maka aku berkata kepadanya:Pergilah dariku maka hal itu pergi kemudian dia kembali lagi dan berkata:Sekiranya anda terlepas dariku, orang selepas anda tidak akan terlepas dariku.” Hadits ini diriwayatkan juga oleh ak-Khatib di dalam Tarikh Baghdad, X,hlm. 268 dan Abu Nu’aim di dalam Hilyah al-Auliya’, I, hlm.30].

33.Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.),niscaya mereka mempunyai kata pemutus ke atas pemerintahan mereka,tetapi Khalifah Abu Bakar tidak mempunyai kata pemutus ke atas pemerintahannya melainkan hal itu dipersetujui oleh Umar. Adalah diriwayatkan bahwa “Uyainah bin Hasin dan al-Aqra bin Habis datang kepada Abu Bakar dan berkata:”Wahai khalifah Rasulullah, izinkan kami menanam di sebidang tanah yang terbiar berhampiran kami. Kami akan membajak dan menanamnya. Mudah-mudahan Allah akan memberikan manfaat kepada kami dengannya.”Lalu Abu Bakar menulis surat tentang persetujuannya. Maka kedua-duanya berjumpa Umar untuk mempersaksikan kandungan surat tersebut. Apabila kedua-duanya membacakan kandungannya kepadanya, Umar merebutnya dari tangan mereka berdua dan meludahnya. Kemudian memadamkannya. Lalu kedua-duanya mendatangi Abu Bakar dan berkata:”Kami tidak mengetahui adakah anda khalifah atau Umar.” Kemudian mereka berdua menceritakan kepadanya. Lalu Abu Bakar berkata:”Kami tidak melaksanakan sesuatu melainkannya dipersetujui oleh Umar.”{al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-Ummal, VI, hlm. 335; Ibn Hajr, al-Isabah, I,hlm.56] .

34.Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.),niscaya mereka tidak dicaci oleh seorang lelaki di hadapan Nabi (Saw.). Tetapi Khalifah Abu Bakar telah dicaci oleh seorang lelaki di hadapan Rasulullah SAWA. Tetapi Nabi (Saw.)tidak melarangnya sebaliknya beliau tersenyum pula, Ahmad bin Hanbal meriwayatkan bahwa seorang lelaki telah mencaci Abu Bakar dan Nabi sawa sedang duduk, maka Nabi (Saw.) kagum dan tersenyum.[Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, VI, hlm.436] .

35.Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.),niscaya mereka tidak bertengkar sehingga meninggikan suara mereka di hadapan Nabi (Saw.) khalifah Abu Bakar dan Umar telah bertengkar sehingga meninggikan suara mereka di hadapan Rasulullah (Saw.) . Abu Bakar berkata:”Wahai Rasulullah lantiklah al-Aqra bin Habi bagi mengetuai kaumnya.” Umar berkata:”Wahai Rasulullah janganlah anda melantiknya sehingga mereka menengking dan meninggikan suara mereka di hadapan Rasulullah (Saw.).” Lalu diturunkan ayat di dalam Surah al-Hujurat(49):2,”Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari Nabi dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak terhapus pahala amalanmu, sedangkan kamu tidak menyedari.” Sepatutnya mereka berdua bertanya dan merujuk kepada Rasulullah (Saw.) mengenainya.[Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, IV , hlm.6;al-Tahawi, Musykil al-Athar,I,hlm. 14-42].

36.Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.),niscaya mereka tidak banyak membuat pengakuan-pengakuan dimana mereka sepatutnya melakukan sesuatu,tetapi Khalifah Abu Bakar banyak membuat pengakuan-pengakuan dimana dia sepatutnya melakukan sesuatu,tetapi tidak melakukannya dan sebaliknya. Ibn Qutaibah mencatatkan dalam bukunya al-Imamah wa al-Siyasah, I, hlm. 18-19,
9 perkara yang disesali oleh Abu Bakar seperti berikut:
“Tiga perkara yang aku telah lakukan sepatutnya aku tidak melakukannya dan tiga perkara yang aku tidak lakukannya sepatutnya aku melakukannya dan tiga perkara yang sepatutnya aku bertanya Rasulullah (Saw.) mengenainya. Adapun tiga perkara yang aku telah melakukannya sepatutnya aku tidak melakukannya:
1. Sepatutnya aku tinggalkan rumah Ali (Fatimah) sekalipun mereka mengisytiharkan perang ke atasku.
2. Sepatutnya aku membai’ah sama Umar atau Abu Ubadah di Saqifah Bani Saidah, yaitu salah seorang mereka menjadi amir dan aku menjadi wazir.
3. Sepatutnya aku menyembelih Fuja’ah al-Silmi atau melepaskannya dari tawanan dan aku tidak membakarnya hidup-hidup.
Adapun tiga perkara yang aku tidak melakukannya sepatutnya aku melakukannya:
1. Sepatutnya ketika al-Asy’ath bin Qais dibawa kepadaku sebagai tawanan, aku membunuhnya dan tidak memberinya peluang untuk hidup, karena aku telah mendengar tentangnya bahwa ia bersifat sentiasa menolong segala kejahatan.
2. Sepatutnya ketika aku mengutus Khalid bin al-Walid kepada orang-orang murtad, aku mesti berada di Dhi al-Qissah, dengan itu sekiranya mereka menang, mereka boleh bergembira dan sekiranya mereka kalah aku boleh menghulurkan bantuan.
3. ???-red
Adapun tiga perkara yang sepatutnya aku bertanya Rasulullah (Saw.) ialah:
1. Kepada siapakan kedudukan khalifah patut diberikan sesudah beliau wafat, dengan demikian tidaklah kedudukan itu menjadi rebutan.
2. Sepatutnya aku bertanya kepada beliau, adakah orang Ansar mempunyai hak menjadi khalifah.
3. Sepatutnya aku bertanya beliau tentang pembagian harta pusaka anak saudara perempuan sebelah lelaki dan ibu saudara sebelah lelaki karena aku tida puas hati tentang hukumnya dan memerlukan penyelesaian.”
Kenyataan di atas telah disebut juga oleh al-Tabari dalam Tarikhnya, IV, hlm. 52;Ibn Abd Rabbih, ‘Iqd Farid,II,hlm. 254;Abu Ubaid, al-Amwal,hlm. 131]

37.Jika mereka Ahl al-Sunnah Nabi (Saw.), niscaya mereka tidak mengundurkan diri dari tentara Usamah yang telah dilantik oleh Nabi saw menjadi penglima perang di dalam ushal itu yang muda,tetapi Khalifah Abu Bakar telah mengundurkan diri dari menyertai tentara di bawah pimpinan Usamah bin Zaid, sedangkan Nabi (Saw.) bersabda:”Perlengkapkan tentara Usamah, Allah melaknati orang yang mengundur diri dari tentara Usamah.”[Al-Syarastani, al-Milal, hlm.21; Ibn Sa’d, Tabaqat,II,hlm.249 dan lain-lain lagi].

38.Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.), niscaya mereka tidak menamakan dirinya(Abu Bakar) “Khalifah Rasulullah”.[Tetapi Khalifah Abu Bakar telah menamakan dirinya “Khalifah Rasulullah”.[Ibn Qutaibah,al-Imamah wa al-Siyasah ,I,hlm.13];al-Suyuti, Tarikh al-Khulafa’,hlm.78] Penamaannya adalah bertentangan dengan Sunnah Rasulullah karena beliau tidak menamakannya dan melantiknya, malah beliau menamakan Ali dan melantiknya. Beliau bersabda:”Siapa yang aku menjadimaulanya maka Ali adalah maulanya.”Dan hadits-hadits yang lain tentang perlantikan Ali (a.s) sebagai khalifah selepas Rasulullah (Saw.).

39.Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.),niscaya mereka tidak membakar manusia hidup-hidup,tetapi Khalifah Abu Bakar telah membakar Fuja’ah al-Silmi hidup-hidup, kemudian dia menyesali perbuatannya.[al-Tabari,Tarikh,IV,hlm.52] Dan hal itu bertentangan dengan Sunnah Nabi (Saw.)”Tidak boleh disiksa dengan api melainkan dari Tuhannya.”(Al-Bukhari, Sahih ,X,hlm.83].

40.Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.), niscaya mereka tidak lari di dalam peperangan, tetapi Khalifah Abu Bakar telah lari di dalam peperangan Uhud dan Hunain. Sepatutnya dia mempunyai sifat keberanian melawan musuh. Tindakannya itu menyalahi ayat-ayat jihad di dalam al-Qur’an dan Sunnah Nabi (Saw.) [al-Hakim, al-Mustadrak, III, hlm. 37; al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-Ummal,VI,hlm.394;al-Dhahabi,al-Talkhis,III,hlm.37]

41.Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.), niscaya mereka tidak meragukan kedudukan khalifah. Tetapi Khalifah Abu Bakar telah meragukan kedudukan khalifahnya. Dia berkata:”Sepatutnya aku bertanya Rasulullah (Saw.), adalah orang-orang Ansar mempunyai hak yang sama di dalam kedudukan khalifah?” Ini adalah keraguan tentang kesahihan atau kebatilannya. Dialah orang yang menentang orang-orang Ansar manakala mereka mengatakan bahwa Amir mestilah dari golongan Quraisy.” Sekiranya apa yang diriwayatkan olehnya itu benar, bagaimana dia meragukan”nya” pula. Dan jikalau tidak, dia telah menentang orang-orang Ansar dengan “hujah palsu.”[Al-Ya’qubi, Tarikh al-Ya’qubi,II,hlm.127; Ibn Qutaibah, al-Imamah wa al-Siyasah,I,hlm.18,19;al-Masudi, Muruj al-Dhahab,II,hlm.302]

42.Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.),niscaya mereka dapat menyelesaikan persoalan-persoalan yang dikemukakan kepada mereka,tetapi Khalifah Abu Bakar tidak dapat menyelesaikan persoalan-persoalan yang dikemukakan kepadanya oleh orang Yahudi. Anas bin Malik berkata:”Seorang Yahudi datang selepas kewafatan Rasulullah (Saw.). Maka kaum Muslimin menunjukkannya kepada Abu Bakar. Dia berdiri di hadapan Abu Bakar dan berkata: Aku akan kemukakan soalan-soalan yang tidak akan dijawab melainkan oleh Nabi atau wasi Nabi. Abu Bakar berkata:”Tanyalah apa yang anda mau. Yahudi berkata: Beritahukan kepadaku perkara yang tidak ada pada Allah, tidak ada di sisi Allah, dan tidak diketahui oleh Allah? Abu Bakar berkata: Ini adalah soalan-soalan orang zindiq wahai Yahudi! Abu Bakar dan kaum Muslimin mulai marah dengan Yahudi tersebut.

Ibn Abbas berkata: Kalian tidak dapat memberikan jawaban kepada lelaki itu. Abu Bakar berkata: Tidakkah anda mendengar apa yang diperkatakan oleh lelaki itu? Ibn Abbas menjawab: Sekirannya kalian tidak dapat menjawabnya, maka kalian pergilah bersamanya menemui Ali AS, niscaya dia akan menjawabnya karena aku mendengar Rasulullah (Saw.) bersabda kepada Ali bin Abi Talib:”Wahai Tuhanku! Sinarilah hatinya, dan perkuatkanlah lidahnya.” Dia berkata:”Abu Bakar dan orang-orang yang hadir bersamanya datang kepada Ali bin Abi Talib, mereka meminta izin darinya. Abu Bakar berkata: Wahai Abu l-Hasan, sesungguhnya lelaki ini telah bertanya kepadaku beberapa soalan (zindiq).

Ali berkata: Apakah yang anda perkatakan wahai Yahudi? Dia menjawab: Aku akan bertanya kepada anda perkara-perkara yang tidak diketahui melainkan oleh Nabi atau wasi Nabi. Yahudi mengemukakan soalan-soalan kepadanya. Ali berkata: Adapun perkara-perkara yang tidak diketahui oleh Allah ialah kata-kata anda bahwa Uzair adalah anak lelaki Tuhan, dan Allah tidak mengetahui bahwa Dia mempunyai anak lelaki. Adapun kata-kata anda apa yang tidak ada di sisi Allah, maka jawabannya perkara yang tidak ada di sisi Allah ialah kezaliman. Adapun kata-kata anda: Apa yang tidak ada bagi Allah maka jawabannya tidak ada bagi Allah syirik. Yahudi menjawab: Aku naik saksi tiada Tuhan melainkan Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah pesuruh Allah dan sesungguhnya anda adalah wasinya.”[Ibn Duraid, al-Mujtana, hlm.35].

43.Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.),niscaya mereka tidak mempersendakan Nabi (Saw.) di masa hidupnya,apatah lagi pada masa Nabi SAWA sakit dan selepas kematiannya, tetapi khalifah Abu Bakar dan kumpulannya telah mempersendakan Nabi (Saw.) dengan menolak Sunnah Nabi (Saw.) di hadapannya ketika Nabi (Saw.) sedang sakit “ dia sedang meracau” (al-Bukhari, Sahih, I, hlm. 36; Muslim, Sahih, III, hlm. 69),kemudian menghalang penyebarannya. (Al-Dhahabi, Tadhkirah al-Huffaz,I,hlm.3]

44.Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.),niscaya mereka tidak berkata:”Pecatlah aku karena aku bukanlah orang yang baik di kalangan kalian.”Tetapi Khalifah Abu Bakar berkata:”Pecatlah aku karena aku bukanlah orang yang baik di kalangan kalian.”Di dalam riwayat lain,”Ali di kalangan kalian.”[Ibn Qutaibah, al-Imamah wa al-Siyasah,I,hlm.14;al-Muttaqi al-Hindi,Kanz al-Ummal,III,hlm.132] Jikalau kata-katanya benar, berarti dia tidak layak untuk menjadi khalifah Rasulullah SAWA, berdasarkan pengakuannya sendiri.

45.Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.),niscaya mereka tidak membenci orang yang mencintai dan mengamalkan Sunnah Nabi (Saw.), tetapi mereka membenci orang yang mencintai Sunnah Nabi (Saw.)dan mengamalkanya sekiranya Sunnah Nabi (Saw.) bertentangan dengan sunnah Abu Bakar.] Justru itu mereka bukanlah Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.),malah mereka adalah Ahlu s-Sunnah Abu Bakar dan kumpulannya atau Ahlu s-Sunnah ciptaan mereka sendiri.Lantaran Ali dan keluarganya berusaha dengan keras bagi membersihkan kekotoran yang dilakukan oleh Abu Bakar dan pengikutnya.

Kesimpulan:
  1. Ternyata Khalifah Abu Bakr hanyalah manusia biasa, dan tidak terlepas dari kesilapan dan dosa.
  2. Nota-nota di atas bukanlah menghina, tetapi hanyalah sebutan fakta-fakta sejarah, dari buku Ahlul Sunnah sendiri.
  3. Ada di antara orang yang membaca, pasti akan mendakwa hadis-hadis dan riwayat ini dhaif. Tidak dapat dielakkan kerana mereka pasti akan cuba sedaya upaya untuk menyelamatkan hero mereka, tanpa menggunakan akal. Saya ok sahaja, kalau nak dhaifkan, tapi sila bawa bersama bukti serta sebab yang sahih kenapa di dhaifkan agar kita boleh bahaskan.

(Shia-explained/Syiahali/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: