Gerakan Syiah di Indonesia.
Oleh: H. As’ad Said Ali
Syi’ah yang berkembang di Indonesia dapat dibedakan kedalam dua corak, yakni Syi’ah politik, dan Syi’ah non-politik. Syi’ah politik adalah mereka yang memiliki cita-cita politik untuk membentuk negara Islam, sedangkan Syi’ah non-politik mencita-citakan membentuk masyarakat Syi’ah. Syi’ah politik aktivitasnya menekankan pada penyebaran ide-ide politik dan pembentukan lapisan intelektual Syi’ah, sedangkah Syiah non-politik menekankan pada pengembangan ide-ide fikih Syi’ah.
Syi’ah non-politik atau Syi’ah fikih masuk ke Indonesia sejak awal abad 19, yang dibawa oleh pedagang-pedagang dari Gujarat, India, dan ulama-ulama dari Hadramaut. Salah satu tokohnya yang membawa masuk ke Indonesia adalah Habib Saleh Al-Jufri, mantan panglima perang Syarif Husen, kakek dari Raja Husen Yordania, yang dikalahkan oleh Abdul Aziz, bapak dari Raja Abdullah Arab Saudi. Syi’ah yang mereka bawa ke Indonesia pada gelombang ini adalah Syi’ah Zaidiyah. Pada awalnya cara dakwahnya dilakukan secara individu-individu, kemudian, sejak kemerdekaan beberapa tokoh dari mereka membentuk pesantren, salah satunya adalah Husen Al-Habsyi, mendirikan Pesantren YAPI di Bangil, Jawa Timur.
Sementara itu, Syi’ah politik masuk Indonesia baru kemudian, yaitu sejak pecahnya Revolusi Iran tahun 1979. Jika Syi’ah fikih mengembangkan dirinya melalui dukungan swasta, sebaliknya Syi’ah politik mendapat dukungan resmi dari pemerintah Iran. Namun demikian sejak revolusi Iran, Syi’ah fikih juga mendapatkan dukungan resmi dari pemerintah.
Strategi dakwah Syi’ah politik pada awalnya menggunakan pendekatan kampus. Beberapa kampus yang menjadi basisnya adalah Universitas Indonesia (UI) Jakarta, Universitas Jayabaya Jakarta, Universitas Pajajaran (Unpad) Bandung, dan Institut Teknologi Bandung (ITB). Namun karena gagal dan kalah berkembang dengan kelompok Ihwan, akhirnya pada tahun 1990-an strateginya diubah. Kini kelompok Syi’ah keluar dari kampus dan mengembangkan dakwahnya langsung ke tengah masyarakat melalui pendirian sejumlah yayasan dan membentuk ormas bernama IJABI (Iakatan Jama’ah Ahlul Bait Indonesia). Yayasan-yayasan itu sebagian mengkhususkan pada kegiatan penerbitan buku, sebagian lainnya membangun kelompok-kelompok intelektual dengan program beasiswa ke luar negeri (ke Qum, Iran) dan sebagian lagi mengembangkan kegiatan kemasyarakatan dan keagamaan.
Sejauh yang dapat diketahui, generasi program beasiswa ke Qum, Iran, yang pertama adalah Umar Shahab dan Husein Shahab. Keduanya berasal dari YAPI, Bangil, dan pulang ke Indonesia tahun 1970-an. Kedua tokoh inilah yang mengembangkan Syi’ah dikalangan kampus pada awal 1980-an. Tidak banyak yang berhasil dikader dan menjadi tokoh. Dari UI misalnya, diantaranya adalah Agus Abubakar dan Sayuti As-Syatiri. Dari Universitas Jayabaya muncul Zulfan Lindan, dan dari ITB muncul Haidar Bagir. Namun perlu digarisbawahi, di luar jalur kedua tokoh diatas, pada pertengahan 1980-an muncul Jalaluddin Rahmat sebagai cendekiawan Syi’ah.
Namun seiring berhasilnya revolusi Islam di Iran, sejak 1981 gelombang pengiriman mahasiswa ke Qum mulai semakin intensif. Generasi alumni Qum kedua inilah yang sekarang banyak memimpin yayasan-yayasan Syi’ah dan menjadi pelopor gerakan Syi’ah di Indonesia.
Kini, gerakan Syiah di Indonesia diorganisir olehl Islamic Cultural Center (ICC), dipimpin Syaikh Mohsen Hakimollah, yang datang langsung dari Iran. Secara formal organisasi ini bergerak dalam bidang pendidikan dan dakwah. ICC Jakarta dibawah kendali dan pengawasan langsung Supreme Cultural Revolution Council (SCRC) Iran.
Di bidang pendidikan ICC mengorganisir lembaga-lembaga pendidikan, sosial dan penerbitan yang jumlahnya sangat banyak dan bertebaran diberbagai daerah. Sedangkan dibidang dakwah, ICC bergerak di dua sektor, pertama, gerakan kemasyarakatan, yang dijalankan oleh Ikatan Jamaah Ahlul Bait (IJABI), kedua, gerakan politik, yang dijalankan oleh yayasan OASE. Yayasan ini mengkhusukan bergerak dibidang mobilisasi opini publik. Sedangkan untuk bidang gerakan politik dan parlemen dikomandani oleh sejumlah tokoh. Strategi politik parlementer yang mereka tempuh ini dilakukan dengan cara menyebarkan kader ke sejumlah partai politik.
Mengenai IJABI sebagai motor gerakan kemasyarakatan, hingga sekarang strukturnya telah meluas secara nasional hingga di Daerah Tingkat II. Tentu format yang demikian dapat menjadi kekuatan efektif untuk memobilisasi pengaruh dan kepentingan politik. Kader-kader IJABI selain telah banyak yang aktif di dunia kampus, kelompok-kelompok pengajian, lembaga-lembaga sosial dan media, di daerah-daerah juga telah banyak yang menjadi anggota parlemen. Di level daerah inilah IJABI memiliki peranan penting sebagai simpul gerakan dakwah dan politik di masing-masing daerah.
Marja Al Taqlid dan Sayap Militer Syiah.
Dewasa ini Syiah Indonesia sedang berupaya membuat lembaga yang disebut Marja al-Taqlid, sebuah institusi kepemimpinan agama yang sangat terpusat, diisi oleh ulama-ulama Syiah terkemuka dan memiliki otoritas penuh untuk pembentukan pemerintah dan konstitusi Islam. Di beberapa negara yang masuk dalam kaukus Persia lembaga itu telah berdiri kokoh dan memainkan peran yang efektif dengan kepemimpinan yang sangat kuat. Di Irak misalnya, lembaga Marja Al Taqlid dipimpin oleh Ayatollah Agung Ali al-Sistani.
Lembaga Marja Al Taqlid, selain berfungsi menyusun dan mempersiapkan pembentukan pemerintahan dan konstitusi Islam, juga berfungsi menyusun prioritas-prioritas pemerintah, termasuk pembentukan sayap militer yang disebut amktab atau lajnah asykariyah. Selama Marja al Taqlid ini belum terbentuk maka pembentukan maktab askariyah pun pastilah belum sistematis dan terstruktur. (bersambung)
*Wakil ketua umum PBNU
http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,4-id,32380-lang,id-c,kolom-t,Gerakan+Syiah+di+Indonesia-.phpx
TANGGAPAN ATAS TULISAN H.AS’AD SAID ALI
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Membaca artikel diatas terlihat jelas Pak H. As’ad Said Ali melakukan vonis dan fitnah kepada mazhab Syi’ah dengan mengeneralisirnya dan ini berbahaya. Tulisan ini sama 100% analisa nawashib takfiri dengan semangat intoleransinya.
BIN harus berani bicara tentang radikalisme wahabi adalah akar terorisme.
Setelah itu baru dirumuskan sebuah gerakan yg sistimatis dan terstruktur.
Wahabilah yang selama ini jadi sponsor fitnah dan adu domba antar mazhab-mazhab di dalam Islam, tidak ada itu yg namanya Syiah politik di Indonesia.
Sudah bukan rahasia lagi Dana Wahabi mengincar para petinggi Ahlussunnah untuk membenturkan Sunnah dan Syi’ah.
Seharusnya langkah cerdas adalah Abi, Ijabi, NU, Muhammadiyah satu kata dan membuat M.O.U dalam menghalau penyebaran ideologi takfiri bukan hanya sebatas wacana dan lisan saja.
Berapa banyak kader-kader NU,Muhammadiyah, Alirsyad yang sudah terperosok dalam ideologi takfir ini yang seharusnya menjadi keprihatinan ormas-ormas itu.
Takfir ini kan virus, memang wahabi salafi berada di garis terdepan tetapi penyebaran faham takfir sendiri sudah mereka laksanakan secara lintas mazhab.
Saya melihat indonesia akan dipakistan oleh wahabi salafi dimana setiap hari akan ada kekerasan dan nyawa yang hilang karena kebencian sektarian.
Kita perlu waspada kelompok intoleran yang masuk dalam perangkap dan provokasi Wahabi lewat jalur NU.
Coba saja buka situs polda metro jaya http://www.metro.polri.go.id/ semua kajian wahabi salafi nongkrong disitu template radio rodja pun ada bagaimana sesatnya maulid dll khas kajian-kajian wahabi yang intoleran.
Polda metro jaya dan beberapa kepolisian daerah telah mengadopsi cara berfikir dan bertindak wahabi yang intoleran dengan virus 4 T : Takfir, Tabdi’, Tasyrik, dan Tasykik.
Kyai Said Agil Siradj mendukung dan merekomendasikan Bapak As’ ad Said Ali ke presiden untuk jadi kepala BIN bahkan beliau menyebutnya tidak ada yang paling pantas menjadi kepala BIN selain As’ad Said Ali dan orang yang paling faham masalah terorisme dan radikalisme agama.
Tanpa mengurangi rasa hormat kepada Bapak As’ad Said Ali kami percaya dengan kedekatan beliau kepada Ketum NU K.H Said Agil Siradj akan terjadi dialog yang obyektif dan berimbang sehingga bisa meluruskan pendapat yang keliru dan sikap intoleran dari Bapak As’ad Said Ali seperti analisa dan vonis pada tulisan beliau di atas.
Salam hormat,
GERAKAN NASIONAL ANTI KEKERASAN DAN INTOLERANSI (GENERASI)
Minggu, 18 Januari 2015
(Satu-Islam/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email