Pertanyaan:
Manakah yang lebih tinggi
kedudukannya, Ka’bah ataukah Karbala? Mengenai masalah ini terdapat
berbagai pendapat, manakah pendapat dan riwayat yang shahih dan bisa
dijadikan sandaran?
Jawaban Global:
Riwayat-riwayat dari para Imam Ahlulbait As pernah menukilkan tentang
kelebihan tanah Karbala atas Ka’bah, akan tetapi kendati demikian,
mungkin masih ada tempat yang lebih suci dan muqaddas namun tidak ada
amalan-amalan wajib di sana; sebagaimana Nabi Khidhir As yang lebih
pandai dari Nabi Musa As, akan tetapi masyarakat saat itu hanya
berkewajiban untuk mengikuti nabi Musa As.
Imam Sajjad As bersabda, “24 ribu tahun sebelum menciptakan tanah Ka’bah dan menempatkan haram-Nya di sana, Allah Swt telah menciptakan Karbala, dan menjadikannya sebagai haram yang aman dan mubarak, dan ketika Allah menggoncangkan dan menggerakkan bumi (mungkin ini kiasan dari hari kiamat) maka tanah Karbala dengan turbah dan tanahnya akan terangkat ke atas dalam keadaan yang bercahaya dan benderang, ia akan diletakkan di kebun-kebun surga terbaik dan menjadi tempat tinggal terbaik, di sana tidak akan tinggal seorangpun kecuali para anbiya mursalin atau para nabi ulul azmi. Tanah ini terlihat gemilang di tengah-tengah kebun surga, sebagaimana bintang yang bercahaya di antara planet-planet yang kemilau, cahaya tanah ini menyilaukan mata para penghuni surga dan dengan suara keras ia mengatakan, Aku adalah tanah yang suci, baik, dan mubarak, tempat bersemayamnya sayyidusyuhada dan penghulu para ahli surga.”[1]
Imam Shadiq As kemudian melanjutkan, “Tanah Ka’bah yang posisinya di atas tempat-tempat yang lain dengan angkuh mengatakan, adakah tanah yang sepertiku, tempat dimana rumah Tuhan berada di punggungku dan manusia mendatangiku dari tempat-tempat yang jauh, Allah talah menjadikanku haram-Nya dan menjadikanku sebagai tanah yang aman.
Allah Swt kemudian
mengirimkan wahyu kepadanya, berfirman, Diam dan tenanglah! Demi
Kemuliaan dan Keagungan-Ku, apa yang engkau anggap sebagai kemuliaanmu
jika dibandingkan dengan kemuliaan yang kuberikan kepada tanah Karbala,
sebagaimana setetes air dari air samudra dari sebuah jarum yang
dicelupkan ke dalamnya dan membawa tetesan tersebut bersamanya, dan
sesungguhnya, jika tidak ada tanah Karbala maka tidak akan ada kemuliaan
ini bagimu, demikian juga jika tidak ada sesuatu yang disembunyikan
oleh tanah ini, maka niscaya Aku tidak akan menciptakanmu, dan niscaya
rumah yang berada di punggungmu yang engkau banggakan itu juga tidak
akan Aku ciptakan.
Karena itu, diam dan tenanglah, rendah dan hinakan
dirimu dan lembutlah kepada tanah Karbala, jangan perlihatkan
kesombongan, merasa besar dan keras kepala, dan jika engkau melakukan
hal ini, engkau akan tenggelam dan aku akan memasukkanmu ke neraka qararat.”[2]
Seluruh hal di atas, sepenuhnya bisa diterima, karena jika tidak ada kesyahidan Imam Husain As di Karbala, maka hari ini tidak akan ada yang namanya thawaf, Ka’bah maupun Islam!
Referensi:
[1]. Ja’far bin Muhammad Ibnu Qulawaih, Kâmil al-Ziyârât, Diedit dan diriset oleh Abdulhusain Amini, hal. 268, Dar al-Murtadhawiyah, Najaf Asyraf, cet. Pertama, 1356 H.
[2]. Ibid, hal. 267.
(Islam-Quest/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email