Rusia dan Arab Saudi telah setuju untuk mengambil langkah-langkah praktis guna memulai kembali dialog antara pemerintah Suriah dan pihak oposisi, untuk membahas perbedaan pendapat tentang peranan Presiden Bashar al-Assad di masa depan.
“Kami sepakat untuk melanjutkan langkah-langkah praktis, kami sepakat pada mereka, yang bertujuan untuk mempersiapkan kondisi optimal untuk memperbaharui dialog antara pemerintah [Suriah] dan semua oposisi Suriah,” kata Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov, Selasa (11/8/15) dalam konferensi pers setelah berbicara dengan Menteri Luar Negeri Saudi Adel al-Jubeir di ibukota Rusia, Moskow.
Langkah baru ini diambil untuk menghidupkan kembali perundingan yang bertujuan untuk mengakhiri krisis Suriah diambil setelah konferensi perdamaian Jenewa I dan II yang dilakukan masing-masing pada bulan Juni 2012 dan Februari 2014 menemui kegagalan setelah tokoh oposisi yang disponsori asing dalam perundingan menolak membicarakan tentang militansi dan terorisme yang meluas di negara itu.
Lavrov juga mengatakan Riyadh dan Moskow telah menyepakati cara-cara untuk membasmi terorisme di Suriah, namun tidak berbeda pendapat tentang Assad.
“Pendekatan kami untuk resolusi krisis [Suriah] memiliki kesamaan tapi juga memiliki beberapa perbedaan,” kata Lavrov, menekankan, “Salah satunya adalah nasib Presiden al-Assad.”.
Sementara itu, menteri luar negeri Arab juga mengatakan bahwa Rusia dan Arab Saudi berbagi pandangan tentang isu-isu “penting” di wilayah tersebut, termasuk Suriah, tapi mencatat bahwa Riyadh menentang keterlibatan Assad dalam masa depan Suriah.
“Ada kesamaan dalam sudut pandang kami pada isu-isu dan masalah tertentu namun juga ada beberapa perbedaan dan kami berharap untuk menyamakan perbedaan kami dalam pertemuan dan perundingan ,” kata Jubeir.
“Posisi kami belum berubah … tidak ada tempat untuk Assad di masa depan Suriah,” kata Jubeir, menekankan, “Kami berpikir bahwa Bashar al-Assad adalah bagian dari masalah, bukan bagian dari solusi.”
Pertemuan ini terjadi setelah Presiden Rusia Vladimir Putin, dalam pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Suriah Walid al-Muallem pada tanggal 29 Juni, berjanji untuk mendorong maju pemerintah dan bangsa Suriah di tengah pertempuran yang sedang berlangsung antara Damaskus dan teroris Takfiri ISIS.
Putin juga menekankan dalam pembicaraan telepon dengan Presiden AS Barack Obama pada tanggal 26 Juni dimana Assad harus dilibatkan dalam setiap solusi konflik yang sedang berlangsung di Suriah.
Di tempat lain dalam sambutannya pada konferensi pers hari Selasa, Menteri Luar Negeri Rusia menunjuk ketidakefektifan serangan udara oleh apa yang disebut koalisi yang dipimpin AS, yang konon memukul militan Daesh di Irak dan Suriah.
“Tidak hanya kami, tapi banyak ahli militer asing meyakini bahwa tanpa ada persatuan dalam menghadapi teroris di wilayah, serangan udara yang dilakukan oleh koalisi pimpinan AS tidak akan menghasilkan hasil yang diharapkan dan ISIS tidak akan dikalahkan , “kata Lavrov.
Sejak September 2014, AS bersama dengan beberapa sekutu regionalnya telah melakukan serangan udara terhadap apa yang dikatakan posisi ISIS di dalam wilayah Suriah tanpa otorisasi dari Damaskus atau mandat PBB. Serangan udara di Suriah merupakan perpanjangan dari kampanye udara yang dipimpin AS terhadap posisi ISIS di Irak, yang dimulai pada Agustus 2014.
Banyak negara yang bergabung dalam koalisi anti-teror, seperti Turki, Arab Saudi dan Qatar, adalah sebagai pendukung setia elemen Takfiri yang berjuang melawan pemerintah Suriah.
Suriah telah memerangi militansi yang disponsori asing sejak awal tahun 2011. Konflik itu sejauh ini dilaporkan telah menewaskan sekitar 240.000 orang, termasuk hampir 12.000 anak-anak.[]
(MahdiNews/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email