Pertanyaan:
Ziarah kubur dalam satu
masa terlarang dengan memperhatikan sumber-sumber Ahlusunnah dengan
bersanad kepada hadis-hadis Rasulullah Saw. Ayatullah Subhani dalam
suatu kesempatan pernah mengatakan bahwa orang-orang Ahlulkitab pernah
menjadikan kuburan-kuburan para nabi mereka sebagai tempat ibadah,
berdasarkan hal ini, Rasulullah Saw pada awalnya melarang, kemudian
memperbolehkan! Mohon dijelaskan pada tahun berapa?
Jawaban Global:
Salah satu permasalahan, pada awal-awal kemunculan Islam, yang dilarang
untuk beberapa waktu tertentu adalah ziarah kubur. Pelarangan ini
memiliki dalil yang beragam. Seiring dengan berkembangnya masyarakat
Islam secara kuantitas dan kualitas, terbuka kesempatan untuk
membicarakan perkara ini. Oleh karena itu, Rasulullah Saw setelah
beberapa waktu mengumumkan kebolehan ziarah kubur, dan mengajarkan tata
cara dan adab-adab ziarah kubur kepada orang-orang Muslim.
Jawaban Detil:
Berdasarkan bukti-bukti dan kontek-konteks sejarah serta
penegasan-penegasan al-Quran dan sunnah, masalah ziarah kubur memiliki
banyak problem yang beragam di di antara sekian besar umat sebelum
Islam.
Salah satu
sarana-sarana yang resmi di sepanjang sejarah di kalangan mayoritas umat
dan bangsa untuk menghidupkan dan mengenang tokoh-tokoh terkemuka dan
orang-orang khusus mereka adalah membangun pemakaman mereka dan
menziarahi mereka.
Di
tengah ragam peradaban manusia yang hingga kini hadir di berbagai
belahan dunia, seperti Yunani, Iran, dan khususnya Mesir kuno terdapat
bangunan-bangunan megah dan agung yang sebagai tempat kuburan para nabi,
raja-raja, dan tokoh-tokoh terkemuka pada zaman itu yang dengan
berlalunya zaman telah menjadi tempat ziarah, terkadang sebagai tempat
peribadatan, dan tempat doa dan hajat para penganut sebagian agama.
Terdapat juga beberapa riwayat yang menceritakan penyembahan para nabi,
tokoh-tokoh terkemuka lainnya, atau meletakkan kuburan mereka sebagai
masjid dan mushalla yang dilakukan oleh sebagian dari orang-orang Yahudi
dan Kristen.[1]
Al-Quran dalam menceritakan tentang Ashhâb al-Kahfi dan penemuan
jasad-jasad mereka oleh masyarakat di tengah-tengah kaum-kaum terdahulu,
menyinggung suatu hakikat tentang pembangunan kuburan untuk pemujian
dan penghormatan kepada orang-orang khusus. Ayat berkenaan dengan ini
menceritakan bagaimana perselisihan masyarakat dalam menghormati Ashhâb
al-Kahfi, ada yang mengusulkan mendirikan sebuah bangunan dan sebagian
yang lain membangun masjid di atas pemakaman mereka.
Al-Quran sama sekali tidak mencela kedua usulan ini[2]
yang pada dasarnya bermaksud untuk penghormatan dan menziarahi mereka.
Pertanyaannya adalah kapankah ziarah kubur dan pembangunan pemakaman
dimulai di tengah-tengah kaum Muslim?
Apakah sejak kemunculan Islam
ataukah selang beberapa waktu setelah pengutusan Nabi Muhammad Saw?
Apa yang dijumpai dalam riwayat-riwayat dan catatan-catatan sejarah
adalah pelarangan awal Rasulullah Saw atas ziarah kubur. Pelarangan ini
berdasarkan sebab-sebab dan faktor-faktor tertentu yang dengan hilang
sebab-sebab itu maka dalil-dalil pelarangannya juga hilang, dan bukan
hanya diperbolehkan, bahkan hukum menziarahi kubur adalah mustahab
(dianjurkan).
Adapun
hubungannya dengan sebab-sebab pelarangan orang-orang Muslim dari ziarah
kubur dari sisi Rasulullah saw terdapat beberapa dalil yang akan
diutarakan sebagai berikut:
1. Dikatakan bahwa pada awal-awal periode Islam kebanyakan atau mungkin
semua pemakaman-pemakaman adalah milik orang-orang musyrik dan para
penyembah berhala, dan Islam juga memutus semua hubungan keterikatan dan
ketergantungan dengan mereka. Salah satu ketergantungan itu adalah
hubungan ziarah kubur mereka yang dilarang oleh Rasulullah Saw.[3]
2. Sebagaimana masyarakat baru Muslim dan tiadanya filter masyarakat
Islam dari seluruh kebiasaan dan budaya jahiliyah memungkinkan
terjangkitnya sebagian tingkah laku-tingkah laku yang keluar dari
batasan syariat, seperti menangisi dan menyelenggarakan kesediahan atas
kuburan dengan cara jahiliyah, telah menjadi sebab pelarangan ziarah
kubur hingga telah siapnya waktu yang tepat untuk merubah perkara ini.
Oleh karena itu, ketika menyebar dan masuknya ajaran-ajaran agama Islam
ke dalam hati orang-orang Muslim dan untuk mempersiapkan kondisi untuk
ziarah kubur, maka kita menyaksikan dihilangkannya larangan dan
menganjurkan kepada ziarah melalui anjuran Rasulullah Saw. Hal ini
dikuatkan dengan sabda Rasulullah Saw tentang tata cara ziarah kubur.
Rasulullah Saw bersabda, "Dahulu Aku telah melarang kalian menziarahi
kubur, akan tetapi kini kalian pergilah untuk menziarahi kubur dan
janganlah menyampaikan perkataan yang tidak sopan".[4]
3. Bukti lain mungkin bisa dijelaskan demikian bahwa ziarah kubur -
pada periode awal kedatangan Islam dan dimulainya hari-hari
penyebarannya serta masih rentannya menerima pengaruh - akan
mengingatkan orang-orang Muslim kepada orang-orang yang terbunuh yang
hal ini akan menyebabkan timbulnya ketakutan dan penolakannya terhadap
jihad. Dengan tertancapnya kekuatan Islam (berdirinya pemerintahan
Islam), masalah ini dapat teratasi dan membolehkan mereka untuk ziarah
kubur.[5]
Sejarah dan Bagaimana Tercabutnya Pelarangan Ziarah Kubur
Sebagaimana yang telah dijelaskan secara singkat, Rasulllah Saw pada
awalnya melarang ziarah kubur, akan tetapi pelarangan ini tidak lama
bertahan, dan ketika hadirnya kondisi-kondisi memungkinkan pada tahun
ketujuh Hijriyah di Hudaibiyah,[6]
Rasulullah Saw setelah menziarahi ibu tercinta beliau, memperbaiki
kuburannya, dan menangisinya sehingga membuat orang-orang Muslim yang
bersamanya sedemikian terpengaruh dan mengucurkan air mata. Rasulullah
Saw bersabda: Allah Swt telah memberikan izin kepada Muhammad Saw untuk
menziarahi ibunya… Rasulullah Saw dalam kelanjutan sabdanya, "Dahulu aku
telah melarang kalian menziarahi kubur, akan tetapi kini kalian
pergilah untuk menziarahi kubur…".[7]
Ziarah Kubur dalam Persepektif Al-Quran dan Sunnah
Ziarah manusia kepada seseorang yang memiliki hubungan jasmani atau
ruhani adalah suatu perkara yang mendekatkan jiwa-jiwa suci manusia
kepada orang-orang tersebut. Oleh karena itu, kita melihat bahwa
al-Quran dan Sunnah sangat menekankan pentingnya ziarah kubur.
Kita menemukan dalam al-Quran yang menunjukkan adanya tema ziarah di
permulaan sejarah Islam. Allah Swt di dalam sebuah ayat melarang
Rasulullah Saw dari mensalati orang-orang kafir serta hadir dalam
pemakaman mereka. Para ahli tafsir (mufassirin) mengatakan bahwa
pelarangan dua perkara ini, yaitu shalat dan hadir di kuburan
orang-orang munafik, akan menegaskan kebolehan perkara ini bagi
orang-orang Mukmin.[8]
Rasulullah Saw selain memerintahkan ziarah kubur, juga memberikan
contoh secara langsung dan mengajarkan tata cara ziarah serta bagaimana
cara manusia berkata kepada orang-orang mati yang di ziarahi. Terkait
dengan perkara ini terdapat beberapa riwayat, yang untuk mempersingkat
pembahasan, akan diutarakan dua riwayat sebagai berikut:
Di riwayatkan dari Aisyah istri Rasulullah Saw bahwa beliau pada
sebagian malam pergi ke perkuburan Baqi' sambil mengucapkan, "Salam
atas penghuni tempat tinggal ini dari orang-orang Mukmin dan orang-orang
Muslim, apa yang telah dijanjikan atas kalian telah tiba, semoga Allah
Swt merahmati orang-orang terdahulu dari kami dan orang-orang yang
tertinggal dari kami, kami dalam waktu dekat ini akan di kumpulkan
bersama kalian." Rasulullah Saw juga pernah bersabda Jibril As telah
datang ke sisi saya dan mengatakan Allah Swt memerintahkan kepadamu
untuk pergi ke pemakaman Baqi' dan memintakan ampunan bagi penghuninya.[9]
Manfaat-manfaat Ziarah Kubur
Ziarah kubur memberikan banyak pengaruh penting terhadap pendidikan dan
akhlak yang Rasulullah Saw menjelaskan sebagian dari pengaruh-pengaruh
ini. Rasulullah Saw bersabda, "Pergilah menziarahi kubur karena akan
mengingatkan kalian kepada akhirat."[10]
Menyaksikan pemakaman-pemakaman yang merupakan sekumpulan besar
manusia-manusia dengan segenap perbedaan-perbedaan tingkatan sosial yang
di milikinya yang pada masa tertentu pernah hidup di dunia dan kemudian
berpindah ke alam yang lain, akan mengurangi sifat kerakusan dan
ketamakan manusia di dunia ini dan sangat mungkin mendapatkan perspektif
baru terhadap hakikat dan tujuan kehidupan dunia yang berujung kepada
pembaharuan perilaku, motivasi untuk menginggalkan kemaksiatan, dan
menitikberatkan kepada nilai-nilai etika dan moral. Oleh itu, Rasulullah
Saw berkenaan dengan permasalahan ini menjelaskan pengaruh pendidikan
ziarah kubur, "Pergilah menziarahi kubur karena di dalamnya terdapat
pelajaran-pelajaran berharga."[11]
Imam Ridha As bersabda, "Barangsiapa mendatangi makam saudaranya yang
seiman, kemudian meletakkan tangannya di atas makam tersebut sambil
membaca surah al-Qadr sebanyak tujuh kali, niscaya akan membuat ia
selamat dari azab pedih hari kiamat". Beliau juga bersabda, "Barangsiapa
mendatangi makam saudaranya yang seiman, dan membaca surah al-Qadr
sebanyak tujuh kali, niscaya Allah swt akan mengampuni dosanya dan dosa
penghuni kubur."[12]
Adapun berkenaan dengan ziarah Rasulullah Saw dan para Imam Ahlulbait
As yang akan memberikan pengaruh-pengaruh ziarah ini, terdapat banyak
sekali riwayat yang ternukil, misalnya pertanyaan Imam Husain As kepada
Rasulullah Saw, apa pahala menziarahi engkau? Rasulullah Saw menjawab,
"Barangsiapa yang menziarahi aku atau ayahmu, atau saudaramu, niscaya
aku di hari kiamat kelak akan pergi menjumpainya dan aku mengampuni
semua dosa-dosanya."[13]
Beberapa hal ini adalah sebagian kecil dari manfaat-manfaat umum ziarah
kuburan orang-orang Muslim, namun berkenaan dengan ziarah kubur
tokoh-tokoh agama, sangat mungkin memiliki pengaruh sosial yang
mengingatnya tidaklah merugikan.
Dengan sedikit meluangkan perhatian, kita akan menyaksikan bahwa
pemakaman-pemakaman terhormat yang ada di penjuru dunia, ziarah
orang-orang Mukmin yang alim, kaum Muslim secara umum, kebanyakan
pemakaman diperuntukkan para tokoh terkemuka dan tokoh-tokoh pembaharu.
Tokoh-tokoh ini dapat dibagi dalam tiga bagian sebagai berikut:
Para nabi dan pemimpin-pemimpin agama yang mengemban risalah Illahi,
yang telah mengkorbankan jiwa dan hartanya di jalan penyampaian risalah
ini, dan telah mengorbankan jiwanya dalam menghadapi rintangan-rintangan
besar di jalan menghidayahi manusia; Kaum ulama dan tokoh-tokoh pemikir
yang bagaikan sebuah lilin yang terbakar sehingga orang-orang di
sekitarnya tercerahkan, kelompok ini kebanyakan menjalani hidupnya
dengan zuhud dan kesusahan finansial.
Hasil kerja keras kelompok ini
adalah menghasilkan sesuatu yang penting di banyak bidang keilmuan. Para
pejuang dan reformis yang melawan pemerintahan-pemerintahan zalim
terhadap rakyat dan bangkit melawan para pemimpin kezaliman dan
orang-orang zalim, dan menuntut perlindungan, kemurahan hati, dan
pemberian hak-hak manusia, dengan mengorbankan darahnya dalam menegakkan
pohon keadilan.
Menziarahi kuburan tokoh-tokoh ini utamanya Rasulullah Saw dan para
Imam Ahlulbait As, merupakan sebuah bentuk penghargaan dan penghormatan
terhadap kerja keras mereka, perjuangan, dan reformasi budaya.
Tokoh-tokoh ini adalah pesan bagi generasi mendatang bahwa hal itu
(menziarahi mereka) adalah sebagian dari ganjaran dunia bagi orang-orang
yang melangkahkan kakinya di jalan kebenaran, menghidayahi, membela
ideologi, dan nilai-nilai moralitas serta akidah.[14]
Oleh itu, dengan banyaknya pengaruh-pengaruh sosial terhadap masyarakat
dalam menziarahi orang-orang saleh dan tokoh-tokoh besar, begitu juga
bangsa-bangsa nonmuslim yang memberikan perhatian yang besar. Dengan
demikian, kita menyaksikan begitu banyak penghormatan kepada
kuburan-kuburan di dunia bagi tokoh-tokoh agama dan non-agama, karena
ketika manusia menziarahi dan memuliakan orang-orang ini yang memang
merupakan kewajiban manusia, dan seakan-akan setiap apa yang manusia
lakukan dalam memuliakan mereka adalah ilham dari hati nurani.
Oleh karena itu, ziarah kubur merupakan sebuah perkara yang ditekankan
oleh al-Quran, Sunnah, dan akal. Bahkan bisa dikatakan merupakan perkara
fitrah manusia, karena manusia senantiasa mencintai untuk menziarahi
dan memuliakan orang-orang yang dicintai dan dihormati. Ziarah kubur
selain memiliki manfaat duniawi juga memiliki manfaat ukhrawi. Dengan
menyebarnya ajaran-ajaran Islam dan pemahaman yang lebih dalam terhadap
wacana-wacana agama dan kepercayaan, telah mengkondisikan penerapan
amal-amal mustahab (dianjurkan) ini yang memiliki manfaat-manfaat
ukhrawi bagi orang-orang Muslim. Hal ini tidak hanya dibolehkan, bahkan
hukumnya adalah mustahab.
Referensi:
[1].
Muhammad bin Ali Shaduq, Man Lâ Yahdhuruhu al-Faqih, jil. 1, hal. 178,
terbitan Muasasah Nasyr Islami, Qum, Cetakan Ketiga, 1413 H.
[2]. Qs. Al-Kahf: 21.
[3]. Ja'far Subhani, al-Wahâbiyah fi al-Mizân, hal. 96.
[4]. Muhammad bin Ali, 'Awaliyal'alai, jil. 1, hal. 45, Intisyarat Sayid al-Syuhada' As, Qum, Cetakan Pertama, 1405 H.
[5]. Al-Wahâbiyah fi al-Mizân, hal. 96.
[6]. Ibnu Sa'ad, al-Thabaqât al-Kubrâ, jil. 1, hal. 94, Dar al-Kitab Islamiyah, Beirut, Cetakan Pertama, 1410 H.
[7]. Shalihi Syami, Sabil al-Hidâyah, jil. 8, hal. 384, Darul Kitab al-Ilmiyah, Beirut, Cetakan Pertama, 1414 H.
[8]. Ja'far Subhani, Fi al-Zhilâl al-Tauhid, hal. 241.
[9] . Ibid, hal. 244.
[10]. Majlisi, Muhammad Bagir, Biharul Anwar, jil. 79, hal. 169, Muasasah al-Wafa', Beirut, Libanon, Cetakan Keempat, 1404 H.
[11]. Mulla Muhsin Faidh Kasyani, al-Mahjahtu al-Baidhâ', jil. 9, hal. 289, Nasyr Islami, Cetakan Keempat, 1417 H.
[12]. 'Azizullah 'Athardy, Musnad al-Imâm al-Ridha As, jil. 2, hal. 254, Astan-e Quds Radhawi, Masyhad, Cetakan Pertama, 1406 H.
[13]. Muhammad bin Ali Shaduq, Man Lâ Yahdhuruhu al-Faqih, jil. 2, hal. 577, Muasasah Nasyr Islami, Qum, Cetakan Ketiga, 1413 H.
[14]. Al-Wahâbiyah fi al-Mizân, hal. 103.
(Islam-Quest/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email