Pesan Rahbar

Home » » Fokus Saudi terhadap Keselamatan Penyelenggaraan Haji Dipertanyakan

Fokus Saudi terhadap Keselamatan Penyelenggaraan Haji Dipertanyakan

Written By Unknown on Saturday, 3 October 2015 | 20:21:00


Bencana terburuk dalam 25 tahun terakhir pada musim haji menyebabkan pengamat mempertanyakan perhatian Pemerintah Arab Saudi terhadap masalah keselamatan, walau miliaran dollar AS telah diinvestasikan untuk memperbaiki kondisi. Musibah desak-desakan dan jatuh terinjak pada Kamis (24/9/2015) kemarin menewaskan lebih dari 700 orang saat ritual pelemparan batu yang diikuti ratusan ribu peziarah Muslim dari seluruh dunia.

Itu merupakan tragedi kedua pada musim haji tahun ini setelah pada awal September sebuah derek (crane) yang runtuh menewaskan 109 orang. Dua kejadian itu merupakan insiden serius pertama dalam sembilan tahun terakhir penyelenggaraan haji di Saudi, tetapi pengamat mengatakan, kedua kejadian itu memperlihatkan kekurangan dalam pengelolaan acara tahunan yang menyedot sekitar dua juta orang tersebut.

Irfan al-Alawi, seorang pengecam keras pembangunan kembali di sejumlah tempat suci di Saudi, mengatakan, masalahnya terletak pada kurangnya pengendalian massa dan strategi pembangunan pemerintah. "Betul bahwa mereka sudah mencoba untuk meningkatkan fasilitas, tetapi prioritas untuk kesehatan dan keselamatan selalu gagal" saat pembangunan menjadi prioritas, kata Alawi, salah seorang pendiri Islamic Heritage Research Foundation yang berbasis di Mekkah.

Dia mengatakan, proyek-proyek pembangunan itu menghilangkan kaitan yang berwujud nyata (tangible link) dengan Nabi Muhammad. "Ini persoalan manajemen," kata Alawi dari London ketika ditanya penyebab dasar tragedi tersebut.

Direktur Urusan Agama Turki mengatakan, 18 orang Turki yang belum ditemukan setelah tragedi tersebut dan menyalahkan "masalah manajemen yang serius" di kota suci itu.

Iran yang merupakan musuh Arab Saudi juga menyalahkan Pemerintah Saudi. "Insiden hari ini menunjukkan salah urus dan kurangnya perhatian terhadap keselamatan jemaah. Tidak ada penjelasan lain. Para pejabat Saudi harus bertanggung jawab," kata Kepala Organisasi Haji Iran, Kata Ohadi, kepada televisi Pemerintah Iran.

Bahkan, sebelum tragedi Kamis kemarin di Mina di dekat Mekkah, jemaah sudah mengeluh. Seorang peziarah asal Sudan di Mina pada saat kejadian mengatakan, ini merupakan penyelenggaraan haji paling buruk yang dialaminya dari empat kali berturut-turut mengikuti ibadah haji. "Orang-orang sudah mengalami dehidrasi dan pingsan terlebih dahulu," kata peziarah itu yang menambahkan bahwa mereka semua "tersandung satu sama lain".

Dia mengatakan, teman Saudinya sudah menyatakan keprihatinan bahwa "sesuatu akan terjadi".

Pada Rabu, saat para jemaah berada di Gunung Arafat, beberapa kilometer dari Mina, jemaah Yaman, Mohammed al-Mikhlafi (54 tahun), sudah mengeluhkan "kurangnya pengorganisasian".

Seorang Tunisia, Abu Salim (58), mengatakan, "Transportasi buruk, tempat tinggal kami buruk, dan makanan sangat buruk ... meskipun kami sudah bayar sekitar 4.000 dollar (Rp 58 juta) untuk datang ke sini."

Polisi tak terlatih

Kementerian Dalam Negeri Saudi mengatakan, pihaknya telah mengerahkan 100.000 polisi untuk mengamankan penyelenggaraan ibadah haji, memelihara keamanan, serta mengatur lalu lintas dan orang banyak itu. Mereka bertugas melindungi sekitar dua juta orang di sejumlah daerah terkonsentrasi.

Namun Alawi mengatakan, para petugas yang ditugaskan tersebut tidak memiliki keterampilan bahasa asing dan belum terlatih. "Mereka tidak memiliki petunjuk bagaimana menangani orang-orang itu," katanya.

Seorang menteri Saudi justru menyalahkan para peziarah atas tragedi itu. Menteri tersebut mengatakan bahwa para jemaah tidak mengikuti aturan. "Banyak peziarah bergerak tanpa memperhatikan jadwal yang ditetapkan," kata Menteri Kesehatan Saudi, Khaled al-Falih, kepada televisi El-Ekhbariya.

"Jika para peziarah mengikuti petunjuk, jenis kecelakaan ini bisa dihindari."

Tragedi Kamis kemarin terjadi di luar Jembatan Jamarat yang bertingkat lima, yang didirikan dalam satu dekade terakhir dengan biaya lebih dari 1 miliar dollar AS dan dimaksudkan untuk meningkatkan keselamatan.

Antara tahun 1994 dan 2006 terjadi empat kali musibah desak-desakan selama ritual pelemparan batu. Dalam empat kejadian itu, total lebih dari 1.000 orang tewas.

Jembatan Jamarat yang memiliki panjang hampir satu kilometer itu memungkinkan 300.000 jemaah melaksanakan ritual pelemparan batu dalam satu jam.

"Mereka harus punya sebuah sistem pengendalian massa terkait berapa banyak orang yang bisa masuk dan berapa banyak bisa keluar," kata Alawi. Dia merujuk ke peristiwa pertandingan rugbi dan sepak bola kelas dunia yang bisa lebih terkontrol.

(Kompas/Shabestan/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: