“Dalam masalah masjid, kita menghadapi dua sisi: software dan hardware. Sisi software masjid adalah spiritualitas dan keberadaan imam masjid. Sementara itu, sisi hardware masjid adalah bangunan lahiriah masjid.”
Begitu hal ini dituturkan oleh Hujjatul Islam Sayyid Mahdi Waʻizh Musawi, salah seorang orator ulung Iran, kepada wartawan Shabestan kemarin.
Pada masa kekuasaan Muʻawiyah, lanjut Musawi, hanya sisi hardware masjid yang aktif. Masjid Umawi di Damaskus dibangun pada era ini. Masjid sangat megah. Akan tetapi, eksistensi masjid sangat vakum dari makna. Salat jamaah digelar dengan sangat meriah. Hanya saja, salat ini sangat kering dan tanpa ruh.
Salat jamaah seperti ini, tukas Musawi, tidak pernah menciptakan masalah bagi penguasa. Malah khalifah sendiri bertindak sebagai imam jamaah salat dan masyarakat bermakmum kepadanya. Masjid kala itu bukan hanya tidak pernah melakukan sebuah aksi politik dan sosial. Imam masjid sendiri termasuk kalangan yang pandai menjilat penguasa.
Revolusi Karbala muncul dalam kondisi seperti ini. Menurut ungkapan Imam Husain as, Islam tidak tersisa kecuali nama. Beliau bangkit supaya menjadi pemberi peringatan kepada masyarakat luas.
Khutbah Imam Sajjad as di atas mimbar Masjid Damaskus, tukas Musawi, telah mengembalikan peran sejati masjid. Khutbah ini telah berhasil menyadarkan masyarakat luas dan menggetarkan seluruh tiang dan tembok masjid megah itu.
(Shabestan/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email