Pesan Rahbar

Home » » Apa pendapat Syiah tentang riwayat yang menyatakan bahwa sepeninggal sepeninggal Rasulullah saw kekhalifahan berlangsung selama 30 tahun dan jumlah khalifah serta raja adalah 12 orang? (Bagian 6)

Apa pendapat Syiah tentang riwayat yang menyatakan bahwa sepeninggal sepeninggal Rasulullah saw kekhalifahan berlangsung selama 30 tahun dan jumlah khalifah serta raja adalah 12 orang? (Bagian 6)

Written By Unknown on Saturday 28 November 2015 | 23:06:00


AL ITHRAH AHLUL BAIT NABI SAW ADALAH KHALIFAH BAGI UMAT ISLAM

Peralihan kekuasan pasca wafatnya Rasul tidak bisa dikatakan berlangsung mulus, intrik intrik politik dan kepentingan klan bergabung menjadi satu.

Dari Zaid bin Tsabit RA yang berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda “Sesungguhnya Aku telah meninggalkan di tengah-tengah kalian dua Khalifah yaitu Kitab Allah yang merupakan Tali yang terbentang antara bumi dan langit, serta ‘itrah Ahlul BaitKu. Keduanya tidak akan berpisah sampai menemuiKu di Telaga Surga Al Haudh. (Hadis Ini diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal dalam Musnad Ahmad jilid 5 hal 182, Syaikh Syuaib Al Arnauth dalam Takhrij Musnad Ahmad menyatakan bahwa hadis ini shahih. Hadis ini juga diriwayatkan oleh Ath Thabrani dalam Mu’jam Al Kabir jilid 5 hal 154, Al Haitsami dalam Majma’ Az Zawaid jilid 1 hal 170 berkata “para perawi hadis ini tsiqah”. Hadis ini juga disebutkan oleh As Suyuthi dalam Jami’ Ash Shaghir hadis no 2631 dan beliau menyatakan hadis tersebut Shahih).

Hadis di atas adalah Hadis Tsaqalain dengan matan yang khusus menggunakan kata Khalifah. Hadis ini adalah hadis yang Shahih sanadnya dan dengan jelas menyatakan bahwa Al Ithrah Ahlul Bait Nabi SAW adalah Khalifah bagi Umat islam. Oleh karena itu Premis bahwa Sang Khalifah setelah Rasulullah SAW itu ditunjuk dan diangkat oleh Rasulullah SAW adalah benar.

Imam Ali AS memiliki kemuliaan yang tinggi dalam Islam. Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa kedudukan Imam Ali AS di sisi Rasulullah SAW sama seperti kedudukan Nabi Harun AS di sisi Nabi Musa AS. Seharusnya kita sebagai umat Islam menerima dengan baik keutamaan Imam Ali AS dan mengecam sikap-sikap yang menurunkan atau meragukan keutamaan Beliau. Berikut akan kami sajikan hadis keutamaan Imam Ali AS yang mungkin memicu keraguan dari sebagian orang.

Al Hafiz Ibnu Abi Ashim Asy Syaibani dalam Kitabnya As Sunnah hal 519 hadis no 1188 telah meriwayatkan sebagai berikut:

ثنا محمد بن المثنى حدثنا يحيى بن حماد عن أبي عوانة عن يحيى ابن سليم أبي بلج عن عمرو بن ميمون عن ابن عباس قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم لعلي أنت مني بمنزلة هارون من موسى إلا أنك لست نبيا إنه لا ينبغي أن أذهب إلا وأنت خليفتي في كل مؤمن من بعدي

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna yang berkata telah menceritakan kepada kami Yahya bin Hamad dari Abi ‘Awanah dari Yahya bin Sulaim Abi Balj dari ‘Amr bin Maimun dari Ibnu Abbas yang berkata Rasulullah SAW bersabda kepada Ali “KedudukanMu di sisiKu sama seperti kedudukan Harun di sisi Musa hanya saja Engkau bukan seorang Nabi. Sesungguhnya tidak sepatutnya Aku pergi kecuali Engkau sebagai KhalifahKu untuk setiap mukmin setelahKu.


Kedudukan Hadis

Syaikh Al Albani dalam kitabnya Zhilal Al Jannah Fi Takhrij As Sunnah hal 520 hadis no 1188 memberikan penilaian bahwa hadis ini sanadnya hasan, dimana Beliau menyatakan bahwa semua perawinya tsiqat. Hadis ini telah diriwayatkan oleh para perawi Bukhari Muslim kecuali Abi Balj yang dinilai shaduq sehingga Syaikh Al Albani menyatakan hadis tersebut hasan. Setelah kami melakukan penelitian lebih lanjut maka kami temukan bahwa hadis ini adalah hadis Shahih dan Yahya bin Sulaim Abi Balj adalah perawi tsiqat. Berikut analisis terhadap para perawinya.

Termasuk hadis yang sering diulang-ulang oleh Nabi saw ialah “Wahai Ali, engkau adalah pemimpin bagi setiap mukmin setelah wafatku nanti.” ( Mustadrak al-Hakim, jilid 3/111, 134, Ash-Shawa’iq Al-Muhriqah, hal. 103, dan Musnad Ibnu Hanbal, jilid 1/331 dan jilid 4/438 )

*****

ALQURAN MEMBELA ALi, FATiMAH, HASAN DAN HUSAiN

Ayat al-Mubahalah
Firman Allah SWT : “Siapa yang membantahmu tentang kisah ‘Isa sesudah datang ilmu (yang menyakinkan kamu) maka katakanlah (kepadanya): “marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, wanita-wanita kami dan wanita-wanita kamu dan diri-diri kami dan diri-diri kamu ; kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta agar la’nat Allah ditimpakan atas orang-orangyang dusta”. (QS: 3;61)

Fakta Hadis dan Sejarah :
Yang dibawa Nabi ke arena mubahalah melawan Nasrani Najran hanya 5 orang :
- Anak anak kami = Hasan dan Husain.
- Wanita wanita = Fatimah.
- Diri diri kami = Beliau sendiri dan Imam Ali.

Disinilah sastra Al Quran berbicara :
- Dalam hadis hadis terkadang Nabi menyebut “hasan dan Husain” sebagai “anakku”.
- Dalam hadis hadis disebutkan : Sesungguhnya Ali adalah dariku dan aku darinya.
- Wanita wanita ( jamak ) dalam surah tersebut bermakna tunggal terhadap Fatimah

*****

Ayat Penyucian tentang lima orang yang dijaga dipelihara oleh Allah SWT:
“Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.”(Qur’an surah al Ahzab ayat 33).

Rasulullah saw. mengundang Ali, Fatimah, Hasan dan Husain, kemudian beliau mengerudungkan selimut ke atas mereka dan turunlah ayat diatas, beliau saw. mengerudungkan sehelai kain/selimut, kemudian memanjatkan doa seraya bersabda: “Ya Allah, hanya merekalah Ahlulbaitku, maka hindarkan rijs dari mereka dan sucikan mereka sesuci-sucinya”.. Ummu Salamah isteri Nabi ) yang mencoba masuk kedalam ‘selimut kisa’ dilarang oleh Nabi SAW…. FAKTA dan HADiS menunjukkan hanya lima orang tersebut yang diselubungi oleh Nabi SAW, artinya hanya mereka berlima yang disucikan, jadi isteri isteri Nabi SAW seperti Ummu Salamah dll tidak disucikan !!!!

*****
Imam Ali Mengakui Kepemimpinannya : Hujjah Hadis Ghadir Khum

Hadis Ghadir Khum yang menunjukkan kepemimpinan Imam Ali adalah salah satu hadis shahih yang sering dijadikan hujjah oleh kaum Syiah dan ditolak oleh kaum Sunni. Kebanyakan mereka yang mengingkari hadis ini membuat takwilan-takwilan agar bisa disesuaikan dengan keyakinan mahzabnya. Padahal Imam Ali sendiri mengakui kalau hadis ini adalah hujjah bagi kepemimpinan Beliau. Hal ini terbukti dalam riwayat-riwayat yang shahih dimana Imam Ali ketika menjadi khalifah mengumpulkan orang-orang di tanah lapang dan berbicara meminta kesaksian soal hadis Ghadir Khum.

عن سعيد بن وهب وعن زيد بن يثيع قالا نشد على الناس في الرحبة من سمع رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول يوم غدير خم الا قام قال فقام من قبل سعيد ستة ومن قبل زيد ستة فشهدوا انهم سمعوا رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول لعلي رضي الله عنه يوم غدير خم أليس الله أولى بالمؤمنين قالوا بلى قال اللهم من كنت مولاه فعلي مولاه اللهم وال من والاه وعاد من عاداه

Dari Sa’id bin Wahb dan Zaid bin Yutsai’ keduanya berkata “Ali pernah meminta kesaksian orang-orang di tanah lapang “Siapa yang telah mendengar Rasulullah SAW bersabda pada hari Ghadir Khum maka berdirilah?. Enam orang dari arah Sa’id pun berdiri dan enam orang lainnya dari arah Za’id juga berdiri. Mereka bersaksi bahwa sesungguhnya mereka pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda kepada Ali di Ghadir Khum “Bukankah Allah lebih berhak terhadap kaum mukminin”. Mereka menjawab “benar”. Beliau bersabda “Ya Allah barangsiapa yang aku menjadi pemimpinnya maka Ali pun menjadi pemimpinnya, dukunglah orang yang mendukung Ali dan musuhilah orang yang memusuhinya”. [Musnad Ahmad 1/118 no 950 dinyatakan shahih oleh Syaikh Ahmad Syakir].

Sebagian orang membuat takwilan batil bahwa kata mawla dalam hadis Ghadir Khum bukan menunjukkan kepemimpinan tetapi menunjukkan persahabatan atau yang dicintai, takwilan ini hanyalah dibuat-buat. Jika memang menunjukkan persahabatan atau yang dicintai maka mengapa ada sahabat Nabi yang merasa ada sesuatu yang mengganjal di hatinya ketika mendengar kata-kata Imam Ali di atas. Adanya keraguan di hati seorang sahabat Nabi menyiratkan bahwa Imam Ali mengakui hadis ini sebagai hujjah kepemimpinan. Maka dari itu sahabat tersebut merasakan sesuatu yang mengganjal di hatinya karena hujjah hadis tersebut memberatkan kepemimpinan ketiga khalifah sebelumnya. Sungguh tidak mungkin ada keraguan di hati sahabat Nabi kalau hadis tersebut menunjukkan persahabatan atau yang dicintai.

عن أبي الطفيل قال جمع علي رضي الله تعالى عنه الناس في الرحبة ثم قال لهم أنشد الله كل امرئ مسلم سمع رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول يوم غدير خم ما سمع لما قام فقام ثلاثون من الناس وقال أبو نعيم فقام ناس كثير فشهدوا حين أخذه بيده فقال للناس أتعلمون انى أولى بالمؤمنين من أنفسهم قالوا نعم يا رسول الله قال من كنت مولاه فهذا مولاه اللهم وال من والاه وعاد من عاداه قال فخرجت وكأن في نفسي شيئا فلقيت زيد بن أرقم فقلت له انى سمعت عليا رضي الله تعالى عنه يقول كذا وكذا قال فما تنكر قد سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول ذلك له

Dari Abu Thufail yang berkata “Ali mengumpulkan orang-orang di tanah lapang dan berkata “Aku meminta dengan nama Allah agar setiap muslim yang mendengar Rasulullah SAW bersabda di Ghadir khum terhadap apa yang telah didengarnya. Ketika ia berdiri maka berdirilah tigapuluh orang dari mereka. Abu Nu’aim berkata “kemudian berdirilah banyak orang dan memberi kesaksian yaitu ketika Rasulullah SAW memegang tangannya (Ali) dan bersabda kepada manusia “Bukankah kalian mengetahui bahwa saya lebih berhak atas kaum mu’min lebih dari diri mereka sendiri”. Para sahabat menjawab “benar ya Rasulullah”. Beliau bersabda “barang siapa yang menjadikan Aku sebagai pemimpinnya maka Ali pun adalah pemimpinnya dukunglah orang yang mendukungnya dan musuhilah orang yang memusuhinya. Abu Thufail berkata “ketika itu muncul sesuatu yang mengganjal dalam hatiku maka aku pun menemui Zaid bin Arqam dan berkata kepadanya “sesungguhnya aku mendengar Ali RA berkata begini begitu, Zaid berkata “Apa yang patut diingkari, aku mendengar Rasulullah SAW berkata seperti itu tentangnya”.[Musnad Ahmad 4/370 no 19321 dengan sanad yang shahih seperti yang dikatakan Syaikh Syu’aib Al Arnauth dan Tahdzib Khasa’is An Nasa’i no 88 dishahihkan oleh Syaikh Abu Ishaq Al Huwaini].

Kata mawla dalam hadis ini sama halnya dengan kata waliy yang berarti pemimpin, kata waly biasa dipakai oleh sahabat untuk menunjukkan kepemimpinan seperti yang dikatakan Abu Bakar dalam khutbahnya. Inilah salah satu hadis Ghadir Khum dengan lafaz Waly.

عن سعيد بن وهب قال قال علي في الرحبة أنشد بالله من سمع رسول الله يوم غدير خم يقول إن الله ورسوله ولي المؤمنين ومن كنت وليه فهذا وليه اللهم وال من والاه وعاد من عاداه وأنصر من نصره

Dari Sa’id bin Wahb yang berkata “Ali berkata di tanah lapang aku meminta dengan nama Allah siapa yang mendengar Rasulullah SAW pada hari Ghadir Khum berkata “Allah dan RasulNya adalah pemimpin bagi kaum mukminin dan siapa yang menganggap aku sebagai pemimpinnya maka ini (Ali) menjadi pemimpinnya dukunglah orang yang mendukungnya dan musuhilah orang yang memusuhinya dan jayakanlah orang yang menjayakannya. [Tahdzib Khasa’is An Nasa’i no 93 dishahihkan oleh Syaikh Abu Ishaq Al Huwaini].

Dan perhatikan khutbah Abu Bakar ketika ia selesai dibaiat, ia menggunakan kata Waly untuk menunjukkan kepemimpinannya. Inilah khutbah Abu Bakar:

قال أما بعد أيها الناس فأني قد وليت عليكم ولست بخيركم فان أحسنت فأعينوني وإن أسأت فقوموني الصدق أمانة والكذب خيانة والضعيف فيكم قوي عندي حتى أرجع عليه حقه إن شاء الله والقوي فيكم ضعيف حتى آخذ الحق منه إن شاء الله لا يدع قوم الجهاد في سبيل الله إلا خذلهم الله بالذل ولا تشيع الفاحشة في قوم إلا عمهم الله بالبلاء أطيعوني ما أطعت الله ورسوله فاذا عصيت الله ورسوله فلا طاعة لي عليكم قوموا الى صلاتكم يرحمكم الله

Ia berkata “Amma ba’du, wahai manusia sekalian sesungguhnya aku telah dipilih sebagai pimpinan atas kalian dan bukanlah aku yang terbaik diantara kalian maka jika berbuat kebaikan bantulah aku. Jika aku bertindak keliru maka luruskanlah aku, kejujuran adalah amanah dan kedustaan adalah khianat. Orang yang lemah diantara kalian ia kuanggap kuat hingga aku mengembalikan haknya kepadanya jika Allah menghendaki. Sebaliknya yang kuat diantara kalian aku anggap lemah hingga aku mengambil darinya hak milik orang lain yang diambilnya jika Allah mengehendaki. Tidaklah suatu kaum meninggalkan jihad di jalan Allah kecuali Allah timpakan kehinaan dan tidaklah kekejian tersebar di suatu kaum kecuali adzab Allah ditimpakan kepada kaum tersebut. Taatilah aku selama aku taat kepada Allah dan RasulNya. Tetapi jika aku tidak mentaati Allah dan RasulNya maka tiada kewajiban untuk taat kepadaku. Sekarang berdirilah untuk melaksanakan shalat semoga Allah merahmati kalian. [Sirah Ibnu Hisyam 4/413-414 tahqiq Hammam Sa’id dan Muhammad Abu Suailik, dinukil Ibnu Katsir dalam Al Bidayah 5/269 dan 6/333 dimana beliau menshahihkannya].

Terakhir kami akan menanggapi syubhat paling lemah soal hadis Ghadir Khum yaitu takwilan kalau hadis ini diucapkan untuk meredakan orang-orang yang merendahkan atau tidak suka kepada Imam Ali perihal pembagian rampasan di Yaman. Silakan perhatikan hadis Ghadir Khum yang disampaikan oleh Rasulullah SAW kepada banyak orang, tidak ada di sana disebutkan perihal orang-orang yang merendahkan atau mencaci Imam Ali. Kalau memang hadis ghadir khum diucapkan Rasulullah SAW untuk menepis cacian orang-orang terhadap Imam Ali maka Rasulullah SAW pasti akan menjelaskan duduk perkara rampasan di Yaman itu, atau menunjukkan kecaman Beliau kepada mereka yang mencaci Ali. Tetapi kenyataannya dalam lafaz hadis Ghadir Khum tidak ada yang seperti itu, yang ada malah Rasulullah meninggalkan wasiat bahwa seolah Beliau SAW akan dipanggil ke rahmatullah, wasiat tersebut berkaitan dengan kepemimpinan Imam Ali dan berpegang teguh pada Al Qur’an dan ithrati Ahlul Bait. Sungguh betapa jauhnya lafaz hadis tersebut dari syubhat para pengingkar.

Hadis yang dijadikan hujjah oleh penyebar syubhat ini adalah hadis Buraidah ketika ia menceritakan soal para sahabat yang merendahkan Imam Ali. Hadis tersebut bukan diucapkan di Ghadir Khum dan tentu saja Rasulullah SAW akan marah kepada sahabat yang menjelekkan Imam Ali karena Imam Ali adalah pemimpin setiap mukmin (semua sahabat Nabi) sepeninggal Nabi SAW . Disini Rasulullah SAW mengingatkan Buraidah dan sahabat lain yang ikut di Yaman agar berhenti dari sikap mereka karena Imam Ali adalah pemimpin bagi setiap mukmin sepeninggal Nabi SAW.

عن عبد الله بن بريدة عن أبيه بريدة قال بعث رسول الله صلى الله عليه و سلم بعثين إلى اليمن على أحدهما علي بن أبي طالب وعلى الآخر خالد بن الوليد فقال إذا التقيتم فعلي على الناس وان افترقتما فكل واحد منكما على جنده قال فلقينا بنى زيد من أهل اليمن فاقتتلنا فظهر المسلمون على المشركين فقتلنا المقاتلة وسبينا الذرية فاصطفى علي امرأة من السبي لنفسه قال بريدة فكتب معي خالد بن الوليد إلى رسول الله صلى الله عليه و سلم يخبره بذلك فلما أتيت النبي صلى الله عليه و سلم دفعت الكتاب فقرئ عليه فرأيت الغضب في وجه رسول الله صلى الله عليه و سلم فقلت يا رسول الله هذا مكان العائذ بعثتني مع رجل وأمرتني ان أطيعه ففعلت ما أرسلت به فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم لا تقع في علي فإنه منى وأنا منه وهو وليكم بعدي وانه منى وأنا منه وهو وليكم بعدي

Dari Abdullah bin Buraidah dari ayahnya Buraidah yang berkata “Rasulullah SAW mengirim dua utusan ke Yaman, salah satunya dipimpin Ali bin Abi Thalib dan yang lainnya dipimpin Khalid bin Walid. Beliau SAW bersabda “bila kalian bertemu maka yang jadi pemimpin adalah Ali dan bila kalian berpisah maka masing-masing dari kalian memimpin pasukannya. Buraidah berkata “kami bertemu dengan bani Zaid dari penduduk Yaman kami berperang dan kaum muslimin menang dari kaum musyrikin. Kami membunuh banyak orang dan menawan banyak orang kemudian Ali memilih seorang wanita diantara para tawanan untuk dirinya. Buraidah berkata “Khalid bin Walid mengirim surat kepada Rasulullah SAW memberitahukan hal itu. Ketika aku datang kepada Rasulullah SAW, aku serahkan surat itu, surat itu dibacakan lalu aku melihat wajah Rasulullah SAW yang marah kemudian aku berkata “Wahai Rasulullah SAW, aku meminta perlindungan kepadamu sebab Engkau sendiri yang mengutusku bersama seorang laki-laki dan memerintahkan untuk mentaatinya dan aku hanya melaksanakan tugasku karena diutus. Rasulullah SAW bersabda “Jangan membenci Ali, karena ia bagian dariKu dan Aku bagian darinya dan Ia adalah pemimpin kalian sepeninggalKu, ia bagian dariKu dan Aku bagian darinya dan Ia adalah pemimpin kalian sepeninggalKu. [Musnad Ahmad tahqiq Syaikh Ahmad Syakir dan Hamzah Zain hadis no 22908 dan dinyatakan shahih].

Syaikh Al Albani berkata dalam Zhilal Al Jannah Fi Takhrij As Sunnah no 1187 menyatakan bahwa sanad hadis ini jayyid, ia berkata:

أخرجه أحمد من طريق أجلح الكندي عن عبد الله بن بريدة عن أبيه بريدة وإسناده جيد رجاله ثقات رجال الشيخين غير أجلح وهو ابن عبد الله بن جحيفة الكندي وهو شيعي صدوق

Dikeluarkan Ahmad dengan jalan Ajlah Al Kindi dari Abdullah bin Buraidah dari ayahnya Buraidah dengan sanad yang jayyid (baik) para perawinya terpercaya, perawi Bukhari dan Muslim kecuali Ajlah dan dia adalah Ibnu Abdullah bin Hujayyah Al Kindi dan dia seorang syiah yang (shaduq) jujur.

*****

DALiL BAHWA AHLULBAiT YANG WAJiB KiTA PEDOMANi ADALAH ALi, FATiMAH, HASAN dan HUSAiN

Dari Zaid bin Tsabit RA yang berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda “Sesungguhnya Aku telah meninggalkan di tengah-tengah kalian dua Khalifah yaitu Kitab Allah yang merupakan Tali yang terbentang antara bumi dan langit, serta ‘itrah Ahlul BaitKu. Keduanya tidak akan berpisah sampai menemuiKu di Telaga Surga Al Haudh. (Hadis Ini diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal dalam Musnad Ahmad jilid 5 hal 182, Syaikh Syuaib Al Arnauth dalam Takhrij Musnad Ahmad menyatakan bahwa hadis ini shahih. Hadis ini juga diriwayatkan oleh Ath Thabrani dalam Mu’jam Al Kabir jilid 5 hal 154, Al Haitsami dalam Majma’ Az Zawaid jilid 1 hal 170 berkata “para perawi hadis ini tsiqah”. Hadis ini juga disebutkan oleh As Suyuthi dalam Jami’ Ash Shaghir hadis no 2631 dan beliau menyatakan hadis tersebut Shahih).

Hadis di atas adalah Hadis Tsaqalain dengan matan yang khusus menggunakan kata Khalifah. Hadis ini adalah hadis yang Shahih sanadnya dan dengan jelas menyatakan bahwa Al Ithrah Ahlul Bait Nabi SAW adalah Khalifah bagi Umat islam. Oleh karena itu Premis bahwa Sang Khalifah setelah Rasulullah SAW itu ditunjuk dan diangkat oleh Rasulullah SAW adalah benar.

AHLUL BAiT ADA TiGA:

1. Ahlul bait yang disucikan yaitu : Imam Ali, Bunda Fatimah Az Zahra r.a, Imam Hasan, Imam Husain (sesuai hadis al-Kisâ’ dan lanjutan surat al- Ahzab ayat 33).. Ini yang wajib kita pedomani.
2. istri-istri Nabi saw.
3. Ahlul bait yang diharamkan menerima shadaqah ( zakat ) yaitu : keluarga Ali, keluarga ‘Aqil, keluarga Ja’far dan keluarga al-‘Abbas (sesuai hadis Zaid bin Arqam dll).

——————————

Nah, apa bukti bahwa Ahlul Bait yang disuruh pedomani oleh Nabi SAW hanyalah Imam Ali, Fatimah Az Zahra, Imam Hasan dan Imam Husain ?

DALiL SATU: AYAT MUBAHALAH

Fakta Hadis dan Sejarah :
Yang dibawa Nabi ke arena mubahalah melawan Nasrani Najran hanya 5 orang :
- Anak anak kami = Hasan dan Husain.
- Wanita wanita = Fatimah.
- Diri diri kami = Beliau sendiri dan Imam Ali SAW

Disinilah sastra Al Quran berbicara:
- Dalam hadis hadis terkadang Nabi menyebut “hasan dan Husain” sebagai “anakku”.
- Dalam hadis hadis disebutkan : Sesungguhnya Ali adalah dariku dan aku darinya.
- Wanita wanita ( jamak ) dalam surah tersebut bermakna tunggal terhadap Fatimah

Lebih-lebih lagi terdapat Hadith yang menyebutkan :” Anta (Ali) min-ni wa ana min-ka ” bermaksud,” engkau(Ali) daripadaku (Rasulullah SAW) dan aku (Rasulullah SAWA) daripada Ali,” [lihat Sahih Bukhari, Jilid V, Hadith 50],

Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud: ” Fatimah adalah sebahagian daripadaku. Barang siapa yang membuat dia marah, akan membuat aku marah.” [a-Bukhari, Jilid II, hlm.185].

” Fatimah adalah daripadaku dan barang siapa yang membuat dia marah, akan membuat aku marah.” [Al-Bukhari, Jilid V, hadith 111].

Dari Sa’ad bin Abi Waqash yang berkata, “Ketika ayat ini turun, ‘Katakanlah, ‘Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, istri-istri kami dan istri-istri kamu…’ Rasulullah saw memanggil Ali, Fatimah, Hasan dan Husain. Lalu Rasulullah saw berkata, ‘Ya Allah, mereka inilah Ahlul Baitku.”‘. Sahih Muslim, jld 2, hal 360; Isa al-Halabi, jld 15, hal 176; Sahih Turmudzi, jld 4, hal 293, hadits nomer 3085; al-Mustadrak ‘ala ash-Shahihain, jld 3, hal 150.

Bukti otentik disebutkan di bawah ini mengenai surah ketiga ayat 61 sebagaimana dijelaskan pada halaman 73 Imam Fakhruddin Razi menulis dalam Tafsîr Al-Kabîr (jilid 2): “Ketika ayat ini turun kepada Nabi Suci, Kristiani Najran menerima tantangan mubahalah dan Nabi mengambil bersamanya Imam Husain, Imam Hasan, Fatimah dan Ali menuju tanah mubahalah.”.

Mengutip Allamah Zamakhsyari dalam Tafsîr Al-Kasysyaf, “Tidak ada bukti otentik yang lebih kuat dari pada ini tentang integritas Ashabul Kisa, seperti Ali, Fatimah, Imam Hasan dan Imam Husain pada ayat ini. Untuk memenuhi perintah Allah, Nabi memanggil Ahlulbaitnya, mengambil Imam Husain dilengannya dan menggenggam tangan Imam Hasan, meminta Fatimah mengikutinya dan Ali mengikuti Fatimah. Hal ini membuktikan bahwa Ahlulbait suci adalah mereka yang ayat Quran maksud.”.

Diriwayatkan oleh Suad bin Waqas bahwa, “Ketika ayat ini turun, Nabi mengirim Ali, Fatimah, Imam Hasan dan Imam Husain dan berdoa kepada Tuhan, ‘Wahai Tuhanku, inilah Ahlulbaitku!” (Shahîh Muslim, jilid 1, Shahîh Tirmizi).

Abdullah bin Umar mengutip Nabi, “Apakah ada jiwa lain di muka bumi yang lebih baik daripada Ali, Fatimah, Hasan dan Husain? Tuhan memerintahkan aku untuk mengambil mereka bersamaku untuk bermubahalah. Tapi sebagaimana kedudukan mulia mereka dan penghormatan terhadap seluruh manusia, Tuhan mengurung pilihan-Nya hanya untuk berpartisipasi dalam mubahalah.” (Tafsîr Al-Baizayi).

Menurut beberapa versi [riwayat] disebutkan bahwa pada pagi hari tanggal 24 Zulhijah, sejumlah orang memenuhi pintu rumah Nabi, setiap orang mengharapkan kesempatannya untuk dipilih sebagai kelompok mubahalah. Tapi ketika Nabi keluar dari rumahnya bersama Ahlulbait, mereka semua heran.

Peristiwa Mubahalah merupakan hal penting karena alasan berikut:
1. Ajakan mubahalah telah diarahkan oleh Tuhan, dan dipenuhi dengan Perintah-Nya bahwa Nabi mengambil Ahlulbait bersamanya ke tanah mubahalah. Hal ini menjelaskan bagaimana masalah ini menyinggung nubuat dan agama Tuhan ditentukan oleh Kehendak Allah; membiarkan tidak adanya kesempatan campur tangan masyarakat biasa. Masalah pengganti Ali yang diikuti oleh sebelas imam sebagai jabatan pemimpin agama harus dilihat dari perspektif ini.
2. Pentingnya Ali, Fatimah, Hasan dan Husain dalam mengikuti ajaran Nabi Muhammad saw. tidak bisa lagi diperdebatkan.
3. Walaupun mereka masih anak-anak, Hasan dan Husain tetaplah [diikuti], mengabdi sebagai pihak aktif bagi Nabi di tanah mubahalah. Hal ini menyimpulkan bahwa usia bukanlah kriteria bagi kebesaran kesempurnaan (maksum). Mereka telah lahir dihiasi dengan kebaikan dan pengetahuan.
4. Bahwa tindakan Nabi yang memilih beberapa orang itu dengan sangat jelas meninggikan status mereka di antara yang lain.

Ketika Allah swt. menurunkan ayat Marilah kita panggil anak-anak kami dan anak-anak kamu….. ayat Mubahalah Ali Imran:61 . maka Rasulallah saw. memanggil ‘Ali, Fathimah, Hasan dan Husain, kemudian beliau saw. berdo’a: ‘Ya Allah, mereka adalah keluargaku’ “. (dikutip dari kitab At-Taaj Al-Jaami’ Lil Ushuuli Fii Ahaadiitsir Rasuuli jilid 3 hal.709 cet. pertama th.1994 oleh Syeikh Manshur Ali Nashif Al-Husaini diterbitkan oleh CV Asy-Syifa’ Semarang).

Mengapa Imam Ali Dimasukkan ? Allah memerintahkan rasul-Nya untuk mengatakan kepada utusan Najran, “Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, istri-istri kami dan istri-istri kamu, diri kami dan diri kamu…”

Tapi mengapa beliau membawa bersamanya Ali yang bukan bagian dari anak-anak atau perempuan ? Imam Ali tidak mempunyai tempat dalam ayat ini kecuali ia termasuk dalam kalimat “diri kami”. Membawa Imam Ali bersamanya menunjukkan bahwa Rasulullah menganggap Ali sebagai perpanjangan dari kepribadiannya. Dengan demikian, kedudukannya lebih tinggi dari seluruh umat muslim.

Rasul berkata dalam beberapa kesempatan, “Ali adalah dariku dan aku adalah darinya.” Hubsyi bin Janadah meriwayatkan bahwa ia mendengar Rasulullah bersabda, “Ali adalah dariku dan aku darinya, dan tidak ada seorang pun yang mewakili aku kecuali Ali.”

diperkuat dengan sabda Rasulallah saw. yang diriwayat kan oleh Imam Bukhori dalam kitabnya Al-Ahkam dan Imam Muslim dalam kitabnya Al-Imarah yang mana beliau saw. menyatakan dengan tegas bahwa Al-Hasan dan Al-Husain sebagai putra beliau, bunyi hadits sebagai berikut: “Dua orang puteraku ini (beliau sambil menunjuk pada Al-Hasan dan Al-Husain) adalah Imam-Imam, baik disaat mereka sedang duduk atau pun sedang berdiri ”.

Beliau saw. bertemu dengan Kaum Nasrani tersebut sambil bersabda: “Mereka ini adalah anak-anak kami, diri kami, dan wanita kami, maka panggil lah anak-anak kamu (kaum kafir), diri kamu dan wanita-wanita kamu, kemudian mari kita bermubahalah kepada Allah dan minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta”.

Menurut ahli tafsir dan hadits yang dimaksud kata-kata anak-anak kami dalam ayat itu ialah Al-Hasan dan Al-Husain [ra] ; yang di maksud wanita-wanita kami adalah Siti Fathimah ra. dan yang dimaksud diri-diri kami dalam ayat tersebut yaitu Rasulallah saw. dan Imam Ali kw.Ummat Islam sepakat bahwa ayat Mubahalah diatas ini turun untuk Nabi saw. , Imam Ali kw., Siti Fathimah ra., Al-Hasan dan Al-Husain (ra). Kita bisa rujuk hal ini diantaranya dalam:
Shahih Muslim, kitab Al-Fadhail, bab Fadhail Ali bin Abi Thalib, jilid 2 hal.360 cet. Isa Al-Halabi; Syarah An-Nawawi jilid 15 hal. 176 cet.Mesir ; Shahih At- Tirmidzi, jilid 4 hal. 293, hadits ke 3085 ; jilid 5 hal.301 hadits ke 3808 ; Al-Mustadrak Al-Hakim, jilid 3, hal. 150 ; Musnad Ahmad bin Hanbal, jilid 1 hal.185 cet.Al-Maimaniyah, jilid 3 hal. 97 hadits ke 1608, cet.Darul Ma’arif ; Tafsir Ath-Thabari jilid 3, hal. 299, 330, 301 ; jilid 3 hal.192 cet.Al-Maimaniyah Mesir ; Tafsir Ibnu Kathir jilid 1, hal. 370-371 ; Tafsir Al-Qurthubi jilid 4 hal. 104 ; Kifayah Ath-Thalib oleh Al-kanji Asy-Syafi’i hal. 54, 85, 142 cet. Al-Haidariyah ; hal.13, 28, 29, 55, 56 cet. Al-Ghira ; Ahkamul Qur’an oleh Ibnu Al-‘Arabi jilid 1 hal. 275 cet.kedua Al-Halabi; jilid 1 hal.115, cet. As-Sa’adah Mesir ; Jami’ul Ushul oleh Ibnu Atsir, jilid 9 hal. 470. Dan masih banyak lagi lainnya.

Dengan memperhatikan ayat dan kalimat hadits-hadits diatas, kita dapat mengetahui bagaimana Rasulallah saw. sendiri telah meng- khususkan pengelompokan Al-Hasan dan Al-Husain sebagai keturunan beliau sendiri, meski pun keduanya adalah putra-putra pasangan Imam ‘Ali bin Abi Thalib dan Siti Fathimah binti Muhammad saw. Sedangkan dua orang saudara perempuan Al-Hasan dan Al-Husain yaitu Siti Zainab dan Siti Ummu Kaltsum -radhiyallahuma- anak-anak mereka berdua ini, dikecualikan dari pengelompokan nasab dengan Rasulallah saw., karena anak-anak dari dua orang putri Siti Fathimah ra ini akan bernasab kepada ayahnya (suami dua orang putri Siti Fathimah) masing-masing yang bukan dari keluarga Ahlul-Bait.

sepakat bahwa semua anak cucu keturunan Siti Fathimah Az-Zahra ra binti Muhammad saw. termasuk dalam pengertian dzurriyyat yakni dzurriyatun-Nabiy (Keturunan Rasulallah saw.). Sebab tidak ada puteri Nabi saw. selain Siti Fathimah ra yang dikarunia keturunan yang hidup hingga dewasa. Oleh sebab itu wajarlah jika Rasulallah saw. menyebut Al-Hasan dan Al-Husain radhiyallahu ‘anhuma sebagai putera-putera beliau.

Di kalangan para ahli bahasa (Arab) tidak ada perbedaan pendapat mengenai makna kata dzurriyyat. Yang dimaksud dengan kata itu ialah anak-cucu keturunan, besar mau pun kecil. Kata tersebut dalam Al-Qur’an terdapat beberapa ayat, antara lain pada Surat Al-Baqarah:124: “….Sesunguhnya Aku hendak menjadikan dirimu sebagai Imam bagi ummat manusia, (Ibrahim) bertanya; Dan anak-cucu keturunanku’ (apakah mereka juga akan menjadi Imam?)…sampai akhir ayat.

Dari pengertian ayat tersebut pastilah sudah bahwa kata dzurriyyat tidak ber- makna lain kecuali anak-cucu keturunan. Allah swt. telah berfirman mengenai keturunan Ibrahim as. dalam surat Al-An’am:84: ‘…Dan dari keturunannya (Ibrahim), Dawud, Sulaiman, Ayyub, Yusuf, Musa dan Harun. Demikianlah Kami beri balas kebajikan kepada orang-orang yang berbuat baik. Dan (dari keturunan Ibrahim juga), Zakariya, Yahya, ‘Isa dan Ilyas.. .sampai akhir ayat’.

Sebagaimana diketahui, Nabi ‘Isa putera Maryam a.s. tidak mempunyai hubungan silsilah dengan Nabi Ibrahim a.s. selain dari bundanya., Maryam. Jelaslah bahwa keturunan dari seorang perempuan termasuk dalam pengertian dzurriyat.

Dari Sa’ad bin Abi Waqash yang berkata, “Ketika ayat ini turun, ‘Katakanlah, ‘Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, istri-istri kami dan istri-istri kamu…’ Rasulullah saw memanggil Ali, Fatimah, Hasan dan Husain. Lalu Rasulullah saw berkata, ‘Ya Allah, mereka inilah Ahlul Baitku.”‘. Sahih Muslim, jilid 2, hal 360; Isa al-Halabi, jld 15, hal 176; Sahih Turmudzi, jilid 4, hal 293, hadits nomor 3085; al-Mustadrak ‘ala ash-Shahihain, jld 3, hal 150 .

—————————————

DALiL KEDUA:
Istri para Nabi adalah ahlul bait !!! tetapi yang dimaksud dengan AHLUL BAiT DALAM AYAT TATHHiR BUKAN ditujukan UNTUK iSTRi – iSTRi NABi.

Ahlul-Bait yang disucikan hanya untuk lima orang saja. Berdasarkan riwayat dari Aisyah, Ummu Salamah, Abu Said Al-Khudri dan Anas bin Malik [ra] tentang surat Al-Ahzab : 33, ‘Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan noda dan kotoran (dosa) dari kalian, ahlul bait , dan mensucikan kalian sesuci-sucinya’ turun hanya untuk lima orang saja yaitu: Rasulallah saw., Amirul mukminin Ali kw., Siti Fathimah, Al-Hasan dan Al-Husain (ra). Rasulallah saw. juga telah bersabda seraya menunjuk kepada Ali, Siti Fathimah, Al-Hasan dan Al-Husain: ‘Ya Allah mereka ini Ahli Baitku, maka hilangkanlah noda kotoran (ar-rijsa) dari mereka dan sucikanlah mereka sesuci-sucinya’.

Hadits-hadits yang semakna, silahkan rujuk:
Shahih Muslim, kitab Fadhail Ash-Shahabah, bab Fadhail Ahlul Bait Nabi, jilid 2, hal.368, cet.Isa Al-Halabi; jilid 15 hal.194, syarah An-Nawawi, cet.Mesir ; Shahih At-Tirmidzi, jilid 5, hal. 30, hadits ke 3258; hal. 328 hadits ke 3875, cet. Darul Fikr.; Musnad Ahmad bin Hanbal jilid 5, hal.25, cet. Darul Ma’arif, Mesir; Musnad Ahmad jilid 3, hal.259 dan 285; jilid 4, hal.107; jilid 6 hal.292, 296, 298, 304 dan 306 , cet. Mesir.; Al-Mustadrak Al-hakim, jilid 3, hal.133, 146, 147, 158 ; jilid 2, hal. 416 ; Tafsir Ath-Thabari jilid 22 hal. 6, 7 dan 8, cet.Al-Halabi Mesir ; Tafsir Al-Qurtubhi jilid 14, hal. 182, cet. Kairo ; Tafsir Ibnu Katsir jilid 3, hal. 483, 494 dan 495, cet. Mesir ; Tafsir Al-munir Lima’alim At-Tanzil, oleh Al-jawi, jilid 2 hal. 183 ; Al-Mu’jam Ash-Shaghir, oleh At-Thabarani jilid 1, hal. 65 dan 135 ; Khashaish Amirul Mu’minin, oleh An-Nasa’i Asy-Syafi’i hal.4, cet. At- Taqaddum Al-‘Ilmiyah, Mesir ; Cet.Beirut hal. 8 ; cet.Al-Haidariyah hal.49 ; Tarjamah Al-Imam Ali bin Abi Thalib, dalam tarikh Damsyiq, oleh Ibnu Asakir Asy-Syafi’i jilid 1, hal. 185 ; Kifayah Ath-Thalib, oleh Al-Kanji Asy-Syafi’i , hal.45, 373-375 ; Usdul Ghabah fi Ma’rifati Ash-Shahabah, oleh Ibnu Atsir Asy-Syafi’i, jilid 2, hal. 12, 20 ; jilid 3 hal.413 ; jilid 5 hal. 521, 589 ; Ad-Durrul Mantsur, oleh As-Suyuthi jilid 5, hal. 198, 199;Al-Itqan fi ‘ulumil Qur’an jilid 4 hal. 240, cet.Mathba’ Al-Masyhad Al-Husaini, Mesir ; Yanabi’ul Mawaddah, oleh Al-Qundusi, hal. 107, 108, 228, 229, 230, 244, 260 dan 294, cet.Istanbul ; cet.Al-Haidariyah hal. 124, 125, 135, 196, 229, 269, 271, 272, 352 dan 353. Dan masih banyak lagi yang tidak bisa kita cantumkan disini

Surat Al-Ahzab : 33 yang menegaskan :
“Sesungguhnya Allah hendak menghapuskan noda dan kotoran (ar-rijsa) dari kalian, ahlul-bait, dan mensucikan kalian sesuci-sucinya”.

Kemuliaan yang diperoleh seorang beriman dari kebesaran taqwanya kepada Allah dan Rasul-Nya adalah kemuliaan yang bersifat umum, yakni hal ini dapat diperoleh setiap orang yang beriman dengan jalan taqwa. Lain halnya dengan kemuliaan ahlul-bait dan keturunan Rasulallah saw. Mereka memperoleh kemuliaan berdasarkan kesucian yang dilimpahkan dan di karuniakan Allah swt. kepada mereka sebagai keluarga dan keturunan Rasulallah saw. Jadi kemuliaan yang ada pada mereka ini bersifat khusus, dan tidak mungkin dapat diperoleh orang lain yang bukan ahlul-bait dan bukan keturunan Rasulallah saw.

Jawad Mughniyyah didalam kitabnya Al-Husain Wal Qur’an mengatakan:
“Sebagian besar para ahli tafsir berpegang pada sebuah hadits shohih yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id Al-Khudri ra yang menuturkan bahwasanya Rasulallah saw. telah menegaskan:’Ayat itu turun mengenai lima orang; Aku sendiri, ‘Ali (bin Abi Thalib ra), (Siti) Fathimah, Al-Hasan dan Al-Husain’. Atas dasar penegasan beliau itu maka yang dimaksud ahlul-bait adalah lima orang keluarga Nubuwwah tersebut. Kebenaran tersebut diperkuat oleh sebuah hadits shohih lainnya yang diketengahkan oleh banyak ulama hadis, yaitu Haditsul-Kisa “.

Dengan demikian jelas yang dimaksud Ahlu-Bait Rasulallah saw. Yang wajib kita pedomani adalah ahlul bait yang disucikan yaitu hanya lima orang yang tersebut diatas ini (dan keturunan mereka), hal ini diperkuat lagi dengan adanya hadits Al-Kisa dan hadits Tsaqalain. (baca keterangan selanjutnya tentang hadits al-Kisa’ dan hadits Tsaqalain).

ini adalah adalah pendapat yang terbanyak di riwayatkan dalam hadits-hadits dibandingkan pendapat-pendapat lainnya serta penafsiran yang paling tepat dan benar yang banyak diterangkan oleh ulama-ulama pakar ahli tafsir dan hadits.

Ahlul bait bermakna umum, sedangkan ahlu-bait beliau saw. Yang kita pedomani adalah ahlul bait yang mempunyai makna khusus.

Kalimat Hadits Al-Kisa’
Allah swt. berfirman; “Sesungguhnya Allah berkehendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bait, dan mensucikan kamu sesuci-sucinya.” (QS. al-Ahzab: 33).

Menurut para ulama bahwa argumentasi terdekat dan terjelas yang berkenaan dengan penafsiran ayat diatas ini ialah sebuah hadits yang dikenal di kalangan para ahli hadits dengan sebutan hadits Al-Kisa`, yang tingkat keshohihan dan kemutawatirannya tidak kalah dengan hadits Tsaqalain. Ayat diatas ini menurut kebanyakan ulama turun kepada Imam Ali bin Abi Thalib, Siti Fathimah, al-Hasan dan al-Husain [ra] adalah termasuk perkara yang amat jelas bagi mereka yang mengkaji kitab-kitab hadits dan tafsir. Dalam hal ini Ibnu Hajar berkata: “Sesungguhnya mayoritas para mufassir mengatakan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Ali, Fathimah, Hasan dan Husain.” (Ash-Shawa’iq, hal 143).

Hadits ini terkenal dengan julukan Al-Kisa’ artinya selendang atau selimut, karena Nabi saw. menutupi dirinya beserta empat orang keluarganya dengan selimut tersebut. Nash-nash hadits ini banyak diriwayatkan oleh berbagai sumber dan oleh banyak perawi dengan tekts yang berbeda-beda tapi mempunyai makna yang sama.

Sebagian para mufassirin (ahli tafsir) yang tercantum pada halaman sebelumnya yaitu pengertian/faham kedua mengatakan yang dimaksud Ahlul-Bait dalam surat Al-Ahzab:33 hanyalah: Rasulallah saw., Imam Ali bin Abi Thalib kw., Siti Fathimah Az-Zahra ra, Al-Hasan dan Al-Husain [ra], dengan berdalil hadits-hadits Al-Kisa’ berikut ini:

Al-Hakim telah meriwayatkan didalam kitabnya al-Mustadrak ‘ala ash-Shahihain fi al-Hadits:
“Dari Abdullah bin Ja’far bin Abi Thalib yang berkata: “Ketika Rasulullah saw. memandang kearah rahmat yang turun, Rasulullah saw. berkata, ‘Panggilkan untukku, panggilkan untukku.’ Shafiyyah bertanya; ‘Siapa, ya Rasulullah’? Rasulullah menjawab; ‘Ahlul Baitku, yaitu Ali, Fathimah, Hasan dan Husain’. Maka mereka pun dihadirkan kehadapan Rasulullah, lalu Rasulullah saw. meletakkan pakaiannya keatas mereka, kemudian Rasulullah saw mengangkat kedua tangannya dan berkata, ‘Ya Allah, mereka inilah keluargaku (maka sampaikanlah shalawat kepada Muhamad dan keluarga Muhamad).’ Lalu Allah swt. menurunkan ayat ‘Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bait, dan mensucikan kamu sesuci-sucinya’ “. (Mustadrak al-Hakim, jilid 3, hal 197–198, dan beliau berkata; ‘Hadits ini shohih sanadnya’).

Al-Hakim meriwayatkan hadits serupa dari Ummu Salamah yang berkata; “Di rumah saya turun ayat yang berbunyi, ‘Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bait, dan mensucikan kamu sesuci-sucinya’. Lalu Rasulullah saw mengirim Ali, Fathimah, Hasan dan Husain, dan kemudian berkata, ‘Mereka inilah Ahlul Baitku’ “. (Mustadrak al-Hakim, jilid 3, hal 197-198, kemudian, al-Hakim berkata, ‘Hadits ini shohih menurut syarat Bukhari’). Di halaman lain al-Hakim juga meriwayatkan hadits ini dari Watsilah, dan kemudian berkata, “Hadits ini shohih menurut syarat mereka berdua”.

Imam Muslim meriwayatkan hadits ini di dalam kitab shohih-nya dari Aisyah yang berkata; “Rasulullah saw. pergi ke luar rumah pagi-pagi sekali dengan mengenakan pakaian (yang tidak dijahit dan) bergambar. Hasan bin Ali datang, dan Rasulullah saw. memasukkannya kedalam pakaiannya, lalu Husain datang, dan Rasulullah saw. memasukkannya ke dalam pakaiannya; lalu datang Fathimah, dan Rasulullah saw. pun memasukkannya ke dalam pakaiannya; berikutnya Ali juga datang, dan Rasulullah saw memasukkannya ke dalam pakaiannya; kemudian Rasulullah saw berkata; ’Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bait, dan mensucikan kamu sesuci-sucinya.” (Shohih Muslim, bab keutamaan-keutamaan Ahlul Bait).

Berita ini dapat ditemukan di dalam banyak riwayat yang terdapat di dalam kitab-kitab shohih, kitab-kitab hadits dan kitab-kitab tafsir (Baihaqi di dalam Sunan al-Kubra, bab keterangan Ahlul-Baitnya (Rasulullah saw); tafsir ath-Thabari, jilid 22, hal 5; tafsir Ibnu Katsir, jilid 3, hal 485; tafsir ad-Durr al-Mantsur, jilid 5, hal 198 – 199; Shohih Turmudzi, bab keutamaan-keutamaan Fathimah; Musnad Ahmad, jilid 6, hal 292 – 323).

Imam Muslim dalam shohih-nya (1V:1883 nr.2424) dari Umar bin Abu Salamah anak tiri Rasulallah saw. sebagaimana dicantumkan dalam At-Turmudzi (V:663). Redaksinya dari beliau dan lain-lainnya dengan isnad shohih. Dia berkata; “Ayat berikut ini turun kepada Nabi Muhammad saw., ‘Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan, dosa dari kamu hai ahlul-bait dan membersihkan sebersih-bersihnya’ (QS Al-Ahzab:33). Ayat tersebut turun kepada Nabi Muhammad saw. dirumah Ummu Salamah ra. Lalu Nabi Muhammad saw. memanggil Siti Fathimah ra, Hasan dan Husain. Lalu Rasulallah saw. menutupi mereka dengan kiswah (baju,kain) sedang Imam Ali kw. ada dibelakang punggungnya (Nabi). Beliau saw. pun menutupi nya dengan pakaian (kiswah). Kemudian beliau saw. bersabda; ‘Allahumma (Ya Allah), mereka itu ahli-baitku, maka hilangkanlah dosa (kekejian dan kekotoran) dari mereka dan sucikanlah mereka sesuci-sucinya’ (bersihkanlah mereka sebersih-bersihnya). Ummu Salamah ra. berkata; ‘Dan (apakah) aku beserta mereka wahai Rasulallah’? Beliau saw. bersabda; ‘Engkau mempunyai tempat tersendiri, dan engkau menuju kepada kebaikan’ “.

Hadits al-Kisa` termasuk hadits yang shohih dan mutawatir, yang tidak ada seorang pun mendhaifkannya, baik dari kalangan Salaf mau pun Khalaf.

Diantara riwayat di dalam bab ini —didalam menentukan siapa Ahlul-Bait— ialah riwayat yang dinukil oleh as-Suyuthi di dalam kitab tafsirnya ad-Durr al-Mantsur, yang berasal dari Ibnu Mardawaih, dari Ummu Salamah yang berkata; “Di rumahku turun ayat, ‘Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bait, dan mensucikan kamu sesuci-sucinya’. Saat itu di rumahku ada tujuh orang yaitu Jibril, Mikail, Ali, Fathimah, Hasan dan Husain, sementara aku berada di pintu rumah. Kemudian saya berkata, ‘Ya Rasulullah, tidakkah aku termasuk Ahlul Bait’? Rasulullah saw menjawa; ‘Sesungguhnya engkau berada pada kebajikan, dan sesungguhnya engkau termasuk istri Rasulullah saw.’ “. (Tafsir ad-Durr al-Mantsur, jld 5, hal 198).

Pada riwayat al-Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya disebutkan, Ummu Salamah bertanya; “Ya Rasulullah, saya tidak termasuk Ahlul Bait”? Rasulullah saw. menjawab, ‘Sesungguhnya engkau berada dalam kebajikan, mereka itulah Ahlul Baitku. Ya Allah, mereka inilah Ahlul Baitku yang lebih berhak’ “. (Mustadrak al-Hakim, jld 2, hal 416).

Pada riwayat Imam Ahmad disebutkan; “Saya (ummu Salamah ra) mengangkat pakaian penutup untuk masuk bersama mereka namun Rasulullah saw. menarik tangan (tidak memasukkan) saya sambil berkata, ‘Sesungguhnya engkau berada dalam kebajikan’ “. (Musnad Ahmad, jld 3, hal 292 – 323).

Dalam satu riwayat yang mengatakan bahwa setelah turunnya ayat ini Nabi saw. mendatangi pintu Ali bin Abi Thalib setiap waktu sholat selama sembilan bulan berturut-turut dengan mengatakan; “Salam, rahmat Allah dan keberkahan atasmu, wahai Ahlul-Bait. ‘Se-sungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hal Ahlul Bait, dan mensucikan kamu sesuci-suci-nya’ “. Itu dilakukan oleh Rasulullah saw. sebanyak lima kali dalam sehari. (Penfasiran ayat dari Ibnu Abbas, di dalam kitab tafsir ad-Durr al-Mantsur, jilid 5, hal 199).

Didalam Shohih Turmudzi, Musnad Ahmad, Musnad ath-Thayalisi, Mustadrak al-Hakim ‘ala ash-Shahihain, Usud al-Ghabah, tafsir ath-Thabari, Ibnu Katsir dan as-Suyuthi disebutkan bahwa Rasulullah saw mendatangi pintu rumah Fathimah selama enam bulan setiap kali keluar hendak melaksanakan sholat Subuh dengan berseru; “Salat, wahai Ahlul Bait. ‘Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bait, dan mensucikan kamu sesuci-sucinya’ “. (Mustadrak ‘ala ash-Shahihain, jld 3, hal 158).Dan riwayat-riwayat lainnya yang serupa yang berkenaan dengan bab ini.

Hadits dari Aisyah ra. katanya: “Pada suatu pagi Nabi saw. keluar dengan berselimut sebuah kain wol berwarna hitam, ketika Hasan putra Ali (abi Thalib) datang, maka beliau memasukkan ia kedalam selimut, demikian pula ketika Husain, Fathimah dan Ali datang, maka beliau memasukkan mereka kedalam selimut, kemudian beliau berkata; ‘Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa bagi kamu, hai ahli bait dan mensucikan kalian sesuci-sucinya’ (surat Al-Ahzab :33) ”. (HR. Muslim).

Sedangkan dalam riwayat Tirmidzi disebutkan: “Ketika Allah menurunkan firman-Nya: ‘ …….’ (surat Al-Ahzab:33), dirumah Ummu Salamah (isteri Nabi) maka Nabi memanggil (Siti) Fathimah, Al-Hasan dan Al-Husain, kemudian beliau menutupi mereka dengan sebuah kain selendang sedang (Imam) Ali yang berada dibelakang punggung beliau juga ditutupi dengan kain tersebut, kemudian beliau berdo’a; ‘Ya Allah, mereka adalah ahli baitku, maka hilangkanlah dosa dari mereka dan bersihkanlah mereka sebersih-bersih- nya’. Ketika Ummu Salamah berkata; ‘Wahai Nabiyullah, aku pun bersama mereka’, maka beliau saw. bersabda; ‘Engkau berada di tempatmu dan engkau dalam kebaikan’ “.

(Ada pula riwayat hadits lain dari Ummu Salamah yang pada waktu terjadinya Haditsul Kisa’ ia bertanya pada Rasulallah saw.; Ya Rasulallah, bukankah aku dari mereka juga ? Beliau menjawab; Ya, benar! Tapi hadits ini ber tentangan dengan hadits-hadits Al-Kisa’ dan lainnya yang telah dijelaskan tadi yang lebih kuat dan lebih dipercaya yang dimaksud ahlul-bait, hanya lima orang saja, dan isteri-isteri beliau saw. tidak termasuk didalamnya).

Riwayat hadits-hadits lainnya yang senada atau semakna hanya berbeda versinya saja dengan hadits terakhir diatas diantaranya yaitu:
Hadits dari Zaid, dari Syahr bin Hausyab ; Hadits dari Abu Nu’aim Al-Fadhl bin Dakkain yang mengatakan menerima hadits dari Abdus-Salam bin Harb dari Kaltsum Al-Muharibiy berasal dari Abu ‘Ammar ; Hadits dari Waki’ dari Abdulhamid bin Bahram dari Syahr bin Hausyab dari Fudhail bin Marzuq dari ‘Athiyyah dari Abu Sa’id Al-Khudry berasal dari Ummu Salamah ra..; Hadits dari Zarbayi dari Muhammad bin Sirin dari Abu Hurairah dan berasal dari Ummu Salamah ra. ; Hadits dari Ibnu Marzuq dari ‘Athiyyah dari Abu Sa’id berasal dari Ummu Salamah ; Hadits dari Hasyim bin ‘Utbah bin Abi Waqqash, berasal dari ‘Abdullah bin Wahab bin zam’ah ; Hadits dari Muhammad bin Sulaiman Al-Ashbahaniy dari Yahya bin ‘Ubaid Al-Makky dari ‘Atha bin Abi Rabbah berasal dari Umar bin Abi Salamah ; Hadits dari Bukair bin Asma dari ‘Amir bin Sa’ad berasal dari Sa’ad ; Hadits dari ‘Abdullah bin ‘Abdulquddus dari Al-A’masy dari Hakim bin Sa’ad berasal dari ‘Ali bin Abi Thali kw. dan masih banyak lagi lainnya.

Menurut jumhur ulama, semuanya ini cukup membuktikan bahwa yang di maksud Ahlul-Bait dalam ayat Al-Ahzab:33 ialah mereka Ash- habul Kisa, sehingga dengan demikian mereka itu adalah partner al-Qur’an, yang kita telah diperintahkan oleh Rasulullah saw. di dalam hadits Tsaqalain  untuk berpegang teguh kepada mereka.

Orang yang mengatakan bahwa ‘itrah itu artinya keluarga, sehingga merubah maknanya, itu tidak dapat diterima! Karena tidak ada seorang pun dari para pakar bahasa yang mengatakan demikian. Ibnu Mandzur menukil di dalam kitabnya Lisan al-’Arab: “Sesungguhnya ‘itrah Rasulullah saw. adalah keturunan Fathimah ra. Ini adalah perkataan Ibnu Sayyidah. Al-Azhari berkata, ‘Di dalam hadits Zaid bin Tsabit yang berkata, ‘Rasulullah saw bersabda, ‘… …lalu dia menyebut hadits Tsaqalain’. Maka disini Rasulullah menjadi kan ‘itrah-nya sebagai Ahlul Bait’. Abu Ubaid dan yang lainnya berkata, ‘Itrah seorang laki-laki adalah kerabatnya’. Ibnu Atsir berkata, ‘Itrah seorang laki-laki lebih khusus dari kaum kerabatnya’. Ibnu A’rabi berkata, ‘Itrah seorang laki-laki ialah anak dan keturunannya yang berasal dari tulang sulbinya’.’ Ibnu A’rabi melanjutkan perkataannya, ‘Maka ‘itrah Rasulullah saw adalah keturunan Fathimah.’ ” (Lisan al-Arab, jld 9, hal 34).

Dari makna-makna ini menjadi jelas bahwa yang dimaksud Ahlul-Bait bukan mutlak kaum kerabat yang umum, melainkan kaum kerabat yang paling khusus. Oleh karena itu, di dalam riwayat Imam Muslim disebutkan bahwa tatkala Zaid bin Arqam ditanya, siapa yang dimaksud dengan Ahlul-Bait Rasulullah? Apakah istri-istrinya? Zaid bin Arqam menjawab, “Tidak, demi Allah. Sesungguhnya seorang wanita tidak selamanya bersama suaminya, karena jika dia ditalak maka dia akan kembali kepada ayah dan kaumnya. Adapun yang dimaksud Ahlul Bait Rasulullah saw. ialah keluarga nasabnya, yang diharamkan sedekah atas mereka sepeninggalnya (Rasulullah saw)”.

Menjadi anggota Ahlul-Bait, tidak pernah diklaim oleh seorang pun dari kaum kerabat Rasulullah saw, dan tidak pernah diklaim juga oleh istri-istri beliau saw.. Karena jika tidak demikian, maka tentunya sejarah akan menceritakan hal itu kepada kita. Tidak ada di dalam sejarah dan juga di dalam hadits shohih yang menyebutkan bahwa para istri Rasulullah saw. mengakui/ berdalil dengan ayat Al-Ahzab:33 ini.

Adapun argumentasi Ibnu Katsir tentang keharusan memasukkan istri-istri Rasulullah saw tidaklah dapat diterima, karena kehujjahan dhuhur bersandar kepada kesatuan ucapan. Sebagaimana di ketahui bahwa ucapan telah berubah dari bentuk ta’nits (wanita) pada ayat-ayat sebelumnya kepada bentuk tadzkir (lelaki) pada ayat ini.

Oleh karena itu, Allah swt. memulai firman-Nya setelah ayat ini, “Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah….” (QS. al-Ahzab: 34).

Dengan keterangan-keterangan ini menjadi jelas bagi kita yang di maksud dengan Ahlul-Bait yang wajib kita pedomani ialah: Amirul mukminin Ali bin Abi Thalib, Siti Fathimah, al-Hasan dan al-Husain [ra].


DALiL KETiGA:
12 imam tidak harus berkuasa secara fisik jika memang UMAT tidak mau mengangkat mereka menjadi khalifah zhahir.. tidak ada alasan apapun untuk merasa iri hati,dengki terhadap keutamaan mereka.

Hal inilah justru yang dipertanyakan Allah swt. Allah SWT berfirman ; Ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhamrnad) lantaran karunia yang Allah telah berikan kepadanya? Sesungguhnya Kami telah mernberikan kitab dan hikmah kepada keluarga Ibrahim, dan Kami telah memberikan kepada mereka kerajaan yang besar. (QS. an-Nisa : 54).

Orang-orang yang dihasuti dan yang diberi karunia dalam ayat tersebut adalah Keturunan/Ahlul Bait Rasulallah saw. silahkan rujuk:
Syawahidut Tanzil, oleh Al-Hakim Al-Haskani Al-Hanafi, jilid 1, hal.143 hadits ke 195, 196,197,198; Manaqib Al-Imam Ali bin Abi Thalib, oleh Al-Maghazili Asy-Safi’I, hal.467 hadits ke 314 ; Yanabi’ul Mawaddah, oleh Al-Qundusi Al-Hanafi, hal.142, 328 dan 357 cet, Al-Haidariyah hal.121, 274 dan 298, cet.Istanbul ; Ash-Shawa’iqul Muhriqah, oleh Ibnu Hajar Asy-Syafi’i, hal.150 cet.Al- Muhammadiyah, hal. 91 cet. Al-Maimaniyah, Mesir ; Nurul Abshar oleh Asy-Syablanji hal.101, cet.Al-‘Utsmaniyah, hal.102 cet.As- Sa’idiyah ; Al-Ittihaf Bihubbil Asyraf, oleh Asy-Syibrawi Asy-Syafi’i, hal. 76 ; Rasyafah Ash-Shadi, oleh Abu Bakar Al-Hadrami, hal. 37 ; Al-Ghadir, oleh Al-Amini jilid 3, hal. 61 dan masih banyak lagi lainnya.


DALiL KEEMPAT:

Ayat Mawaddah
“Katakanlah (hai Muhammad) Aku tidak minta upah apa pun dari kalian kecuali kasih sayang kepada keluargaku (yakni ahlul-bait Muhammad saw.)”. (Asy-Syura : 23). Ayat Asy-Syura ini turun untuk keluarga Rasulallah saw. yakni Imam ‘Ali, Siti Fathimah Az-Zahra, Al-Hasan dan Al-Husain [ra]. Kita bisa rujuk dalam:
Syawahidut Tanzil, oleh Al-Hakim Al-Haskani Al-Hanafi jilid 2, hal.130, hadits ke 822 s/d 828 dan hadits ke 832, 833, 834 dan 838 ; Ash-Shawa’iqul Muhriqah, oleh Ibnu Hajar Asy-Syafi’i cet.Al-Maimaniyah, Mesir hal. 101,135 dan 136, dalam cet.Al-Muhammadiyah, Mesir hal. 168 dan 225 ; Tafsir Ath-Thabari jilid 25, hal.25 cet.ke 2 Mushthafa Al-Halabi, Mesir, hal.14 dan 15 cet.Al-Maimaniyah, Mesir ; Manaqib Ali bin Abi Thalib oleh Ibnu Al-Maghazili Asy-Syafi’i hal.307 hadits ke 352 ; Dzhakhairul ‘Uqba oleh Ath-Thabari Asy-Syafi’i hal.25 dan 138 ; Kifayah Ath-Thalib oleh Al-Kanji Asy-Syafi’i hal.91,93,313 cet.Al-Haidariyah, hal.31,32,175,178 cet.Al-Ghira ; Al-Fushul Al-Muhimmah oleh Ibnu Shabagh Al-Maliki hal.11 ; Ad-Durrul Mantsur oleh As-Suyuthi jilid 6 hal.7; Al-Mustadrak Al-Hakim jilid 3 hal.172 ; Ihyaul Mayt oleh As-Suyuthi Asy-Syafi’i (catatan pinggir) Al-Ittihaf hal.110 ; Tafsir Al-Qurthubi jilid 16 hal.22 ; Tafsir Ibnu Kathir jilid 4 hal.112 ; Tafsir Fakhrur Razi jilid 27 hal.166 cet.Abdurrahman Muhammad, Mesir jilid 7 hal.405-406 ; Tafsir Al-Baidhawi jilid 4 hal.123, cet.Mushthafa Muhammad, Mesir, jilid 5 hal.53 cet.Darul Kutub, hal. 642 cet.Al’Utsmaniyah ; Tafsir An-Nasafi jilid 4, hal. 105 ; Majma’uz Zawaid jilid 7, hal.103 dan jilid 9 hal. 168 ; Fathul Bayan fi Maqashidil Qur’an oleh Shiddiq Al-Hasan Khan jilid 8 hal.372 ; Yanabi’ul Mawaddah oleh Al-Qundusi hal.106,194,261 cet.Istanbul, hal.123,229,311 cet.Al-Haidariyah ; Fathul Qadir oleh Asy-Syaukani jilid 4 hal.537 cet.kedua, jilid 4 hal.22 cet.pertama, Mesir…Dan masih banyak lagi yang tidak saya cantumkan disini.

Para imam ahli tafsir banyak membicarakan ayat tersebut, terutama mengenai kata al-qurba (orang-orang terdekat),.Sedangkan makna khususnya dalam hal itu ialah sebagaimana yang dikatakan oleh Imam As-Suyuthi dan lain-lain diantaranya para imam yang kami cantumkan diatas ialah Imam ‘Ali bin Abi Thalib ra, Siti Fathimah Az-Zahra ra. dan dua orang puteranya, Al-Hasan dan Al-Husain radhiyallahu ‘anhuma.

Ayat lain yang penting dari al-Quran yang berbicara tentang Ahlulbait adalah surah asy-Syuura:23. Dalam surat ini, Allah Swt berfirman: “(Wahai Muhammad) katakanlah, aku tidak memintah upah dari kalian (dalam kapasitasnya sebagai pembawa risalah Allah) kecuali kecintaan kepada keluargaku.”.

Wahabi bertanya : Ayat ini diturunkan di Mekkah ketika Hasan dan Husain belum lahir, jadi bagaimana mungkin dapat ayat ini berkenaan dengan Ahlulbait seperti makna Ahlul Kisa ?

Jawaban :
Meskipun surat asy-Syuura merupakan surat Makkiyah, ayat 23-25 & 27 di turunkan di Madinah. Pernyataan para mufassir membuat dalil pertama dan kedua yang disebutkan di atas menjadi tidak berdasar sama sekali.

Yang kedua, perintah untuk “mencintai keluarga Nabi” tidak dapat dikenakan kepada seluruh kerabat beliau karena di antara mereka ada orang-orang baik dan juga orang-orang jahat; dan seseorang harus membatasi makna ayat ini kepada mereka yang disamping memiliki pertalian fisik juga memiliki pertalian ruhani dengan Rasulullah. Dan tidak seorang pun yang membantah bahwa Ali, Fatimah, Hasan dan Husain bukanlah orang yang memiliki hubungan raga (fisik) dan juga spritual dengan Nabi, meskipun ia melebarkan gelar ini kepada anak keturunan Bani Hasyim yang lain.

Misalnya, ketika ayat ini diturunkan, orang-orang bertanya kepada Nabi: “Siapakah Qurbah, yang kecintaan kepada mereka wajib bagi kami?” Nabi menjawab, “Ali, Fatimah, dan kedua anak-anak mereka.” Nabi mengulangi jawabannya ini tiga kali.


DALiL KELIMA:
Tepat sekali kalau pada kajian ini kita bawakan riwayat- riwayat tentang ke-Imamahan para Imam 12 yang termuat dalam kitab-kitab standar Ahli Sunnah, riwayat- riwayat tersebut diantaranya:
1. Bukhari menukil dari Jabir bin Samarah:”Aku mendengar Rasul SAW bersabda:”setelahku 12 orang pemimpin akan datang.” Saat itu beliau melanjutkan ucapannya yang tak terdengar olehku kemudian ayahku berkata bahwa keseluruhan imam tersebut semuanya dari bangsa Quraisy.” [Sahih Bukhari, jild 9, bab Istikhlaf, halaman 81.
2. Muslim juga menukil dari Jabir bin samarah:”aku mendengar rasul SAW bersabda:”Islam akan memiliki pemimpin sampai 12 orang. Kemudian beliau bersabda yang tak bisa kupahami. Aku bertanya pada ayahku tentang apa yang tidak aku pahami itu, ia berkata:”beliau bersabda semuanya dari kaum Quraisy. [Sahih Muslim, jild 6, kitab Al-Amarah, bab annas taba’un li quraisy, halaman 3.
3. Muslim dari Jabir juga menukil, ia (Jabir) berkata:”aku dan ayahku berjalan bersama rasul SAW saat itu beliau bersabda:”agama ini akan memiliki 12 pemimpin, yang kesemuanya dari bangsa Quraisy. [Sahih Muslim, jild 6, kitab Al-Amarah, bab annas taba’un li quraisy, halaman 3.
4. Muslim juga menukil dari Jabir:”aku mendengar rasul bersabda:”agama Islam akan langgeng sampai hari kiamat nanti, sampai dua belas orang khalifah memerintah yang kesemuanya dari Quraisy. [Sahih Muslim, jild 6, kitab Al-Amarah, bab annas taba’un li quraisy, halaman 3, sebagai bahan tahqiq pembaca budiman dapat merujuk ada kitab, musnad bin hanbal, jild 5, halaman 86, 89, 97, 107.

Perintah berpegang teguh kepada AL Quran dan Sunnah tidak dapat dilakukan kecuali melalui jalan para pemeliharanya, yaitu Ahlul Bait yang disucikan.. Inilah FAKTA siapa wali orang Islam :
“Sesungguhnya Wali kalian hanyalah Allah, RasulNya, dan orang-orang yang beriman yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat dalam keadan ruku’” (Al Maidah 55).

Berdasarkan hadis-hadis yang dinukil baik dari kalangan ulama’ Syiah maupun Ahli Sunnah, ayat ini turun berkenaan dengan Imam Ali a.s ketika mengulurkan tangan nya untuk memberikan cincin nya kepada seorang pengemis di dalam masjid ketika beliau shalat dan sesuai kajian dan penuturan para ahli tafsir dan ahli hadis Syiah serta pengakuan sekelompok ulama’ yang tidak sedikit dari kalangan Ahli Sunnah, bahwa pribadi yang menyedekahkan cincinnya pada si faqir dalam keadaan shalat (waktu ruku’) itu adalah pribadi agung Ali as.

Allamah Mar’asyi dalam kitabnya Ihqaqul Haq menuturkan bahwa ada sekitar 85 kitab hadis dan tafsir Ahli Sunnah yang menukil bahwa ayat tersebut turun berkenaan dengan Imam Ali. Dengan riwayat-riwayat ini jelas bahwa yang dinginkan dari kata jamak pada ayat di atas adalah kata tunggal dan itu Imam Ali as. Akan tetapi yang perlu dicermati di sini adalah apa arti sebenarnya dari kata wali yang terdapat dalam ayat ini.

Arti wali: Kata-kata Wali, Wilayat, Wala, Maula, dan Awla, berasal dari akar kata yang sama yaitu Wala. Kata ini sangat banyak digunakan oleh Al-Quran; 124 dengan kata benda, dan sekitar 112 tempat dipakai dalam bentuk kata kerja.

Sebagaimana yang termuat dalam kitab Mufradatul Quran, karya Ragib Isfahani, dan kitab Maqayisul Lugah karya Ibn Fars, arti asli dari kata ini adalah kedekatan dua benda, yang seakan-akan tak berjarak sama sekali. Maksudnya jika dua sesuatu sudah sangat berdekatan, sangatlah mustahil jika dibayangkan ada sesuatu ketiga, ketika kita katakan walia zaid Amr artinya zaid di sisi Amr.

Kata ini juga bermakna teman, penolong dan penanggung jawab. Dengan kata lain pada semua arti tadi terdapat semacam kedekatan dan hubungan serta interaksi, dan untuk menentukan arti yang dinginkan dibutuhkan tanda-tanda dan kecermatan untuk memahami kontek kalimatnya.

Dengan memperhatikan poin-poin yang kita sebutkan tadi, kita dapat memahami bahwa maksud dari ayat di atas adalah hanya Allah SWT, Rasulullah SAW, dan Ali yang merupakan wali orang Islam.

Pemimpin sebuah kaum dapat dipanggil dengan wali atau maula, karena kedekatan dan secara langsung mengurusi dan menyuruh dan melarang semua urusan. Dan kepada majikan dikatakan maula karena secara langsung mengurusi masalah hamba. Ibnu faris juga mengatakan:”barang siapa bertanggung jawab atas urusan seseorang maka ia akan menjadi wali baginya.

(Bersambung)

(Syiahali/Secondprince/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: