Berdasarkan berbagai riwayat dalam pembahasan ini, akibat meluasnya berbagai kerusakan dan kebatilan yang merajalela, hilangnya rasa kasih sayang dan, terjadinya peperangan, perekonomian dunia berada pada kondisi yang terburuk. Selain langit yang tidak lagi mencurahkan rahmatnya, turunnya hujan yang sebenarnya rahmat Ilahi berubah menjadi azab dan bencana.
Ya, di akhir jaman, hujan sangat jarang turun. Jika turun pun, itu tidak pada musimnya, sehingga menyebabkan rusaknya berbagai lahan pertanian. Sungai-sungai dan danau menjadi kering dan para petani tak lagi dapat menuai hasil panennya. Begitu juga jual beli, tidak sesemarak dulu lagi. Kefakiran dan kelaparan melanda penduduk dunia, sehingga sebagian orang rela membawa anak-anak perempuan dan para wanita mereka ke pasar, lalu ditukar dengan beberapa suap makanan.
A. Hujan Langka dan Turun Tidak Pada Musimnya
Rasulullah Saw. bersabda, “Akan datang suatu jaman, ketika itu Allah mengharamkan hujan untuk turun pada musimnya dan hujan sama sekali tidak turun, lalu turun bukan pada musimnya.”[1]Imam Ali as. bersabda, “… hujan akan turun di musim panas, pada cuaca yang panas.”[2]
Mengenai hal ini Imam Shadiq as. bersabda, “Sebelum Imam Mahdi af. muncul, akan datang suatu masa dimana hujan turun dengan sangat lebat sehingga buah-buahan menjadi rusak dan begitu juga kurma-kurma. Maka janganlah sampai kalian terjebak dengan keraguan dan syubhat di jaman itu!”[3]
Imam Ali as. bersabda, “… hujan menjadi sedikit, sehingga tanah tak lagi menumbuhkan tumbuhan dan langit menurunkan airnya. Di saat seperti inilah Mahdi akan muncul.”[4]
Atha’ bin Yasar berkata, “Salah satu pertanda Hari Kiamat adalah datangnya suatu masa ketika hujan tetap turun, namun ladang tidak dapat menumbuhkan tanaman.”[5]
Imam Shadiq as. bersabda, “… ketika Imam Mahdi af. dan pasukannya bangkit, air di bumi sangat langka. Orang-orang yang beriman merintih memohon air dari Allah, lalu Allah pun menurunkan air dan mereka meminumnya.”[6]
B. Danau dan Sungai Kering
Rasulullah Saw. bersabda, “Kota-kota di Mesir akan hancur, karena keringnya sungai Nil.”[7]Arthat menuturkan, “Ketika itu, Furat dan sungai-sungai serta dan mata air dilanda kekeringan.”[8]
Disebutkan pula, “Air danau Tabristan mengering dan pohon-pohon kurma tidak memberikan buahnya. Mata air Za’r yang berada di Syam, lenyap ditelan bumi.”[9]
Dijelaskan juga, “… sungai-sungai mengering, kekeringan yang biasa terjadi tiga tahunan menjadi panjang, dan barang-barang pun melonjak mahal.”[10]
C. Kelaparan, Kemiskinan dan Sepinya Perdagangan
Seseorang bertanya kepada Rasulullah Saw., “Wahai Rasulullah! Kapankah Kiamat itu tiba?” Beliau menjawab, “Sungguh orang yang ditanya (beliau sendiri) tidak lebih tahu dari pada orang yang bertanya. Tetapi, Kiamat memiliki beberapa pertanda, seperti rusaknya pasar.” Orang itu bertanya lagi, “Apa maksud dari kerusakan pasar?” Rasulullah Saw. menjawab, “Pasar dan perdagangan tanpa laba, sebagaimana turunnya hujan yang tidak menyebabkan tumbuh-tumbuhan berbuah.”[11]Imam Ali as. bersabda kepada Ibnu Abbas, “Perdagangan dan jual beli meningkat, namun masyarakat hanya mendapatkan sedikit keuntungan. Setelah itu, dilanda paceklik dan kekeringan.”[12]
Muhammad bin Muslim menuturkan bahwa ia mendengar Imam Shadiq as. bersabda, “Sebelum kemunculan Imam Mahdi af., terdapat beberapa pertanda dari Allah untuk hamba-hamba-Nya yang beriman.” Ia bertanya, ‘Semoga Allah menjadikanku sebagai tebusanmu. Apakah pertanda itu?’ Beliau menjawab, “Pertanda itu adalah firman Allah Swt. yang berbunyi, ‘Sungguh kami akan menguji kalian dengan sesuatu dari rasa takut, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang bersabar.’”[13] Kemudian beliau bersabda, “Allah menguji hamba-hamba yang beriman di hari itu, mereka takut akan pemerintahan bani fulan di akhir masa kekuasaannya. Maksud dari kelaparan, adalah mahalnya harga. Sedangkan yang dimaksud dengan kekurangan harta, adalah rendahnya daya beli dan minimnya pendapatan. Adapun yang dimaksud dengan berkurangnya nyawa, adalah kematian yang cepat dan terus-menerus. Pengertian dari kurangnya buah-buahan, adalah sedikitnya hasil panen pertanian. Maka kabarkanlah berita gembira kepada orang-orang yang bersabar, yakni berita mengenai kedatangan Al-Mahdi (af.) di masa itu.’”[14]
Berdasarkan keterangan dari kitab A’lamul Wara’, maksud dari rendahnya transaksi adalah perdagangan yang merugi dan jual beli yang tidak adil.[15]
Imam Shadiq as. bersabda, “… di waktu itu, ketika Sufyani muncul, bahan pangan menipis, musim paceklik datang, dan hujan jarang turun.”[16]
Ibnu Mas’ud berkata, “Ketika perdagangan telah hancur dan jalanan menjadi rusak, pada saat itu Imam Mahdi akan muncul.”[17]
Nampaknya, kondisi perdagangan yang buruk di jaman itu disebabkan oleh rusaknya berbagai pusat produksi di beragam sektor industri, minimnya sumber daya manusia, berkurangnya daya beli, kekeringan, tak amannya jalanan, dan berbagai kendala lainnya.
Dalam Musnad Ahmad disebutkan, “Sebelum kemunculan Imam Mahdi (af.), manusia akan dilanda kelaparan yang sangat berat selama tiga tahun.”[18]
Abu Hurairah berkata, “Betapa malang orang-orang Arab atas bahaya-bahaya yang mendekati mereka. Kelaparan yang sangat parah akan dirasakan banyak orang, ibu-ibu menangis akibat anak-anaknya yang kelaparan.”[19]
D. Para Wanita Ditukar Bahan Pangan
Kekeringan dan kelaparan di akhir jaman sangatlah sulit dihadapi, sehingga sebagian orang rela menjual anak-anak perempuannya demi mendapatkan sedikit makanan.Abu Muhammad meriwayatkan dari seorang lelaki yang berasal dari Maghrib,[20] “Mahdi tidak akan muncul, sebelum datang suatu masa di mana seorang lelaki membawa anak perempuan dan budak perempuan cantiknya ke pasar seraya berkata, ‘Siapakah yang mau membeli anak ini, dengan imbalan memberikan beberapa makanan kepadaku?’ Dalam kondisi seperti inilah Imam Mahdi af. akan muncul.”[21]
Referensi:
[1] Jami’ul Akhbar, hal. 150; Mustadrakul Wasail, jil. 11, hal. 375.
[1] Jami’ul Akhbar, hal. 150; Mustadrakul Wasail, jil. 11, hal. 375.
[2] Dauhatul Anwar, hal. 150; As Syi’ah wa Ar Raj’ah, jil. 1, hal. 151; Kanzul Ummal, jil. 14, hal. 241.
[3] Mufid, Irsyad, hal. 361; Thusi, Ghaibah, hal. 272; A’lamul Wara, hal. 427; Kharaij, jil. 3, hal. 1164; Ibnu Thawus, Malahim, hal. 125; Bihar al-Anwar; jil. 52, hal. 214.
[4] Ibnu Thawus, Malahim, hal. 134.
[5] Abdur Razzaq, Mushannif, jil. 3, hal. 155.
[6] Dalailul Imamah, hal. 245.
[7] Bisyaratul Islam, hal. 28.
[8] Ibnu Hammad, Fitan, hal. 148.
[9] Bisyaratul Islam, hal. 191; Ilzamun Nashib, hal. 161.
[10] Bisyaratul Islam, hal. 98.
[11] At-Targhib wa At-Tarhib, jil. 3, hal. 442.
[12] Ibnu Thawus, Malahim, hal. 125.
[13] Al Baqarah: 155
[14] Kamaluddin, jil. 2, hal. 650; Nu’mani, Ghaibah, hal. 250; Mufid, Irsyad, hal. 361; A’lamul Wara, hal. 456; Ayasyi, Tafsir, jil. 1, hal. 68.
[15] A’lamul Wara’, hal. 456.
[16] Ibnu Thawus, Malahim, hal. 133.
[17] Al Fatawil Hadisiyah, hal. 30; Muttaqi Hindi, Burhan, hal. 142; Aqdud Durar, halamn 132.
[18] Sunan ibnu Majah, jil. 2, hal. 1363.
[19] Kanzul Ummal, jil. 11, hal. 249.
[20] Yang dimaksud dengan Maghrib di sini adalah kawasan yang mencakup negara-negara seperti Spanyol, Maroko, Aljazair.
[21] Ibnu Thawus, Malahim, hal. 59.
Disadur dari buku Pemerintahan Akhir Jaman
(Hauzah-Maya/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email