Kisah Seorang Ibu di Palestina yang taruhkan nyawa untuk selamatkan 4 anaknya.
Kasih Ibu Sepanjang Masa, seperti
yang kita ketahui seorang Ibu memiliki kasih sayang yang tak ternilai
harganya kepada anak-anaknya. Dan kisah nyata kasih sayang seorang ibu
pun juga terjadi di Palestina.
Pertempuran yang terjadi di jalur Gaza Palestina menyisakan duka yang
mendalam bagi seluruh masyarakat dunia khususnya keluarga yang menjadi
korban serangan Israel.
Salah satunya dari keluarga seorang
pejuang jihad Islam, Hamad yang tinggal di wilayah Gaza yang harus
meninggak bersama enam anggota keluarganya. Salah satu keluarganya, Suha
Hamad diketahui rela menukar nyawanya demi menyelamatkan anak-anaknya.
Kisah
tragis tersebut bermula saat Selasa malam pukul 23.00 waktu setempat,
Suha Hamad memindahkan anak-anaknya dengan cara menggendong satu-persatu
ke sebuah ruangan rumah yang menurutnya merupakan ruangan paling aman.
Cara itu ia lakukan demi menjaga anak-anaknya dari serangan Israel yang bertubi – tubi dilancarkan di kota tersebut.
Saat
ia menggendong anak terakhirnya yang masih berusia empat bulan untuk
pindah ruangan, tanpa ia sadari ledakan menghujam rumahnya. Ia pun
meninggal setelah terkena beberapa pecahan kaca.
Empat terselamatkan setelah ia berhasil memindahkan mereka ketempat
yang lebih aman. Anak terakhirnya yang masih berusia empat bulan
mengalami cedera dan langsung mendapatkan perawatan intensif di ICU.
Ayah
Suha, Mahdi Hamad mengatakan bahwa saat rumahnya menjadi sasaran
ledakan, tak ada seorangpun yang memberitahunya untuk keluar
menyelamatkan diri. Tak terlihat pula anggota perlawanan yang ada di
lokasi tersebut.
“Kaca hancur di belakang anak-anak dan rumah menjadi kolam darah yang sangat besar,” ujar Mahdi Hamad menahan kesedihan.
Meratapi
keluarganya yang menjadi korban serangan Israel, Ibu Suha menyatakan
rasa sakit dan kesedihannya yang mengkhawatirkan nasib cucunya yang
telah kehilangan ayah dan ibu mereka akibat serangan tersebut.
“Bagaimana mereka harus hidup ketika mereka kehilangan ayah dan ibu mereka?” ujarnya seraya membendung kesedihan yang dirasakan.
Dilansir
Albawaba,
Jumat (11/7/2014), Israel menargetkan rumah keluarga Hamad yang
merupakan seorang militan jihad Islam. Serangan tersebut menewaskan enam
anggota keluarganya, Ibrahim Muhammad Hamad, 26, Mahdi Muhammad Hamad,
46, Fawziyeh Khalil Hamad, 62, Dunia Mahdi Hamad, 16, dan Suha Hamad,
25.
****
Mengapa Yang Dihancurkan Yahudi Pertama Kali Adalah Wanita?
“Seorang anak yang rusak masih bisa menjadi baik asal ia pernah mendapatkan pengasuhan seorang ibu yang baik. Sebaliknya, seorang ibu yang rusak akhlaknya, hanya akan melahirkan generasi yang rusak pula akhlaknya. Itulah mengapa yang dihancurkan pertama kali oleh Yahudi adalah wanita.”
Ucapan diatas dilontarkan oleh Muhammad Quthb, dalam sebuah ceramahnya puluhan tahun silam. Muhammad Quthb adalah ulama Mesir yang concern terhadap pendidikan Islam sekaligus pemikir ulung abad 20. Ia tidak hanya dikenal sebagai aktivis yang gencar melakukan perlawanan terhadap rezim Imperialisme Mesir, namun juga cendekiawan yang terkenal luas ilmunya.
Beberapa bukunya pun telah beredar di Timur Tengah dan diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa yang diantaranya adalah Shubuhāt Hawla al-Islām (literally “Misconceptions about Islam”).Hal nahnu Muslimūn (Are we Muslims?). Al-Insān bayna al-māddīyah wa-al-Islām. (Man between the Material World and Islam). Islam and the Crisis of the Modern World dan masih banyak lagi. Maka tak heran, lepas dari penjara ia pun mendapatkan gelar Profesor Kajian Islam di Arab Saudi.
Muhammad Quthb menekankan bagaimana pentingnya peran yang dimiliki seorang ibu dalam Islam. Ibu tidak saja adalah pihak yang dekat secara emosional kepada seorang anak, tapi ia juga memiliki pengaruh besar terhadap masa depan akhlak dari generasi yang dilahirkannya.
Menurut Muhammad Quthb anak yang pada kemudian hari mendapatkan ujian berupa kehancuran moral akan bisa diatasi, asal sang anak pernah mendapatkan pengasuhan ibu yang solehah. Pendidikan Islami yang terinternalisasi dengan baik, akan membuat sang anak lekas bangkit dari keterpurukannya mengingat petuah-petuah rabbani yang pernah terekam dalam memorinya.
Sebaliknya, ayah yang memiliki istri yang sudah rusak dari awalnya, maka ia pun hanya akan melahirkan sebuah keturunan yang memiliki kepribadian persis dengan wanita yang dipinangnya. Sifat alami anak yang banyak mengimitasi perilaku sang ibu akan membuka peluang transferisasi sifat alami ibu kepada anaknya.
Maka kerusakan anak akan amat tergantung dari kerusakan ibu yang mendidiknya. Oleh karena itu, dalam bukunya Ma’rakah At Taqaaliid, Muhammad Quthb mengemukakan alasan mengapa Islam mengatur konsep pendidikan yang terkait dengan arti kehadiran ibu dalam keluarga. Ia menulis:
“Dalam anggapan Islam, wanita bukanlah sekadar sarana untuk melahirkan, mengasuh, dan menyusui. Kalau hanya sekedar begitu, Islam tidak perlu bersusah payah mendidik, mengajar, menguatkan iman, dan menyediakan jaminan hidup, jaminan hukum dan segala soal psikologis untuk menguatkan keberadaannya… Kami katakan mengapa ‘mendidik’, bukan sekedar melahirkan, membela dan menyusui yang setiap kucing dan sapi subur pun mampu melakukannya.”
Konsep inilah yang tidak terjadi di Negara Barat. Barat mengalami kehancuran total pada sisi masyarakatnya karena bermula dari kehancuran moral yang menimpa wanitanya. Wanita-wanita Barat hanya dikonsep untuk mendefinisikan arti kepribadian dalam pengertian yang sangat primitif, yakni tidak lain konsep pemenuhan biologis semata.
Dosen dan pelacur bisa jadi sama kedudukannya mirip dengan perkataan Sumanto Al Qurtubhy, kader Liberal didikan Kanada yang berujar, “Lho, apa bedanya dosen dengan pelacur? Kalau dosen mencari nafkah dengan kepintarannya, maka pelacur mencari makan dengan tubuhnya.”
Qurthuby hanyalah muqollid (pengikut) dari Sigmund Freud, psikolog kenamaan asal Austria yang membumikan konsep psikoanalisis. Ia mengatakan ketika dorongan seksual sudah menggelora dalam diri pria maupun wanita, maka sudah selayaknya mereka tuntaskan lewat jalan perzinahan, tanpa harus melalui alur pernikahan. Maka itu Freud menuding orang yang senantiasa menjaga akhlaknya rentan terserang gangguan psikologis seperti neurosis.
Kini Freud memang telah mati, namun gagasan itu membekas dalam pribadi orang Barat. Jika anda kerap menyaksikan berita Olahraga, pembawa acara sering memberitakan bahwa salah seorang pemain sepakbola di Inggris telah memiliki anak dari pacarnya, ya pacar dan bukan istri. Karena konsep pernikahan sudah mendebu di benua biru.
Pasca kematian Freud, muncul banyak pengganti yang tidak lebih ekstrem, salah satunya Lawrence Kohlberg. Ia adalah pengusung metode pendidikan Karakter. Metode ini sudah gagal di Barat dan sekarang diimpor ke negeri-negeri muslim, termasuk Indonesia.
Wajah pendidikan Karakter terlihat manis. Ia mentitah agar para siswa berperilaku jujur dan memegang komitmen. Namun ia tidak memliki dasar agama, jika seorang remaja memilih untuk hidup tanpa tuhan, tidak menjadi persoalan dalam pendidikan karakter, asal itu dapat dipertanggungjawabkan.
Begitu pula masalah hubungan seks. Bagi Kohlbergian, kita tidak boleh menyalahkan seorang anak perempuan yang hamil di luar nikah, sebab masalah baik atau buruk menjadi relative. Pendidikan Karakter pun tidak boleh menghakiminya, karena anak akan jatuh salah jika ia tidak bisa mempertanggungjawabkan hubungan seksnya. Jadi jika remaja perempuan hamil masih bisa terbebas dari “dosa”, asal ia siap menjadi ibu. Urusan benar atau salah tergantung tanggung jawab, bukan agama.
Maka tak heran, ketika Lawrence Kohlberg lebih memilih bunuh diri dengan menyelam di laut yang dingin pun disambut gembira oleh masyarakat Barat. Alasannya bisa membuat kita sebagai umat muslim tertawa: Kohlberg telah memilih jalan yang memang ia kehendaki. Ya terlepas dari dia yang akan masuk neraka jahnam. Sebuah metode berfikir yang terlalu konyol untuk kita fahami.
Kita kembali lagi ke masalah perempuan. Kehidupan Barat yang bebas sejatinya diawali dari kehendak dari kalangan wanita untuk hidup bebas dan meredeka sesukanya. M. Thalib, cendekiawan muslim yang telah menulis puluhan buku tentang pendidikan Islam juga menekankan bagaimana proyek Zionis dibalik wacana pembebasan wanita di Barat. Menurutnya kaum Yahudi memiliki peran kuat dibalik slogan Liberty, Egality dan Fraiternity (kebebasan, persamaan dan persaudaraan) kepada bangsa Perancis.
Hal ini dipropagandakan oleh Zionis dan disebarkan ke penjuru dunia hingga kita bisa merasakan apa yang disebut Hak Asasi Manusia dan Feminisme pada saat ini. Dalam bukunya, “Pergaulan Bebas, Prostitusi, dan Wanita”, M. Thalib menulis,
“Slogan-slogan inilah yang membuat orang-orang bodoh turut serta mengulang-ulanginya di seluruh penjuru dunia di kemudian hari, tanpa berfikir dan memakai akalnya lagi.”
Mungkin terasa ganjil bagi kita, mengapa Yahudi sebagai bangsa yang pongah begitu takut dengan perempuan? Jawabannya sederhana: membiarkan seorang wanita tumbuh menjadi solihah adalah alamat “kiamat” bagi mereka.
Jika seorang ibu yang solehah bisa mengasuh 5 anak muslim di keluarganya untuk tumbuh menjadi generasi mujahid. Kita bisa hitung berapa banyak generasi yang bisa dihasilkan dari 800 juta perempuan muslim saat ini?
Seorang sahabat pernah bertanya kepada Rasulullah, “Siapakah manusia di muka Bumi ini yang harus diperlakukan dengan cara yang paling baik ?”. Rasul menjawab, “Ibumu”. “Setelah itu siapa lagi ya Rasul”. Sekali lagi Rasul menjawab, “Ibumu”. Sahabat bertanya kembali, “Kemudian siapa?”. Lagi-lagi Rasul menjawab “Ibumu, baru Ayahmu”. [Shahih, Diriwayatkan oleh Imam Bukhari).
*****
Derita saudaraku di Palestina
Bismillahirahmanirahim.
Dengan niat baik saya ajak anda semua untuk berbuat baik.
Mari kawan / sobat / sodara dan rekan rekan semua, kita sisihkan
sebagian penghasilan kita untuk membantu sodara sodara kita di Palestina
yang menjadi korban kebiadaban israel.
Untuk foto foto korban bisa
dilihat disini
Bagi rekan rekan yang mau menyumbang langsung bisa menyalurkannya lewat sini
http://knrp.or.id/ dan sini
http://www.mer-c.org
Semoga niat baik kita akan meringankan sodara kita yang telah menjadi korban, dan tentunya diridhoi oleh Allah. Amin.
Ini adalah kisah tentang para pejuang kemerdekaan bangsanya, mereka
yang ingin hidup bebas di negara yang dihuninya selama ratusan tahun,
bebas tanpa tekanan, tanpa penyiksaan, tanpa penangkapan, tanpa
pemerkosaan, tanpa penindasan, tanpa pembunuhan, tanpa penggusuran.
Mereka yang hanya ingin kehidupan yang mereka jalani seperti layaknya
bangsa lain di dunia, sebagaimana orang lain di belahan bumi lain, yang
hidup aman, sejahtera tanpa ada bom-bom yang berjatuhan, tanpa ada
penyerangan-penyerangan yang mebabi buta, tanpa hujan peluru, tanpa ada
keluarga mereka, teman mereka yang mati karena timah-timah panas, karena
ledakan-ledakan bom. Mereka hanya ingin HIDUP MULIA ATAU MATI SYAHID. (
http://www.knrp.or.id)
—————————————————-
Di sini
Tidak lagi jelas
Orang-orang palestinakah yang melempar batu
Atau
Batu yang mencari orang Palestina untuk
dilemparkan
Bukankah batu adalah juga bagian dari
tanah yang dirampas?
Di sini
Ada yang jelas
Ada raga yang dikuburkan bersama nyawa
Ada yang mati sebelum dilahirkan
Bukankah manusia sudah hidup di dalam
rahim sebelum
Dilahirkan?
Dan saksikan…
Saksikan
Ibu-ibu, nenek-nenek, kakek gaek
Ada anak-anak
Ada batu yang dilemparkan
Di luar sana
Orang-orang berbicara tentang hak
Dengan memberikan yang bukan haknya
Kepada yang tidak berhak
Membagi yang bukan miliknya
Kepada yang bukan pemiliknya
Dan orang-orang Palestina
Mencari haknya di tengah-tengah teriakan
tentang hak-hak
Di sini
Orang Palestina yang tuan rumah
Kini menjadi tamu yang tak diinginkan
Yahudi yang terusir di luar sana
Kini Yahudi yang mengusir
Di sini
Dan saksikan…
Saksikan
Ibu-ibu, nenek-nenek, kakek gaek
Ada anak-anak
Ada batu yang dilemparkan
Di Yerusalem
Ibrahim, Luth, Ismail, Musa, Harun, Yusya’
Daud, Sulaiman, Zakariya, Yahya, Ishaq,
Ya’qub
Mengambil hak-hak orang lemah dari yang kuat
Menghantam penindas
Mengangkat martabat
Ada semangat sepanjang masa
Pada tiap zaman
Ada ghirah setiap umat
Pada tiap tempat
Ada bara yang tidak padam
Dan saksikan…
Saksikan
Ibu-ibu, nenek-nenek, kakek gaek
Ada anak-anak
Ada batu yang dilemparkan
Di Yerusalem
Tanah para nabi dan rasul
Ada nabi yang dibantai
Ada manusia yang dinistakan
Ada agama yang dihinakan
Dan saksikan…
Saksikan
Ibu-ibu, nenek-nenek, kakek gaek
Ada anak-anak
Ada batu yang dilemparkan
Ambil bara dan jangan matikan dengan air mata
Tiup dengan napas
Panaskan jiwa
Kobarkan nyali
Besi terbentuk oleh bara
Dan saksikan…
Saksikan
Ibu-ibu, nenek-nenek, kakek gaek
Ada anak-anak
Ada batu yang dilemparkan
Tidak lagi penting apakah batu mampu
melawan peluru
Tidak lagi terpikirkan apakah
orang-orang Yahudi belajar dari
Crematorium Nazi atau tidak
Tidak ada lagi rasa takut bahkan bila
Palestina berubah
Menjadi crematorium Israel
Yang kami takutkan
Adalah saat di mana tulang-tulang kami
Abu kami
Menangis sedih dan memaki menyalahkan
Melihat seorang dari Nigeria atau
serombongan dari Indonesia
Pada satu waktu yang mungkin tidak jauh
Berdiri di Bukit Zaitun
Dan menunjuk
Di sana dulunya Masjidil aqsa
Di sana dulunya Qabbatussakhrah
Dan kita semua pernah mengagumi kemegahannya
Bukit Zaitun, 1991
(dipetik dari Makelar Dongeng Holocaust:
Catatan Perjalanan dari dalam Israel
oleh Rakhmat Zaenal)
*
ketika mata hati dan perasaan ini sudah tidak bisa diajak kompromi, dan air mata turut mengamini kesedihan ini.
Ya Allah syahid-kanlah mereka, berikanlah kekuatan lahir batin
bagi mereka saudaraku di palestina, menangkanlah mereka di dunia dan
akheratmu kelak. Amin
(Solopos/Hotmagz/rayofshadow/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email