Panjimas, atau Panji Masyarakat, adalah majalah lama terbitan Muhammadiyah. Salah satu owner-nya adalah Rusdi Hamka, putra dari Buya Hamka. Majalah ini pernah ditutup pada era Soekarno. Lalu terbit kembali ketika situasi politik berubah.
Kini, Panjimas hadir kembali memberi informasi dengan citarasa Takfiri. Tidak lagi berbentuk majalah, melainkan dalam bentuk portal media online. Tak tanggung-tanggung, wajah baru Panjimas, tak ubahnya dengan situs-situs Islam Radikal pendukung teroris – seperti Arrahmah, Voa-Islam, Shotussalam, Kiblatnet, ataupun Al-Mustaqbal.
Mengapa Liputan Islam bisa menyimpulkan demikian?
Pertama, Panjimas menyebut teroris Boko Haram, sebagai “pejuang”. Bukankah Boko Haram cabang Al-Qaeda di Nigeria, yang aktif menebar teror? Mereka membunuh dan membakar rumah-rumah penduduk, meledakkan bom, dan yang paling menggemparkan, mereka menculik ratusan pelajar putri dari sekolahnya. Siapa lagi yang memberikan predikat ‘pejuang’ atau ‘mujahidin’ kepada gerombolan teroris ini kalau bukan kelompok pengusung ideologi Takfiri? (Baca: Arrahmah Sebut Boko Haram Sebagai Mujahidin, Ini Tanggapan Tifatul)
Berikut ini, cuplikan berita dari Panjimas:
Pejuang Islam Boko Haram berhasil menguasai akademi pelatihan kepolisian wilayah utara Nigeria. Dalam bulan Agustus ini, pejuang Boko Haram juga telah berhasil menguasai Akademi kepolisian Liman Kara dekat dengan kota Gwoza.
Pejuang Islam Boko Haram telah bergerak dari kamp-kamp militer mereka dan berhasil merebut kota-kota penting di Nigeria.
Pejuang Islam Boko Haram berkeyakinan bahwa Pemerintah Nigeria telah menganiaya umat Islam dengan membiarkan orang kafir membunuh umat Islam dengan bebasnya dan mengusir umat islam dari rumahnya dan tanah kelahirannya.
Kedua, anti-NKRI. Dalam artikelnya, Panjimas melansir fatwa dari Ahmad Cholil Ridwan Lc, yang mengharamkan umat Islam untuk memberi hormat kepada bendera dan menyanyikan lagu kebangsaan. Tentunya, kita memang menjumpai banyak kelompok-kelompok ‘Islam’ di Indonesia yang anti NKRI, anti demokrasi, dan bercita-cita menegakkan Khilafah dan Syariah Islam.
Dan siapa lagi yang begitu getol mengharamkan hal-hal yang berkaitan dengan kebangsaan dan nasionalisme, kalau bukan kelompok Wahabi Takfiri? Berikut ini, cuplikan artikel dari Panjimas:
KH Cholil menyatakan bahwa dalam Islam, menghormati bendera memang tidak diizinkan. KH Cholil merujuk pada fatwa Saudi Arabia yang bernaung dalam Lembaga Tetap Pengkajian dan Riset Fatwa pada Desember 2003 yang mengharamkan bagi seorang Muslim berdiri untuk memberi hormat kepada bendera dan lagu kebangsaan.
Ada sejumlah argumen yang dikemukakan. Pertama, memberi hormat kepada bendera termasuk perbuatan bid’ah yang tidak pernah dilakukan pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ataupun pada Khulafa’ ar-Rasyidun radhiyallahu ‘anhu ajma’in (masa kepemimpinan empat sahabat Nabi; Abu Bakar ash-Shidiq, ‘Umar bin Khoththob, ‘Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Tholib).
Ketiga, dukungan terhadap kelompok Negara Islam Irak dan Suriah atau ISIS. Panjimas menyebut ISIS sebagai ‘mujahidin’ dan antipati terhadap BNPT. Berikut ini cuplikan artikel Panjimas:
Menurut Nu’im, invasi Amerika Serikat kedua kalinya yang menyasar mujahidin ISIS, pada prinsipnya sama seperti dulu. Kepentingan Amerika tak lain hanya untuk menguasai ladang minyak di Iraq. Namun, anehnya mengapa pemerintah Indonesai justru ikut-ikutan memusuhi ISIS.
“Saya kira ini sama dengan Amerika kemarin menyerang Iraq. Dengan tiba-tiba SBY, kemudian BNPT, Djoko Suyanto dan seterusnya melakukan press coference ISIS. Kemudian Ormas Islam dikumpulkan, seperti MUI dan lainnya. Dan itu terjadi sebelum tanggal 8 Agustus. Sehingga setelah tanggal 8 Agustus itu Amerika mulai menyerang ISIS,” ungkapnya.
Di sisi lain, Nu’im pun bingung dengan sikap ormas-ormas Islam yang menuruti ajakan BNPT. Padahal BNPT selama ini menjalankan agenda Amerika Serikat.
Satu hal yang berkali-kali LI pertanyakan, apakah pemerintah serius melakukan gerakan tangkal ISIS? Di satu sisi, aparat terlihat aktif menangkapi orang-orang yang disinyalir sebagai pendukung ISIS, namun di pihak lain, pemerintah membiarkan saja media-media pro-ISIS menyebarkan ideologinya di masyarakat. Paradoks.
(Liputan-Islam/Syiah-News/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email