“Demo Ahok” kembali akan digelar besar-besar pada Jum’at 4 November mendatang. Namun KH. Said Aqil Sirajd, nahkoda ormas Islam yang warganya – menurut Exit Poll 2013 – berjumlah 91,2 juta ini tetap meminta warga NU tidak ikut demo yang menuntut agar Gubernur Ahok diseret ke meja hijau.
“Sekarang keadaan dan isu semakin liar dan gak terkontrol, bukan lagi soal politik Pilgub DKI, tapi lebih besar dan rumit lagi, radikalisme agama menemukan momentumnya,” kata Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj kepada wartawan beberapa waktu lalu.
Demo yang sebelumnya melibatkan sejumlah politisi itu, bagi Kang Said, kini semakin tercium ditunggangi kelompok Islam radikal dengan tujuan utama menghancurkan Islam moderat dan Indonesia seperti negara-negara di Timur Tengah.
Karena itu, pria jebolan Ummul Qura Mekkah ini mengingatkan warga nahdliyin dan umat Islam tidak boleh lengah sedikitpun dengan susupan kaum radikal, titipan-titipan isu yang membahayakan NKRI, stabilitas nasional dan toleransi antar umat beragama.
“Target utama mereka bukan Ahok, terlalu kecil, Ahok hanya entry point, target mereka hancurnya Islam moderat di Indonesia, Islam yg ramah diganti dengan Islam yang penuh kebencian seperti yang meluluhlantahkan negara-negara Timur Tengah,” katanya
Soal adanya indikasi kelompok Islam radikal dengan memanfaatkan isu Ahok, Kang Said melanjutkan, “Hawanya cukup terasa, semua isu keagamaan dan politik akhir-akhir ini rawan sekali ditunggangi, jangan mudah termakan isu apalagi mudah marah sesama Muslim,” katanya.
Terkait posisi MUI terhadap polemik pernyataan Ahok, Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan SDM Nahdlatul Ulama, Rumadi Ahmad, semula mengapresiasi MUI karena dua hal. Pertama, pengurus MUI menolak dengan tegas ketika ada kelompok radikal yang ingin menjadikan kantor MUI sebagai tempat konferensi pers untuk menyerang Ahok. Hal ini patut dipuji karena MUI sadar bahwa MUI mau dimanfaatkan kelompok lain.
Kedua, ketika Ahok meminta maaf, ada dua tokoh yang memberikan respons secara cepat. Ma’ruf Amin dan Said Aqil Siradj. Sebagai Ketua Umum MUI, Ma’ruf menyatakan bahwa ketika Ahok sudah minta maaf, sebaiknya Ahok dimaafkan. Pernyataan serupa disampaikan Said Aqil sebagai Ketua Umum PBNU.
Pasca pernyataan dua tokoh di atas, Rumadi merasa situasi berangsur mereda. Tapi beberapa jam setelah pernyataan Ma’ruf, MUI merilis pernyataan “pendapat dan sikap keagamaan” yang justru memanaskan situasi yang sudah reda. Dan pernyataan sikap MUI itu dijadikan legitimasi untuk melakukan ujaran kebencian kepada kelompok masyarakat yang berbeda pada demonstrasi pada Jumat pekan lalu.
Rumadi mengatakan pemanfaatan MUI sebagai sarang kelompok radikal sudah lama terjadi. Ketika masih di Wahid Institute persisnya pada 2010, Rumadi sudah mewanti-wanti pengurus MUI bahwa MUI dijadikan banker kelompok radikal.
“Ada tokoh di MUI yang memasukkan orang-orang yang paham kebangsaannya kacau, menolak Pancasila, dan menolak konstitusi, tapi difasilitasi oleh tokoh itu. Untungnya pengurus MUI mau mendengar dan tokoh itu ‘dikotakkan’ dan tidak diberikan peran yang maksimal sehingga wajah MUI pasca 2010 relatif lebih ramah,” kata Rumadi dalam diskusi bertajuk “Posisi MUI dalam Hukum Islam dan Hukum Indonesia” seperti dikutip madinaonline.id, 16/10.
(Islam-Indonesia/Madina-Online/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email