Pesan Rahbar

Home » » WARISAN ALIB BIN ABI THALIB A.S

WARISAN ALIB BIN ABI THALIB A.S

Written By Unknown on Sunday 6 December 2015 | 21:33:00


Berdasarkan wasiat Nabi saw., pertama yang dilakukan Ali bin Abi Thalib a.s. sepeninggalnya adalah mengumpulkan Al-Quran. Usaha pengumpulan ini memiliki beberapa keunggulan di atas pengumpulan yang juga kemudian dilakukan oleh orang-orang seperti Utsman bin Affan. Kelebihan itu lebih dikarenakan penertibannya sesuai dengan waktu turunnya dan disertai dengan sebab-sebab turunnya ayat, tafsir dan ta’wil yang dibutuhkan oleh umat Muhammad saw. Ali bin Abi Thalib pernah mengajukannya kepada khalifah pertama Abu Bakar Siddiq namun jawaban yang diterima demikian, ‘Kami tidak membutuhkan ini’. Ali kemudian memberikan isyarat bahwa setelah ini mereka tidak akan mendapatkannya lagi. Dan memang demikian. Al-Quran yang dikumpulkan oleh Ali kemudian diwariskan kepada imam setelahnya dari anak-anaknya.

Disebutkan juga bahwa Ali bin Abi Thalib a.s. memiliki karya lain yang disebut dengan Shahifah yang memuat hukum-hukum tentang diyat (tata denda). Bukhari, Muslim dan Ibnu Hanbal meriwayatkan keberadaan Shahifah ini. Ada juga sebuah kitab yang dinisbatkan kepadanya Ali bin Abi Thalib, bernama Al-Jamiah. Kitab ini memuat semua hal yang dibutuhkan oleh manusia seputar halal dan haram. Imam Ash-Shadiq a.s. menyebutkan keberadaan buku ini dan menjelaskan ukuran panjangnya yang mencapai tujuh puluh jengkal. Ia juga menerangkan bahwa semua masalah tercatat di dalam kitab itu, bahkan perkara-perkara yang remeh.

Kitab Al-Jifr yang juga disebut-sebut milik Ali bin Abi Thalib memuat hal-hal yang berkaitan dengan kejadian masa depan dan lembaran-lembaran para Nabi sebelumnya. Kitab ini hampir sama dengan mushaf Fathimah Az-Zahra a.s. yang ditulis oleh Ali bin Abi Thalib dari pendiktean Fathimah a.s. sendiri. Setelah kematian sang ayah, Nabi Muhammad saw., mereka berdua menghimpun hikmah-hikmah yang terilhamkan kepada mereka. Kitab-kitab tersebut di atas merupakan pusaka Imamah yang berpindah tangan dari satu imam ke imam yang lain.

Para ulama telah berusaha keras untuk menghimpun warisan intelektual Ali bin Abi Thalib a.s., mulai dari khotbah-khotbahnya, surat-surat hingga kalimat-kalimat hikmahnya, lalu dikumpulkan dalam sebuah buku yang diberi nama sesuai dengan tujuan para penghimpun. Buku pertama dan paling terkenal yang menghimpun semua itu adalah Nahjul Balaghah yang dikumpulkan oleh Syarif Ar-Radhi yang wafat pada tahun 404 H.

Syarif Ar-Radhi berhasil mengumpulkan pikiran-pikiran cemerlang dari Ali bin Abi Thalib a.s. mengenai berbagai macam masalah, dimulai dari akidah, akhlak, sistem pemerintahan dan manajemen, sejarah, sosial, psikologi, doa, ibadah dan berbagai macam ilmu alam. Karena tidak semua pikiran-pikiran Ali terkumpulkan oleh Syarif Radhi dalam Nahjul Balaghah, sebagian ulama mengumpulkan sisa-sisa pikiran Ali yang kemudian dikenal dengan nama Mustadrakat Nahjul Balaghah.

Imam An-Nasa’i yang wafat pada tahun 303 H meriwayatkan hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib a.s. dari Rasulullah saw. Lalu dicatatnya dalam sebuiah kitab dengan nama Musnad Imam Ali a.s.
Al-Amadi, wafat pada tahun antara 520 dan 550 H, mengumpulkan kalimat-kalimat pendek Ali bin Abi Thalib a.s. yang berisikan mutiara-mutiara yang dikenal dengan nama Ghurar Al-Hikam wa Durar Al-Kalim.

Abu Ishaq Al-Witwath yang meninggal antara tahun 553 dan 583 H mengumpulkan ucapan-ucapan Ali a.s. dalam bukunya yang disebut Matlub Kulli Thalib min Kalam Ali bin Abi Thalib. Al-Jahizh, meninggal tahun 255 H, sendiri mempunyai buku khusus memuat ucapan-ucapan Ali. Nama bukunya adalah Miah Kalimah. Sementara At-Thabarsi, penulis tafsir terkenal Majma’ Al-Bayan, mengumpulkan ucapan-ucapan Ali a.s. dalam bukunya Natsr Al-La’ali. Nashr bin Muzahim memiliki buku bernama Shiffin yang berisi kumpulan dari khotbah dan surat-surat Ali. Dan sebuah buku yang bernama As-Shahifah Al-Alawiyah memuat kumpulan doa-doa yang dinisbatkan kepada Ali bin Abi Thalib.

Mengenal Nahjul Balaghah
Kalau Al-Quran disebut sebagai mukjizat kenabian, maka Nahjul Balaghah sebagai mukjizat imamah. Rasionalitas yang tampak dalam metode penyampaian yang transenden dan jelas dalam setiap kalimat Nahjul Balaghah telah ditanam dan dipupuk oleh Nabi Muhammad saw. yang mendapat tuntunan langsung dari wahyu Allah swt. Dalam setiap tema yang disampaikan dapat ditemukan cahaya Allah memancar dari depan dan hidayah Nabi menerangi jalan di depannya.

Syarif Ar-Radhi, sang penyusun Nahjul Balaghah, mengatakan: “Ali bin Abi Thalib adalah orang yang mengangkat kefasihan sampai di puncaknya. Dari lisannyalah rahasia-rahasia dan rumus-rumus seni kefasihan dalam tata bahasa Arab itu diletakkan. Setiap orator besar akan mencuplik perumpamaan yang digubah olehnya. Setiap penceramah selalu terbantu oleh tutur katanya. Meski demikian, kefasihan Ali bin Abi Thalib tetap sebagai yang terdepan, dan setiap keunggulan yang hendak diupayakan masih belum sanggup melampaui kefasihannya, bahkan senantiasa terbelakang, sebab ucapan Ali menyimpan sentuhan ilmu ilahi, di dalamnya tercium sabda Nabi”.

Mengenal Akal dan Pengetahuan
Tidak ada kekayaan seperti ilmu, dan kemiskinan seperti kebodohan. Akal adalah sumber kebaikan dan potensi paling mulia yang dapat memilih dan memilah. Akal adalah hiasan yang paling indah.
Akal adalah utusan kebenaran. Akal adalah basis terkuat. Manusia dikenal dengan akalnya. Dengan akal segala sesuatu dapat diperbaiki.

Ilmu adalah penutup sementara akal bak pedang tajam yang dapat membelah. Sembunyikan kelabilan akhlakmu dalam kesabaran. Bunuh hawa nafsumu dengan akalmu. Berpikir adalah cermin yang bersih.
Akal adalah pemilik tentara Tuhan, dan hawa nafsu adalah pemimpin tentara setan. Jiwa senantiasa ditarik oleh keduanya. Pihak yang berhasil menguasai, jiwa berada di bawah pengawasannya.

Keutamaan yang harus dimiliki oleh seseorang adalah akal. Bila ia rendah akan menjadi mulia, bila terjatuh akan ditinggikan, bila tersesat akan ditunjuki, dan bila berbicara akan dituntun ke jalan yang lurus.
Sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang menghidupkan akalnya, menguasai hawa nafsunya dan berusaha sekuat tenaga untuk memperbaiki akhiratnya.

Agama diukur sesuai dengan kemampuan akal. Seorang mukmin tidak akan beriman sampai ia berakal. Nilai setiap orang diukur dengan akalnya.

Ketahuilah (nilai) akal dari beberapa hal:
a. Akal menjauhkan diri dari perbuatan dosa, melihat akibat perbuatan, dan membuat orang waspada.
b. Akal adalah prinsip ilmu dan mengajak manusia untuk memahami sesuatu.
c. Akal adalah potensi yang semakin bertambah dengan ilmu dan pengalaman.
d. Hati terkadang memiliki siratan-siratan buruk, dan akal menahan dan melindunginya.
e. Akal yang sehat menolak penghinaan terhadap akal itu sendiri.
f. Orang yang disebut berakal adalah orang yang mampu memilah kebaikan dari dua keburukan.

Mengenal Al-Quran dan Sunah
Ali bin Abi Thalib a.s. berkata: ‘Al-Quran diturunkan kepada kalian sebagai penjelas segala sesuatu. Allah memanjangkan umur Nabi dan berada di tengah kalian sehingga Allah menyempurnakan buatnya dan buat kalian –terkait dengan ajaran yang diturunkan lewat Al-Quran- agama-Nya yang diridai-Nya”.

Masih tentang Al-Quran, Ali menuturkan: “Demikianlah Al-Quran. Ia tidak dapat berbicara. Oleh karenanya ajak berdialog Al-Quran. Akan tetapi aku akan mengabarkan kepada kalian tentang Al-Quran. Ketahuilah, di dalamnya ada ilmu tentang yang akan datang sebagaimana ada cerita tentang masa lalu. Al-Quran adalah obat penyakit kalian dan memperbaiki hubungan di antara kalian. Sebagian ayat Al-Quran berdialog dan berbicara dengan sebagian yang lain. Sebagian ayat Al-Quran menjadi saksi buat ayat yang lain. Al-Quran tidak berselisih tentang Allah dan tidak juga pembawa Al-Quran, Muhammad, menyimpang dari Allah.

Al-Quran tidak bengkok sehingga perlu diluruskan, tidak menyimpang sehingga perlu ditegur dan dinasihati. Ia tidak diciptakan karena banyaknya penolakan dan seringnya sampai ke pendengaran. Keajaibannya tidak akan pernah sirna sebagaimana keanehan-keanehannya tidak bakal lenyap. Kegelapan tidak akan lenyap tanpa Al-Quran. Al-Quran bak musim semi yang menyegarkan hati. Al-Quran adalah sumber ilmu. Tidak akan ditemukan sesuatu yang lebih jelas dan menjadi buat hati selain Al-Quran. Ia merupakan tambang iman dan fondasinya, sumber ilmu dan lautannya, taman keadilan dan bagian darinya, dasar Islam dan bangunannya, sungai-sungai bak tempat aliran kebenaran dan ladangnya, lautan yang tidak akan pernah habis dikuras, mata air yang mengalir yang tidak akan habis ditadah. Allah menjadikan Al-Quran sebagai pelepas dahaga ulama, penyemai hati para fakih, sebagai pelita jalan orang-orang tulus, petunjuk orang yang sadar, kata mutiara para perawi, penuntas pencari keadilan, penyembuh penyakit yang tak berefek, dan obat penuntas segala penyakit. Hendaklah sembuhkan penyakit-penyakit diri kalian dengan Al-Quran, mintailah bantuannya atas masalah-masalah yang kalian hadapi. Dalam Al-Quran, terdapat obat untuk penyakit paling sulit, yaitu kekafiran, kemunafikan, kezaliman dan kesesatan.

Berkenaan dengan Sunah Rasulullah saw., Ali bin Abi Thalib telah mengajak kaum muslimin untuk mengamalkannya. Beliau juga senantiasa menerangkan posisi para imam dalam menyampaikan Sunah yang benar kepada umat Islam serta menghidupkan ajaran-ajaran Nabi yang berusaha untuk dihilangkan oleh para penyeleweng dan mereka yang ingin menonaktifkan Sunah Rasulullah saw.

Ali bin Abi Thalib berkata, ‘Ikutilah tuntunan Nabi kalian Muhammad saw karena tuntunannya adalah hidayah yang paling utama. Amalkanlah Sunah Nabi karena Sunahnya adalah yang paling menuntun manusia’.

Ali bin Abi Thalib berkata, ‘Hamba yang paling dicintai di sisi Allah adalah orang yang mengikuti dan mengamalkan sesuai dengan perilaku dan jejak-jejak Nabi Muhammad saw’. Beliau melanjutkan, ‘Relakanlah Muhammad saw sebagai pemandu kalian dan jadikan ia sebagai pemimpin menuju keselamatan’.

Ali bin Abi Thalib berkata, ‘Pada tangan manusia ada kebenaran dan kebatilan, kejujuran dan kebohongan, nasikh (yang menghapus) dan mansukh (yang terhapus), umum dan khusus, muhkam (yang pasti) dan mutasyabih (yang samar) dan dihafalkan dan dikhayalkan. Telah terjadi ada orang yang berdusta atas nama Rasulullah saw ketika Nabi masih hidup sehingga membuat beliau harus bersiri berpidato, ‘Barang siapa yang berbohong dengan mengatasnamakan namaku secara sengaja niscaya ia telah menyiapkan tempatnya di neraka’.

Ali bin Abi Thalib berkata, ‘Keluarga Muhammad saw tidak dapat dibandingkan dengan siapa pun dari umat ini. Kehidupan mereka adalah personifikasi ilmu sementara kematian bagi mereka sama artinya dengan kebodohan. Mereka tidak pernah menentang kebenaran dan tidak pernah berselisih tentangnya. Mereka adalah tiang-tiang penguat agama dan sahabat karib yang menjaga. Dengan keberadaan mereka niscaya kebenaran kembali pada takarannya dan kebatilan akan sirna dan lenyap dari tempatnya serta lidahnya akan terpotong dari pangkalnya. Mereka mengikat agama dengan akal yang sadar dan terlindung tidak dengan akal yang hanya mendengar dan kemudian meriwayatkan. Mereka adalah tempat rahasia-rahasia Rasulullah saw dan pengayom urusannya, pelapis dan pelindung ilmunya dan penakwil hikmah-hikmahnya, gua tempat buku-bukunya dan gunung yang melindungi agamanya. Mereka adalah lentera di kegelapan dan sumber kebijakan, tambang ilmu dan tempatnya kesabaran’.

Ali bin Abi Thalib berkata, ‘Sesungguhnya aku berada di atas kebenaran yang jelas dari Tuhanku dan sesuai dengan cara Nabiku. Sesungguhnya aku berada di atas jalan yang jelas ketika aku berucap’.

Mengenal Tauhid, Keadilan dan Hari Akhir
Ali bin Abi Thalib ketika menetapkan dan membuktikan keberadaan Allah swt berkata, ‘Segala puji syukur hanyalah milik Allah yang menunjukkan keberadaannya dengan ciptaan-Nya, penciptaan makhluk menunjukkan keazalian-Nya dan kesalahan yang makhluk-Nya perbuat menunjukkan bahwa tidak ada yang menyerupai-Nya. Ia berkata, ‘Aku heran kepada orang yang ragu dengan Allah sementara ia melihat ciptaan-Nya bahkan bagi akal ditampakkan kepada kita tanda-tanda pengaturan yang rapi dan kepastian yang tidak berubah.

Ketika Ali bin Abi Thalib ditanya, ‘Apakah engkau melihat Tuhanmu? Ali menjawab, ‘Bagaimana mungkin aku menyembah Tuhan yang tidak kulihat? Kemudian beliau melanjutkan, ‘Allah tidak dapat dilihat dengan mata panca indera akan tetapi hati yang melihatnya dengan hakikat iman. Allah lebih agung dari penetapan pengaturannya dengan hati.

Dalam doanya yang terkenal dengan nama doa Shabah beliau berkata, ‘Wahai Zat yang menunjukkan diri-Nya dengan Zat-Nya. Zat yang suci dari penyerupaan dengan makhluk-Nya. Zat yang lebih mulia dari kesamaan dengan makhluknya dalam kualitas. Wahai Zat yang lebih dekat dari persangkaan yang terbetik dalam benak seseorang dan lebih jauh dari sekelebatan pandangan dan mengetahui sesuatu yang belum terjadi.

Ali bin Abi Thalib memuat khotbah-khotbahnya dengan pengertian-pengertian yang tinggi yang diambil dari ayat-ayat Al-Quran yang menunjukkan kekuatan ilahiah; langit dan bumi. Beliau menjelaskan dengan panjang lebar bagaikan ilmuwan yang tahu betul apa yang diucapkannya. Ia menjelaskan dengan detil ayat-ayat kekuasaan Allah yang membuat siapa yang mendengarnya akan bertambah keimanan, kekhusyukan dan ketundukkannya kepada Allah swt. Karena begitu mendengar ucapan Ali seseorang dapat merasakan langsung apa yang dibicarakannya. Sebagaimana Ali berkata, ‘Demi Allah! Seandainya disingkap segala penutup dari diriku aku tidak akan bertambah yakin’.

Ali bin Abi Thalib memberikan penggambaran yang detil tentang sifat-sifat Allah yang membuat para filsuf menjadikan ucapan-ucapannya sebagai bahan kajian yang dapat membuka pembahasan lebih luas. Tanpa ucapan-ucapan Ali pembahasan sifat ilahi para pembahas dapat tersesat karena ucapan beliau bersumber dari hidayah rabbani.

Beliau berkata, ‘Kesempurnaan tauhid dan pengesaan Allah adalah ikhlas kepada-Nya. Kesempurnaan keikhlasan kepada Allah swt adalah menafikan sifat dari-Nya. Hal itu dikarenakan setiap sifat pasti bukan zat yang disifati dan setiap zat yang disifati pasti bukan sifat. Oleh karenanya, barang siapa yang menyifati Allah swt berarti ia telah menjadikan teman bagi-Nya. Dan barang siapa yang berpikir bahwa Allah memiliki teman itu berarti ia telah menduakan-Nya. Barang siapa yang menduakan-Nya berarti ia telah membagi-Nya. Dan barang siapa yang membagi-Nya berarti ia tidak mengerti tentang-Nya. Dan barang siapa yang tidak mengetahui-Nya berarti ia telah menunjukkan-Nya. Barang siapa yang menunjuki-Nya berarti ia telah membatasi-Nya. Dan barang siapa yang membatasi-Nya berarti telah menganggap-Nya berbilang. Allah ada tanpa diciptakan, wujud-Nya tidak diperoleh setelah sebelumnya tidak ada. Allah senantiasa bersama dengan segala sesuatu tapi tidak menemani mereka dan tidak bersama segala sesuatu tapi tidak sirna.

Ali bin Abi Thalib berargumentasi tentang keesaan Allah dengan ucapannya, ‘Ketahuilah wahai anakku, Seandainya Allah memiliki sekutu niscaya utusannya telah mendatangimu dan engkau akan melihat bekas-bekas kerajaan dan kekuasannya. Ketahuilah wahai anakku, tidak ada seseorang pun yang memberikan kabar berita tentang Allah swt sebagaimana kabar berita yang dibawakan oleh Rasulullah saw maka relakanlah ia menjadi penuntunmu’.

Ali bin Abi Thalib memerikan keadilan Allah swt dengan ucapannya, ‘Keadilan membuat Allah tidak berbuat kezaliman kepada hamba-Nya dan berbuat keadilan terhadap semua makhluk-Nya. Allah berbuat keadilan kepada semua makhluk-Nya dalam hukum dan menghukumi segala sesuatunya dengan keadilan. Ali kebudian berkata, ‘Sesungguhnya Allah tidak memerintahkanmu kecuali ada kebaikan dibaliknya dan tidak akan melarangmu kecuali ada kejelekan dibalik larangannya. Hukum-Nya satu tidak pilih kasih baik untuk penghuni langit atau bumi. Allah tidak akan memasukkan seseorang ke dalam surga karena perbuatan yang membuatnya seharusnya berada di neraka’.

Mengenal Kepemimpinan Ilahi (Kenabian dan Imamah)
Hidayah ilahi yang disebut dengan kepemimpinan orang-orang yang diberi hidayah. Orang-orang yang dipilih oleh Allah untuk memberi petunjuk kepada hamba-hamba Allah adalah sunnatullah yang senantiasa ada bagi makhluk-Nya. Allah membekali mereka dengan akal, ilmu dan mempersenjatai mereka dengan iradah dan kehendak.

Sunnatullah yang berlaku kepada manusia ini dimulai dengan pemilihan Adam AS. sebagai sebaik-baik makhluk-Nya. Ali bin Abi Thalib berkata, ‘Allah swt kemudian menurunkan Adam ke bumi setelah ia bertaubat agar ia memakmurkan dunia dengan anak keturunannya sekaligus menegakkan bukti Allah kepada hamba-Nya. Allah tidak akan membiarkan mereka dalam kekosongan setelah memilih mereka dan menegaskan kepada makhluk-Nya akan bukti rububiah-Nya yang menjadi perantara antara makhluk-Nya dan pengetahuannya. Bahkan Allah swt telah mengadakan perjanjian dengan mereka lewat lisan manusia-manusia pilihan-Nya dari para Nabi dan mereka yang bertanggung jawab membawa amanat risalah-Nya dari abad ke abad. Allah meletakkan amanat tersebut kepada sebaik-baik orang yang mampu menjaga amanat-Nya. Keturunan-keturunan mulia inilah yang memegang amanat tersebut yang berpindah dari rahim yang suci ke rahim suci lainnya. Semua ini bak rantai yang tak berputus hingga sampai pada keturunan terakhir mereka Muhammad saw. Keturunan termulia dari tambang ilmu dan keutamaan. Keturunan yang lahir dari pohon di mana para Nabi Allah berasal dari sana begitu juga mereka para pembawa amanat ilahi’.

Ali bin Abi Thalib menyifati kezuhudan para Nabi, keberanian, kerendahan hati dan bagaimana Allah melindungi dan mendidik mereka sekaligus menguji dan memberi cobaan kepada mereka dalam perjuangan di jalan Allah. Ali juga menjelaskan kewajiban-kewajiban para Nabi yang dapat dilihat dalam masalah tablig dan dakwah kepada Allah swt, memberi kabar gembira dan ancaman, menegakkan hukum Allah di bumi, memberi petunjuk manusia dengan mengeluarkan mereka dari kebodohan dan kesesatan dan berjuang menghadapi musuh-musuh Allah.

Jalan yang telah dipersiapkan Allah untuk memberikan petunjuk manusia akan berlangsung secara berkesinambungan hingga hari kiamat. Oleh karenanya, bumi tidak akan pernah kosong dari bukti Allah; baik itu tampak dan diketahui banyak orang atau tersembunyi. Karena yang terpenting adalah bagaimana bukti Allah tetap ada di muka bumi dan tidak lenyap. Ketika kenabian telah berakhir dengan Nabi Muhammad saw, maka perintah pemberian petunjuk berpindah kepada keluarganya yang dikenal sebagai keluarga terbaik. Orang-orang yang bilsa berbicara pasti dilakukan dengan kejujuran dan bila berdiam diri tidak didahului. Mereka berasal dari pohon kenabian, dilingkupi oleh risalah kenabian, tempat lalu lalang para malaikat, tambang ilmu pengetahuan dan sumber kebijakan. Mereka orang-orang yang memiliki posisi yang mulia di sisi Allah. Dengan keberadaan mereka Allah swt menjaga bukti-bukti dan hujjah-Nya. Al-Quran dapat diketahui karena mereka dan dengan Al-Quran mereka dapat dikenal, pada mereka kemuliaan Al-Quran tersimpan dan khazanah kasih sayang Allah dan mereka orang-orang yang disebut dalam Al-Quran Ar-Rasikhun bil ‘Ilm (orang-orang yang menyatu dengan ilmu tentang Al-Quran). Kesabaran mereka akan menjelaskan seberapa luas ilmu yang dimiliki, bentuk dan perilaku lahiriah mereka akan menunjukkan batin mereka dan diamnya mereka menandakan kebijakan berpikir dan bertutur. Mereka tidak pernah menentang kebenaran dan tidak pernah berselisih dalam hal kebenaran. Mereka adalah tiang-tiang penguat agama dan bak sahabat karib yang menjaga agama. Dengan keberadaan mereka niscaya kebenaran kembali pada takarannya dan kebatilan akan sirna dan lenyap dari tempatnya. Mereka adalah asas agama dan pokok keyakinan. Orang yang telah melampaui batas akan menyesuaikan dirinya dengan menjadikan mereka sebagai tolok ukur dan orang yang tertinggal dapat menyesuaikan diri dengan menjadikan mereka sebagai patokan. Mereka memiliki kekhususan-kekhususan tertentu seperti hak memiliki wilayah (kepemimpinan) dan wasiat serta warisan Nabi tentang kepemimpinan adalah untuk mereka.

Ali bin Abi Thalib menegaskan kedudukan dan posisi Ahli Bayt AS. selaku pemimpin baik dalam bidang pemikiran maupun dalam bidang politik. Ali berusaha mendekatkan kepemimpinan yang terlanjur dijauhkan dari pemiliknya yang semestinya setelah ditentukan oleh Nabi Muhammad saw. Beliau mengkritik cara pandang dan kebijakan para khalifah sebelum dirinya baik secara global maupun detil. Sekalipun dengan kritik itu beliau telah merelakan, secara terpaksa, haknya sebagai khalifah dan berusaha mengajukan ide-ide murni yang bersumber dari Nabi tentang kepemimpinan setelah Rasulullah saw. Ali tetap berjuang untuk merealisasikan kebenaran dengan cara dan metode yang bijak dan sesuai dengan kondisi kritis yang sedang dialami negara dan umat Islam pada waktu itu. Beliau mampu mengajukan teori dan sistem yang sempurna dan menyiapkan sejumlah kader untuk menerapkannya ketika kondisi memungkinkan untuk itu.

Mengenal Imam Mahdi a.f.
Kajian tentang masalah Imam Mahdi afs. terpengaruh perhatian yang diberikan kepada Al-Quran dan Nabi Muhammad saw. Ali bin Abi Thalib AS. sekalipun dalam kondisi yang sulit di mana masyarakat Islam yang baru dan belum stabil masih tetap memberikan perhatian yang cukup tentang masalah Imam Mahdi AF. Beliau berkata, ‘Ketahuilah bahwa pada suatu hari –dan hari itu akan datang sekalipun kalian tidak mengetahuinya kapan- di mana seorang pemimpin akan muncul dan bukan dari keluarga pemimpin yang ada sekarang. Ia akan menghukumi para pejabat pemerintahan sesuai dengan perbuatan buruk mereka. Bumi akan mengeluarkan barang tambangnya demi sang pemimpin. Ia akan menunjukkan bagaimana cara menjalankan roda pemerintahan dengan adil kepada kalian. Al-Quran dan Sunah Nabi yang sampai sebelum munculnya dipinggirkan dan tidak dipergunakan sebagaimana mestinya akan dihidupkan kembali olehnya’.

Ucapan Ali bin Abi Thalib tentang Imam Mahdi AF. Adalah cara pandang yang detil dan pasti serta memberikan penerangan yang jelas mengenai tanda-tanda kemunculannya. Kemunculannya akan terlihat pada revolusi global yang kemudian memberikan kesempatan kembali kepada Islam memainkan peranannya di dunia Islam dan bahkan untuk manusia dan kemanusiaan. Ali tentang pemimpin revolusi global ini berkata, ‘Oleh Imam Mahdi AF. segala keinginan yang ada akan diikutkan sesuai dengan petunjuk wahyu setelah sebelumnya masyarakat menjadikan hidayah dan petunjuk senantiasa mengikuti hawa nafsunya. Masyarakat dengan segala macam teori yang ada dipaksakan kepada Al-Quran dan Al-Quran hanya dipakai sebagai bahan justifikasi pendapat mereka sementara Imam Mahdi AF. berusaha agar semua teori dan pandangan yang ada malah mengikuti Al-Quran dan bukan sebaliknya’.

Sebuah yayasan yang bernama Muassasah Nahjul Balaghah telah berhasil mengumpulkan hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib tentang Imam Mahdi afs. Hadis-hadis tersebut telah terkumpul dalam satu volume dan hadis yang terkumpul sebanyak 291 hadis. Empat belas hadis berbicara tentang nama, sifat-sifat dan nama panggilan dari Imam Mahdi. Tujuh puluh tujuh hadis menjelaskan tentang keturunan Imam Mahdi AF. bahwa ia berasal dari keturunan Quraisy, Bani Hasyim, Ahli Bayt dan dari keturunan Ali bin Abi Thalib sendiri. Ia adalah keturunan dari Fathimah Az-Zahra a.s. juga keturunan dari Imam Husein a.s. dan salah satu imam kedua belas. Empat puluh lima hadis berhubungan dengan Imam Mahdi afs. dalam Al-Quran, Nahjul Balaghah dan syair yang diucapkan oleh Ali bin Abi Thalib. Dua puluh tiga hadis berbicara tentang para penolong Imam Mahdi afs. dan riwayat-riwayat yang menyinggung tentang pemimpin. Dua belas hadis bercerita tentang masalah keluarga Sufyan dan Dajjal. Dua puluh enam hadis menjelaskan tentang kegaiban Imam Mahdi afs. dan ujian serta cobaan orang-orang Syi’ah semasa kegaiban Imam Mahdi dan keutamaan melakukan penantian kemunculan Imam Mahdi afs. Tujuh puluh lima hadis menceritakan tentang fitnah sebelum kemunculan Imam Mahdi afs. tanda-tanda kemunculannya, apa yang akan diperbuat dan akan terjadi setelah kemunculan Imam Mahdi afs. masalah hewan-hewan berkaki empat di bumi serta Ya’juj dan Ma’juj. Sembilan belas hadis berkaitan dengan keutamaan masjid Kufah dan akan keluarnya seorang dari Ahli Bayt dengan orang-orang dari timur yang membawa pedang di pundaknya selama delapan bulan sehingga orang-orang berkata, ‘Demi Allah! Orang ini dari keturunan Fathimah. Kemudian ia menjelaskan pemerintahan di muka bumi dengan munculnya Imam Mahdi afs. bagaimana ia memerintah dan terakhir bagaimana agama ditutup dengannya.

Ali bin Abi Thalib berkata, ‘Wahai Kumail! Ilmu yang ada ini akulah pembukanya sementara rahasia yang ada diakhiri oleh Al-Mahdi afs. Wahai Kumail! Kalian perlu memperhatikan masa lalu kalian dan kami yang akan menang dibanding kalian’.

Agama dibuka dan ditutup dengan kami. Karena kami orang-orang selamat dari kesesatan yang ditimbulkan oleh fitnah sebagaimana mereka telah diselamatkan dari kesesatan syirik. Allah swt mendekatkan hati kaum muslimin berkat kami setelah permusuhan yang ditimbulkan oleh fitnah sebagaimana hati dan agama mereka telah didekatkan setelah permusuhan yang berlandaskan kesyirikan’. Seandainya pemimpin kami, Al-Mahdi, telah muncul niscaya langit akan mengucurkan hujan dan bumi akan menumbuhkan tanaman. Permusuhan akan hilang dari hati manusia. Binatang-binatang liar akan menjadi jinak sehingga seorang wanita berjalan dari Irak hingga ke Syam dengan aman. Ia hanya meletakkan kakinya di atas tumbuh-tumbuhan dan perhiasan yang berada di atas kepalanya tetap karena binatang-binaang buas tidak mengganggu dan tidak menakuti-nakutinya’.

Mengenal Pemerintahan Islam: Filsafat dan Prinsip
Ali telah mengajukan bentuk praktis dalam pemerintahan Islam sepeninggal Rasulullah saw. Bentuk praktis ini digandengkan dengan teori paripurna yang sesuai dengan berbagai dimensi kehidupan yang ditunjukkan dengan surat dan perjanjiannya yang terkenal kepada Malik Al-Asytar ketika diangkat menjadi gubernur Mesir. Para sosiolog begitu menaruh perhatian terhadap surat ini dan memberikan komentar, penjelasan dan membandingkannya dengan sistem sosial pemerintahan lain. Teks ini termasuk salah satu dalil bagi keindahannya dan dengan ini mazhab Ahlul Bait berbeda dengan semua aliran yang ada yang membawa nama Islam dan kekhalifahan Islam. Sebagai tambahan dari teks yang luar biasa ini dapat ditemukan di Nahjul Balaghah dan buku-buku lainnya yang sampai kepada para ulama, teks ini juga dapat membantu untuk memahami dan menyingkap ide dan pemikiran Ali bin Abi Thalib dan pandangan Islam tentang filsafat pemerintahan dan sistemnya baik prinsip maupun cabang masalahnya. Untuk itu ada baiknya untuk melihat secara ringkas pandangan tersebut.

Ali bin Abi Thalib telah menegaskan bahwa pemerintahan adalah merupakan keharusan sosial manusia dengan ucapannya, ‘Masyarakat, apapun itu, membutuhkan pemimpin; baik atau buruk. Sementara Imamah adalah sistem umat’. Beliau juga kemudian menjelaskan bahwa pemerintahan adalah pengenalan terhadap kehidupan itu sendiri, ‘Kekuasaan menampakkan kekhususan yang baik sebagaimana terkadang memunculkan keburukan’.

Beliau menjelaskan bahwa pemerintahan dan kekuasaan adalah sesuatu yang bakal lenyap. Oleh karenanya, jangan sampai tertipu olehnya. Beliau berkata, ‘Negara, sebagaimana dia diterima juga ditolak’. Kemudian beliau memberikan pandangan pemerintahan yang baik dan memberikan manfaat bahwa pemerintahan yang patut dicontoh adalah yang memiliki nilai dan layak untuk dipersiapkan dan dibuat rencana masa depannya.

Garis-garis besar sistem pemerintahan Islam dan fungsi negara percontohan Islam sebagai berikut:
Membudayakan dan mendidik umat.
Menegakkan keadilan.
Mengayomi agama.
Menegakkan supremasi hukum.
Mendidik masyarakat.
Bersungguh-sungguh dalam memperbaiki (nasihat) dan penyampaiannya.
Menyiapkan dan memperbaiki kebutuhan hidup masyarakat.
Melindungi dan membela kemerdekaan dan kemuliaan umat.
Mengamankan stabilitas dalam negeri.
Menolong kaum lemah.
Membantu orang tertindas.
Perhatian lebih pada pembangunan.
Sementara syarat-syarat penguasa yang patut dicontoh hendaknya ia memiliki sifat-sifat yang dipandang penting dalam menguatkan dan menstabilkan negara. Secara ringkas syarat-syarat pemimpin sebagai berikut:
Menolong dan membantu kebenaran.
Memahami permasalahan yang dihadapi.
Pengetahuan yang luas.
Keberanian dalam menegakkan kebenaran.
Memiliki niat yang baik.
Berbuat baik kepada rakyat.
Memiliki rasa harga diri yang tinggi.
Berbuat adil tanpa pandang bulu.
Kemampuan manajemen dan ekonomi.
Kejujuran.
Kelemahlembutan.
Sabar.
Melindungi dan membela agama.
Warak.
Dipercaya dan bertanggung jawab.
Sadar.
Mengeluarkan undang-undang yang mampu dilakukan oleh masyarakat.
Tidak membohongi masyarakat dengan alasan kekuasaan.
Pembagian kerja yang benar dan penunjukan tanggung jawab sesuai dengan kemampuannya.
Usaha keras dan kedermawanan namun tidak menghambur-hamburkan kekayaan negara secara royal.
Ungkapan Ali bin Abi Thalib penuh dengan sebab-sebab yang dapat meruntuhkan sebuah negara sekaligus juga mewanti-wanti para penguasa, pejabat dan para wali kota untuk berhati-hati agar tidak terjerumus ke dalamnya. Secara ringkas beberapa sebab yang dapat meruntuhkan sebuah negara:
Kebodohan
Pemaksaan pendapat dan enggan bermusyawarah.
Mengikuti hawa nafsu.
Berjumlahnya pusat kekuatan.
Percaya pada kebatilan dan memandang remeh agama.
Bertindak sewenang-wenang.
Sombong dan bangga atas dirinya.
Tidak berbuat baik.
Menyia-nyiakan potensi dan kekayaan negara.
Lupa diri.
Balas dendam.
Manajemen yang korup.
Jarang belajar dari pengalaman.
Sering berbuat kesalahan.
Menghancurkan pilar-pilar pemerintah.
Menempatkan orang-orang yang tidak kompeten pada jabatan tertentu. Ali bin Abi Thalib berkata: “Mendudukkan orang-orang tidak kompeten pada jabatan-jabatan pemerintahan akan membuat negara tidak dipercaya, bahkan runtuh”.
Pengkhianatan. Ali bin Abi Thalib berkata: “Bila terjadi pengkhianatan, berkah dalam kehidupan akan sirna. Barang siapa yang menterinya melakukan pengkhianatan, manajemen pemerintahannya akan korup”.
Kelemahan dalam politik. Ali bin Abi Thalib berkata: “Bahaya yang senantiasa mengintai para pemimpin adalah kelemahan dalam berpolitik. Bahaya orang yang kuat adalah kelemahan dalam menahan marah. Barang siapa yang terlambat mengatur sesuatu, sungguh ia sedang mendahulukan kehancurannya”.
Perilaku buruk. Ali bin Abi Thalib berkata: “Bahaya yang senantiasa mengintai para penguasa adalah perilaku buruk”.
Lemahnya para pejabat dan wali kota.
Lemahnya dukungan masyarakat pada penguasa. Ali bin Abi Thalib berkata: “Ancaman bagi suatu pemerintahan adalah lemahnya dukungan”.
Prasangka buruk terhadap orang yang menasihati merupakan tanda kehancuran sebuah pemerintahan.
Ketamakan pemimpin akan kelezatan dunia. Ali bin Abi Thalib berkata: “Seorang pemimpin adalah orang yang tidak mencari muka, tidak menipu dan tidak ditipu oleh ketamakan”. Ia menambahkan: “Ketamakan merendahkan seorang pemimpin”.
Instabilitas sosial-politik.

Mengenal Ibadah dan Tanggung Jawab Ali
Ali bin Abi Thalib berkata, ‘Sesungguhnya Allah swt mewajibkan kepada kalian sejumlah kewajiban maka jangan kalian sia-siakan itu. Allah telah memberikan batasan-batasan kepada kalian maka jangan kalian langgar itu. Allah telah melarang kalian dari beberapa perkara maka jangan kalian terjang larangan itu. Allah tidak memberikan perintah kepada kalian tentang banyak hal dan itu bukan karena lupa, maka jangan kalian memaksakan diri. Allah tidak pernah memerintahkan kalian akan satu perkara melainkan atas dasar kebaikan yang dikandungnya dan tidak melarang kalian akan satu perkara melainkan atas dasar kejelekan dan keburukan yang dikandungnya’.

Ali bin Abi Thalib berkata, ‘Seyogianya engkau menjaga segala sesuatu yang bila engkau menyia-siakannya engkau tidak bakal diampuni’. Ali bin Abi Thalib berkata, ‘Hal pertama yang diwajibkan oleh Allah kepada kalian adalah menyukuri nikmat-Nya dan mencari keridaan-Nya. Sangat beruntung orang yang senantiasa menjaga ketaatannya kepada Tuhannya. Orang-orang yang bercepat-cepat melakukan ketaatan dan mendahului orang lain melakukan perbuatan baik. Bila kalian tidak melakukannya maka itu berarti kalian tidak melakukan perintah-perintah dan kewajiban-kewajiban Allah swt. Tidak diperkenankan seorang mendekati Allah dengan ibadah-ibadah sunah sementara ia masih disibukkan dengan ibadah-ibadah wajib. Tidak ada ibadah yang nilainya menyamai pelaksanaan kewajiban’. Ali bin Abi Thalib juga sangat memperhatikan penjelasan tentang filsafat sejumlah dari syariat dan hukum Islam. Beliau berkata, ‘Allah swt mewajibkan iman untuk menyucikan manusia dari syirik. Salat untuk menyucikan manusia dari kesombongan, zakat untuk menambah rezeki, puasa untuk menguji keikhlasan seorang hamba, haji untuk menguatkan agama, jihad untuk kemuliaan Islam, amar makruf untuk kebaikan dan kemaslahatan masyarakat awam, nahi mungkar untuk mencegah orang-orang bodoh berlaku tanpa petunjuk, silaturahmi memanjangkan umur, qisas untuk mencegah pertumpahan darah tanpa sebab, menegakkan hukum pidana untuk memuliakan hukum (hal-hal yang haram), meninggalkan minuman keras dan memabukkan untuk menjaga akal, menjauhi perbuatan mencuri untuk menambah kemuliaan, meninggalkan zina untuk menjaga keturunan, meninggalkan liwat (perilaku seks sesama jenis) untuk memperbanyak keturunan, syahadah (martir) untuk menunjukkan kepada para pengingkar, meninggalkan dusta untuk memuliakan kejujuran, Islam memberikan keamanan kepada seseorang dari ketakutan, imamah sebagai sebuah sistem pemerintahan untuk umat dan ketaatan untuk menghormati imamah’.

Ali bin Abi Thalib berkata, ‘Zakatnya badan adalah jihad dan puasa dan orang yang melakukan ziarah kepada Ka’bah akan aman dari azab Allah swt’.

Dan Ali bin Abi Thalib berkata, ‘Laksanakan amar makruf engkau akan menjadi orang yang berbuat baik, jauhi dan larang perbuatan mungkar dan jelek dengan tangan dan lidah. Pisahkan perilaku keduanya dengan usaha yang yang sungguh-sungguh dari mu. Tujuan agama adalah amar makruf dan nahi mungkar serta menegakkan supremasi hukum. Jihad adalah tiang agama dan cara untuk selamat. Barang siapa yang melakukan jihad dengan menegakkan kebenaran akan berhasil. Mereka yang berjihad akan terbuka untuk mereka pintu-pintu langit. Balasan dan pahala orang berjihad adalah yang paling agung dan mulia’.

Mengenal Akhlak dan Pendidikan Ali
Ali bin Abi Thalib sangat mementingkan pendidikan masyarakat dan berusaha untuk mengobati penyimpangan akhlak yang terjadi dalam diri manusia yang berakar yang sangat dalam. Ia menyebutkan obat paling penting dan asasi demikian: “Ketahuilah, sesungguhnya cinta dunia adalah pokok segala kesalahan”. Ali a.s. menjelaskan sebab utama dari cinta dunia ketika menerangkan sebab-sebab persekongkolan untuk membuangkan prinsip-prinsip Nabi saw. oleh para khalifah. Rahasia saat mereka merampok kepemimpinan darinya padahal mereka tahu benar akan banyaknya teks-teks hadis Nabi saw. yang menyebutkan bahwa kepemimpinan setelah beliau berada di tangan Ali bin Abi Thalib. Ali berkata, ‘Tidak, mereka telah mendengar hadis-hadis tentang kepemimpinanku dan sadar akan keberadaannya, akan tetapi keindahan dunia telah menghiasi mata mereka.

Akibat dari kecintaan yang sangat adalah manusia akan mempergunakan segala macam cara untuk mencapai tujuannya. Kecintaan terhadap sesuatu sering membuat sang pencinta menjadi buta dan tuli. Oleh karenanya, para khalifah mencari-cari alasan dengan segala macam cara sebagai pembenaran kelayakan mereka sebagai khalifah. Alasan-alasan inilah yang dibantah dengan sangat kuat dan indah oleh Ali bin Abi Thalib. Akan tetapi mereka tetap bersikeras untuk tetap melakukan apa yang sudah mereka rencanakan sebelumnya berhadapan dengan sikap Ali. Dan bila ditanyakan kepada Ali tentang obat paling manjur untuk mengobat penyakit yang telah menghunjam dalam peyimpangannya, beliau pasti akan berkata bahwa obatnya adalah sebagaimana yang disebutkannya secara detil tentang orang yang bertakwa (muttakin) dalam salah satu khotbahnya yang terkenal dengan sebutan khotbah Hammam (nama salah seorang sahabatnya yang bertanya tentang sifat mukmin). Ali menjelaskan rahasia bagaimana orang-orang muttakin bisa sampai kepada derajat kesempurnaan yang demikian karena ketakwaan. Beliau berkata, ‘Allah swt sebagai pencipta agung di mata dan jiwa mereka sementara mereka memandang selain-Nya adalah kecil’. Demikianlah sebuah makrifat hakiki tentang Allah yang menjadi sebab bagaimana dunia bisa rendah dan kecil di mata orang-orang muttakin. Bila dunia telah kecil dan rendah di mata mereka maka dunia tidak bisa menjadi tujuan dan tidak akan dikejar secara sungguh-sungguh untuk dapat memilikinya. Bahkan yang terjadi adalah mereka tidak rakus untuk memiliki dunia sebagaimana Ali bin Abi Thalib tidak tamak akan dunia. Beliau menerima untuk tidak menjadi khalifah ketika Quraisy memaksanya untuk meninggalkan dan berlepas tangan dari kekhalifahan dengan ucapanya, ‘Kekhalifahan telah membuat orang-orang menjadi egois dan jiwa menjadi kikir sementara untuk sebagian orang lain jiwa mereka menjadi celaka. Hakim adalah Allah swt dan janji yang disampaikan akan ditemui di hari kiamat’.

Dari sini dalam masyarakat Islam ada dua kelompok akhlak dan moral yang berbeda bahkan saling bertentangan; moral yang dipraktekkan oleh Ali bin Abi Thalib menjauhkan politik machiaveli dan moral yang lain dipraktekkan oleh para khalifah yang meyakini pembenaran capaian tujuan dengan segala macam cara. Tampak bagaimana dalam asalah kekhalifahan Ali lebih memilih zuhd dan meninggalkannya sementara selainnya begitu rakus dan tamak meraih dan merebutnya dari tangan orang yang berhak.

Mengenal Doa dan Munajat Ali
Sebagaimana para imam yang lain, Ali bin Abi Thalib juga memberikan perhatian yang besar tentang doa dan munajat. Tentunya, setelah Al-Quran membuka masalah ini dengan berbicara kepada Rasulullah saw. Allah swt. Berfirman: “Katakanlah, Tuhanku tidak akan mengindahkan kalian bila tidak karena doa yang kalian panjatkan”.

Ali bin Abi Thalib menjelaskan arti-penting doa lewat teks-teks yang diriwayatkan darinya, di samping perilaku beliau sendiri. Ali bin Abi Thalib berkata: “Doa adalah senjata para wali Allah”.

Nahjul Balaghah sendiri memuat doa-doa yang bernilai tinggi di berbagai bidang. Doa-doa Ali a.s. dikumpulkan dalam sebuah kitab yang dikenal dengan nama Shahifah Alawiyah. Di antara doa-doa pilihan adalah doa Kumail, doa Shabah dan munajat Sya’baniyah. Berikut ini beberapa penggalan dari munajat puitis yang diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib:
Segala puji atas-Mu, wahai pemilik derma, kebesaran dan keluhuran
Berkah-Mu sampai kepada siapa yang diinginkan atau tidak
Tuhanku, penciptaku, pelindungku dan harapan perlindunganku
Aku akan memohon kepada-Mu meski aku sulit atau senang
Tuhan!
Bila dosa-dosaku besar dan banyak
Ampunan-Mu lebih besar dan luas
Tuhan!
Andai kuikuti semua keinginanku
Kini aku di taman penyesalan mengapa kulakukan semua itu?
Tuhan!
Engkau melihat keadaanku, kefakiranku dan kebingunganku
Engkau mendengar munajatku sekalipun kupelankan suaraku
Tuhan!
Jangan Engkau putuskan harapan yang kutambatkan pada-Mu
Jangan biarkan putus asaku karena harapanku hanyalah Engkau
Tuhan!
Bbila Engkau putuskan harapanku dan mengusirku dari-Mu
Kepada siapa kuberharap dan kepada siapa kupinta syafaat
Tuhan!
Bebaskan aku dari azab-Mu karena sesungguhnya
Aku terpenjara dan rendah
Aku tunduk dan takut kepada-Mu
Tuhan!
Bila Engkau menyiksaku selama ribuan tahun
Aku tahu bahwa benang harapan dari-Mu tak akan terputus
Tuhanku!
Bila Engkau hanya mengampuni orang-orang baik
Siapa yang akan memaafkan orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya?
Tuhan!
Orang yang merindukan-Mu
Melewatkan malam-malamnya tanpa tidur
Memohon dan bermunajat hingga pagi lupa melaksanakan salat subuh

Mengenal Sastra Ali
Nahjul Balaghah dan kitab-kitab lainnya yang ditulis untuk melestarikan khazanah intelektual Ali bin Abi Thalib dapat dijumpai secara mudah. Bahkan khazanah ini dikemas dalam bentuk sedemikian puitis tanpa merusak kaidah-kaidah syair Arab. Keindahan dan keunggulan ini membuat orang sadar akan nilai dan pribadi Ali bin Abi Thalib, dalam pidato, surat, kata-kata mutiaranya, dan dalam puisi dan sastra Arab. Tidak berlebihan bila dikatakan, sebagaimana penilaian para ahli sastra, bahwa sastra Ali bin Abi Thalib a.s adalah sastra terbaik yang pernah dikenal oleh sejarah dari sisi kaidah, kedalaman dan pesan-pesan yang dikandungnya.

Berikut ini adalah beberapa contoh dari syair Ali bin Abi Thalib dalam beberapa tema, tentunya setelah dapat dipastikan bahwa syair-syiar ini tercatat dalam diwan (koleksium syair) yang dinisbatkan kepadanya. Ini diperkuat oleh sebagian ahli sejarah yang memberikan kesaksian dan mengutip bait-bait syairnya.

Ali bin Abi Thalib a.s. mengucapkan melantunkan syiar untuk mengenang kematian sang ayah tercinta:
Abu Thalib pelindung para penuntut lindungan
Bak hujan curah, bak cahaya di kegelapan
Kepergianmu tlah merusak rantai pelindung
Dari Allah Pemberi nikmat salawat atasmu
Tuhanmu restui perbuatanmu
Paman terbaik bagi Musthafa

Al-Jahizh Al-Baladzari menuturkan: “Ali bin Abi Thalib adalah sahabat Nabi yang paling pandai dan fasih merangkai syair, orator yang tak tertandingi, dan terutama dalam seni tulis. Pada hari Ghadir Khum, Ali pernah melantunkan syair demikian:
Rasul menolong kami kala mereka berselisih dan bermusuhan
Kaum muslimin yang sadar kembali padanya
Kami arahkan mereka yang sesat demi hormai Rasul
Kala mereka belum melihat jalan dan petunjuk yang benar
Kala Rasul membawa hidayah, kami semua
Senantiasa menaati Allah, kebenaran dan takwa

Dalam Tadzkirah Al-Khawash, Sibth bin Al-Jauzi meriwayatkan bahwa Ali bin Abi Thalib a.s. bersyair:
Tamak akan dunia memaksa orang untuk mengaturnya
Bagimu kejernihan dunia telah dikeruhkan
Mereka tak temukan rezeki dunia dengan akal
Mereka temukan rezeki dengan takaran
Bahkan dengan kekuatan atau perang
Bak burung pemburu temukan rezeki burung gereja

Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib a.s.:
Penyakitmu ada pada dirimu sendiri, sayang tak sadar
Obatnya pun dari dirimu sendiri, sayang tak tak peduli
Akankah kau anggap dirimu sebongkah kecil
Kala rahasia alam besar dalam dirimu


Salawat dan salam atasmu, wahai ayah Hasan dan Husein!
Wahai penghulu sastrawan!

Salam atasmu pada hari kelahiran, hari keimanan, hari perjuangan, hari kesabaran, hari ketika engkau menempatkan hukum di atas segala-galanya, hari ketika engkau syahid dengan penuh kesabaran, dan hari ketika engkau dibangkitkan kembali, hari di mana engkau menuntun para pecintamu menuju telaga kautsar sampai surga na’im!

(Al-Kisah/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: