Ajaran Aswaja (Sunni) ada miripnya dengan Wahabi dan Syiah dan sebaliknya. Tetapi kenapa Wahabi membuat isu seakan-akan di dunia ini cuma ada Wahabi dan Syiah? Kenapa di hadapan kaum Syiah, Wahabi selalu memakai nama Sunni? Wahabi Sedang ber-taqiyah?
Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab, MA lahir di Rappang, Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan, 16 Februari 1944 adalah seorang cendekiawan muslim dalam ilmu-ilmu Al Qur’an dan mantan Menteri Agama pada Kabinet Pembangunan VII (1998).
Beliau (semoga Allah melindunginya dan keluarganya) adalah seorang ahli tafsir yang pendidik. Keahliannya dalam bidang tafsir tersebut untuk diabdikan dalam bidang pendidikan. Kedudukannya sebagai Pembantu Rektor, Rektor, Menteri Agama, Ketua MUI, Staf Ahli Mendikbud, Anggota Badan Pertimbangan Pendidikan, menulis karya ilmiah, dan ceramah amat erat kaitannya dengan kegiatan pendidikan.
Dengan kata lain bahwa ia adalah seorang ulama yang memanfaatkan keahliannya untuk mendidik umat. Hal ini ia lakukan pula melalui sikap dan kepribadiannya yang penuh dengan sikap dan sifatnya yang patut diteladani. Ia memiliki sifat-sifat sebagai guru atau pendidik yang patut diteladani. Penampilannya yang sederhana, tawadlu, sayang kepada semua orang, jujur, amanah, dan tegas dalam prinsip adalah merupakan bagian dari sikap yang seharusnya dimiliki seorang guru.
Namun sayang, ketika belakangan ini di tanah air mulai marak isu-isu sekterian Sunni- Syiah yang merupakan imbas dari konflik di Timur Tengah, beliau pun tidak luput dari tudingan-tudingan miring. Oleh kaum Takfiri, beliau disebut Syiah. Benarkah?
Team Liputan Islam mengutip wawancara beliau dengan Republika, yang telah dipublikasikan bulan lalu. Beliau menegaskan dengan sejelas-jelasnya bahwa tuduhan itu tidaklah benar.
“Nabi SAW saja difitnah, apalagi cuma Quraish Shihab,”ujarnya sambil tertawa ringan. Quraish pun menantang orang-orang yang menyebutnya berpaham Syiah untuk membuktikan apakah prinsip-prinsip paham yang berkembang di Iran tersebut ada dalam karyanya.
Dia menjelaskan, prinsip Syiah sangat jelas seperti percaya kepada imamah. Tak hanya itu, terdapat ritual khas yang kerap dijalankan penganut syiah seperti shalat di batu Karbala dan menangguhkan puasa.
“Orang-orang yang menuding saya Syiah, apakah pernah melihat saya shalat di atas batu Karbala? Apakah, ketika Ramadhan, pernah melihat saya tangguhkan buka puasa 10 hingga 15 menit, sebagaimana kayakinan Syiah.”
Meski demikian, Quraish mengaku mempelajari beberapa pendapat dari ulama sSyiah, bahkan Muktazilah. Menurutnya, semua itu dilakukan demi mempelajari keragaman yang merupakan kekayaan intelektual umat Islam.
“Jika pendapat ulama Syiah, ada yang saya ambil, bahkan Muktazilah, karena keragaman itu kita pelajari,”jelasnya. Quraish pun menegaskan penghormatannya kepada para sahabat Rasulullah SAW, termasuk Abu Hurairah.
“Tanya semua mahasiswa saya bagaimana sikap saya kepada sahabat, terhadap Abu Hurairah. Saya kira tuduhan mereka salah,”ujar Direktur Pakar Pusat Studi Quran tersebut.(http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/14/02/17/n14ozl-quraish-shihab-jawab-tudingan-syiah)
Pergantian Predikat dari ‘Syiah’ Menjadi ‘Antek/ Pendukung Syiah’
Ketika tudingan bahwa Prof. Dr. Qurays Shihab adalah ‘Syiah’ dibantah langsung, kini tuduhan baru pun mulai menyebar luas. Oleh Kompas Islam, yang mengutip pernyataan dari KH Ma’ruf Amin dalam perbincangan dengan pengurus Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam (LPPI) Makassar, Muh Istiqamah, saat berkunjung ke rumah pribadi KH Ma’ruf Amin di Jakarta. KH Ma’ruf Amin menegaskan jika Prof Quraish Shihab sebagai pendukung sejati kelompok sesat Syi’ah.
(http://www.kompasislam.com/2014/03/13/mui-pusat-tegaskan-quraish-shihab-sebagai-pendukung-kelompok-sesat-syiah/#sthash.apLlY3Hv.dpuf)
Dalam artikel tersebut, Kompas Islam membuat berita yang sumbernya dari LPPI Makassar, tahukah siapa dan bagaimanakah LPPI Makassar?
LPPI Makassar Agen Penyebar Fitnah
Tahun 2012 silam, secara tidak sengaja yang berawal dari sebuah diskusi di jejaring sosial, terungkap fakta bahwa situs LPPI Makassar mendapatkan suntikan dana dari Arab Saudi, seperti yang diakui oleh Ilham Kadir, yang konon adalah Mahasiswa Pascasarjana UMI & Peneliti di Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam (LPPI) Indonesia bagian Timur. Ilham Kadir adalah seorang Takfiri kelas berat, salah satu pengelola LPPI Makassar, situs anti-Pancasila dan anti-NKRI yang beralamat di lppimakassar.com.
Menurut Islam Times, bermodal dari website tersbut, Kadir mencoba menyebar kebencian yang menurutnya adalah kebenaran tunggal dari Tuhan. Jiwa dan raganya terbakar melihat kebersamaan antara umat beragama terutama Sunni dan Syiah yang terus berusaha saling melakukan dialog demi terciptanya ukhuwah dalam kehidupan bernegara di NKRI. Karenanya dengan modal gaji hanya sebesar 2 juta dia rela menghancurkan harmonisasi Islam demi pernak-pernik hadiah dan pujian dari kerajaan diktator Saudi Arabia.
Dalam bincang-bincang dan debat dengan akun Laksmi Rajani di Facebook, Ilham Kadir mengakui kalau dirinya mendapatkan dana dari Duta Besar Wahabi Arab Saudi di Jakarta, hanya sekitar 2 juta rupiah perbulan. Dikatakannya, “Iya, berkat saya pengunjungnya bisa sebanyak itu per hari, gaji perbulan 2 juta dari dubes Arab Saudi di Jakarta sebenarnya tidak sepadan dengan yang saya lakukan,” ucapnya.
Melihat siapa yang mendanai LPPI Makassar yaitu Arab Saudi, rasanya tidak berlebihan jika LI menyangsikan kevalidan tuduhan tersebut. Sudah bukan rahasia lagi, Arab Saudi sangat gemar menghambur-hamburkan uangnya untuk membiayai segala macam bentuk perusakan terhadap Islam dan umat Islam dari dalam. Lihat saja Suriah, negara yang indah itu kini hancur akibat terorisme, yang dibiayai Arab Saudi. Situs-situs penyebar fitnah atas Suriah pun menjamur, dan siapa lagi penyandang dananya kalau bukan Saudi?
Sudah pernah dituliskan oleh saudara-saudara kami di situs-situs mereka, salah satunya adalah Islam Institute, bahwa sekarang ini muncul sebuah trend baru yang merebak di masyarakat, yaitu gemarnya kaum Wahabi memberikan predikat ‘Syiah’ kepada siapa saja yang tidak sepaham dengan mereka.
Dulu kaum wahabi sangat hobi bilang bid’ah dan syirik. Mereka dalam pembicaraannya, baik dalam khotbah-khotbah Jum’at atau di forum-forum resmi atau dalam percakapan keseharian mereka ujung-ujungnya selalu menuduh umat Islam selain golongannya sebagai ahlul bid’ah, sesat dan musyrik.
Tahlilan, Yasinan, do’a selamatan divonis bid’ah sesat dan masuk neraka. Ziarah kubur, tawassul, istighotsah dan tabarruk divonis sebagai amalan syirik, sehingga kaum muslimin selain golongannya yang melakukan ziarah kubur disebut kuburiyun, dan yang bertawassul, bertabarruk, dan beristighotsah disebutnya musyrikun.
Kemudian ustadz-ustadz Aswaja (yang merasa dituduh atau difitnah) tampil memberikan klarifikasi atas tuduhan-tuduhan keliru mereka, dengan cara mengajak dialog terbuka atau mudzakaroh terbuka. Di sinilah para ustadz Aswaja dengan elegan mengemukakan dalil-dalil shahih untuk membantah vonis-vonis keliru sehingga berefek fitnah.
Para ustadz Aswaja tampil unggul dalam hujjah sehingga para ustadz Wahabi selalu tergagap-gagap dalam menanggapi dalil-dalil yang dikemukakan Aswaja. Sederet nama ustadz Aswaja itu antara lain, Ustadz Muhammad Idrus Ramli, Buya Yahya, Tengku Zulkarnaen dan masih banyak lagi yang tidak terkenal.
Semenjak selalu kalahnya mereka dalam beradu hujjah, akhirnya mereka bisa dikatakan tidak berani lagi berdialog tentang persoalan isu-isu Bid’ah dan Syirik. Bisa dikatakan Wahabi itu sudah kalah dalil, tetapi kelihatannya mereka tidak mau sadar atas kekeliruannya. Dan sekarang rupanya mereka justru menjadi rajin mencari kambing hitam.Lalu siapa kambing hitamnya? Tidak lain adalah SYI’AH!
Misalnya kasus di Mesir, kini di sana jika ada seseorang yang tidak mendukung Presiden Mursi maka disebutnya sebagai Syiah. Jadi berapa juta kaum Syiah di Mesir, apakah 22 juta sejumlah rakyat yang turun di jalan-jalan di seluruh Mesir menuntut lengsernya presiden Mursi? Padahal Mayoritas rakyat Mesir adalah Aswaja, Syiah hanya kaum super minoritas sebagaimana halnya di Indonesia di mana kaum Syi’ah adalah kaum yang super minoritas tetapi dibesar-besarkan oleh kaum Wahabi.
Kasus di Suriah, Jika ada orang-orang yang tidak mendukung FSA di Suriah maka disebutnya Syiah yang darahnya halal. Padahal rakyat Suriah mayoritas adalah Aswaja.Sebagai buktinya kalau rakyat Suriah adalah Aswaja bisa di lihat siapa yang menjabat mufti agung Suriah. Mereka bertuturut-turut adalah ulama-ulama Aswaja (Sunni), seperti Syaikh Ramadhan Al Buti, Syaikh Ahmad Hassun sebagai pengganti Al Buti yang gugur syahid dibom bunuh diri dalam masjid al Iman Damaskus saat mememberikan pelajaran agama?
Jika anda memberitakan berita yang sebenarnya terjadi di Suriah, dimana beritanya otomatis merugikan FSA, maka sang penyampai berita pasti akan dituduh sebagai Syiah.Intinya, jika kita tidak mendukung Wahabi maka langsung dituduh sebagai Syiah. Seakan ini sudah menjadi rumus pasti.
Padahal selain Wahabi dan Syiah masih ada satu lagi yaitu Aswaja. Di antara ketiga golongan ini tentunya punya kemiripan dalam ajarannya antara satu dan lainnya, karena ajarannya sama-sama bersumber dari satu sumber, yaitu Islam. Ajaran Aswaja (Sunni) ada miripnya dengan Wahabi dan Syiah dan sebaliknya. Tetapi kenapa Wahabi membuat isu seakan-akan di dunia ini cuma ada Wahabi dan Syiah? Kenapa di hadapan kaum Syiah, Wahabi selalu memakai nama Sunni? Wahabi sedang ber-taqiyah?
Agaknya, Profesor hanya korban dari kesukaan baru Wahabi memberikan predikat ‘Syiah’ atau ‘Antek Syiah’ tanpa tabayun terlebih dahulu. Sebagai seorang ulama yang telah malang melintang di dunia dakwah dan pendidikan, LI yakin bahwa beliau berada di jalan yang lurus. Tentang sikap toleran beliau terhadap mazhab lainnya, itu adalah perkara yang wajar bahkan harus karena begitulah akhlak Kanjeng Nabi Saw. Sikap Aswaja dalam menghadapi Syiah adalah dengan kelembutan dan kesantunan dalam bingkai dialog, dan bisa di baca di: http://www.islam-institute.com/sikap-kaum-aswaja-dalam-menghadapi-syiah/
(Islam-Institute/ABNS)
Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab, MA lahir di Rappang, Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan, 16 Februari 1944 adalah seorang cendekiawan muslim dalam ilmu-ilmu Al Qur’an dan mantan Menteri Agama pada Kabinet Pembangunan VII (1998).
Beliau (semoga Allah melindunginya dan keluarganya) adalah seorang ahli tafsir yang pendidik. Keahliannya dalam bidang tafsir tersebut untuk diabdikan dalam bidang pendidikan. Kedudukannya sebagai Pembantu Rektor, Rektor, Menteri Agama, Ketua MUI, Staf Ahli Mendikbud, Anggota Badan Pertimbangan Pendidikan, menulis karya ilmiah, dan ceramah amat erat kaitannya dengan kegiatan pendidikan.
Dengan kata lain bahwa ia adalah seorang ulama yang memanfaatkan keahliannya untuk mendidik umat. Hal ini ia lakukan pula melalui sikap dan kepribadiannya yang penuh dengan sikap dan sifatnya yang patut diteladani. Ia memiliki sifat-sifat sebagai guru atau pendidik yang patut diteladani. Penampilannya yang sederhana, tawadlu, sayang kepada semua orang, jujur, amanah, dan tegas dalam prinsip adalah merupakan bagian dari sikap yang seharusnya dimiliki seorang guru.
Namun sayang, ketika belakangan ini di tanah air mulai marak isu-isu sekterian Sunni- Syiah yang merupakan imbas dari konflik di Timur Tengah, beliau pun tidak luput dari tudingan-tudingan miring. Oleh kaum Takfiri, beliau disebut Syiah. Benarkah?
Team Liputan Islam mengutip wawancara beliau dengan Republika, yang telah dipublikasikan bulan lalu. Beliau menegaskan dengan sejelas-jelasnya bahwa tuduhan itu tidaklah benar.
“Nabi SAW saja difitnah, apalagi cuma Quraish Shihab,”ujarnya sambil tertawa ringan. Quraish pun menantang orang-orang yang menyebutnya berpaham Syiah untuk membuktikan apakah prinsip-prinsip paham yang berkembang di Iran tersebut ada dalam karyanya.
Dia menjelaskan, prinsip Syiah sangat jelas seperti percaya kepada imamah. Tak hanya itu, terdapat ritual khas yang kerap dijalankan penganut syiah seperti shalat di batu Karbala dan menangguhkan puasa.
“Orang-orang yang menuding saya Syiah, apakah pernah melihat saya shalat di atas batu Karbala? Apakah, ketika Ramadhan, pernah melihat saya tangguhkan buka puasa 10 hingga 15 menit, sebagaimana kayakinan Syiah.”
Meski demikian, Quraish mengaku mempelajari beberapa pendapat dari ulama sSyiah, bahkan Muktazilah. Menurutnya, semua itu dilakukan demi mempelajari keragaman yang merupakan kekayaan intelektual umat Islam.
“Jika pendapat ulama Syiah, ada yang saya ambil, bahkan Muktazilah, karena keragaman itu kita pelajari,”jelasnya. Quraish pun menegaskan penghormatannya kepada para sahabat Rasulullah SAW, termasuk Abu Hurairah.
“Tanya semua mahasiswa saya bagaimana sikap saya kepada sahabat, terhadap Abu Hurairah. Saya kira tuduhan mereka salah,”ujar Direktur Pakar Pusat Studi Quran tersebut.(http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/14/02/17/n14ozl-quraish-shihab-jawab-tudingan-syiah)
Pergantian Predikat dari ‘Syiah’ Menjadi ‘Antek/ Pendukung Syiah’
Ketika tudingan bahwa Prof. Dr. Qurays Shihab adalah ‘Syiah’ dibantah langsung, kini tuduhan baru pun mulai menyebar luas. Oleh Kompas Islam, yang mengutip pernyataan dari KH Ma’ruf Amin dalam perbincangan dengan pengurus Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam (LPPI) Makassar, Muh Istiqamah, saat berkunjung ke rumah pribadi KH Ma’ruf Amin di Jakarta. KH Ma’ruf Amin menegaskan jika Prof Quraish Shihab sebagai pendukung sejati kelompok sesat Syi’ah.
(http://www.kompasislam.com/2014/03/13/mui-pusat-tegaskan-quraish-shihab-sebagai-pendukung-kelompok-sesat-syiah/#sthash.apLlY3Hv.dpuf)
Dalam artikel tersebut, Kompas Islam membuat berita yang sumbernya dari LPPI Makassar, tahukah siapa dan bagaimanakah LPPI Makassar?
LPPI Makassar Agen Penyebar Fitnah
Tahun 2012 silam, secara tidak sengaja yang berawal dari sebuah diskusi di jejaring sosial, terungkap fakta bahwa situs LPPI Makassar mendapatkan suntikan dana dari Arab Saudi, seperti yang diakui oleh Ilham Kadir, yang konon adalah Mahasiswa Pascasarjana UMI & Peneliti di Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam (LPPI) Indonesia bagian Timur. Ilham Kadir adalah seorang Takfiri kelas berat, salah satu pengelola LPPI Makassar, situs anti-Pancasila dan anti-NKRI yang beralamat di lppimakassar.com.
Menurut Islam Times, bermodal dari website tersbut, Kadir mencoba menyebar kebencian yang menurutnya adalah kebenaran tunggal dari Tuhan. Jiwa dan raganya terbakar melihat kebersamaan antara umat beragama terutama Sunni dan Syiah yang terus berusaha saling melakukan dialog demi terciptanya ukhuwah dalam kehidupan bernegara di NKRI. Karenanya dengan modal gaji hanya sebesar 2 juta dia rela menghancurkan harmonisasi Islam demi pernak-pernik hadiah dan pujian dari kerajaan diktator Saudi Arabia.
Dalam bincang-bincang dan debat dengan akun Laksmi Rajani di Facebook, Ilham Kadir mengakui kalau dirinya mendapatkan dana dari Duta Besar Wahabi Arab Saudi di Jakarta, hanya sekitar 2 juta rupiah perbulan. Dikatakannya, “Iya, berkat saya pengunjungnya bisa sebanyak itu per hari, gaji perbulan 2 juta dari dubes Arab Saudi di Jakarta sebenarnya tidak sepadan dengan yang saya lakukan,” ucapnya.
Melihat siapa yang mendanai LPPI Makassar yaitu Arab Saudi, rasanya tidak berlebihan jika LI menyangsikan kevalidan tuduhan tersebut. Sudah bukan rahasia lagi, Arab Saudi sangat gemar menghambur-hamburkan uangnya untuk membiayai segala macam bentuk perusakan terhadap Islam dan umat Islam dari dalam. Lihat saja Suriah, negara yang indah itu kini hancur akibat terorisme, yang dibiayai Arab Saudi. Situs-situs penyebar fitnah atas Suriah pun menjamur, dan siapa lagi penyandang dananya kalau bukan Saudi?
Sudah pernah dituliskan oleh saudara-saudara kami di situs-situs mereka, salah satunya adalah Islam Institute, bahwa sekarang ini muncul sebuah trend baru yang merebak di masyarakat, yaitu gemarnya kaum Wahabi memberikan predikat ‘Syiah’ kepada siapa saja yang tidak sepaham dengan mereka.
Dulu kaum wahabi sangat hobi bilang bid’ah dan syirik. Mereka dalam pembicaraannya, baik dalam khotbah-khotbah Jum’at atau di forum-forum resmi atau dalam percakapan keseharian mereka ujung-ujungnya selalu menuduh umat Islam selain golongannya sebagai ahlul bid’ah, sesat dan musyrik.
Tahlilan, Yasinan, do’a selamatan divonis bid’ah sesat dan masuk neraka. Ziarah kubur, tawassul, istighotsah dan tabarruk divonis sebagai amalan syirik, sehingga kaum muslimin selain golongannya yang melakukan ziarah kubur disebut kuburiyun, dan yang bertawassul, bertabarruk, dan beristighotsah disebutnya musyrikun.
Kemudian ustadz-ustadz Aswaja (yang merasa dituduh atau difitnah) tampil memberikan klarifikasi atas tuduhan-tuduhan keliru mereka, dengan cara mengajak dialog terbuka atau mudzakaroh terbuka. Di sinilah para ustadz Aswaja dengan elegan mengemukakan dalil-dalil shahih untuk membantah vonis-vonis keliru sehingga berefek fitnah.
Para ustadz Aswaja tampil unggul dalam hujjah sehingga para ustadz Wahabi selalu tergagap-gagap dalam menanggapi dalil-dalil yang dikemukakan Aswaja. Sederet nama ustadz Aswaja itu antara lain, Ustadz Muhammad Idrus Ramli, Buya Yahya, Tengku Zulkarnaen dan masih banyak lagi yang tidak terkenal.
Semenjak selalu kalahnya mereka dalam beradu hujjah, akhirnya mereka bisa dikatakan tidak berani lagi berdialog tentang persoalan isu-isu Bid’ah dan Syirik. Bisa dikatakan Wahabi itu sudah kalah dalil, tetapi kelihatannya mereka tidak mau sadar atas kekeliruannya. Dan sekarang rupanya mereka justru menjadi rajin mencari kambing hitam.Lalu siapa kambing hitamnya? Tidak lain adalah SYI’AH!
Misalnya kasus di Mesir, kini di sana jika ada seseorang yang tidak mendukung Presiden Mursi maka disebutnya sebagai Syiah. Jadi berapa juta kaum Syiah di Mesir, apakah 22 juta sejumlah rakyat yang turun di jalan-jalan di seluruh Mesir menuntut lengsernya presiden Mursi? Padahal Mayoritas rakyat Mesir adalah Aswaja, Syiah hanya kaum super minoritas sebagaimana halnya di Indonesia di mana kaum Syi’ah adalah kaum yang super minoritas tetapi dibesar-besarkan oleh kaum Wahabi.
Kasus di Suriah, Jika ada orang-orang yang tidak mendukung FSA di Suriah maka disebutnya Syiah yang darahnya halal. Padahal rakyat Suriah mayoritas adalah Aswaja.Sebagai buktinya kalau rakyat Suriah adalah Aswaja bisa di lihat siapa yang menjabat mufti agung Suriah. Mereka bertuturut-turut adalah ulama-ulama Aswaja (Sunni), seperti Syaikh Ramadhan Al Buti, Syaikh Ahmad Hassun sebagai pengganti Al Buti yang gugur syahid dibom bunuh diri dalam masjid al Iman Damaskus saat mememberikan pelajaran agama?
Jika anda memberitakan berita yang sebenarnya terjadi di Suriah, dimana beritanya otomatis merugikan FSA, maka sang penyampai berita pasti akan dituduh sebagai Syiah.Intinya, jika kita tidak mendukung Wahabi maka langsung dituduh sebagai Syiah. Seakan ini sudah menjadi rumus pasti.
Padahal selain Wahabi dan Syiah masih ada satu lagi yaitu Aswaja. Di antara ketiga golongan ini tentunya punya kemiripan dalam ajarannya antara satu dan lainnya, karena ajarannya sama-sama bersumber dari satu sumber, yaitu Islam. Ajaran Aswaja (Sunni) ada miripnya dengan Wahabi dan Syiah dan sebaliknya. Tetapi kenapa Wahabi membuat isu seakan-akan di dunia ini cuma ada Wahabi dan Syiah? Kenapa di hadapan kaum Syiah, Wahabi selalu memakai nama Sunni? Wahabi sedang ber-taqiyah?
Agaknya, Profesor hanya korban dari kesukaan baru Wahabi memberikan predikat ‘Syiah’ atau ‘Antek Syiah’ tanpa tabayun terlebih dahulu. Sebagai seorang ulama yang telah malang melintang di dunia dakwah dan pendidikan, LI yakin bahwa beliau berada di jalan yang lurus. Tentang sikap toleran beliau terhadap mazhab lainnya, itu adalah perkara yang wajar bahkan harus karena begitulah akhlak Kanjeng Nabi Saw. Sikap Aswaja dalam menghadapi Syiah adalah dengan kelembutan dan kesantunan dalam bingkai dialog, dan bisa di baca di: http://www.islam-institute.com/sikap-kaum-aswaja-dalam-menghadapi-syiah/
(Islam-Institute/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email