Pesan Rahbar

Home » » Studi Kritis “Kaum Syiah Meludahi Kitabnya Sendiri”

Studi Kritis “Kaum Syiah Meludahi Kitabnya Sendiri”

Written By Unknown on Wednesday 24 February 2016 | 20:14:00


Oleh: Haydar Syarif pada 30 Mei 2012 pukul 16:39

Bismihi Ta’ala

Bi haqqi Muhammad wa Aalihil Ath’har

“Kaum Syiah meludahi kitab-nya sendiri”, itulah yang dikatakan nashibi sembari membawa riwayat dari Kitab Syiah. Untuk melihat apa yang ia katakan silahkan lihat di SS di akhir artikel ini. Setelah panjang lebar berceloteh, ia berkata :


Lalu ada orang yang “bingung” sembari berkomentar :


PERTAMA :

MATAN PENTING DIPOTONG OLEH NASHIBI

Jika kita mengutip sebuah riwayat memang mungkin tidak seluruhnya perlu diambil, namun bagian terpenting dari matan sebaiknya di sertakan.

Dalam catatannya (secara lengkap apa yang ia kutip diakhir artikel) Nashibi tersebut hanya menukil riwayat sampai dengan kalimat :

حياتي كان كمن آذاها بعد موتي

Mereka biasanya memposting bagian dari hadits hanya sampai kalimat tersebut, tetapi mereka tidak jujur memotong bagian penting matan dari hadits dimana itu menjadi bagian yang membantah keseluruhan alasan kemarahan tersebut (sekali lagi saya katakan jika memang benar hadits tentang kemarahan Fathimah as tersebut shahih). Pada screen capture di bawah (ilal as-Syara’i) saya beri garis hijau, itulah batas riwayat yang ia ambil. Dan yang saya beri garis merah adalah terusannya.

Setelah kalimat di bawah ini :

فقال رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم : يا علي ! أما علمت أنّ فاطمة بضعة مني وأنا منها ، فمن آذاها فقد آذاني ، ومن آذاني فقد آذى الله ، ومن آذاها بعد موتي كان كمن آذاها في حياتي ، ومن آذاها في حياتي كان كمن آذاها بعد موتي

Maka Rasulullah SAW Bersabda : Wahai Ali, Tahukah Engkau Bahwa Fathimah Adalah Budh’ah Dariku Dan Aku Adalah Bagian Dari Fatimah ?? sesiapa Yang menyakiti Fatimah Maka Ia Telah Menyakitiku, Sesiapa Yang menyakitiku Maka Ia Telah menyakiti Allah, Sesiapa Yang Menyakiti Fatimah Setelah Kematianku, Maka Ia Sama Dengan Menyakiti-nya Saat Aku Hidup, Sesiapa Yang Menyakitinya Sementara Aku Hidup Maka Ia Sama Dengan Menyakitinya Setelah Aku Mati…. (nashibi tersebut hanya membawa riwayat sampai disini)


Ada Bagian penting yang tidak di tampilkan, yaitu ketika Rasulullah (saww) bertanya jika ia (Imam Ali as) mengetahui bahwa menyakiti Fathimah (as) sama dengan menyakiti Nabi saww, mengapa ia (Imam Ali as) melamar anak Abu Jahal, yg mana itu sama saja menyakiti Fathimah (as), jawaban Imam Ali (as) adalah :

‘Ilal al-Syara’i




atau kitab online ini :


Yang bergaris merah adalah terusan dari akhir nukilan Nashibi tersebut. Berisi jawaban Imam Ali (as) atas berita tersebut dan Pembenaran Nabi saww atas ucapan Imam Ali, dan senyuman Fathimah (as) karena ternyata berita itu tidak benar.

Berkata Ali : “Benar wahai Rasulullah.”

Berkata (Rasulullah saww) : “Lalu mengapa kau berbuat begitu?”

Berkata Ali : “Demi Dzat yang mengutusmu sebagai Nabi dengan haqq, apa yang ia sampaikan bukanlah berasal dari diriku…”

Nabi (saww) berkata : “Engkau Benar”

Maka Fathimah menjadi senang dengan itu, dan ia tersenyum sampai kau bisa melihat mulutnya.

Dimana kemurkaan Sayyidah Fathimah (as) wahai Nashibi?
1. Mengapa matan ini penting? alasannya adalah :
Imam Ali (as) menjawab dengan mengatakan bahwa ia tidak melakukan seperti dalam berita yang sampai kepada Fathimah (as).
2. Rasulullah saww membenarkan ucapan Imam Ali as.
3. Fathimah (as) menjadi senang dan tidak murka karena ternyata Imam Ali as TIDAK melakukan hal yang membuat Fathimah marah, dan berita tersebut salah.

Sampai disini pun Nashibi akan bingung karena ia tahu bahwa jika ia membawa riwayat tersebut tanpa memotong bagian penting dari pertanyaan Nabi saww dan jawaban Imam Ali (as) diatas, serta pembenaran dari Nabi atas jawaban tersebut, maka mereka (nashibi) sama saja membawa dalil yang lemah, dimana semua bantahan dengan membawa riwayat tersebut pada dasarnya hanya untuk menyaingi riwayat yang jelas-jelas shahih dalam Syiah dan Sunni mengenai Kemarahan Sayyidah Fathimah (as) terhadap Abu Bakar yang sampai wafatnya tidak memaafkan Abu Bakar. Apakah kami yang mengungkit-ungkit masalah ini? tidak! kami juga sudah bosan dan mengerti bahwa banyak orang berakal yang meyakini bahwa Sayyidah Fathimah (as) murka kepada Abu Bakar yang notabene tercatat dengan sanad shahih dalam kitab sunni sendiri, permasalahannya adalah mereka ingin “menandingi” riwayat tersebut, terlebih riwayat tersebut berkaitan dengan Imam Ali (as) yang diyakini sebagai Imam pertama mazhab syiah imamiyah, maka wahabi nashibi ini akan mencari cara apapun untuk melawan syiah, dan sekarang cara mereka adalah menukil dari kitab-kitab syiah, namun seperti biasa mereka akan menggunakan cara-cara curang seperti diatas. Jika kita melihat di screen shoot (diawal dan akhir artikel tentang komentar) akan terlihat komentar orang lain yang hampir‘tertipu’, lepas dari orang tersebut berpura-pura (jika sebenarnya termasuk golongan mereka) atau memang ia merasa “bingung” dan serba salah, yang pada intinya akan ada banyak orang seperti dia yang mungkin hanya membaca tanpa berkomentar apapun, yang jelas ratusan orang telah memberi “like” pada tulisan orang itu.


KEDUA :

PERAWI

1. Ali bin Ahmad

Ali bin Ahmad bin Muhammad bin Imran al-Daqqaq atau Alī bin Ahmad bin Musa bin Ibrahim al-Daqqaq. Ayatullah Khu’i (Mu’jam Rijal, 12/279) dan Al-Syahrudi (Mustadarakat ‘ilm Rijal) meyakini bahwa nama tersebut adalah orang yang sama. Ash-Shaduq telah telah memberikan Taradhi pada keduanya. Seperti dalam Uyun Akhbar Ridha, ia memberi Taradhi (radhiallahu anhu dibelakang nama) pada Ali bin Ahmad bin Muhammad bin Imran al-Daqqaq. Taradhi dan tarahim (radhiallahu anhu/rahimahullah) bukanlah serta merta menjadi seorang perawi yang langsung diterima. Sedangkan Alī bin Ahmad yang satu lagi tidak ada penjelasan lain tentangnya dalam kitab Rijal Klasik Syiah. Kesimpulannya, Ali bin Ahmad adalah majhul, karena tidak mendapatkan Tawtsiq (pengakuan sebagai orang yang dapat dipercaya dan diandalkan) oleh ulama syiah sendiri. Muhammad Jawahiri ( المفيد من معجم رجال الحديث – محمد الجواهري – الصفحة ٣٨٤ [http://shiaonlinelibrary.com/%D8%A7%D9%84%D9%83%D8%AA%D8%A8/3021_%D8%A7%D9%84%D9%85%D9%81%D9%8A%D8%AF-%D9%85%D9%86-%D9%85%D8%B9%D8%AC%D9%85-%D8%B1%D8%AC%D8%A7%D9%84-%D8%A7%D9%84%D8%AD%D8%AF%D9%8A%D8%AB-%D9%85%D8%AD%D9%85%D8%AF-%D8%A7%D9%84%D8%AC%D9%88%D8%A7%D9%87%D8%B1%D9%8A/%D8%A7%D9%84%D8%B5%D9%81%D8%AD%D8%A9_392#top] ) mencatat, sesuai standar Ayatullah Khu’i, mereka berdua majhul.

7899 – 7897 – 7911 – علي بن أحمد بن محمد: من مشايخ الصدوق، العلل – مجهول – والظاهر أنه علي بن أحمد بن عمران الآتي 7903.

http://shiaonlinelibrary.com/%D8%A7%D9%84%D9%83%D8%AA%D8%A8/3021_%D8%A7%D9%84%D9%85%D9%81%D9%8A%D8%AF-%D9%85%D9%86-%D9%85%D8%B9%D8%AC%D9%85-%D8%B1%D8%AC%D8%A7%D9%84-%D8%A7%D9%84%D8%AD%D8%AF%D9%8A%D8%AB-%D9%85%D8%AD%D9%85%D8%AF-%D8%A7%D9%84%D8%AC%D9%88%D8%A7%D9%87%D8%B1%D9%8A/%D8%A7%D9%84%D8%B5%D9%81%D8%AD%D8%A9_392#top


7903 – 7901 – 7915 – علي بن أحمد بن محمد بن عمران الدقاق: من مشايخ الصدوق، العيون – مجهول –

http://shiaonlinelibrary.com/%D8%A7%D9%84%D9%83%D8%AA%D8%A8/3021_%D8%A7%D9%84%D9%85%D9%81%D9%8A%D8%AF-%D9%85%D9%86-%D9%85%D8%B9%D8%AC%D9%85-%D8%B1%D8%AC%D8%A7%D9%84-%D8%A7%D9%84%D8%AD%D8%AF%D9%8A%D8%AB-%D9%85%D8%AD%D9%85%D8%AF-%D8%A7%D9%84%D8%AC%D9%88%D8%A7%D9%87%D8%B1%D9%8A/%D8%A7%D9%84%D8%B5%D9%81%D8%AD%D8%A9_392#top


7909 – 7907 – 7921 – علي بن أحمد بن موسى الدقاق: من مشايخ الصدوق – روى في الفقيه وفي مشيخة الفقيه – لا يبعد اتحاده مع علي بن أحمد بن محمد بن عمران ” المجهول المتقدم 7903 ” – متحد مع علي بين أحمد بن موسى ” المجهول المتقدم 7907 “.

http://shiaonlinelibrary.com/%D8%A7%D9%84%D9%83%D8%AA%D8%A8/3021_%D8%A7%D9%84%D9%85%D9%81%D9%8A%D8%AF-%D9%85%D9%86-%D9%85%D8%B9%D8%AC%D9%85-%D8%B1%D8%AC%D8%A7%D9%84-%D8%A7%D9%84%D8%AD%D8%AF%D9%8A%D8%AB-%D9%85%D8%AD%D9%85%D8%AF-%D8%A7%D9%84%D8%AC%D9%88%D8%A7%D9%87%D8%B1%D9%8A/%D8%A7%D9%84%D8%B5%D9%81%D8%AD%D8%A9_392#top


2. Ahmad bin Muhammad bin Yahya

Nama lengkapnya adalah Abbul Abbas, Ahmad bin Muhammad bin Yahya bin Zakariya bin al-Qattan. Ayatullah khui menempatkan namanya Ahmad bin Yahya bin Zakariya. Ketika kita lihat kunyahnya maka akan terlihat mereka adalah orang yang sama, indikasi lainnya bahwa mereka orang yang sama adalah Ali bin Ahmad bin Musa Al-Daqaq meriwayatkan darinya :

1015 – أحمد بن يحيى بن زكريا القطان أبوالعباس :
روى عن بكر بن عبدالله بن حبيب أبي محمد ، وروى عنه محمد بن أحمد السناني ، وعلي بن أحمد بن موسى الدقاق

Kitab Rijal klasik syiah tidak mencatat mengenai orang ini. Bahkan kitab Rijal pasca kitab rijal klasik seperti Al-Khulashah atau Jami’ Ar-Ruwat tidak menyebutkan apapun tentang orang ini. Dalam Al-Mufid min Mu’jam Rijal al-Hadits orang ini Majhul

1013 – 1012 – 1015 – أحمد بن يحيى بن زكريا القطان أبو العباس: مجهول

__________________________________

1012 - 1011 - 1014 - أحمد بن يحيى بن زكريا: مجهول - ذكر عنه النجاشي رواية في ترجمة عبد الله بن داهر - روى رواية في التهذيب ج 1 ح 1540.
1013 - 1012 - 1015 - أحمد بن يحيى بن زكريا القطان أبو العباس: مجهول - روى روايتين، في الفقيه ومعاني الأخبار.
1014 - 1013 - 1016 - أحمد بن يحيى الطحان: مجهول - روى رواية في الكافي ج 6 كتاب الأطعمة 6 أبواب الفواكه 98 ح 1.
1015 - 1014 - 1017 - أحمد بن يحيى المعروف بكرد: مجهول - روى رواية في الكافي ج 1 كتاب الحجة 4 باب ما يفصل به بين دعوى المحق والمبطل ح 3.
1016 - 1015 - 1018 - أحمد بن يحيى المقرئ: مجهول - روى روايتين في التهذيب ج 5 ح 715، ج 9 ح 1251.
1017 - 1016 - 1019 - أحمد بن يحيى المكتب: " المؤدب " من مشايخ الصدوق، العلل، كمال الدين - مجهول.
1018 - 1017 - 1020 - أحمد بن يزيد: من أصحاب الكاظم (ع)، رجال الشيخ، وذكره في أصحاب العسكري (ع) ولعل الثاني غير الأول، لكثرة الفصل بين الزمانين - روى في الكافي عن أبي الحسن الأول (ع) ج 6 باب الأشنان والسعد ح 1. وروى في الفقيه ج 3 - 108 - مجهول.
ج 24 - 1021 - أحمد بن اليسع: = أحمد بن حمزة بن اليسع (1) " الثقة 545 ".
1019 - 1018 - 1022 - أحمد بن يعقوب: الأصبهاني، أبو جعفر - مجهول - روى رواية في التهذيب ج 3 ح 244.
1020 - 1019 - 1023 - أحمد بن يعقوب السناني: يكنى أبا نصر، له تصانيف، من غلمان العياشي. رجال الشيخ فيمن لم يرو عنهم (ع).
1021 - 1020 - 1024 - أحمد بن يوسف: له روايات، ذكره الشيخ - روى روايتين، في الكافي والتهذيب - متحد مع أحمد بن يوسف مولى بني تيم الله " الثقة الآتي 1026 " - متحد مع أحمد بن يوسف بن يعقوب الجعفي " 1022 ".
- 1025 - أحمد بن يوسف بن عقيل: مجهول - روى روايتين في التهذيب والكافي.
1022 - 1021 - 1026 - أحمد بن يوسف بن يعقوب: الجعفي، ذكر عنه الشيخ رواية في ترجمة الأصبغ بن نباتة - وذكر النجاشي روايته عن الحسن بن علي بن بنت الياس، وروى عنه أحمد بن محمد بن سعيد من كتابه واصله - متحد مع لاحقه الثقة.
1023 - 1022 - 1027 - أحمد بن يوسف: بن يعقوب بن حمزة بن زياد الجعفي، ذكر النجاشي عنه رواية في ترجمة الحسن بن علي بن أبي حمزة - متحد مع سابقه ومع أحمد بن يوسف مولى بني (2) تيم الله " الثقة الآتي 1026 ".
1024 - 1023 - - أحمد بن يوسف بن عقيل: مجهول - روى روايتين في التهذيب والكافي.
1025 - 1024 - 1028 - أحمد بن يوسف الحسيني: العريضي كان فاضلا، فقيها، صالحا، عابدا... قاله الشيخ الحر أقول: وقع في طريق العلامة إلى الشيخ الصدوق وقد حكم بحصته في الفائدة العاشرة من الخلاصة.
1026 - 1025 - 1029 - أحمد بن يوسف: مولى بني تيم الله - ثقة - متحد مع أحمد بن يوسف المتقدم 1021، وأحمد بن يوسف بن يعقوب الجعفي 1022، وأحمد بن يوسف بن يعقوب بن حمزة 1023 - من المعمرين -.
1027 - 1026 - 1030 - أحمد بن يونس: مجهول - روى رواية في الكافي ج 2، كتاب الايمان والكفر باب النية ح 5.
1028 - 1027 - 1031 - أحمد بن يونس: بن يعقوب الجعفي، روى عن إسماعيل بن مهران، وروى عنه أحمد بن محمد بن سعيد بن عقدة ذكره في الوسائل في الفائدة الثانية من الخاتمة في طريق أحاديث نقلها السيد المرتضى، في رسالة المحكم والمتشابه، عن تفسير النعماني - مجهول -.
1029 - 1028 - 1032 - أحمد الحلبي: مجهول - روى رواية في الكافي ج 4 كتاب الحج باب السعي بين الصفا المروة ح 5.
1030 - 1029 - 1033 - أحمد الخراساني: روى 3 روايات في الكافي، إحداها عن أبي عبد الله (ع) - مجهول.
1031 - 1030 - 1034 - أحمد السبعي: قال الشيخ الحر " ذكره ابن أبي جمهور في غوالي اللآلي وأثنى عليه، فقال: الشيخ الفاضل، الكامل العامل بفني



1 - في طبعة بيروت أحمد بن اليسع = أحمد بن حمزة بن اليسع ومن دون ان يرقم في ذيل ترجمة أحمد بن يزيد " سابقه ".
2 - في جميع الطبعات سقطت كلمة بني.
______________________________


3. Amru bin Abi Al-Miqdam

Nama lengkapnya adalah Amru bin Tsabit bin Hurmuz al-Hadad, dikenal dengan Amru bin Abi Al-Miqdam. Banyak perbedaan pendapat mengenainya.
Najasi mengatakan bahwa ia adalah sahabat Imam ke 4, 5, dan 6 (Rijal Najasi, h.290).
Ayatullah Khu’i tidak menemukan riwayat darinya yang langsung dari Imam ke-4 (Mu`jam Rijal, 14/81).
Ulama Sunni yaitu Al-Mizi, dalam Tahdhib al-Kamal ( 21/ 533-539) menyusun dari orang-orang yang mana ia (Amru bin Abi Al-Miqdam) meriwayatkan hadits, namun ia (al-Mizi) tidak menyebutkan bahwa Amru meriwayatkan dari Ali bin Husain as (Imam ke-4 Syiah).


Dalam Syiah, sedikitnya ada tiga perbedaan pendapat mengenai Amru bin Abi Al-Miqdam, antara lain :
Tsiqah

Para ulama mengatakan ia tsiqah bersandar pada riwayat dalam ikhtiyar ma’rifatur-Rijal 2/ 392 (dan sebenarnya riwayat ini mursal karena dalam riwayat tersebut dalam salah satu perawinya tidak menyebutkan nama, hanya menyebut “dari seorang laki-laki qurays” ). Ayatullah Khui juga menshahihkannya karena ia termasuk salah satu perawi dalam Tafsir al-Qummi (Mu`jam Rijal, 22/259), namun bentuk dari Tawtsiqat al-Amah (autentikasi perawi umum/diluar syiah) banyak ditolak oleh para ulama.
Dhaif

Pandangan ini berasal dari Ibn Ghadairi yang menyatakan bahwa Amr bin Abi Al-Miqdam Dhaif Jiddan dalam Kitab Al-Dhuafa (h.73). Mungkin karena adanya perbedaan pendapat mengenai Kitab Ibn Ghadairi tersebut yang diatributkan kepada beliau sehingga banyak ulama tidak mengambil pendapat tersebut.
Mukhtalif Fīhi

Beberapa ulama masih berselihih mengenainya, dan sebagian bersikap tawaqquf yaitu berhenti dalam membuat penilaian pada dirinya. Allamah Majilisi salah satu ulama syiah yang menyatakan ia “dhaif atau mukhtalif fihi ” dalam Rijal Majlisi (h.270). Mereka mengambil ‘pendekatan ini karena kondisi Amr bin Abi Al-Miqdam tidak dapat diketahui/dikenal dengan jelas.

Sedangkan dalam Ahlu Sunnah, ia banyak di dhaifkan oleh para ulama, walaupun Kitab hadits ataupun lainnya milik mereka tidak memegang kendali dalam hadits syiah, namun tidak ada salahnya jika memaparkan bebrapa pendapat ulama mereka mengenai Amr bin Abi Al-Miqdam.

1. Bukhari juga mengatakan namanya adalah Amru bin Tsabit bin Hurmuz dikenal dengan Amru bin Abi Al-miqdam : “ia tidak kuat” ( Adh-Dhuafa As-Shaghir, no.257 [https://ar.wikisource.org/wiki/%D8%A7%D9%84%D8%B6%D8%B9%D9%81%D8%A7%D8%A1_%D8%A7%D9%84%D8%B5%D8%BA%D9%8A%D8%B1]).

2. Ibn Hibban memasukkan Amru bin Abi Al-Miqdam dalam al-Majruhin, 2/76 [http://shamela.ws/browse.php/book-5834/page-360].
____________________________

عَمْرو بن شمر قَالَ لَيْسَ لَيْسَ بِثِقَة أخبرنَا مُحَمَّد بن إِسْحَاق مولى ثَقِيف قَالَ حَدثنَا الْمفضل بن غَسَّان قَالَ سَمِعت يحيى بن معِين يَقُول عَمْرو بن شمر لَا يكْتب حَدِيثه
624 - عَمْرو بن خَالِد الوَاسِطِيّ مولى بني هَاشم من أهل الْكُوفَة انْتقل إِلَى وَاسِط كنيته أَبُو خَالِد يروي عَن زيد بن عَليّ عَن آبَائِهِ روى عَنهُ إِسْرَائِيل وَأَبُو حَفْص الْأَبَّار كَانَ مِمَّن يَرْوِي الموضوعات عَن الْأَثْبَات حَتَّى يسْبق إِلَى الْقلب أَنَّهُ كَانَ الْمُتَعَمد لَهَا من غير أَن يُدَلس كذبه أَحْمد بن حَنْبَل وَيحيى بن معِين وَقَدْ رَوَى عَمْرُو بْنُ خَالِدٍ عَنْ حبيب بنأبي ثَابت عَن نَافِع عَن بن عُمَر قَالَ قَالَ رَسُول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّمَا مُسْلِمٍ اشْتَهَى شَهْوَةً فَرَدَّ شَهْوَتَهُ وَآثَرَ عَلَى نَفْسِهِ غُفِرَ لَهُ
625 - عَمْرو بن ثَابت بن هُرْمُز الْكُوفِي كنيته أَبُو ثَابت وَهُوَ الَّذِي يُقَال لَهُ بن أبي الْمِقْدَام يروي عنأبيه روى عَنهُ الْعِرَاقِيُّونَ مَاتَ سنة ثِنْتَيْنِ وَسبعين وَقد قيل سنة سبعين وَمِائَة كَانَ مِمَّن يروي الموضوعات لَا يحل ذكره إِلَّا على سَبِيل الِاعْتِبَار أخبرنَا الْهَمدَانِي قَالَ حَدثنَا عَمْرو بن عَليّ قَالَ سَأَلْتُ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ مهْدي عَن حَدِيث لعَمْرو بن ثَابت فَأبى أَن يحدث بِهِ أَخْبَرَنَا مَكْحُولٌ قَالَ سَمِعْتُ جَعْفَرَ بْنَ أَبَانٍ يَقُولُ قُلْتُ لِيَحْيَى بن معِين عَمْرو بن أبي الْمِقْدَام فَقَالَ لَيْسَ بِثِقَة وَلَا مَأْمُون
___________________________
3. Ibn Mu’in ; “ia tidak dapat dipercaya ataupun diandalkan” ( Tarikh Ibn Mu’in, 3/366)

4. Nasa’i : “ia ditinggalkan dalam hadits” (Al-Dhuafa wal Matrukin, h.80)

5. Ibn Abi Hatim mencatat namanya adalah Amru bin Tsabit bin Hurmuz dan ia adalah Ibn Abi Al-Miqdam. Ketika bertanya kepada ayahnya, dijawab dhaif dalam hadits, dan menulis haditsnya adalah merusak, dan ia berpendapat pandangannya syiah. Dan ketika bertanya kepada Abu Zur’ah, dijawab “lemah dalam hadits” ( Jarh wa al-Ta’dil. 6/ “Amru bin Abi Al-Miqdam [Sumber: http://kl28.com/] )

6. Ziyad bin Abdillah

Dalam riwayat tersebut tertulis :
“dari Amru bin Abi Al-Miqdam dan Ziyad bin Abdillah…..”

Maka terlihat bahwa sanad dalam teks tersebut melalui dua nama tersebut. Mengenai Amru bin Abi Al-Miqdam telah kita lihat bahwa banyak ikhtilaf tentangnya, dan sebagian menyatakan majhul. Sekarang kita akan melihat tentang Ziyad bin Abdullah.

Ziyad bin Abdillah tidak pernah meriwayatkan hadis yg masuk dalam kitab yang empat milik syiah (Kutub Al-Arba’ah). Namun ada riwayat yang hanya menyebutkan namanya (bukan meriwayatkan), yaitu riwayat dari Hasan bin Sayqal dari Imam Shadiq (as), dimana dalam riwayat tersebut tertulis bahwa Ziyad duduk bersamanya (dalam al-Kafi 4/564). Dalam Biharul Anwar terdapat lima riwayat berbeda yang sanadnya termasuk Ziyad bin Abdullah. Dalam Kitab Rijal Klasik Syiah, tidak ada yang bernama Ziyad bin Abdillah. Bahkan dalam Mu’jam Rijal Hadits milik ulama kontemporer syiah yaitu Sayyid Khu’i tidak ada nama Ziyad bin Abdillah.

Namun, Syahrudi ( مستدركات علم رجال الحديث ج ٣ – الصفحة ٤٤٩ [http://shiaonlinelibrary.com/%D8%A7%D9%84%D9%83%D8%AA%D8%A8/2986_%D9%85%D8%B3%D8%AA%D8%AF%D8%B1%D9%83%D8%A7%D8%AA-%D8%B9%D9%84%D9%85-%D8%B1%D8%AC%D8%A7%D9%84-%D8%A7%D9%84%D8%AD%D8%AF%D9%8A%D8%AB-%D8%A7%D9%84%D8%B4%D9%8A%D8%AE-%D8%B9%D9%84%D9%8A-%D8%A7%D9%84%D9%86%D9%85%D8%A7%D8%B2%D9%8A-%D8%A7%D9%84%D8%B4%D8%A7%D9%87%D8%B1%D9%88%D8%AF%D9%8A-%D8%AC-%D9%A3/%D8%A7%D9%84%D8%B5%D9%81%D8%AD%D8%A9_0?pageno=449#top]) menyebutkan dua nama nama Ziyad bin Abdillah.
_______________________________

عبد الله بن شداد، عند أمير المؤمنين عليه السلام وذلك حين زهد وتعبد. كمبا ج 9 / 452، وجد ج 40 / 107.
5851 - زياد بن طارق الجشمي:
لم يذكروه. جملة من رواياته حين كان ابن تسعين سنة عن جده أبي جرول زهير المذكور. جد ج 21 / 12، وكمبا ج 6 / 574، وفي الأمالي ص 300 روايته.
5852 - زياد بن عبد الله بن الطفيل العامري البكائي أبو محمد الكوفي:
لم يذكروه. قيل: إنه صدوق ثبت. انتهى. كان من فرسان أصحاب الحديث عند العامة.
5853 - زياد بن عبد الله المكاري:
لم يذكروه. وقع في طريق الشيخ في أماليه ج 1 / 323، عن جعفر بن محمد بن جعفر المدائني، عنه، عن ليث بن أبي سليم. ولعله زياد بن عبد الله البكائي الذي روى عنه ابن هشام في سيرته كثيرا ".
5854 - زياد بن عبيد:
امارته على البصرة من قبل عبد الله بن عباس. مكاتبة أمير المؤمنين عليه السلام إليه. كمبا ج 8 / 676 و 677.
وقال العلامة الخوئي دام ظله: هذا هو زياد بن أبيه وأمه سمية المعروفة - الخ. معجم رجال الحديث ج 7 / 311.
والعجب من اشتباه العلامة في صه وابن داود في عدهما هذا اللعين في القسم الأول في المعتمدين وكأنهما لم يلتفتا إلى أن زياد بن عبيد هو هذا والد عبيد الله الخبيث المشهور.
5855 - زياد بن عبيد الله الحارثي:
هو الأمير من قبل بني عباس. وهو خبث ملعون، ترك قول الصادق (ع) فيما
_______________________________
1. Ziyad bin Abdillah bin Thufail al-Amiri al-Buka’i al-Kufi
2. Ziyad bin Abdillah al-Mukari

Syahrudi meyakini bahwa dua nama tersebut adalah satu orang yang sama. Dan ternyata Baqir Al-Majlisi (dlm Biharul Anwar, 44/bab.30, h. 229) mengutip riwayat dari Al-Amali Syaikh Thusi dengan menuliskan nama Ziyad bin Abdillah al-Mukari :

ما، [الأمالي للشيخ الطوسي‏] عنه عن أبي المفضل عن هاشم بن نقية الموصلي عن جعفر بن محمد بن جعفر المدائني عن زياد بن عبد الله المكاري عن ليث بن أبي سليم عن حدير أو حدمر بن عبد الله المازني عن زيد مولى زينب بنت جحش قالت كان رسول الله ذات يوم عندي نائما فجاء الحسين

dst…

Dan setelah dilihat dalam Al-Amali milik Syaikh Thusi, tertulis namanya Ziyad bin Abdullah al-Buka’i.

641 / 88 – أخبرنا ابن خشيش، عن محمد بن عبد الله، قال: حدثنا هاشم بن نقية الموصلي الدقاق، قال: حدثنا جعفر بن محمد بن جعفر المدائني الثقفي، قال:

حدثنا زياد بن عبد الله البكائي، عن ليث بن أبي سليم، عن جدير – أو جد مر – بن عبد الله المازني، عن زيد مولى زينب بنت جحش، عن زينب بنت جحش، قالت: كان رسول الله (صلى الله عليه وسلم)، ذات يوم عندي نائما، فجاء الحسين

dst…

Maka sekarang menjadi jelas bahwa kedua orang tersebut (1 dan 2 yang disebutkan Syahrudi) adalah sama.

Dalam Syiah, Ziyad bin Abdillah Majhul. Dan setelah kita ketahui nama lengakapnya, maka kita akan menemukan bahwa Ziyad bin Abdillah adalah bagian dari perawi sunni. Ia adalah perawi empat kitab utama Sunni salah satunya adalah Shahih Muslim [http://www.al-islam.com/Page.aspx?pageid=693&BookID=25&PID=1875&SectionID=2&IndexID=34&IndexItemID=10458&isDirect=0&General=1] ( Syarhnya [http://library.islamweb.net/newlibrary/display_book.php?bk_no=53&ID=469&idfrom=3039&idto=3358&bookid=53&startno=10]).
_________________________

_________________________
Beberapa ulama sunni memandangnya Dhaif dan sebagian Tsiqah. Ibn Hajar menyatakan Tsiqah dalam Taqrib al-Tahdib.

Yang menarik adalah dalam sunni, Ziyad bin Abdillah tidak pernah dikatakan sebagai syiah, dan ini membuktikan bahwa sebenarnya Ziyad bin Abdillah adalah perawi sunni bukan perawi syiah. Maka itu menjadi jelas bahwa ia tidak pernah meriwayatkan dalam empat kitab utama syiah. Dan dalam kenyataan riwayat-riwayat mengenai Imam Ali (as) melamar putri Abu Jahal paling populer dalam kitab-kitab sunni, maka menjadi jelas bahwa dari kalangan merekalah riwayat semacam itu beredar. Dan bukan hal yang luar biasa jika dalam syiah dan sunni banyak terdapat riwayat yang diriwayatkan oleh salah satu dari kalangan masing-masing, misalnya riwayat syiah yang beredar dalam sunni dan riwayat sunni yang beredar dalam kalangan syiah, melalui kedua golongan perawi masing-masing.

Kesimpulan
Riwayat ini Dhaif Jiddan, karena setidaknya terdapat terdapat tiga perawi Majhul dan sebagian terdapat ikhtilaf dimata para ulama syiah. Riwayat ini tidak bernilai apapun. Dan ulama Syiah seperti Syarif Murtadha ( Tanzih al-Anbiya,219 [Sumber: http://www.alkadhum.org/] ) menyatakan riwayat tersebut bathil dan mawdhu.


Al-hamdulillahir-Rabbil-alamiin

Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa Aalihil Ath’har

*****

SS tulisan Nashibi secara lengkap :


________________________________________

Jawaban atas 17 tuduhan terhadap Syiah


Pengantar

Pertama, apakah kita sepakat bahwa Al-Qur'an dijamin dan dijaga Allah dari segala penambahan dan pengurangan? Dan kalau ada anggapan bahwa seseorang atau sekelompok orang menyatakan bahwa Syiah memiliki Al-Qur'an lain, apakah anggapan ini tdk menentang jaminan Alllah tersebut? Bukankah Allah berkali2 dalam Al-Qur'an menantang siapa saja untuk mendatangkan yang dapat menyerupai Al-Qur'an? Dan jika kita yakin dengan jaminan Allah, dan memang kita mesti dan wajib yakin, bukankah memunculkan keragu-raguan semacam ini adalah bagian dari waswas syaithanil khannas untuk melemahkan keyakinan kita terhadap keterjagaan Al-Qur'an dari segala kemungkinan dikurangi atau ditambahi apalagi disaingi sepenuhnya?

Kedua, bukankah Sunnah Nabi yang Shahih adalah rujukan dan sumber hukum Islam setelah Al-Qur'an?! Saya tekankan sekali lagi: yang shahih! Jika memang demikian, apakah mungkin suatu hadis, betapapun kuat matan dan sanadnya, dapat dianggap shahih bila bertentangan dengan Al-Qur'an? Jika tidak, maka semua matan dan sanad hadis yang menyatakan ada Al-Qur'an lain selain yang dipegang dan dibaca oleh 1,7 milyar penduduk Muslim dunia ini wajib dianggap tidak shahih atau palsu (maudhu'). Lantas, bila ada hadis yang dianggap shahih bertentangan dengan ayat yg sharih, apa yg mesti dilakukan?

Ketiga, apakah ada orang yang pernah membaca atau mendengar sendiri dari seorang imam, ulama syiah atau pengikut syiah yang mengatakan bahwa seluruh hadis dalam Ushul Al-Kafi itu semuanya shahih? Apakah ada yg pernah membaca atau mendengar buku berjudul Shahih Al-Kafi? Jelas tidak. Bahkan, seluruh kaum Muslim di dunia sepakat bahwa selain nash Al-Qur'an, semua dapat dikritik dan diragukan keshahihannya. Al-Kulaini sendiri dalam pengantar Al-Kafi telah menegaskan prinsip yg telah disebutkan di poin kedua, yakni apa saja yang dianggap bertentangan dengan Kitab Allah haruslah dibuang dan dianggap maudhu'. Maka itu, aneh kalau lantas dia sendiri dianggap meyakini Al-Qur'an yg dia yakini harus dijadikan rujukan kemudian dituduh secara sewenang2 meyakini ada Al-Qur'an lain. Sayangnya, sebagian orang memang membaca Al-Kafi tanpa menghiraukan wanti-wanti Al-Kulaini di pengantar kitabnya.

Keempat, Islam adalah agama yang dimulai dengan ucapan La Ilaha IllaLLAH Muhammad RasuluLLAH. Siapa saja yang telah mengucapkannya secara lahiriah berhak dianggap Muslim dengan hak-hak yg sempurna dan tidak boleh dibunuh. (Lihat Al-Jami’ Al-Shahih, Imam Muslim, cetakan edisi revisi, Dar Al-Fikr, Beirut, Juz 1 hal. 66).Tidak ada satu ayat Al-Qur'an maupun Hadis Shahih yang membolehkan atau memberi hak kepada siapa saja untuk menjadi hakim untuk menilai kekafiran Muslim yang lain. Bahkan, Islam dengan jelas menyatakan bahwa seseorang dihukumi berdasarkan lahiriahnya. Mau orang itu bertaqiyah atau menyembunyikan apapun di dalam hatinya, selama dia masih menyatakan keesaan Allah dan bahwa Nabi adalah Rasul terakhir Allah, maka dia wajib dihukumi Muslim.

Kelima, saat menyuruh kita berdakwah, Allah dengan tegas menyatakan bahwa hanya Dialah yang paling mengetahui siapa di antara makhluk yang paling mendapat petunjuk (QS An-Nahl: 125): Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah [845] dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. Maksudnya, pendakwah yang sudah dianggap berilmu pun tidak berhak mengklaim dirinya paling benar, apalagi orang biasa yang tidak berilmu. Bahkan, dalam surat Saba’ ayat 24-25 Al-Qur’an menyebutkan adab Baginda Rasulullah dalam berdialog dengan orang musyrik: Katakanlah: "Siapakan yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan dari bumi?" Katakanlah: "Allah", dan sesungguhnya kami atau kamu (orang-orang musyrik), pasti berada dalam kebenaran atau dalam kesesatan yang nyata ** Katakanlah: "Kamu tidak akan ditanya (bertanggung jawab) tentang dosa yang kami perbuat dan kami tidak akan ditanya (pula) tentang apa yang kamu perbuat".” Ayat inimenegaskan bahwa seorang Nabi yang mendapat petunjuk Allah di saat menghadapi musuh harus menunjukkan sikap menerima kemungkinan salah, karena memang itulah tanda makhluk dan hamba di hadapan kesempurnaan Allah yang tidak terbatas.

Keenam, pendapat yang harus diterima dari suatu mazhab adalah pendapat jumhur, bukan satu dua ulama, apalagi seorang pengikut awam. Oleh sebab itu, tuduhan adanya hadis2 yang dianggap sebagai tahrif dalam Al-Kafi telah dijelaskan panjang lebar oleh jumhur ulama Syiah. Kalau perlu, nanti alfaqir bisa copaskan untuk antum.

Ketujuh, tidak ada satu majlis ulama di dunia Islam atau lembaga keilmuan Islam yang diakui yang secara resmi menyatakan syiah sebagai sesat sebagaimana halnya ahmadiyyah. Orang syiah diperbolehkan haji dan negara syiah seperti Iran masuk dalam anggota Organisasi Konferensi Islam. Kalo sebagian orang di Indonesia merasa lebih hebat dan lebih menguasai kitab-kitab syiah melebihi ulama Al-Azhar, ulama Madinah, atau ulama negara-negara Islam lain dan menyatakan bahwa syiah merupakan mazhab yang sesat, maka jelas sebagian orang Indonesia itu patut dianggap keluar dari jumhur dan patut dianggap sebagai syadz. Bahkan, mereka jelas keluar dari Ahlus Sunnah wal Jamaah yang menekankan pada jamaah dan pendapat jumhur.

Kedelapan, tidak semua pendapat ulama syiah benar dan sahih. Malah sebagian pendapat ulama syiah telah disalahkan oleh ulama syiah yang lain, sebagaimana yang terjadi dalam semua mazhab Islam lainnya. Karena pendapat ulama adalah ijtihad yang bisa salah dan bisa benar.
Kesembilan, mengambil suatu pernyataan di luar konteks, apalagi dengan tujuan untuk mengaburkan pandangan utuh seseorang adalah perbuatan yang salah.


17 Alasan Ulama Islam Mengkafirkan Kaum Syiah

SEJUMLAH tujuh belas doktrin Syi'ah yang selalu mereka sembunyikan dari kaum muslimin sebagai bagian dari pengamalan doktrin taqiyah (menyembunyikan Syi'ahnya).

---Taqiyah itu adalah suatu praktik dan sikap yang dibenarkan> rujuk Al-Qur’an surah Ali Imran ayat 28: “Janganlah orang-orang mu'min mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mu'min. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti (tuqatan) dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allah kembali (mu).” Jadi, memelihari diri dari sesuatu yang ditakutkan adalah sikap yang dibenarkan oleh Al-Qur’an. Apakah ada yang merasa dirinya lebih baik dan lebih mulia daripada sikap orang Mukmin yang disebutkan dalam ayat di atas?


Ketujuh belas doktrin ini terdapat dalam kitab suci Syi'ah:
----kitab suci syiah hanyalah Al-Qur’an yang telah dijaga Allah selama-lamanya.

1. Dunia dengan seluruh isinya adalah milik para imam Syi'ah. Mereka akan memberikan dunia ini kepada siapa yang dikehendaki dan mencabutnya dari siapa yang dikehendaki (Ushulul Kaafi, hal.259, Al-Kulaini, cet. India).

Jelas Doktrin semacam ini bertentangan dengan firman Allah SWT QS: Al-A'raf 7: 128, "Sesungguhnya bumi adalah milik Allah, Dia dikaruniakan kepada siapa yang Dia kehendaki". Kepercayaan Syi'ah diatas menunjukkan penyetaraan kekuasaan para imam Syi'ah dengan Allah dan doktrin ini merupakan aqidah syirik.

----Tolong berikan nomor hadis dan teksnya supaya kita bisa mengerti konteksnya bersama-sama. Namun, jika kita memahami surat Al-A’raf ayat 128 itu, maka di situ ditegaskan bahwa Allah berhak memberikan seluruh bumi ini kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Artinya, apabila Allah berkehendak demikian, maka terjadilah apa yang Dia kehendaki.

2. Ali bin Abi Thalib yang diklaim sebagai imam Syi'ah yang pertama dinyatakan sebagai dzat yang pertama dan terakhir, yang dhahir dan yang bathin sebagaimana termaktub dalam surat Al-Hadid, 57: 3 (Rijalul Kashi hal. 138).

Doktrin semacam ini jelas merupakan kekafiran Syi'ah yang berdusta atas nama Khalifah Ali bin Abi Thalib. Dengan doktrin semacam ini Syi'ah menempatkan Ali sebagai Tuhan. Dan hal ini sudah pasti merupakan tipu daya Syi'ah terhadap kaum muslimin dan kesucian aqidahnya.

--------Tolong sekali lagi berikan nomor hadis dan teksnya supaya kita bisa mengerti konteksnya bersama-sama. Kalau ada teks arabnya mungkin bisa dicari di internet. Namun demikian, wajib ditegaskan bahwa apapun yang bertentangan dengan Al-Qur’an jelas keluar dari kebenaran. Apabila hadis itu tetap dianggap shahih oleh ahli2 hadis, maka maknanya harus ditakwilkan sehingga tidak bertentangan dengan Al-Qur’an. Al-Qur’an menyebutkan istilah takwil dalam beberapa ayat, misalnya, Ali Imran ayat 7 dan An-Nisa ayat 59. Metode takwil bukan saja diakui oleh ulama syiah, tapi juga oleh ulama Sunni seperti Syaikh Ibn Taymiyah sebagaimana yang ditulis dalam At-Tafsir Al-Kabir, juz 2, hal. 88-114 cetakan Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyyah, Beirut, tahun 1988.

3. Para imam Syi'ah merupakan wajah Allah, mata Allah dan tangan-tangan Allah yang membawa rahmat bagi para hamba Allah (Ushulul Kaafi, hal. 83).

----Selama Allah tetap diesakan dan dianggap sebagai satu-satunya Dzat Pencipta yang mewujudkan segala sesuatu dan memiliki dan menguasai segala sesuatu dan meyakini bahwa apapun yang Allah kehendaki bisa terjadi, maka itu tetap dapat dianggap sebagai beriman kepada Allah. Jadi, kalau memang hadis ini shahih, hadis ini harus ditakwilkan agar sesuai dengan prinsip tauhid di atas. Takwilnya sama saja dengan takwil terhadap istilah Baytullah (Rumah Allah). Maksud Rumah Allah itu jelas beda dengan rumah makhluk, karena Allah tidak dibatasi oleh ruang. Kalau semua Muslimin bersepakat bahwa Ka’bah adalah Rumah Allah, apakah mereka semua menjadi kafir?! Kemudian, dalam Al-Qur’an disebutkan soal tangan Allah. Apakah maknanya sama dengan tangan manusia? Dalam hadis Imam Bukhari ada ungkapan bahwa “yaduLLAH ma’al jama’ah (tangan Allah) bersama jamaah”. Apakah makna tangan ini sama dengan tangan manusia? Atau pertolongan? Jadi, semua kata yang dipakai di sini harus diartikan sebagai kinayah. Makna “wajah”, “tangan”, “mata” Allah dalam hadis2 tersebut sama mirip dengan yang dijelas Ibn Al-Atsir dalam bukunya yang berjudul Al-Nihayah fi Gharib Al-Hadits.

4. Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib oleh Syi'ah dikatakan menjadi wakil Allah dalam menentukan surga dan neraka, memperoleh sesuatu yang tidak diperoleh oleh manusia sebelumnya, mengetahui yang baik dan yang buruk, mengetahui segala sesuatu secara rinci yang pernah terjadi dahulu maupun yang ghaib (Ushulul Kaafi, hal. 84).

----Soal membagi surga dan neraka itu sebenarnya bisa merujuk pada hadis shahih Muslim yang menyatakan bahwa tidak mencintai Ali kecuali mukmin (masuk surga) dan tidak membencinya kecuali munafik (masuk neraka). Lihat: Al-Jami’ Al-Shahih, Imam Muslim, cetakan edisi revisi, Dar Al-Fikr, Beirut, Juz 1 hal. 61.

5. Keinginan para imam Syi'ah adalah keinginan Allah juga (Ushulul Kaafi, hal. 278).

----Hadis ini sebenarnya semakna dengan ayat dalam surah Ghafir (40) ayat 60: Dan Tuhanmu berfirman: "Berdo'alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku [1327] akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina". Bukankah ayat ini menyatakan keniscayaan diterimanya doa dan permintaan kita oleh Allah, sehingga berarti keinginan kita menjadi keinginan Allah?!

6. Para imam Syi'ah mengetahui kapan datang ajalnya dan mereka sendiri yang menentukan saat kematiannya karena bila imam tidak mengetahui hal-hal semacam itu maka ia tidak berhak menjadi imam (Ushulul Kaafi, hal. 158).

---Jika Allah menghendaki demikian, maka pasti hal ini bisa terjadi.

7. Para imam Syi'ah mengetahui apapun yang tersembunyi dan dapat mengetahui dan menjawab apa saja bila kita bertanya kepada mereka karena mereka mengetahui hal ghaib sebagaimana yang Allah ketahui (Ushulul Kaafi, hal. 193).

---Jika Allah menghendaki demikian, maka pasti hal ini bisa terjadi.

8. Allah itu bersifat bada' yaitu baru mengetahui sesuatu bila sudah terjadi. Akan tetapi para imam Syi'ah telah mengetahui lebih dahulu hal yang belum terjadi (Ushulul Kaafi, hal. 40).
Menurut Al-Kulaini (ulama besar ahli hadits Syi'ah), Bahwa Allah tidak mengetahui bahwa Husein bin Ali akan mati terbunuh. Menurut mereka Tuhan pada mulanya tidak tahu karena itu Tuhan membuat ketetapan baru sesuai dengan kondisi yang ada. Akan tetapi imam Syi'ah telah mengetahui apa yang akan terjadi. Oleh sebab itu menurut doktrin Syi'ah Allah bersifat bada' (Ushulul Kaafi, hal. 232).

----Mohon menyebutkan hadisnya secara lengkap. Karena dalam hadis itu dijelaskan bahwa beliau mengetahuinya dari kitab Allah. Kemudian, maksud bada’ bukan sebagaimana tuduhan di atas, melainkan bahwa sebagaimana bunyi ayat 39 surat Ar-Ra’ad: “Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisi-Nya-lah terdapat Ummul-Kitab (Lauh mahfuzh).”

9. Para imam Syi'ah merupakan gudang ilmu Allah dan juga penerjemah ilmu Allah. Para imam Syi'ah bersifat Ma'sum (Bersih dari kesalahan dan tidak pernah lupa apalagi berbuat Dosa). Allah menyuruh manusia untuk mentaati imam Syi'ah, tidak boleh mengingkarinya dan mereka menjadi hujjah (Argumentasi Kebenaran) Allah atas langit dan bumi (Ushulul Kaafi, hal. 165).

---Jika Allah menghendaki, maka pasti semua itu dapat terjadi.

10. Para imam Syi'ah sama dengan Rasulullah Saw (Ibid).

---Mohon lengkapkan hadisnya supaya tidak kehilangan konteks yang dimaksudnya. Kalau yang dimaksud bahwa ada kesamaan di antara Nabi dan para imam dalam soal-soal tertentu, maka itu benar, karena Allah juga sudah meminta para nabi mengatakan demikian dalam ayat terakhir surat Al-Kahfi. Tapi kalau yang dimaksud sama-sama menerima wahyu, maka jelas itu keliru dan tuduhan yang salah.

11. Yang dimaksud para imam Syi'ah adalah Ali bin Abi Thalib, Husein bin Ali, Ali bin Husein, Hassan bin Ali dan Muhammad bin Ali (Ushulul Kaafi, hal. 109)

----Ini sesuai dengan hadis Kisa yang juga diterima oleh ulama Ahlus Sunnah.

12. Al-Qur'an yang ada sekarang telah berubah, dikurangi dan ditambah (Ushulul Kaafi, hal. 670). Salah satu contoh ayat Al-Qur'an yang dikurangi dari aslinya yaitu ayat Al-Qur'an An-Nisa': 47, menurut versi Syi'ah berbunyi: "Ya ayyuhalladziina uutul kitaaba aaminuu bimaa nazzalnaa fie ‘Aliyyin nuuran mubiinan". (Fashlul Khitab, hal. 180).

----Ini tuduhan keliru dan menunjukkan si penuduh meragukan janji Allah dalam surat Al-Hijr ayat 9: “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.”

13. Menurut Syi'ah, Al-Qur'an yang dibawa Jibril kepada Nabi Muhammad ada 17 ribu ayat, namun yang tersisa sekarang hanya 6660 ayat (Ushulul Kaafi, hal. 671).

----Ini tuduhan keliru dan menunjukkan si penuduh meragukan janji Allah dalam surat Al-Hijr ayat 9: “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” Lagipula, dalam kitab-kitab ulama syiah telah dijelaskan tuntas bahwa seluruh hadis yang menunjukkan makna-makna sebagaimana di atas harus ditakwilkan dengan cara yang tidak bertentangan dengan akidah tentang kemustahilan Al-Qur’an dapat ditambah atau dikurangi.

14. Menyatakan bahwa Abu Bakar, Umar, Utsman bin Affan, Muawiyah, Aisyah, Hafshah, Hindun, dan Ummul Hakam adalah makhluk yang paling jelek di muka bumi, mereka ini adalah musuh-musuh Allah. Siapa yang tidak memusuhi mereka, maka tidaklah sempurna imannya kepada Allah, Rasul-Nya dan imam-imam Syi'ah (Haqqul Yaqin, hal. 519 oleh Muhammad Baqir Al-Majlisi).

----Ini jelas tidak benar dan bukan pandangan umumnya ulama syiah.

15. Menghalalkan nikah Mut'ah, bahkan menurut doktrin Syi'ah orang yang melakukan kawin mut'ah 4 kali derajatnya lebih tinggi dari Nabi Muhammad Saw. (Tafsir Minhajush Shadiqin, hal. 356, oleh Mullah Fathullah Kassani).

----Ini jelas tuduhan yang tidak benar. Kalau benar Al-Kasyani menyatakan demikian, mohon disebutkan teks arabnya secara lengkap dan kita sesatkan bersama-sama.

16. Menghalalkan saling tukar-menukar budak perempuan untuk disetubuhi kepada sesama temannya. Kata mereka, imam Ja'far berkata kepada temannya: "Wahai Muhammad, kumpulilah budakku ini sesuka hatimu. Jika engkau sudah tidak suka kembalikan lagi kepadaku." (Al-Istibshar III, hal. 136, oleh Abu Ja'far Muhammad Hasan At-Thusi).

---Harus selalu diingat bahwa semua yang bertentangan dengan ayat yang jelas wajib dibuang. Dari manapun datangnya. Tapi, untuk diskusi lebih lanjut, mohon tunjukkan hadisnya secara lengkap, supaya tidak semata-mata menjadi bahan fitnah. Karena kalau hadis dipotong-potong, maka jelas pemahaman akan rusak.

17. Rasulullah dan para sahabat akan dibangkitkan sebelum hari kiamat. Imam Mahdi sebelum hari kiamat akan datang dan dia membongkar kuburan Abu Bakar dan Umar yang ada didekat kuburan Rasulullah. Setelah dihidupkan maka kedua orang ini akan disalib (Haqqul Yaqin, hal. 360, oleh Mullah Muhammad Baqir al-Majlisi).

---Sekali lagi mohon hadis lengkapnya. Kalau pun ada pandangan seperti ini, maka ini bukan pandangan jumhur ulama syiah. Apalagi sekarang jelas ada fatwa yang mengharamkan seluruh pengikut syiah untuk menodai semua simbol yang diagungkan oleh Muslimin.

Ketujuhbelas doktrin Syi'ah di atas, apakah bisa dianggap sebagai aqidah Islam sebagaimana dibawa oleh Rasulullah Saw. dan dipegang teguh oleh para Sahabat serta kaum Muslimin yang hidup sejak zaman Tabi'in hingga sekarang? Adakah orang masih percaya bahwa Syi'ah itu bagian dari umat Islam? Menurut Imam Malik dan Imam Ahmad, barangsiapa yang tidak MENGKAFIRKAN aqidah Syi'ah ini, maka dia termasuk Kafir.

Semua kitab tersebut diatas adalah kitab-kitab induk atau rujukan pokok kaum Syi'ah yang posisinya seperti halnya kitab-kitab hadits Imam Bukhari, Muslim, Ahmad bin Hambal, Nasa'i, Tirmidzi, Abu Daud, dan Ibnu Majah bagi kaum Muslimin. Oleh karena itu, upaya-upaya Syi'ah untuk menanamkan kesan bahwa Syi'ah adalah bagian dari kaum Muslimin, hanya berbeda dalam beberapa hal yang tidak prinsip, adalah dusta dan harus ditolak tegas !!!.

----Jelas bahasa tuduhan seperti di atas tidaklah tepat. Tidak perlu orang memaksa orang lain untuk menyatakan bahwa keyakinannya adalah seperti yang dituduhkan si penuduh di atas, padahal dia tidak meyakini hal-hal sebagaimana yang dimaksudkan si penuduh. Orang tidak boleh menghukumi apa yang dalam batin dan hati orang lain. Yang dapat dihukumi adalah apa yang dinyatakannya denga lisannya secara tegas. Alfaqir kembali meminta ayat atau hadis yang membolehkan orang mengkafirkan orang lain, dengan menunjuk individu tersebut dan menyatakan: Engkau kafir. Malah sebaliknya ada hadis2 yang melarang perkataan2 seperti itu karena hanya akan menimbulkan permusuhan. Dan yang suka menimbulkan permusuhan adalah setan sebagaimana firman Allah dalam surat Al-An’am (91): “Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).” Apalagi, Allah telah mengingatkan kita untuk tidak menghina mereka yang jelas-jelas menyembah selain Allah (QS. Al-An’am: 108, apalagi bagi mereka justru jelas menyembah Allah dan mengagungkan namaNYA di tiap tempat.

Wallahu a’lam.
_____________________________________

Mengenal Sejarah dan Kitab-kitab Hadits Syiah


Al Husain bin Muhammad meriyatkan dari Ahmad bin Ishaq dari Sa'dan bin Muslim dari Muawiyah bin Umar yang berkata,"Saya bertanya kepada Imam Shadiq as mana yang lebih utama, seseorang yang mendengarkan perkataan anda dan menyampaikan kepada manusia atau ahli ibadah yang tidak melakukan itu?. Imam Shadiq as menjawab, "Seseorang yang menyampaikan perkataan kami sehingga membekas di dalam hati umat Syiah jauh lebih utama dari seribu ahli ibadah." (Al Kafi, jilid 1, hal. 33)

Abu Muhammad Ismail


Mengenal Sejarah dan Kitab-kitab Hadits Syiah

Pendahuluan

Sunnah -yang di sisi muslim Syiah bermakna perkataan, perbuatan dan penetapan Maksumin as- adalah sumber rujukan kedua untuk mengenal dan mempelajari agama Islam setelah al-Qur'an.

Sunnah (sering juga disebut hadits) perannya sebagai penjelas dan pendamping al-Qur'an, sehingga menjadi sumber rujukan para fukaha dan ulama untuk menetapkan ahkam syar'i dan masalah-masalah fikih.

Nabi Saw dan para Aimmah as sangat menekankan dan menganjurkan kepada kaum muslimin untuk mempelajari dan menghafal hadits-hadits yang dengan itu sunnah dapat terjaga dan tersampaikan kepada setiap generasi.


Berikut diantara hadits-hadits Maksumin as yang menekankan kepada kaum muslimin untuk mempelajari sunnah.

Mempelajari Hadits:
Jabir meriwayatkan dari Imam Ja'far Shadiq as yang bersabda, "Wahai Jabir, demi Allah satu hadits yang engkau pelajari dari seseorang yang terpercaya mengenai halal dan haram adalah lebih besar nilainya dari tempat dimana matahari terbit dan terbenam." (Bihar al Anwar, jilid 2, hal. 146).

Menghafal Hadits:
Rasulullah Saw bersabda, "Barangsiapa dari ummatku yang menghafal 40 hadits yang bermanfaat baginya dalam urusan agama, Allah Azza wa Jalla akan membangkitkannya pada hari kiamat sebagai faqih dan alim." (Bihar al Anwar, jilid 2, hal. 153).

Menyampaikan Hadits:
Al Husain bin Muhammad meriyatkan dari Ahmad bin Ishaq dari Sa'dan bin Muslim dari Muawiyah bin Umar yang berkata,"Saya bertanya kepada Imam Shadiq as mana yang lebih utama, seseorang yang mendengarkan perkataan anda dan menyampaikan kepada manusia atau ahli ibadah yang tidak melakukan itu?. Imam Shadiq as menjawab, "Seseorang yang menyampaikan perkataan kami sehingga membekas di dalam hati umat Syiah jauh lebih utama dari seribu ahli ibadah." (Al Kafi, jilid 1, hal. 33)

Membahas Hadits:
Rasulullah Saw bersabda, "Saling mengunjungilah, dan bahaslah hadits bersama-sama, sebab hadits itu membersihkan hati. Hati seperti pedang yang bisa berkarat, dan batu asahnya adalah hadits." (Al Kafi, jilid 1, hal. 41)

Seiring dengan terpisahnya jarak dengan para Maksumin as, maka untuk mengenal keshahihan dan kebenaran sebuah hadits, maka lahirlah ilmu hadits. Ilmu hadits adalah ilmu yang mempelajari mengenai keadaan hadits dan para perawi dari segi diterima tidaknya. Mengajarkan tentang solusi permasalahan yang didapatkan dalam memahami sebuah hadits dan cara menetapkan validitas hadits. Namun karena banyaknya cabang-cabang ilmu yang harus dipelajari dalam ilmu hadits maka ilmu hadits sering disebut juga Ulumul Hadits.

Sebagaimana yang ditulis Muhammad 'Ajjaj al Khatib dalam kitabnya 'Ulum al Hadits'1, ilmu-ilmu hadits memiliki enam cabang diantaranya:
1. Ilmu al jarhu wa ta'dil: ilmu yang mempelajari adanya pernyataan mengenai cacat/cela atau 'adalah/keadilan pada perawi.
2. Ilmu rijal al hadits: ilmu untuk mengetahui para perawi hadits dalam kapasitasnya sebagai perawi hadits.
3. Ilmu mukhtaliful hadits wa musyakilihi: ilmu yang membahas hadits-hadits yang tampak bertentangan kemudian menghilangkan pertentangannya atau mengkompromikannya serta membahas hadits-hadits yang sulit dipahami lalu menghilangkan kesulitan itu dan menjelaskan hakikatnya.
4. Ilmu 'ilalil hadits: lmu yang membahas tentang penyakit-penyakit yang tidak nampak dalam suatu hadits, yang dapat menjatuhkan kualitas hadits tersebut.
5. Ilmu gharibil hadits: ilmu yang membahas tentang kalimat-kalimat yang sukar dalam hadits.
6. Ilmu nasikh al hadits wa mansukh: ilmu yang membahas hadits-hadits dari sisi mansukh (dihapus) dan hadits yang terakhir sebagai nasikh (yang menghapus).

Namun ulama-ulama lainnya mengenai cabang-cabang ulum al hadits memiliki pendapat yang sangat beragam. Jalaluddin Suyuti misalnya dalam Tadrib ar Rawi2 menyebutkan Hazami mengenal lebih dari seratus cabang ulum al hadits dan Ibn Shalah membaginya menjadi 65 cabang. Sementara Ibn Khaldun dalam kitab Tarikhnya3 menyebutkan 6 cabang ulum al hadits terdiri dari: Ilmu nasikh dan mansukh, ilmu ar rijal, ilmu istilah hadits, Ilmu matan hadits, ilmu syarat-syarat naql dan ilmu fiqhul hadits. Sedangkan Hafizh Naisyaburi dalam kitab Ma'rifat ulum al hadits4 menyebutkan 52 cabang ilmu hadits.

Dari berbagai pembagian yang beragam tersebut, ulum al hadits dapat dibagi dalam empat kelompok besar:
1. Ilmu tarikh hadits dan pengenalan terhadap matan hadits.
2. Ilmu musthalah al hadits.
3. Ilmu penilaian sanad dan rijal hadits.
4. Ilmu dirayah dan fiqh al hadits.

Kesemua pembagian cabang ulum al hadits terangkum dalam ke empat kelompok besar ini. Dalam tulisan ini, kita akan membahas kelompok yang pertama, mengenai tarikh (sejarah) hadits dan pengenalan terhadap kitab-kitab hadits khususnya yang masyhur dikalangan Syiah.


Referensi:
1. Muhammad 'Ajjaj al Khatib, Ulum al Hadits, hal. 107
2. Jalaluddin Suyuti, Tadrib ar Rawi, hal. 3 dan 14.
3. Tarikh Ibnu Khaldun, hal. 796, 797.
4. Al Imam Naisyaburi, Ma'rifat ulum al hadits, hal. 256.
________________________________

Mazhab Syiah dalam Sorotan

Hal lain yang selalu dijadikan tuduhan kepada muslim Syi'i yang membuat mereka dinyatakan kafir dan keluar dari agama Islam adalah adanya keyakinan kaum Syiah bahwa Al-Qur'an mengalami perubahan atau kaum Syiah memiliki Al-Qur'an yang berbeda dengan kaum muslimin lainnya. Ini hanyalah fitnah belaka, sebab sampai saat ini tak ada seorangpun yang mampu menunjukkan Al-Qur'an Syiah yang berbeda dengan Al-Qur'an ummat Islam pada umumnya. Perbedaan pendapat tentang Al-Qur'an hanyalah berkisar kapan dan siapa yang mengumpulkan Al-Qur'an.

Ismail Amin*


Mazhab Syiah dalam Sorotan

3-4 April 2007 Indonesia menjadi tuan rumah sebuah event internasional bertajuk Konferensi Ulama Sunni-Syiah di Istana Bogor, yang diprakarsai oleh NU dan Muhammadiyah, dua ormas besar yang lebih berhak mengatasnamakan ummat Islam Indonesia bukan hanya karena perintis organisasi keagamaan di Indonesia melainkan juga memiliki massa dan pendukung yang lebih besar dibandingkan ormas-ormas Islam lainnya. 3 bulan sebelumnya telah diadakan pula Muktamar Internasional antar Berbagai Madhzab Islam di Qatar, yang dihadiri 216 tokoh pemikir, ulama, pengamat dan menteri dari 44 negara dunia. Muktamar ini diprakarsai Universitas Qatar dan Universitas Al-Azhar Mesir. Kedua pertemuan ini bertujuan untuk menghasilkan piagam persatuan ummat Islam. Seruan persatuan Islam memang sangat dibutuhkan ditengah konflik horizontal yang terjadi berlarut-larut yang masing-masing kelompok mengatasnamakan Islam. Namun yang patut disayangkan, masih saja ada segelintir orang yang melakukan aksi-aksi yang bertentangan dengan semangat persatuan ini. Seperti penyerangan pengajian Syiah di Bondowoso, Bangil dan Sampang serta penyerangan pesantren YAPI tepat di hari maulid Nabi, ataupun menggelar kegiatan-kegiatan sepihak yang menghakimi madhzab lain secara in-absentia. Seorang matematikawan yang menulis buku tentang ilmu farmasi dan kesehatan tentu banyak mengalami kesalahan dalam penulisan bukunya, kalaupun benar, orang tetap meragukan kredibilitasnya. Begitupun tentang Syiah, muslim Syi'i lah yang lebih berhak untuk berbicara tentang madhzab yang diyakininya. Mengenai hal ini, saya sebagai mahasiswa yang belajar langsung di Iran (Negara yang penduduknya mayoritas bermahdzab Syiah) ingin memberi sedikit tanggapan tentang sebagian kaum muslim yang masih memberi pengklaiman sesat bahkan kafir kepada kaum Syiah, yang oleh Mufti Universitas Al-Azhar Mesir Syaikh Muhammad Tantawi mengeluarkan fatwa bolehnya muslim Sunni shalat berjama'ah dengan Syiah, mengikuti Mufti Al-Azhar pendahulunya, almarhum Syaikh Muhammad Shaltut yang mengeluarkan fatwa penganut mazhab Syiah sah dan diakui sebagai keluarga besar kaum muslimin. Perselisihan pendapat Syiah dengan Ahli Sunnah hanya seputar persoalan-persoalan yang masih berada di bawah dataran prinsip agama. Sebagai bukti, akan saya paparkan beberapa keyakinan Syiah yang justru landasan teologisnya dalam keyakinan Ahlus Sunnah mendapatkan legitimasi dan pembenaran.


Kontroversi Aqidah Syiah

Perbedaan pendapat antar madhzab dalam Islam bukan sesuatu yang baru. Jika kita menelusuri sejarah, akan ditemukan perselisihan antara kelompok fiqh dan ushul Sunni, misalnya antara Asyariah dan Mu'tazilah atau antara pengikut Hanbali, Hanafi dan Syafi'i dan begitu pula pada kelompok-kelompok Syi'ah. Perbedaan yang paling mendasar antara madhzab Syiah dengan yang lainnya adalah loyalitas kepada keluarga Nabi (Ahlul Bait) sehingga madhzab Syiah juga dikenal sebagai madhzab Ahlul Bait. Kaum Syiah meyakini hak kekhalifahaan ada pada Ahlul Bait Nabi. Kekhalifahan yang dimaksud bukan sekedar sebagai pemimpin ummat melainkan sebagai pelanjut tugas kenabian, memberikan bimbingan dan petunjuk kepada ummat. Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya aku tinggalkan pada kalian dua perkara yang amat berharga, yaitu kitab Allah dan Ahlul Baitku" (Shahih Muslim Juz 4 hal 123 terbitan Dar al-Ma'rif Beirut Lebanon ). Dalam hadits ini Rasulullah mengingatkan tentang Ahlul Bait sebanyak tiga kali. Ibnu Hajar juga meriwayatkan dalam kitabnya ash-Shawa'iq dengan lafadz sedikit berbeda. Rasul menamakan keduanya, Al-Qur'an dan Ahlul Bait sebagai ats-Tsaqalain, ats-Tsaql berarti sesuatu yang berharga, mulia, terjaga dan suci karena keduanya adalah tambang ilmu-ilmu agama, hikmah dan hukum syariat. Mengapa tidak cukup hanya dengan Al-Qur'an ?. Allah SWT berfirman, "Tidak ada sesuatupun yang Kami luputkan dalam Kitab." (Qs. Al-An'am : 38). Dengan ayat ini, Allah SWT menegaskan bahwa tidak ada yang tertinggal dan semuanya telah tersampaikan dalam Al-Qur'an. Namun, bukankah ayat-ayat Al-Qur'an tidak terjelaskan secara terperinci ?. Sewaktu Rasul masih hidup, Rasullah yang menjelaskan secara terperinci hukum-hukum Islam yang disebutkan secara umum dalam Al-Qur'an. Namun, apakah semuanya telah dijelaskan oleh Rasul ? Karenanya sepeninggal Rasul harus ada yang tahu interpretasi Al-Qur'an dan makna sejatinya, bukan berdasarkan logika sendiri, yang terkadang benar dan juga bisa salah, namun berdasarkan pengetahuan ilahiahnya tentang karakter esensi Islam. Al-Qur'an dan Ahlul Bait adalah dua pusaka Nabi yang suci, Allah menjelaskan kesucian Ahlul Bait dalam Surah Al-Ahzab ayat 33. Dan setelah Rasul merekalah yang lebih banyak memahami Al-Qur'an, "Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah" (Qs. Al-Ahzab:34) dan merekalah yang pertama-tama mendapatkan ilmu langsung dari Rasulullah, "Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat." (Qs. Asy-Syu'ara : 214). Dengan demikian, maka mengikuti Ahlul Bait sepeninggal Rasul SAW adalah sesuatu yang wajib, sebagaimana mengikuti Al-Qur'an, terlepas siapa yang dimaksud Ahlul Bait, hal ini membutuhkan pembahasan yang lebih lanjut. Yang penting disini adalah keberadaan Ahlul Bait (Itrah) Nabi di sisi kitab Allah akan tetap berlangsung hingga datangnya hari kiamat dan tidak ada satupun masa yang kosong dari kehadiran mereka.

Tidak ada yang memiliki keyakinan seperti ini selain Syiah, dimana mereka mengatakan wajib adanya imam dari kalangan Ahlul Bait pada setiap zaman, yang telah disucikan oleh Allah SWT sesuci-sucinya, dan kaum muslimin wajib untuk mengenal dan mengikuti mereka, "Siapa yang mati sementara ia tidak tahu imamnya, maka ia akan mati bagai matinya jahiliyah." (HR. Bukhari-Muslim) dan "Pada hari Kami panggil seluruh manusia bersama imamnya masing-masing" (Qs. 17:71). Oleh karena itu, Muslim Syi'i meyakini, Imam Ali bin Abi Thalib as yang berhak menjadi khalifah sebagaimana sabda Rasulullah, "Ali di sisiku ibarat Harun di sisi Musa kecuali kenabian, karena tidak ada Nabi setelahku." (Shahih Bukhari, 5 : 129 dan Shahih Muslim 2 : 360). Dan bukankah Nabi Musa as pernah berpesan kepada Nabi Harun as, "Gantikanlah aku dalam (memimpin) kaumku." (Qs. Al-A'raf : 142). Dan kepemimpinan setelah Imam Ali dilanjutkan oleh keturunannya yang berasal dari Bani Quraisy, "Setelah aku ada 12 imam, semuanya dari Quraisy." (HR. Bukhari-Muslim).

Hal lain yang selalu dijadikan tuduhan kepada muslim Syi'i yang membuat mereka dinyatakan kafir dan keluar dari agama Islam adalah adanya keyakinan kaum Syiah bahwa Al-Qur'an mengalami perubahan atau kaum Syiah memiliki Al-Qur'an yang berbeda dengan kaum muslimin lainnya. Ini hanyalah fitnah belaka, sebab sampai saat ini tak ada seorangpun yang mampu menunjukkan Al-Qur'an Syiah yang berbeda dengan Al-Qur'an ummat Islam pada umumnya. Perbedaan pendapat tentang Al-Qur'an hanyalah berkisar kapan dan siapa yang mengumpulkan Al-Qur'an. Kaum Sunni meyakini, pada zaman Rasulullah Al-Qur'an masih dalam berbentuk lembaran-lembaran yang ditulis pada batu, kulit binatang dan pada tulang-tulang yang kemudian disatukan dan dijadikan satu kitab yang utuh pada zaman kekhalifaan Usman bin Affan. Kaum Syiah meyakini, Allah SWT sendirilah yang menurunkan, menjaga dan mengumpulkan Al-Qur'an sehingga tersusun menjadi ayat-ayat dalam sebuah kitab yang sebagaimana kita baca. Allah SWT berfirman, "Sungguh, Kamilah yang menurunkannya (Al-Qur'an) dan Kamilah yang menjaganya." (Qs. Al-Hijr :9) dan ayat lain, "Sungguh, Kamilah yang akan mengumpulkannya (ayat-ayat Al-Qur'an) dan membacakannya, maka apabila telah Kami bacakan ikutilah pembacaannya, kemudian Kamilah yang akan menjelaskan." (Qs. Al-Qiyamah : 17-19). Sebab menurut Syiah, jika dalam penyusunan Al-Qur'an ada campur tangan selain Allah dan Rasul-Nya maka kitab itu tidak akan suci lagi dan akan menimbulkan banyak perselisihan dalam penyusunannya sebab siapapun merasa berhak menyusun ayat-ayat Al-Qur'an sesuai yang dikehendaki. Kalaupun dalam kitab-kitab hadits Syiah didapatkan hadits yang terkesan meragukan kesucian Al-Qur'an, ulama-ulama Syiah sudah berkali-kali memberikan bantahan dan penjelasan bahwa hadits tersebut dha'if dan tidak bisa dijadikan pegangan. Sebab keberadaan hadits-hadits dha'if dan maudhu juga terdapat pada kitab-kitab hadits Ahlus Sunnah. Justru, bagi kaum Syiah hadits yang meskipun dari segi sanad dinyatakan shahih namun jika bertentangan dengan pesan Al-Qur'an maka kaum Syiah membuangnya. Kaum Syiahpun meyakini, apa yang telah dihalalkan oleh Rasulullah akan tetap halal sampai kiamat, dan semuanya sepakat Nikah Mut'ah dan ziarah kubur pernah dihalalkan oleh Rasulullah untuk diamalkan kaum muslimin. Kalaupun ada yang menyalahgunakan nikah mut'ah ataupun melakukan praktik kesyirikan dan kebid'ahan dalam ziarah kubur itu lain soal, bukan menjadi dalil berubahnya hukum sesuatu menjadi haram dan terlarang.


Sunni-Syiah Bersatu, Mungkinkah?

Senjata paling ampuh yang ada di tangan musuh-musuh Islam adalah mengobarkan koflik lama antara Sunni dan Syiah. Di semua negeri muslim tanpa kecuali, abdi kolonialisme sibuk menciptakan perselisihan di kalangan kaum muslimin atas nama agama dan simpati kepada Islam. Cukuplah Irak, Afganistan dan Lebanon menjadi korban provokasi itu. Bukankah kita sudah cukup menderita akibat perselisihan lama ini, sehingga lebih bijak untuk menahan diri dan menghormati pendapat yang berseberangan dengan kita. Konflik horizontal yang terjadi berlarut-larut di negeri ini salah satu penyebabnya karena kurangnya rasa toleransi. Intoleransi melemahkan kekuatan, merusak martabat dan menyebabkan bangsa kita tetap dalam keterjajahan kekuatan asing. Karenanya persatuan adalah sebuah keniscayaan. Namun patut diketahui, persatuan muslim yang dikehendaki tidaklah berarti madhzab-madhzab muslim harus mengabaikan keyakinan-keyakinan prinsipil mereka demi persatuan dan mengesampingkan kekhasan madhzab. Keyakinan dan prinsip praktis adalah hak asasi yang tidak boleh diganggu gugat. Kita dituntut untuk mengembangkan keagamaan dalam konstruk pemahaman seperti itu sehingga dapat memberikan tawaran segar dan mencerahkan bagi Indonesia hari ini dan masa depan. Karenanya, keberadaan kelompok-kelompok yang tidak tertarik membahas ikhtilaf madhzab secara ilmiah sangat disayangkan. Yang dibutuhkan adalah keberanian memandang perspektif mazhab lainnya selayaknya orang alim yang sedang mencari kebenaran, dan menyadari bahwa hanya kebenaranlah yang sepatutnya diikuti. Orang yang berakal tidak akan menentukan kebenaran atas dasar figur seseorang, akan tetapi atas dasar bukti dan argumentasi. Maka dengan mengenal kebenaran, ia juga akan mengenal orang-orang yang benar. Dalam subjek apa saja, tidak tahu adalah sikap yang paling aman. Namun haruskah kita tetap berkubang dalam ketidaktahuan sementara keimanan membutuhkan semangat Horace: Sapere aude!, yakni berani tahu. Sebab, sebagaimana pesan Imam Ali, "Seseorang cenderung memusuhi yang tidak diketahuinya."

Wallahu 'alam Bishshawwab.

*Mahasiswa Mostafa International University Republik Islam Iran
______________________________________

Kedudukan Al-Quran dalam Mazhab Islam Syiah

Tahrif quran sudah menjadi isu yang sengaja dilemparkan oleh sebagian golongan kepada mazhab ahlulbait as, isu yang masih hangat di masyarakat dan tanpa disadari menjadi sebuah doktrin bagi sebagian golongan untuk menyudutkan mazhab lainnya tanpa didasari dalil-dalil yang jelas.


Oleh: Mohammad Habri Zen

Kedudukan Al-Quran dalam Mazhab Islam Syiah

Ayatullah Sayyid Milani Mengatakan bahwa Alquran adalah penjelas segala sesuatu dan juga penjelas bagi dirinya (quran). Ayatullah Ja'far Subhani mengatakan Alquran adalah asas bagi syariat Islam, dan sunnah nabawiah yang menjadi qarinah baginya, Alquran adalah cahaya yang jelas untuk dirinya dan menerangi selainnya dan Alquran seperti Matahari yang menyinari sekelilingnya. Allah SWT berfirman didalam surat Al-Isra 9 :

إِنَّ هذَا الْقُرْآنَ يَهْدي لِلَّتي‏ هِيَ أَقْوَمُ وَ يُبَشِّرُ الْمُؤْمِنينَ الَّذينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْراً كَبيراً

Sesungguhnya Al-Qur'an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan amal saleh bahwa mereka memiliki pahala yang besar.

Allah berfirman didalam surat Annahl ayat 89:

وَ نَزَّلْنا عَلَيْكَ الْكِتابَ تِبْياناً لِكُلِّ شَيْ‏ءٍ وَ هُدىً وَ رَحْمَةً وَ بُشْرى‏ لِلْمُسْلِمينَ

Dan Kami turunkan kepadamu al-Kitab (Al-Qur'an) ini untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.

Dan juga secara jelas Allah menjadikan Quran sebagai pembeda antara Haq dan Bathil surat Al-Furqan ayat pertama:

تَبارَكَ الَّذي نَزَّلَ الْفُرْقانَ عَلى‏ عَبْدِهِ لِيَكُونَ لِلْعالَمينَ نَذيراً

Maha Agung nan Abadi Dzat yang telah menurunkan al-Furqân (Al-Qur'an) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam.

Tahrif quran sudah menjadi isu yang sengaja dilemparkan oleh sebagian golongan kepada mazhab ahlulbait as, isu yang masih hangat di masyarakat dan tanpa disadari menjadi sebuah doktrin bagi sebagian golongan untuk menyudutkan mazhab lainnya tanpa didasari dalil-dalil yang jelas, berikut ini penjelasan dan pengenalan mengenai apa itu tahrif dan penjelasan ulama syiah dalam menolak keberadaan tahrif didalam Alquran.


A. MAKNA TAHRIF DAN PEMBAGIANNYA

Tahrif secara lughawi : Tafsirulkalam ‘alagheiri wajhin /harrafa assyai ‘an wajhi (menyelewengkan sesuatu pada arah tertentu)
Seperti dalam al-Qur'an ayat Annisa : 46

يُحَرِّفُونَ الْكَلِمَ عَنْ مَواضِعِهِ

Mereka merubah perkataan dari tempat-tempatnya

Attabarsi mengatakan : Yufassiruunaha ‘ala gheiri ma unzilat ( menafsirkan sesuatu selain apa yang diturunkan)

Secara Istilah ada beberapa bentuk dalam memahami tahrif :
Tahrif maknawi : tahrif madlul kalam atau yufassiru ‘ala wajhin yuwafiqu ra'yu almufassir sawaun awafiqu alwaqi' am la ( menafsirkan pada bentuk tertentu yang sesuai dengan Ra'yu mufassir baik itu sesuai dengan yang sebenarnya atau tidak) .

Bentuk tahrif ini banyak dilakukan oleh sebagian mufassir sehingga jauh dari makna yang sebenarnya. Mazhab Syiah meyakini bahwa Allah SWT menurunkan ayat tidak sendiri atau tidak telanjang tanpa penjelasan, akan tetapi berikut takwil dan tafsir ayat tersebut secara terperinci, seperti didalam hadits dan qaul para ulama Syiah. Sehingga seperti yang dikatakan Syeikh Mufid bahwa tangan-tangan orang dzalim inilah yang hendak menghapus dan menyembunyikan keterangan yang jelas berupa tafsir dan takwil alquran tersebut, bukan menghilangkan ayat Alquran, tetapi penjelasannya.

b. Tahrif Qiraah :
Perubahan Harakat , huruf dengan masih terjaga keutuhan Quran , seperti membaca Yathhuran atau yathhuranna , yang satu menggunakan nun khafifah yang lain menggunakan tsaqilah.
Perubahan Lahjah/dialek , seperti lahjah Hijaz berbeda dengan lahjah iraq dan iran bahkan dengan libanon dan di daerah sekitarnya, semisal : Qaf , sebagian mengucapkan dengan Gaf.

c. Tahrif Perubahan Kata:
Seperti kata "asra'u" dengan "Amdhu" , dan "Alhakim" dengan "Al'adil"
Tahrif seperti ini tidak terjadi di dalam Alquran. Walaupun sebagian hadits didalam mazhab Suni menceritakan perubahan itu.

d. Tahrif Penambahan , pengurangan kalimat dan ayat:
Tahrif sejenis inipun tidak terjadi didalam Alquran, walaupun ada keterangan hadits dhaif baik itu dalam literatur mazhab Suni ataupun Syiah.
tahrif perubahan kata dan penambahan serta pengurangan kalimat atau ayat inilah yang akan dibahas pada pembahasan kita kali ini.


B. DALIL KETIADAAN TAHRIF AL-QURAN

a) Dalil dari ayat Alquran

1. Ayat Al-Hifdz

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَ إِنَّا لَهُ لَحافِظُونَ

Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Adzikr, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. (Al-Hijr ayat-9)

"Adzikr" yang dimaksud disini adalah Alquran.

Dan dilam ayat ini terdapat makna janji Allah SWT sendirilah yang menjaga keaslian Alquran itu sendiri.

2. Ayat Nafi Al-bathil

إِنَّ الَّذينَ كَفَرُوا بِالذِّكْرِ لَمَّا جاءَهُمْ وَ إِنَّهُ لَكِتابٌ عَزيزٌ لا يَأْتيهِ الْباطِلُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَلا مِنْ خَلْفِهِ تَنْزيلٌ مِنْ حَكيمٍ حَميدٍ

Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari Al-Qur'an ketika Al-Qur'an itu datang kepada mereka, (mereka juga tidak tersembunyi dari Kami), dan sesungguhnya Al-Qur'an itu adalah kitab yang mulia.

Yang tidak datang kepadanya (Al-Qur'an) kebatilan, baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Tuhan Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji. (Alfushilat : 41-42)

Makna Addzikr disini adalah Alquran, dan "Adzikr" dikatakan "Al-kitab al'aziz", jadi makna Addzikr disini adalah Quran.
Al-bâthil berlawanan dengan Al-haq (kebenaran), dan Alquran Adalah kebenaran dalam lafadz dan maknanya atau makna-maknanya, serta hukumnya yang abadi, pengetahuannya bahkan dasar-dasarnya sesuai dengan fitrah manusia. Seperti yang dikatakan Syeikh Thabarsi dalam Majma Al-bayan mengenai ayat ini ,dikatakan : Alquran tidak ada hal yang tanaqudh (kontradiktif) dalam lafadznya tidak ada kebohongan dalam khabarnya, tidak ada yang ta'arudh (berlawanan), tidak ada penambahan dan pengurangan. Sehingga pantaslah kalau ayat Alquran ini saling menjelaskan yang satu dengan yang lainnya.

3. Ayat Jam'ul Quran dan Qiraatnya

لا تُحَرِّكْ بِهِ لِسانَكَ لِتَعْجَلَ بِهِ
إِنَّ عَلَيْنا جَمْعَهُ وَ قُرْآنَهُ
فَإِذا قَرَأْناهُ فَاتَّبِعْ قُرْآنَهُ
ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنا بَيانَهُ

"Janganlah kamu gerakkan lidahmu karena tergesa-gesa ingin (membaca) Al-Qur'an. Karena mengumpulkan dan membacanya adalah tanggungan Kami. Apabila Kami telah selesai membacakannya, maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian, penjelasannya adalah (juga) tanggungan Kami." (Al-Qiyamah : 17-19)

Allah SWT lah yang menjaga , mengumpulkan, membacanya, dan menjelaskannya juga.

Disinilah yang diyakini mazhab Syiah Bahwa Wahyu itu bukan hanya Ayat alquran yang ada di tangan kita tetapi meliputi juga wahyu penjelasan, takwil, dan keterangan-keterangan lainnya kepada nabi saww yang bukan termasuk ayat seperti Alquran yang ada pada tangan kita, sehingga dalam hal ini Imam Ali as menuliskannya secara lengkap dalam Qurannnya yang makruf dikenal sebagai Quran Ali yang diperintahkan oleh Rasulullah saww. Sehingga banyak yang keliru memahami Quran Ali disini. Quran Ali memang memiliki banyak ayat tetapi bukan ayat seperti yang ada didepan kita, tetapi ayat-ayat penjelasan secara terperinci, meliputi asbab annuzul, tafsir, takwil, dan keterangan penjelasan lainnya yang dinamakan didalam sebagai riwayat sebagai ayat sehingga berjumlah 17000 ayat. Tetapi bukanlah ayat Alquran secara asas, hanya ayat penjelasan, tafsir, takwilnya.


b). Dalil riwayat dari orang-orang Maksum as

1. Hadits Ghadir

Semisal dalam kitab Alihtijaj 1/60 Syeikh Attabarsi:

(معاشر الناس) تدبروا القرآن وافهموا آياته وانظروا إلى محكماته ولا تتبعوا متشابهه، فوالله لن يبين لكم زواجره ولا يوضح لكم تفسيره إلا الذي أنا آخذ بيده ومصعده إلى - وشائل بعضده - ومعلمكم إن من كنت مولاه فهذا علي مولاه، وهو علي بن أبي طالب عليه السلام أخي ووصيي،

Di dalam peristiwa Ghadir Khum yang makruf pada tanggal 18 Julhijjah

Nabi saww bersabda : Wahai kaum manusia sekalian, pelajarilah Alquran, dan fahamilah ayat-ayatnya, dan lihatlah pada ayat Muhkamah janganlah mengikuti yang mutasyabihah, dan Allah tidak akan menjelaskankan makna bathinnya dan menerangkan tafsirnya kecuali aku yang mengangkat tangannya dan yang mengangkat lengannya, dan yang menunjukkan kamu sesungguhnya barangsiapa yang Aku Maulanya maka ali Maulanya juga dan dia Ali ibn Abi thalib as saudaraku dan washiku.

Hadits Ghadir merupakah hadits fauqu mutawatir di kalangan umat Islam. Dan saya sengaja mengambil sebuah contoh hadits ghadir dari mazhab syiah yang menunjukkan keterjagaan Quran dari tahrif . Dikatakan disana bahwa perintah mentadabbur quran dan memahaminya dan melihat yang muhkamah bukan mutasyabihah melazimkan bahwa Alquran pada saat itu telah terkumpul tersusun, tidak ada perubahan.

2. Hadits Tsaqalain

Hadits Ini juga merupakan hadits mutawatir di kalangan umat Islam :

إني تارك فيكم الثقلين كتاب الله و عترتي أهل البيتي، ما إن تمسكتم بهما لن تضلوا بعدي أبداً...

Rasulullah saww bersabda : Sesungguhnya aku tinggalkan untuk kalian semua dua pusaka yang berat yang pertama Kitabullah dan kedua itrati Ahlulbaiti , yang berpegangteguh padanya maka tidak akan tersesatkan selama-lamanya setelahku...

Keterangan :
- Perintah Tamassuk (berpegang teguh) adalah far'u (bagian) dari wujud Alquran di tangan almutamassikin (orang yang berpegang teguh), jadi sesuatu yang mustahil perintah berpegang teguh kepada Quran yang tidak wujud atau tidak diyakini keutuhannya dari kurang atau lebihnya ayat atau surat dalam Alquran.

3. Hadits yang menjelaskan bahwa Quran kuat rukunnya

Imam Ali as berkata :

و كتاب الله بين اظهاركم ناطق لا يعيا لسانه، و بيت لا تهدم أركانه، و عزّ لا تهزم أعوانه

Dan kitabullah yang hadir padamu yang Nathiq tidak lelah lidahnya, dan rumah yang tidak roboh rukun (tiangnya), dan mulia tidak terputus pertolongannya. ( khutbah 133 nahjul balaghah)

4. Hadits mengenai perintah untuk merujuk pada Qur'an

Perintah untuk merujuk pada quran ,dan hadits yang sesuai dengannya telah dipakai dan yang tidak sesuai dengan quran harus ditinggalkan, merupakan bukti yang sangat jelas tentang ketiadaan tahrif dalam alquran. Hal ini melazimkan Alquran sebagai pokok asas untuk merujuk, dan asas melazimkan keaslian dan keutuhannya, Karena bagaimana mungkin memerintahkan untuk merujuk kepada Quran sedangkan yang menjadi sumber nya diragukan keasliaannya, hal ini mustahil.

محمد بن يعقوب: عن علي بن إبراهيم، عن أبيه، عن النوفلي، عن السكوني، عن أبي عبدالله (عليه السلام) قال: «قال رسول الله (صلى الله عليه و آله): إن على كل حق حقيقة، و على كل صواب نورا، فما وافق كتاب الله فخذوه، و ما خالف كتاب الله فدعوه». ( الكافي 1: 55/ 1)

"Muhammad Ibn Ya'qûb berkata : dari Ali Ibn Ibrâhîm dari ayahnya dari An-Naufali dari As-Saukani, dari Abu Abdillah bersabda : Rasulullah saww bersabda : Sesungguhnya dari segala hal yang benar adalah sebuah hakikah kebenaran, dan dari segala pahala adalah cahaya, dan apa-apa yang sesuai dengan kitabullah maka ambillah dan yang bertolak belakang dengan kitabullah tinggalkanlah".

قول الإمام الصادق عليه السّلام: «إذا ورد عليكم حديثان مختلفان فأعرضوهما على كتاب اللّه، فما وافق كتاب اللّه فخذوه، و ما خالف كتاب اللّه فردّوه ...» (وسائل الشيعة : 18:84)

"Perkataan Imam As-Sâdiq as : Jikalau datang kepadamu dua hadits yang berbeda maka rujuklah kepada kitabullah , mana yang sesuai dengan Quran maka ambillah dan yang tidak sesuai tolaklah".

Isi dari hadits tersebut tidak lain dari perintah merujuk kepada Alquran maka hadits yang tidak sesuai dengan Quran maka tinggalkanlah dan yang sesuai ambillah, bahkan ditegaskan bahwa yang sesuai dengan Quran itu dariku (Maksumin as) dan yang tidak sesuai itu bukan dariku.

Hadits semodel ini banyak di dalam literatur Syiah, saya menuliskan sebagian hanya sebagai sebuah gambaran saja.

5. Anjuran Imam Maksum as untuk membaca dan mengkhatam Qur'an

من ختم القرآن بمكة من جمعة إلى جمعة و أقل من ذلك ، و خنمه في يوم الجمعة، كتب الله له الأجر و الحسنات من أوّل جمعة كانت إلى آخر جمعة تكون فيها، و إن ختم في سائر الأيام فكذلك.

Imam Baqir as berkata : Barangsiapa yang mengkhatam Alquran di Mekkah dari hari Jumat ke hari Jumat lagi atau lebih sedikit dari itu, dan mengkhatamnya di hari Jumat, Allah SWT menuliskannya pahala (yang banyak) dan kebaikan ( yang berlimpah) dari awal jum'at sampai akhir Jum'at. Dan yang mengkhatam di hari lainnyapun seperti demikian (pahalanya) juga.

Khatam Quran menunjukkan Alquran telah ada dan terkumpul seperti yang ada sekarang. Karena Khatam melazimkan membaca dari awalnya sampai akhirnya, karena kalau adanya tahrif berupa kurang ayat maka tidak bisa dikatakan "khatam" kalau dikatakan adanya penambahan ayat, maka tidak ada wujudnya dan yang wujud di tangan syiah dari zaman Imam Ali as ataupun di zaman Imam Baqir as sekalipun sama dengan muslimin lainnya, lalu bagaimana bisa dikatakan adanya tahrif kurang dan tambah di dalam mazhab Syiah?

6. Dalil kitab yang ada ditangan muslimin kitab yang lengkap

كتاب ربكم فيكم، مبيناً حلالح و حرامه و فرائضه و فضائله و ناسخه و منسوخه....

Kitab yang ada di tanganmu (kaum Muslim), penjelas halal dan haramnya , fardhu dan fadhailnya, nasikh dan mansukhnya...

Menjelaskan kesempurnaan alquran yang ada di tangan muslimin (Nahjulbalaghah , khutbah 1:23).

7. Imam Ridha as menulis sifat Quran yang jami' terkumpul di tangan Al-Makmun (khalifah Abbasiah)

Perlu kita ketahui bahwa Imam Ridha as adalah Imam ke delapan di zaman kekhalifahan zalim Abbasiah Al-makmun yang bukan syiahnya.

وأن جميع ما جاء به محمد بن الله هو الحق المبين والتصديق به وبجميع من مضى قبله من رسل الله وأنبيائه وحججه والتصديق بكتابه الصادق العزيز الذي (لا يأتيه الباطل من بين يديه ولا من خلفه تنزيل حكيم حميد) وأنه المهيمن على الكتب كلها، وأنه حق من فاتحته إلى خاتمته نؤمن بمحكمه ومتشابهه وخاصه وعامه ووعده ووعيده وناسخه ومنسوخه وقصصه وأخباره لا يقدر أحد من المخلوقين، أن يأتي بمثله وأن الدليل بعده والحجة على المؤمنين


Imam Ridha as berkata : Sesungguhnya Jami' (seluruh) apa yang diturunkan Muhammad ibn abdillah adalah Haqqul mubin, dan membenarkan dengannya seluruh (kitab ) sebelumnya dari utusan Allah SWT dan para nabi-Nya, dan yang menjadi hujjah (keasliannya) dan membenarkannya adalah Kitabullah Assadiq alaziz ayat- Yang tidak datang kepadanya (Al-Qur'an) kebatilan, baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Tuhan Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji. Dan Hujjah ayat tersebut menjaga seluruh kitab ( quran) seluruhnya (kandungannya), dan Alquran benar dari mulai Fatihahnya sampai akhirnya , kami mengimani Almuhkamah dan mutasyabihah, alkhashah dan ‘amah , janji dan ancamannya, nasikh dan mansukhnya, kisah dan akhbarnya, tidak ada seorangpun dari makhluk yang mampu membuat sepertinya, dan dalil setelahnya serta Hujjah bagi orang Mukmin.

-sangat jelas pernyataan Imam Ridha as membenarkan Quran yang ada di tangan Makmun yang bukan syiahnya.

8. Perintah pengumpulan Alquran di Zaman Nabi saw

Perlu diketahui para Ulama syiah dengan analisa yang terperinci dan detail berkesimpulan bahwa Quran telah tersusun di jaman Nabi saww seperti sekarang ini, karena banyak dalil yang menunjukkan hal itu, baik itu di dalam kitab-kitab mazhab Syiah ataupun Suni. Dan yang setelahnya adalah ikhtilaf dalam masalah qiraah, seperti yang dilakukan penyatuan qiraah di zaman Utsman bin Affan - jadi Khalifah Utsman bukanlah menyusun al-quran tetapi menyatukan qiraahnya dan kesepakatan tulisan dalam huruf seperti titik dan harakat, sebagian berpendapat urutan suratnya-,walaupun setelahnya masih terjadi perbedaan yang mencapai qiraah tujuh sebagian mengatakan sampai sepuluh.

علي بن الحسين، عن أحمد بن أبي عبد الله، عن علي بن الحكم عن سيف، عن أبي بكر الحضرمي، عن أبي عبد الله عليه السلام قال: إن رسول الله صلى الله عليه وآله قال لعلي: يا علي القرآن خلف فراشي في المصحف والحرير والقراطيس فخذوه واجمعوه ولا تضيعوه كما ضيعت اليهود التوراة، فانطلق علي فجمعه في ثوب أصفر، ثم ختم عليه في بيته

....dari Abi Abdillah as, Rasul saww bersabda kepada Ali as : Wahai Ali Alquran yang ada dibalik tilam/kasur, didalam mushhaf dan kain serta kertas, ambillah dan kumpulkanlah janganlah kau telantarkannya /menghilangkannya seperti orang-orang Yahudi menelantarkan/menghilangkan tauratnya, maka bersegeralah Ali untuk mengumpulkannya dan menyusunnya di dalam kain yang kuat (dijilid) yang kuning, kemudian menyelesaikannya di rumahnya. (Alamah majlisi -Biharulanwar 89/48).

Penyusunan dan pengumpulan Quran di zaman rasulullah saww banyak tertulis di dalam kitab rujukan umat Islam, sebagian dari hadits Suni seperti yang dinukil Al-khawarizmi di dalam kitab Al-manaqib dari Ali ibn Ribah sesungguhnya Ali ibn Abi thalib as dan ibn Ka'ab mengumpulkan dan menyusun Alquran Alkarim di zaman rasulullah saww.

c). Pernyataan para ulama Syiah

Syeikh Shaduq (wafat-318 H)

Kitab Ali'tiqad 59-60:

اعتقادنا أن القرآن الذي أنزله الله على نبيه محمد صلى الله عليه و آله هو ما بين الدفتين و هو ما في أيدي الناس ليس بأكثر من ذلك ، ومبلغ سوره عند الناس مائة و أربع عشرة سورة ، وعندنا أن الضحى وألم نشرح سورة واحدة ولإيلاف وألم تر كيف سورة واحدة ، ومن نسب إلينا أنا نقول أكثر من ذلك فهو كاذب "

Keyakinan Kami bahwa Quran yang diturunkan Allah kepada nabinya Muhammad saww dan quran itu diantara dua sisi, dan dia yang ada di tangan manusia (sekarang) yang tidak ada lebih dari hal itu yaitu yang berjumlah 114 surat, dan di kita(syiah) , surat dhuha dan alam nasyrah dianggap satu surah, dan alilaf dengan alam tara kaifa dianggap satu surah, dan yang menuduh kita lebih dari demikian maka hal itu bohong.


Syeikh Mufid ( wafat 413 H)

Kitab Awailul Almaqalat , hal 54 - 56:

وقد قال جماعة من اهل الامامة : انه لم ينقص من كلمة ولا من آية ولا من سورة ..) الخ .. لتعلم مدى كذبه ودجله

Dan berkata ulama Jamaah dari Ahli Imamah (Syiah) : bahwa sesungghunya Quran tidak ada kurang dari kalimat dan tidak pula dari ayat dan tidak pula dari surah ....sampai kamu tahu siapa yang membohonginya dan menipunya. (orang yang mengatakan adanya tahrif) (Syeikh Murtadha ( wafat 436 H)).

Risalah aljwabiah alula

لأن القرآن معجزة النبوة ومأخذ العلوم الشرعية والاحكام الدينية' وعلماء المسلمين قد بلغوا في حفظه وحمايته الغاية حتى عرفوا كل شئ اختلف فيه اعرابه وقراءته.. فكيف يجوز ان يكون مغيراً أو منقوصاً مع العناية الصادقة والضبط الشديد ! وقال : ان القران كان على عهد رسول الله (ص) مجموعاً مؤلفاً على ما هو عليه الآن ..) ...

Sesungguhnya Quran sebuah mukjizah , yang meliputi ilmu-ilmu Syar'iyyah dan Ahkam diniyyah, dan Ulama Muslimin telah banyak menghapalnya dan menjaganya sampai dimana mereka mengetahui segala kekeliruan ( kalau terjadi) didalamnya pada i'rabnya dan bacaannya, dan bagaimana bisa Quran itu terdapat perubahan atau kekurangan sedangkan banyak yang menjaganya dan menghapalnya dengan sangat banyaknya , maka dia berkata : sesungguhnya Quran di zaman rasulullah saww telah terkumpul , ditulis seperti sekarang ini.


Syeikh Thaifah -Syeikh Thusi ( 460 H)-syeikh thaifah adalah ulama ijma' yang penting didalam mazhab Syiah.

Albayan fi tafsir Quran juz 1 hal 3

أما الكلام في زيادته ونقصانه فمّما لايليق به ‘لأن الزيادة فيه مجمع على بطلانها'

Dan pernyataan dalam ziadah ( lebih ) dan kurang dari quran tidak layak karena kelebihan (ziadah) adalah secara sepakat merupakan sebuah kebathilan.


Syeikh Tabarsi (548 H)

(اما الزيادة فمجمع على بطلانها' واما القول بالنقيصة فالصحيح من مذهب أصحابنا الامامية خلافه .

Ziadah (kelebihan) dan kekurangan ayat (didalam Alquran) secara ijma adalah bathil maka yang betul dalam mazhab Imamiah (syiah) adalah tidak sependapat dengannya (dengan kekurangan dan kelebihan) (Majma Al-bayan juz 1 hal 15).


Sayyid Ali ibn Thawus Alhilli ( 663 H)

إنَ رأي الإمامة هو عدم التحريف

Sesungguhnya pandangan Syiah Imamiah adalah ketiadaan tahrif Quran ( Sa'du AsSu'ud 144)


Alamah Hilli (728 H)

جعل القول بالتحريف متنافياً مع ضرورة تواتر القرآن بين المسلمين

Anggapan Tahrif berlawanan dengan dharuriyat tawatur Alquran diantara muslimin (Ajwibah Al-Masail Al-Muhawiah 121).


Almaula Muhaqiq Ahmad Ardabili (993 H)

جعل العلم بنفي التحريف ضرورياً من المذهب .

Telah sampai tinggkatan al-‘ilm (qath'i) terhadap penafian tahrif adalah kedaruriatan Mazhab (syiah) (Majma Alfaidah jilid 2 hal 218)


Sayyid Nurullah Tastari Al-Mustasyhid (1029 H)

ما نسب الى الشيعة الامامية من القول بوقوع التغيير في القرآن ليس مما قال به جمهور الامامية' انما قال به شرذمة قليلة منهم لااعتداد بهم فيما بينهم

Barangsiapa yang menisbatkan kepada syiah mengenai pendapat adanya perubahan dalam Quran bukanlah pendapat Jumhur Imamiah (syiah) ,mereka yang mengatakan perubahan hanyalah segolongan kecil dari mereka dikarenakan keyakinan mereka dengan apa yang ada diantara mereka ( Akhbariun) (Kitab Mashaib An-Nashaib atau Al-Ala' Arrahman 1/25).


Al-Maula Muhaddits Muhammad ibn Hasan Feidz Al-kasyani (1090 H)

: (على هذا لم يبق لنا اعتماد بالنص الموجود' وقد قال تعالى :{ وَاِنهُ لكتاب عَزيز لا يَأتيهِ الباطل من بين يديه ولا من خَلفه} وقال :{ وإنا نَحنُ نَزلنَا الذِكرَ وإنا لهُ لَحافِظون}. وأيضاً يتنافى مع روايات العرض على القرآن . فما دل على وقوع التحريف مخالف لكتاب الله وتكذيب له فيجب رده والحكم بفساده أو تأويله .

Setelah meriwayatkan sebuah hadits mengenai tahrif.... terhadap hal itu tidak ada bagi kita keyakinan (taharif) dikarenakan adanya nash Quran, Allah berfirman :

sesungguhnya Al-Qur'an itu adalah kitab yang mulia, Yang tidak datang kepadanya (Al-Qur'an) kebatilan, baik dari depan maupun dari belakangnya

dan firman allah Ta'ala :
Sesungguhnya kami yang menurunkan Alquran dan kamilah yang menjaganya.

Dan juga berlawanan dengan riwayat-riwayat mengenai Quran , oleh sebab hadits apa saja saja yang menunjukkan tahrif quran berlawanan dengan Kitabullah dan merupakan suatu kedustaan dan maka wajib bagi kita untuk menolaknya dan menghukuminya dengan kefasidan, atau dengan menak'wilnya. (Tafsir Shâfi jilid 1 hal 33)


Syeikh Muhammad Ibn Hasan Hurr Al-Amili (1104 H)

: إن من تتبع الاخبار وتفحص التواريخ والآثار علم -علماً قطعياً- بأن القرآن قد بلغ أعلى درجات التواتر' وأن آلآلف الصحابة كانوا يحفظونه ويتلونه' وأنه كان على عهد رسول الله (ص) مجموعاً مؤلفاً

Sesungguhnya barangsiapa yang menelusuri akhbar (rwiayat) dan meneliti Tarikh , dan atsar , telah diketahui - dengan ilmu Qath'i-sesungguhnya Quran telah mencapai yang paling tinggi derajatnya pada tingkatan mutawatir dan ribuan dari shahabat menghapal quran dan membacanya dan hal itu pada zaman rasulullah saww telah terkumpul dan tertulis quran tersebut ( Al-fushul Al-Muhimmah fi ta'lif Al-Ummah hal 166)
Syeikh Ja'far kabir Kasyiful Ghitha (1228 H)

كذلك جعله من ضرورة المذهب بل الدين واجماع المسلمن واخبار النبي والأئمة الطاهرين .

...oleh sebab itu menjadikannya (penolakan tahrif) dari daruriat Mazhab (syiah) bahkan agama (Islam umumnya) dan Ijma Muslimin serta Akhbar dari Nabi saww dan Imam suci as. (Kasyifulghtha , kitabulquran min Ashalat hal 298).


Syeikh Muhammad ibn Husein Kasyiful ghitha ( 1373 H)

جعل رفض احتمال التحريف أصلاً من اصول المذهب .اصل الشيعة واصولها

Penolakan terhadap kemungkinan Tahrif adalah bagian dari Ushul Mazhab , hal itu merupakan keaslian Syiah dan ushulnya.

Dan masih banyak lagi pernyataan ulama mutaqaddimin (terdahulu) ....


Ulama Mutaakkhirin sudah jelas dengan ijma' nya menolak tahrif quran diantaranya :

Sayyid Khui

إنَ من يدَعي التحريف يخالف بداهة العقل

(sesungguhnya yang beranggapan adanya tahrif maka berlawanan dengan kebadihiahan aqal ) (Al-Bayan fi tafsir Al-quran : 220)


Imam Khumaeni

...والآن وبعد أن أصبحت صورته الكتبية في متناولنا بعد أن نزلت بلسان الوحي على مراحل ومراتب من دون زيادة أو نقصان وحتى لو حرف واحد.

Dan sekarang setelah menjadi bentuk secara kitabiah dan kita menerimanya setelah turun dengan lisan wahyu para tahapan dan susunan tanpa adanya lebih dan kurang walalupun satu huruf pun. Alquran annaql akbar 1/66 dan puluhan para maraji mutaakhirin dalam kitabnya dan fatwanya masing-masing.

Kesimpulan :
1. Alquran merupakan Kitab Tsiql Akbar (pusaka besar) yang terjamin keasliannya.
2. Dengan dalil yang mutawatir dan kuat Alquran yang sekarang sama dengan di zaman nabi saww, bahkan ditegaskan bahwa Alquran telah tersusun dan terkumpul sejak zaman Nabi saw.
3. Hadits-hadits yang mengandung tahrif adalah hadits dhaif (lemah) dan sangat jarang.
4. Hadits-hadits lemah tersebut terdapat didalam litelatur Suni dan Syiah dan para ulama telah sepakat dalam penolakan hadits tersebut.
5. Hadits-hadits yang mengandung tahrif bertolak belakang dengan dhahir kitab Alquran.
6. Quran Ali bukanlah quran yang berbeda dengan Quran yang ada ditangan muslimin sekarang, akan tetapi perbedaan terletak pada adanya keterangan penjelasan, takwil dan tafsir didalam Quran Ali.
7. Alquran syiah sama dengan alquran muslimin umumnya.

(Nurmadinah/Syiah/ABNA/Erfan/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: