Foto: rangkumanmakalah.com
“Soekarno adalah orang besar dengan gagasan besar yang sangat terkenal di Iran” (Mohammad Zadeh, Menteri Pers dan Media Republik Islam Iran era Presiden Ahmadinejad).
Theda Skocpol, dalam Social Revolutions in the Modern World, mengkategorikan Revolusi Islam Iran sebagai salah satu revolusi sosial terbesar dunia di samping Revolusi Perancis, Rusia, dan Cina. Revolusi Islam Iran bukan hanya lahir dan terledakkan dari ketidakpuasan kelompok elit mullah (religious scholars) terhadap kebijakan Syah Pahlevi yang berusaha memangkas peran agama dalam fungsi sosial politik, namun juga merupakan akumulasi kekecewaan dan ketidakpuasan seluruh komponen bangsa Iran.
Sementara pemerhati Timur Tengah asal Prancis, Eric Rouleau mengatakan, Revolusi Iran merupakan satu-satunya revolusi religius yang bahkan kelompok minoritas pun mendukung dan ikut berperan dalam prosesnya. Karenanya, jika dilakukan pencermatan lebih jauh maka sesungguhnya ada dua ideologi besar yang menggerakkan jalannya Revolusi di Iran.
Para Pejuang Revolusioner Iran Akrab dengan Pemikiran Soekarno
Salah satu catatan Ayatullah Ali Khemenei yang bertajuk “Jasa Ahmad Soekarno”, menceritakan tentang pengalamannya ketika berada satu sel dengan Abolhasan Bani Sadr (Presiden Pertama Iran Pasca Revolsi 1979). Saat itu rezim Reza Phahlevi secara brutal membungkam anasir-anasir progresif di Iran.
Dalam Peristiwa yang berlangsung pada tahun 1974 tersebut, berdebatlah Ayatullah Ali Khemenei dengan Abolhasan Bani Sadr tentang corak negara Iran yang dicita-citakan. Dalam diskusi yang khidmat ini muncullah nama “Indonesia, Pancasila, dan Soekarno” sebagai rujukan yang mereka jadikan pedoman dalam mendirikan (kembali) negara Iran pasca Reza Phahlevi.
Pada awalnya Abolhasan Bani Sadr yang berlatar belakang Partai Ba’ats mempresentasikan Indonesia sebagai negara sosialis tanpa dasar agama sebagai pilar, tetapi juga tidak mengacu pada liberalisme ala Barat. Mendengar paparan koleganya tersebut, Rahbar (sebutan pouler Ali Khemenei di Iran) menjawab, “Anda salah. Bahwa Soekarno memang betul bapak humanisme sosialis, tapi Soekarno bukanlah seorang komunis dan negara beliau tidak berdasarkan agama, tapi negara beliau berdasarkan ketuhanan dimana semua manusia wajib bertuhan sebagai dasar kebangsaan. Tanpa dasar ketuhanan itu manusia bagaikan robot yang tidak bisa hidup dengan merdeka.”
Setelah itu Ayatullah menyampaikan kepada Abolhasan Bani Sadr bahwa dirinya memiliki koleksi buku-buku tentang Pancasila dan akan dengan senang hati meminjamkannya kepada Abolhasan Bani Sadr setelah mereka keluar dari penjara.
Setelah rezim Reza Phahlevi berhasil digulingkan, Abolhasan Bani Sadr terpilih sebagai presiden pertama di Iran pasca revolusi, dia salah satu inisiator yang membentuk negara Iran sebagai negara yang bedasar humanisme agama.
Hari ini, 37 tahun pasca revolusi, belum pernah terjadi gesekan antar agama, baik agama Zoroaster, Yahudi, Nasrani, Baha’i maupun Islam Sunni dan Syi’ah. Bahkan dalam konstitusi Iran, agama-agama minoritas tersebut memiliki perwakilan di parlemen Iran seperti utusan golongan pada era Pemerintahan Soekarno. Semua agama, semua golongan diberikan kesempatan dan ruang untuk sama-sama membangun Negara Iran yang berbasis humanisme agama. Begitulah kisah Pancasila di tanah Persia.
(Empat-Pilar-MPR/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email