Pesan Rahbar

Home » » Ketika Kompeni VOC Dimaki dan Dipuji

Ketika Kompeni VOC Dimaki dan Dipuji

Written By Unknown on Saturday, 12 March 2016 | 23:16:00

Perang antara VOC dengan Kesultanan Banten, 1682. (Foto: www.geheugenvannederland.nl)

Sayap kekuasaanya membentang mulai Afrika sampai Indonesia. Dijalankan dengan semangat dagang separuh merampok. Dibenci sekaligus dipuji.

DARI semua wilayah operasi VOC, wilayah Hindia Timurlah yang terluas cakupannya dan menjadi wilayah terpenting di Asia. Oleh karena itu menurut Femme Gaastra seluruh kantor VOC di Asia (dan Tanjung Harapan) tunduk pada Gubernur Jenderal VOC di Batavia.

Cengkeraman kekuasaan VOC dimulai perlahan-lahan. Diawali oleh perdagangan, berakhir pada campur tangan politik pada konflik-konflik yang terjadi di tubuh kerajaan-kerajaan. “Biasanya mereka datang untuk berdagang. Namun seringkali diundang terlibat membela salah satu pihak di dalam konflik perebutan kekuasaan di kerajaan. Dari situ mereka mendapatkan konsesi wilayah,” kata Mona.

Ricuh antara Sultan Ageng Tirtayasa dari Banten dengan Sultan Haji adalah contoh terbaik bagaimana VOC bisa berhasil memanfaatkan konflik ayah dan anak itu. Banten lambat laun melemah seiring meluasnya pengaruh VOC di tubuh keluarga kesultanan yang terlibat pertikaian.

Namun tak selamanya cerita hubungan VOC dengan kerajaan berwarna kelabu. Di Kesultanan Buton, kompeni mendapatkan tempat di hati sultan dan petinggi kesultanan lainnya. Dari catatan Syekh Haji Abdul Ganiu, seorang ulama terkemuka dari Buton yang hidup pada abad ke-18, terjemahan oleh La Niampe dalam Nasihat Leluhur untuk Masyarakat Buton-Muna berharap persekutuan yang mengikat antara Kesultanan Buton dengan VOC (kemudian pemerintah Belanda) yang pernah dibuat pada 5 Januari 1613 bisa tetap dipertahankan.

“Wahai Sultan yang memegang kekuasaan, teguhkanlah perjanjian dengan Belanda. Apabila perjanjian dengan Belanda itu lemah, maka akan berwujud dua perkara, pertama, kita akan dikena sumpah, kedua, esok mengubah dolango (pelindung sultan dan rakyat-Red) tertumbuk perjanjian dengan Bone, sekejap mata saja esok kita tenggelam,” tulis Syekh Haji Abdul Ganiu.


Kongsi dagang para perompak

Menurut sejarawan Sri Margana, setiap awak kapal VOC yang hendak berlayar ke kepulauan Nusantara sudah siap mati dalam perjalanan. “Biasanya dari 300 kru yang berangkat, pulang 100 itu sudah bagus. Kerjaannya berat. Selama perjalanan 3,5 bulan ke Hindia Timur banyak yang sakit dan tewas,” kata dia.

Menurut doktor alumnus Universitas Leiden itu pada setiap kapal VOC selalu ada empat kategori profesi yang turutserta berlayar. Mereka adalah para saudagar (koopman), tentara bayaran, para pendeta dan kelompok terakhir terdiri dari pembuat peta, dokter serta ilmuwan.

Kendati dikenang sebagai perusahaan multinasional pertama di dunia, VOC juga menyisakan cerita kelam tersendiri. Menurut Sri Margana tak semua pegawai VOC yang dikirim ke Hindia Belanda berwatak baik. “Orang yang bekerja di VOC adalah pengangguran, penjahat dan punya reputasi buruk,” ujarnya.

Tak semua orang Belanda menyanjung VOC pada zaman di saat kongsi dagang itu sedang berkibar. Pieter de la Court seorang usahawan dari Leiden yang hidup pada abad ke-15 dalam buku Aanwijzing der heilzame politieke gronden en maximum van de Republieke van Holland ende West-Vriesland (Petunjuk tentang dasar-dasar dan dalil-dalil politik yang bermanfaat dari Republik Holland dan Friesland) menulis kalau VOC mengirim “orang yang lalai, malas, boros dan jahat berlayar ke Kepulauan Hindia.”

Padahal katanya,“orang-orang Belanda yang berbakat, hemat, rajin dapat menjadi kolonis yang terbaik di dunia.” Tapi dalam urusan VOC ini, Pieter malah mengherankan lagi kalau ada orang Belanda cerdas, hemat dan rajin yang bersedia masuk dalam “dinas membudak demikian, kecuali dalam kebutuhan yang amat sangat.”

(Historia/Berbagai-Sumber-Sejarah/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: