Pesan Rahbar

Home » » Tangan Intelejen (Masalah Munir)

Tangan Intelejen (Masalah Munir)

Written By Unknown on Sunday, 27 March 2016 | 21:23:00


Dahulu ada seorang sakti dan ahli pengobatan alternatif yang tinggal di sekitar Ungaran. Namanya Pak Budi Santoso. Profesor Budi, demikian orang orang sekitarnya menyebutnya. Saya tidak tahu apakah dia professor medis sungguhan. Yang jelas dia membuka praktek pengobatan di rumahnya. Pasien pasiennya banyak sekali, sampai dari luar kota termasuk Jakarta. Saya mengetahui karena sempat mengantar almarhum ayahanda berobat disini periode tahun 1990.

Yang unik, setiap malam satu suro, Profesor Budi membuat satu atraksi ‘nyeleneh’. Dia membuat pagelaran wayang kulit, dan pada jam dua belas malam ia mengambil keris lalu menusuk perutnya sehingga ususnya terburai keluar. Berdarah darah dan menyeramkan. Setelah ‘ mati ‘ ia dikuburkan di halaman rumahnya saat itu juga.

Setengah jam kemudian, kuburan digali lagi dan mak jenggring sang professor hidup kembali dan segar bugar lagi.

Saya bingung, demikian juga sebagian penonton yang baru pertama kali menonton atraksi itu. Ini sulap atau apa ? Cuma saya tidak berani mempertanyakan secara langsung.

Bukan karena saya takut ditusuk keris, tapi karena saya terkondisikan harus mempercayai apa yang saya lihat. Tentu sekarang kita tidak bisa melihat atraksi itu lagi, karena sudah bertahun tahun yang lalu Profesor ini meninggal. Mati beneran.

What you see is not actually what you are seeing. Bukankah ini juga menjadi permainan dunia intelejen negeri kita. Selalu ada labirin berlapis lapis untuk sebuah misteri. Apa yang kita lihat bukan sesungguhnya yang kita lihat.

Bingung ? Demikian juga Suciwati, Pollycarpus dan semua orang yang memperhatikan dagelan politik pembunuhan aktivis HAM Munir.

Pertama. Dari awal persidangan, tak ada ada satupun petinggi lembaga intelejen yang dapat dihadirkan sebagai saksi. Jelas jelas dakwaan si pilot sebagai agen binaan BIN. Jadi persidangan dan bukti bukti hanya berdasarkan berita acara atau kesaksian dari sana sini. Bahkan sebuah kesaksian terakhir dari seorang agen BIN – yang namanya juga – Budi Santoso yang dipakai oleh Kejaksaan Agung untuk meminta Mahkamah Agung melakukan Peninjauan Kembali atas keputusannya terdahulu. Kesaksian yang salah satunya mengatakan Pollicarpus mengenal Muhdi PR.

Jangankan sang jenderal. Si agen pun tidak bisa dilacak dan dipanggil ke pengadilan sebagai saksi. Ketua BIN mengatakan sang agen sedang melakukan tugas negara di Pakistan.

Kedua. Dalam episode sebelumnya, salah satu bukti surat penugasan Policarpus dari Wakil kepala BIN terhadap Direktur Utama Garuda, telah hilang. Pasti ada tangan tangan yang tak ingin surat ini menjadi barang bukti keterkaitan institusi intelejen.

Lha anehnya si Budi Santoso itu khan agen BIN , tetapi kenapa dia memberikan kesaksian yang memberatkan bekas atasannya. Logika saya semestinya dia keukeuh menjauhkan institusinya dari hubungan dengan si pilot Garuda. Sebagai agen semestinya dia loyal dan setia kepada inncer circle inti. Sebagaimana Pollicarpus yang mati matian menolak kenal dengan Direktur BIN May.Jend Muhdi PR atau Wakil Kepala BIN M. Asaad.

Setelah membaca buku “ Menguak Tabu Intelejen “ – Dr. AC Manulang, bekas direktur BAKIN, juga buku biografi Jend. Benny Moerdani. Saya berpikir, jangan jangan Policarpus hanya sosok pengalih, yang berada di tempat yang salah dan waktu yang salah. Siapa tahu ada operasi intelejen lain yang bersamaan dengan ‘ operasinya ‘ Policarpus, dan ia sudah diplot menjadi kambing hitam begitu tabir pembunuhan Munir terbongkar. Intelejen kita yang selama ini mendapat pelatihan dari Mossad dan CIA tentu sudah memikirkan Plan A dan Plan B. Bahkan Plan C.

Operasi intelejen menjadi sangat menarik kalau dipelajari, karena bisa menjadi sebuah kotak Pandora yang sangat sensitif. Bahkan bisa melewati batas negara. Siapa yang bisa menyangka justru buku putih CIA dan beberapa dokumen dokumen mengenai keterlibatan agen agen Amerika dalam naiknya Jend Pinochet di Chili tahun 1973.

Dalam operasinya mereka memakai nama sandi ‘ Operation Jakarta ‘.
Apakah tangan tangan CIA bermain dalam turunnya Bung Karno dan naiknya Jenderal Soeharto ? Sesuatu yang mirip dengan situasi di Indonesia tahun 1965. Presiden Salvador Allende – seorang nasionalis kiri sedangkan Jenderal Pinochet seorang anti komunis yang pro Amerika. Bedanya Salvador Allende ditembak mati bersama ratusan ribu orangorang Chili yang dituduh komunis.

Saya juga tak mau berandai andai. Terus terang saya takut dengan apa yang berbau militer dan intelejen di negeri ini. Saya masih waras. You never knows. Lebih ‘ aman ‘ membuka tabir perselingkuhan Dhani Ahmad dengan Mulan Jamelaa saja.

Yang jelas Pollicarpus akan menebus hari harinya selama 20 tahun di penjara. Terakhir saya diberitahu ibu kalau Pollicarpus adalah putera si Profesor sakti dari Ungaran itu.

Wah, jangan jangan dia juga sakti seperti bapaknya, dan bisa keluar masuk penjara tanpa ketahuan penjaganya.

Namanya juga permainan intelejen. Siapa yang tahu dia benar benar dalam penjara ?

(Blog-Imam-Brotoseno/Berbagai-Sumber-Sejarah/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: