BUKTI DIBUNUHNYA IMAM HASAN DALAM RIWAYAT AHLU SUNNAH WAL JAMA'AH.
I. Ibnu Sa’d menceritakan: ‘Mu’âwiyah meracuni Hasan berulang-ulang’.
Wâqidî berkata: ‘Mu’âwiyah meminumkan racun kepada Hasan, kemudian ia selamat, kemudian diminumkan racun lagi dan selamat, kemudian yang terakhir Hasan meninggal. Tatkala maut mendekat, dokter (thabib) yang menjenguknya berulang-ulang mengatakan bahwa Hasan diracun orang. Adiknya Husain berkata:
‘Ya ayah Muhammad, beritahukan saya, siapa yang meminumkan racun kepadamu?’. {Ibnu Katsîr, Târîkh, jilid 8, hlm. 43}.
II. Mas’ûdî mengatakan: ‘Tatkala ia diberi minum racun, ia bangun menjenguk beberapa orang kemudian, setelah sampai di rumah, ia berkata: ‘Aku telah diracuni, berkali-kali tetapi belum pernah aku diberi minum sepertiini, aku sudah keluarkan racun itu sebagian, tetapi kemudian kembali biasa lagi’.
Husain berkata: ‘Wahai saudaraku, siapa yang meracunimu?’.
Hasan menjawab: ‘Dan apa yang hendak kau lakukan dengannya? Bila yang kuduga benar, maka Allâh-lah yang melakukan hisab terhadapnya. Bila bukan dia, aku tidak menghendaki orang membebaskan diriku. Dan dia berada dalam keadaan demikian sampai 3 hari sebelum ia ra. akhirnya meninggal. Dan yang meminumkan racun kepadanya adalah Ja’dah binti Asy’ats bin Qais al-Kindî, dan Mu’âwiyah yang memerintahkan kepadanya, dan bila ia berhasil membunuh Hasan ia akan dapat 100.000 dirham dan ‘ akan mengawinkannya dengan Yazîd’. Ialah yang mengirim racun kepada Ja’dah, istri Hasan. Dan tatkala Hasan meninggal, ia mengirim uang tersebut dengan surat:
‘Sesungguhnya kami mencintai nyawa Yazîd, kalau tidak maka tentu akan kami penuhi janji dan mengawinkan engkau dengannya’. {Mas’ûdî, Murûj adz-Dzahab, jilid 2, hlm. 50}.
III. Abû’l-Faraj al-Ishfahânî menulis: ‘Hasan telah mengajukan syarat perdamaian kepada Mu’âwiyah: Mu’âwiyah bin Abî Sufyân tidak bolehmengangkat seseorang jadi khalîfah sesudahnya. Dan bila Mu’âwiyah akan mengangkat Yazîd, anaknya, jadi khalîfah, maka yang memberatkannya adalah Hasan bin ‘Alî dan Sa’d bin Abî Waqqâsh, maka Mu’âwiyah meracuni mereka berdua dan mereka meninggal.Ia mengirim racun kepada putri Asy’ats bin Qais: ‘Aku akan kawinkan kau dengan anakku Yazîd, bila kau racuni Hasan’, dan ia mengirim 100.000 dirham dan ia tidak mengawinkannya dengan Yazîd. {Al-Ishfahânî, Maqâtil ath-Thâlibiyîn, hlm. 29; Diriwayatkan Ibn Abîl-Hadîd, Syarh Nahju’l-Balâghah, jilid 4, hlm. 11, 17}.
IV. Abul Hasan al-Madâ’inî berkata: ‘Hasan meninggal tahun 49 H., 669 M,setelah sakit selama 40 hari pada umur 47 tahun. Ia diracuni Mu’âwiyah melalui tangan Ja’dah binti Asy’ats, istri Hasan dengan kata-kata:
‘Bila engkau membunuhnya dengan racun, maka engkau dapat 100.000 dan akan aku kawinkan kau dengan Yazîd, anakku’.
Dan tatkala Hasan meninggal, maka ia memberikan uang tersebut dan tidak mengawinkannya dengan Yazîd.
Ia berkata: ‘Aku takut kau akan lakukan terhadap anakku seperti yang engkau lakukan terhadap anak Rasûl Allâh saw’.
Hushain bin Mundzir ar-Raqasyi berkata: ‘Demi Allâh Mu’âwiyah tidak memenuhi sama sekali janjinya, ia membunuh Hujur dan teman-temannya, membaiat anaknya Yazîd dan meracuni Hasan. {Ibn Abîl-Hadîd, Syarh Nahju’l-Balâghah, jilid 4, hlm. 4. & hlm. 7}.
V. Abû ‘Umar berkata dalam al-Istî’âb: ‘Qatâdah dan Abû Bakar bin Hafshah berkata: ‘Mu’âwiyah meracuni Hasan bin ‘Alî, melalui istri Hasan, yaitu putri Asy’ats bin Qais al-Kindî.
Sebagian orang berkata: ‘Mu’âwiyah memaksanya, dan tidak memberinya apa-apa, hanya Allâh yang tahu!’.
Kemudian ia menyebut sumbernya, yaitu Mas’ûdî. {Ibnu ‘Abd al-Barr, Kitâb al-Istî’âb, jilid 1, hlm. 141}.
VI. Ibnu al-Jauzî mengatakan dalam ‘at-Tadzkirah Khawâshsh’l-Ummah’: ‘Para ahli sejarah di antaranya ‘Abdul Barr meriwayatkan bahwa Al Hasan diracuni istrinya Ja’dah binti Asy’ats bin Qais al-Kindî.
As-Sûdî berkata: Yang memerintahkannya adalah Yazîd bin Mu’âwiyah agar meracuni Hasan dan bahwa ia berjanji akan mengawininya. Dan tatkala Hasan meninggal Ja’dah mengirim surat kepada Yazîd menagih janjinya. Dan Yazîd berkata: ‘Hasan saja kamu bunuh, apalagi aku, demi Allâh, aku tidak rela’.
Asy-Sya’bî mengatakan: ‘Sesungguhnya yang melakukan tipu muslihat dalah Mu’âwiyah.
Ia berkata kepada istri Hasan: ‘Racunilah Hasan, maka akan aku kawinkan engkau dengan Yazîd dan memberimu 100.000 dirham. Dan tatkala Hasan meninggal Ja’dah menuntut janjinya. Mu’âwiyah lalu mengiriminya uang tersebut dan menambahkan : ‘Sesungguhnya aku mencintai Yazîd, dan mengharapkan agar ia tetap hidup, kalau tidak demikian tentu aku akan kawinkan engkau dengannya’.
Sya’bî berkata lagi: ‘Dan ini benar dengan berdasarkan saksi yang dapat dipercaya:
‘Sesungguhnya Hasan berkata tatkala akan mati dan telah sampai kepadanya apa yang dilakukan Mu’âwiyah:
‘Aku telah tahu minumannya dan kebohongannya, demi Allâh ia tidak memenuhi janjinya, dia tidak jujur dalam perkataannya’. Kemudian Sya’bî mengutip ath-Thabaqât dari Ibnu Sa’d: “Mu’âwiyah meracuninya berulang ulang. {Ibnu al-Jauzî, ‘al-Tadzkirah’, hlm. 121}.
VII. Ibnu ‘Asâkir berkata: ‘Ia diberi minum racun, berulang-ulang, banyak, mula-mula ia bisa pulih, lalu diberi minum lagi dan ia tidak bisa pulih dan dikatakan: Sesungguhnya Mu’âwiyah telah memperlakukan dengan ramah seorang pembantunya agar meracuninya dan ia lalu melakukannya dan berpengaruh sedikit demi sedikit, sampai ia memakai alat untuk bisa duduk dan ia bertahan sampai 40 kali. Muhammad bin al-Mirzubân meriwayatkan: ‘Ja’dah binti Asy’ats bin Qais adalah istri Hasan dan Yazîd melakukan tipu muslihat agar ia mau meracuni Hasan. ‘Dan saya akan mengawininya, dan Ja’dah melakukannya. Dan tatkala Hasan meninggal Ja’dah menanyakan janji Yazîd dan Yazîd berkata: ‘Sesungguhnya, demi Allâh, kalau Hasan saja kamu bunuh, apalagi kami’. {Ibnu ‘Asâkir, Târîkh, jilid 4, hlm. 229}.
VIII. Hasan bin ‘Alî sakit yang berakhir dengan kematiannya. Ia diracun istrinya, atas suruhan Mu’âwiyah dengan bayaran 100.000 dinar. Ia lalu memerintahkan Marwân bin Hakam yang diangkatnya jadi gubernur Madînah untuk terus mengamati Hasan dan menyuratinya. Tatkala datang berita bahwa Hasan telah meninggal seluruh penduduk Syam bertakbir. Seorang wanita, Fakhîtah binti Quraidhah bertanya kepada Mu’âwiyah: ‘Apakah kamu bertakbir bagi matinya putra Fâthimah? Ya aku bertakbir karena hatiku gembira..Ia sangat gembira dan bahagia dan bersujud, dan semua yang hadir ikut bersujud.
{Ibnu Qutaibah, al-Imâmah wa’s-Siyâsah, jilid 1, hlm. 144; Ibnu ‘Abdu Rabbih, al- ’Iqd al-Farîd, jilid 2, hlm. 298; ar-Raghib al-Ishfahânî, Al-Muhâdharât, jilid 2, hlm. 224 dll}.
____________________________________________
Ijtihad Sahabat?: Membunuh Cucu Nabi SAW, Imam Hasan a.s
Oleh: Saleh Syeh Aljufrie
KONSPIRASI PEMBUNUHAN IMAM HASAN BIN ALI (as) dalam Tarikh Ahlu Sunnah Wal Jama'ah
Setelah Imam ‘Alî bin Abî Thâlib as meninggal dibunuh oleh ‘Abdurrahmân bin Muljam dengan pedang pada waktu subuh tanggal 17 Ramadhan tahun 40 H.,24 Januari 661 M., Hasan bin ‘Alî dibaiat dan pertempuran-pertempuran dengan Mu’âwiyah berlanjut. Pada pertengahan Jumadil Awal tahun 41 H., 16September 661 M. tercapai persetujuan damai antara Hasan bin ‘Alî dan Mu’âwiyah. Surat perdamaian berbunyi sebagai berikut:
SURAT PERJANJIAN DAMAI
=================
Bismillâhirrahmânirrahim.
Ini adalah pernyataan damai dari Hasan bin ‘Alî kepada Mu’âwiyah bin Abî Sufyân, bahwa Hasan menyerahkan kepada Mu’âwiyah wilayah Muslimîn, dan Mu’âwiyah akan menjalankan Kitâb Allâh SWT dan Sunnah Rasûl Allâh saw. dan tata cara Khulafâ’ ur-Râsyidîn yang tertuntun, dan Mu’âwiyah bin Abî Sufyân tidak boleh mengangkat seseorang jadi khalîfah sesudahnya, tetapi akan diadakan lembaga syura di antara kaum Muslimîn dan bahwa masyarakat akan berada dalam keadaan aman di daerah Allâh SWT di Syam, Iraq, Hijaz dan Yaman, dan bahwa sahabat-sahabat ‘Alî dan Syî’ah-nya terpelihara dalam keadaan aman, bagi diri, harta, para wanita dan anak-anak mereka, dan bahwa Mu’âwiyah bin Abî Sufyân setuju dan berjanji dengan nama Allâh bahwa Mu’âwiyah tidak akan mengganggu atau menganiaya secara tersembunyi atau terbuka terhadap Hasan bin ‘Alî atau saudaranya Husain bin ‘Alî atau salah seorang ahlu’l-bait Rasûl Allâh saw. dan tidak akan mengganggu mereka yang berada di seluruh penjuru dan bahwa Mu’âwiyah akan menghentikan pelaknatan terhadap ‘Alî." {Ibnu Hajar, Shawâ’iq, hlm. 81}
Dan sebagaimana biasa Mu’âwiyah melanggar janji. Ia meracuni Hasan bin ‘Alî bin Abî Thâlib, dan setelah Hasan meninggal ia bersujud yang diikuti semua yang hadir seperti dilakukannya tatkala Imâm ‘Alî meninggal dunia. Ibnu Sa’d menceritakan: ‘Mu’âwiyah meracuni Hasan berulang-ulang’.
Wâqidî berkata: ‘Mu’âwiyah meminumkan racun kepada Hasan, kemudian ia selamat, kemudian diminumkan racun lagi dan selamat, kemudian yang terakhir Hasan meninggal.
Tatkala maut mendekat, dokter /thabib yang menjenguknya berulang-ulang mengatakan bahwa Hasan diracun orang.
Adiknya Husain (SA) berkata: ‘Ya ayah Muhammad, beritahukan saya, siapa yang meminumkan racun kepadamu?’.
Hasan ( SA) menjawab: ‘Mengapa, wahai saudaraku?’.
Husain (sa) : ‘Demi Allâh, aku akan membunuhnya. Dan bila aku tidak berhasil, akan aku meminta orang mencarinya’.
Hasan berkata (SA) : ‘Wahai saudaraku, sesungguhnya dunia ini adalah malam-malam yang fana. Doakan dia, agar dia dan aku bertemu di sisi Allâh, dan aku melarang meracuninya’. {Ibnu Katsîr, Târîkh, jilid 8, hlm. 43}
Mas’ûdî mengatakan: ‘Tatkala ia diberi minum racun, ia bangun menjenguk beberapa orang kemudian setelah sampai di rumah, ia berkata: ‘Aku telah diracuni, berkali-kali tetapi belum pernah aku diberi minum seperti ini, aku sudah keluarkan racun itu sebagian, tetapi kemudian kembali biasa lagi’.
Husain berkata: ‘Wahai saudaraku, siapa yang meracunimu?’. Hasan menjawab: ‘Dan apa yang hendak kau lakukan dengannya? Bila yang kuduga benar, maka Allâh-lah yang melakukan hisab terhadapnya. Bila bukan dia, aku tidak menghendaki orang membebaskan diriku. Dan dia berada dalam keadaan demikian sampai 3 hari sebelum ia ra. akhirnya meninggal.
Dan yang meminumkan racun kepadanya adalah Ja’dah binti Asy’ats bin Qais al-Kindî, dan Mu’âwiyah yang memerintahkan kepadanya, dan bila ia berhasil membunuh Hasan ia akan dapat 100.000 dirham dan ‘aku akan mengawinkan kau dengan Yazîd’. Ialah yang mengirim racun kepada Ja’dah, istri Hasan.
Dan tatkala Hasan meninggal, ia mengirim uang tersebut dengan surat: ‘Sesungguhnya kami mencintai nyawa Yazîd, kalau tidak maka tentu akan kami penuhi janji dan mengawinkan engkau dengannya’. {Mas’ûdî, Murûj adz-Dzahab, jilid 2, hlm. 50}
Abû’l-Faraj al-Ishfahânî menulis: ‘Hasan telah mengajukan syarat perdamaian kepada Mu’âwiyah: ‘Mu’âwiyah bin Abî Sufyân tidak boleh mengangkat seseorang jadi khalîfah sesudahnya. Dan bila Mu’âwiyah akan mengangkat Yazîd, anaknya, jadi khalîfah, maka yang memberatkannya adalah Hasan bin ‘Alî dan Sa’d bin Abî Waqqâsh110, maka Mu’âwiyah
meracuni mereka berdua dan mereka meninggal. Ia mengirim racun kepada putri Asy’ats bin Qais: ‘Aku akan kawinkan kau dengan anakku Yazîd, bila kau racuni Hasan’, dan ia mengirim 100.000 dirham dan ia tidak mengawinkannya dengan Yazîd. {Al-Ishfahânî, Maqâtil ath-Thâlibiyîn, hlm. 29; Diriwayatkan Ibn Abîl-Hadîd, Syarh Nahju’l-Balâghah, jilid 4, hlm. 11, 17}
Abul Hasan al-Madâ’inî berkata: ‘Hasan meninggal tahun 49 H., 669 M. setelah sakit selama 40 hari pada umur 47 tahun. Ia diracuni Mu’âwiyah melalui tangan Ja’dah binti Asy’ats, istri Hasan dengan kata-kata: ‘Bila engkau membunuhnya dengan racun, maka engkau dapat 100.000 dan akan aku kawinkan kau dengan Yazîd, anakku’.
Dan tatkala Hasan meninggal, maka ia memberikan uang tersebut dan tidak mengawinkannya dengan Yazîd. Ia berkata: ‘Aku takut kau akan lakukan terhadap anakku seperti yang engkau lakukan terhadap anak Rasûl Allâh saw’
Hushain bin Mundzir ar-Raqasyi berkata: ‘Demi Allâh Mu’âwiyah tidak memenuhi sama sekali janjinya, ia membunuh Hujur dan teman-temannya, membaiat anaknya Yazîd dan
meracuni Hasan. {Ibn Abîl-Hadîd, Syarh Nahju’l-Balâghah, jilid 4, hlm. 4. & hlm. 7.}
Abû ‘Umar berkata dalam al-Istî’âb: ‘Qatâdah dan Abû Bakar bin Hafshah berkata: ‘Mu’âwiyah meracuni Hasan bin ‘Alî, melalui istri Hasan, yaitu putri Asy’ats bin Qais al-Kindî. Sebagian orang berkata: ‘Mu’âwiyah memaksanya, dan tidak memberinya apa-apa, hanya Allâh yang tahu!’. Kemudian ia menyebut sumbernya, yaitu Mas’ûdî. {Ibnu ‘Abd al-Barr, Kitâb al-Istî’âb, jilid 1, hlm. 141}
Ibnu al-Jauzî mengatakan dalam ‘at-Tadzkirah Khawâshsh’l-Ummah’: ‘Para ahli sejarah di antaranya ‘Abdul Barr meriwayatkan bahwa ia diracuni istrinya Ja’dah binti Asy’ats bin Qais al-Kindî.
As-Sûdî berkata: Yang memerintahkannya adalah Yazîd bin Mu’âwiyah agar meracuni Hasan dan bahwa ia berjanji akan mengawininya. Dan tatkala Hasan meninggal Ja’dah mengirim surat kepada Yazîd menagih janjinya. Dan Yazîd berkata: ‘Hasan saja kamu bunuh, apalagi aku, demi Allâh, aku tidak rela’. Asy-Sya’bî mengatakan: ‘Sesungguhnya yang melakukan tipu muslihat adalah Mu’âwiyah. Ia berkata kepada istri Hasan: ‘Racunilah Hasan, maka akan aku kawinkan engkau dengan Yazîd dan memberimu 100.000 dirham."
Dan tatkala Hasan meninggal Ja’dah menuntut janjinya. Mu’âwiyah lalu mengiriminya uang tersebut dan menambahkan : ‘Sesungguhnya aku mencintai Yazîd, dan mengharapkan agar ia tetap hidup, kalau tidak demikian tentu aku akan kawinkan engkau dengannya’.
Sya’bî berkata lagi: ‘Dan ini benar dengan berdasarkan saksi yang dapat dipercaya: ‘Sesungguhnya Hasan berkata tatkala akan mati dan telah sampai kepadanya apa yang dilakukan Mu’âwiyah: ‘Aku telah tahu minumannya dan kebohongannya, demi Allâh ia tidak memenuhi janjinya, dia tidak jujur dalam perkataannya’. Kemudian Sya’bî mengutip ath-Thabaqât dari Ibnu Sa’d: “Mu’âwiyah meracuninya berulang ulang. {Ibnu al-Jauzî, ‘al-Tadzkirah’, hlm. 121}
Ibnu ‘Asâkir berkata: ‘Ia diberi minum racun, berulang-ulang, banyak, mula-mula ia bisa pulih, lalu diberi minum lagi dan ia tidak bisa pulih dan dikatakan: Sesungguhnya Mu’âwiyah telah memperlakukan dengan ramah seorang pembantunya agar meracuninya dan ia lalu melakukannya dan berpengaruh sedikit demi sedikit, sampai ia memakai alat untuk bisa duduk dan ia bertahan sampai 40 kali.
Muhammad bin al-Mirzubân meriwayatkan: ‘Ja’dah binti Asy’ats bin Qais adalah istri Hasan dan Yazîd melakukan tipu muslihat agar ia mau meracuni Hasan. ‘Dan saya akan mengawininya, dan Ja’dah melakukannya. Dan tatkala Hasan meninggal Ja’dah menanyakan janji Yazîd dan Yazîd berkata: ‘Sesungguhnya, demi Allâh, kalau Hasan saja kamu bunuh, apalagi kami’. {Ibnu ‘Asâkir, Târîkh, jilid 4, hlm. 229.}.
Hasan bin ‘Alî (as) sakit yang berakhir dengan kematiannya. Ia diracun istrinya, atas suruhan Mu’âwiyah dengan bayaran 100.000 dinar. Ia lalu memerintahkan Marwân bin Hakam yang diangkatnya jadi gubernur Madînah untuk terus mengamati Hasan dan menyuratinya. Tatkala datang berita bahwa Hasan telah meninggal seluruh penduduk Syam bertakbir. Seorang wanita, Fakhîtah binti Quraidhah bertanya kepada Mu’âwiyah: ‘Apakah kamu bertakbir bagi matinya putri Fâthimah? Ya, aku bertakbir karena hatiku gembira
Ia sangat gembira dan bahagia dan bersujud, dan semua yang hadir ikut bersujud. {Ibnu Qutaibah, al-Imâmah wa’s-Siyâsah, jilid 1, hlm. 144; Ibnu ‘Abdu Rabbih, al- ’Iqd al-Farîd, jilid 2, hlm. 298; ar-Raghib al-Ishfahânî, Al-Muhâdharât, jilid 2, hlm. 224 dll.}.
Imam Ali as berkata bahwa Nabi Saww bersabda : Orang yang mendatangkan kesusahan kepada orang Mu’min tanpa sebab bagaikan orang yang telah memusnahkan Mekah dan Baitul Makmur sepuluh kali dan bagaikan dia telah membunuh seribu malaikat Allah. Mengasihi seorang Mu’min karena Allah semata-mata adalah sebagian dari iman. Ingatlah barang siapa yang cinta karena Ridha Allah semata-mata, membenci karena Allah semata-mata, memberikan sesuatu demi karena Allah, dan menjauhi pemberian hanya karena Allah (apabila dia tahu bahwa Allah tidak menyukainya) adalah salah seorang dari hamba-hamba pilihanNya. Dia adalah salah seorang dari orang-orang Islam yang sempurna, yang mana budi pekertinya amat disukai orang orang-orang lain. {DiRiwayatkan Akhu Tirbal, Kitab Al Mukmin, Syed Murtadha Husayn }.
Imam Ja’far al-Sadiq AS berkata, Nabi SAWW bersabda : “Apabila seorang Mu’min secara tidak benar mencela saudaranya, dia akan jauh dari persahabatan di antara mereka. Apabila seorang Mu’min memanggil saudaranya sebagai musuh, sama ada salah seorang dari mereka kafir. Allah tidak menerima doa-doa orang-orang yang mencela orang-orang Mu’min. Dia juga tidak menerima doa-doa yang membenci dan meletakkan permusuhan dalam hati-hati mereka terhadap orang-orang Mu’min.” {Kitab Al Mukmin, Syed Murtadha Husayn}.
Maka Apa yang membuat Kenistaan dan penindasan kaum yang dzalim terhadap AhlulBait Nabi SAWW dibiarkan, ditutupi, bahkan para Pelakunya DiIdolakan?
Apakah Para Imam Ahlul Bait Nabi SAWW bukan orang-orang yang Mulia? Bukankah Ahlal bait Nabi SAWW disucikanNYA ? lalu ketika Orang – Orang Suci di abaikan haknya dan didzalimi serta dibunuh para pelakunya justru di Elu2kan dan di Jadikan Panutan, kegilaan macam apa yang sedang dialami Umat Muhammad SAWW?
Kebohongan demi kebohongan disodorkan hingga berabad-abad, kebutaan Ummat Muhammad karena jauh dari Kebenaran, hasilnya seperti yang kita sedang alami bersama
________________________________________
Imam Hasan Al-Askari Dalam Pandangan Ahlus Sunnah Dan Syiah
Posted by AHLUL BAIT NABI SAW on Minggu, 03 Agustus 2014
Imam Hasan Al-Askari as
Nama: Hasan.
Gelar: Al-Askari.
Julukan: Abu Muhammad.
Ayah: Ali Al-Hadi.
Ibu: Haditsah.
Tempat / Tgl Lahir: Madinah, 10 Rabiul Tsani 232 H.
Hari / Tgl Walat: Jum'at, 8 Rabiul Awal 260 H.
Sebab Kematian: Diracun Khalifah Abbasiah.
Makanan: Samara '.
Jumlah Anak: 1 orang; Muhammad Al-Mahdi.
Riwayat Hidup:
Di pusat kota Madinah, tempat berhijrahnya baginda Rasulullah saw, di pusat pengembangan Islam serta tempat berdirinya Madrasah Ahlul Bait Nabi saw, lahirlah manusia suci dari keturunan Rasulullah, yang bernama Imam Hasan al-Asykari putra Imam Ali al-Hadi. Beliau lahir pada bulan Rabiul Tsani 213 H. Sedang julukan al-Askari yang ia sandang itu karena dinisbatkan pada suatu lempat yang bernama Asykar, di dekat kota Samara ', Ibunya adalah seorang jariah yang bernama Haditsa, walau ada juga yang berpendapat bahwa namanya Susan, Salil.
Sejak masa kecilnya sampai berusia 23 tahun lebih beberapa bulan, ia melewatkan waktunya di bawah asuhan, bimbingan dan didikan ayahnya, Ali al-Hadi. Tidak heran, jika ia akhirnya menjadi orang terkermuka dalam bidang ilmu, akhlak dan ibadahnya. Sepanjang waktu itu ia menimba ilmu dari pohon suci keluarga Rasulullah saww sekaligus menerima warisan imamah dari ayahnya atas titah Ilahi.
Mengenai situasi politik di zamannya, ia hidup sezaman dengan al-Mu'taz, al-Mukhtadi dan al-Mu'tamad. Selama tujuh tahun masa keimamahannya, ia serta semua pengikutnya mendapatkan tekanan dari pemimpin Dinasti Abbasiyah.
Imam Hasan al-Asykari pernah di penjara tanpa alasan sedikit pun. Rasa iri terhadap Ahlul Bait Rasulullah saw telah merasuk hampir ke seluruh raja Dinasti Abbasiyah. Melihat penindasan yang sangat menekan itu, Imam Hasan, Imam Hasan al-Askari as mengambil inisiatif untuk memberlakukan sistem taqiyah bagi para pengikutnya.
Pada sisi lain, orang-orang Turki mulai memiliki posisi yang kuat dalam bidang politik. al-Mu'taz. berusaha menyingkirkan mereka, namun mereka cukup kuat. Dan ketika terjadi keributan antara orang-orang Turki dengan pasukan al-Mutaz., Akhirnya tim al-Mu'taz berhasil dikalahkan dan al-Mu'taz sendiri kemudian diturunkan dari tahtanya oleh Salih bin Washif al-Turki dan disiksa serta dipenjarakan dalam sel yang sempit sampai mati. Itu semua terjadi pada tahun 255 H. Kekuasaan kemudian beralih ke tangan al-Mukhtadi, yang juga mengalami bentrokan dengan orang-orang Turki. Dia pun benasib buruk dan terbunuh pada tahun 256 H.
Setelah kematian al-Mukhtadi, kekuasaan beralih ke tangan al-Muktamid. Dia tidak berbeda dengan penguasa-penguasa sebelumnya dalam hal kebencian dan kedengkiannya kepada Ahlul Bait. Apalagi dia mendengar bahwa dan Imam Hasan al-Askari akan lahir Imam Mahdi, yang akan menegakkan keadilan. Najis itu terbukti dari segala cara yang dia gunakan untuk menyingkirkan dan membunuh Hasan al-Askari. Ketika Hasan al-Askari dalam kondisi sakit, al-Muktamid mengutus seorang dokter serta hakim dan pengawalnya untuk memata-matai segala gerak-gerik Imam.
Akhirnya Imam Hasan al-Askari syahid melalui racun pada tahun 260 H / 872 M. Ia kemudian dimakamkan di samping makam ayahnya di Samara.
___________________________________________
Muawwiyah Meracun Imam Hasan Bin Ali & Membunuh Muhammad Bin Abu Bakar
Oleh: O Hashem (penulis buku Saqifah)
Setelah Alî bin Abî Thâlib meninggal dibunuh oleh Abdurrahmân bin Muljam dengan pedang pada waktu subuh tanggal 17 Ramadhan tahun 40 H, 24 Januari 661 M, Hasan bin Alî dibaiat dan pertempuran-pertempuran dengan Mu’âwiyah berlanjut. Pada pertengahan Jumadil Awal tahun 41 H, 16 September 661 M. tercapai persetujuan damai antara Hasan bin Alî dan Mu’âwiyah. Surat perdamaian berbunyi sebagai berikut:
Bismillâhirrahmânirrahim.
Ini adalah pernyataan damai dari Hasan bin Alî kepada Mu’âwiyah bin Abî Sufyân, bahwa Hasan menyerahkan kepada Mu’âwiyah wilayah Muslimîn, dan Mu’âwiyah akan menjalankan Kitâb Allâh SWT dan Sunnah Rasûl Allâh saw. dan tata cara Khulafâ’ur-Râsyidîn yang tertuntun, dan Mu’âwiyah bin Abî Sufyân tidak boleh mengangkat seseorang jadi khalîfah sesudahnya, tetapi akan diadakan lembaga syura di antara kaum Muslimîn dan bahwa masyarakat akan berada dalam keadaan aman di daerah Allâh SWT di Syam, Iraq, Hijaz dan Yaman, dan bahwa sahabat-sahabat Alî dan Syî’ah-nya terpelihara dalam keadaan aman, bagi diri, harta, para wanita dan anak-anak mereka, dan bahwa Mu’âwiyah bin Abî Sufyân setuju dan berjanji dengan nama Allâh bahwa Mu’âwiyah tidak akan mengganggu dan menganiaya secara tersembunyi atau terbuka terhadap Hasan bin Ali atau saudaranya Husien bin Ali atau salah seorang ahlu’l-bait Rasul Allâh saw. dan tidak akan mengganggu mereka yang berada di seluruh penjuru..dan bahwa Mu’âwiyah akan menghentikan pelaknatan terhadap Alî...”[1]
Dan sebagaimana biasa Mu’âwiyah melanggar janji. Ia meracuni Hasan bin Alî bin Abî Thâlib, dan setelah Hasan meninggal ia bersujud yang diikuti semua yang hadir seperti dilakukannya tatkala Imâm Alî meninggal dunia.
Ibnu Sa’d menceritakan: “Mu’âwiyah meracuni Hasan berulang-ulang.” Wâqidî berkata: “Mu’âwiyah meminumkan racun kepada Hasan, kemudian ia selamat, kemudian diminumkan racun lagi dan selamat, kemudian yang terakhir Hasan meninggal. Tatkala maut mendekat, dokter (thabib) yang menjenguknya berulang-ulang mengatakan bahwa Hasan diracun orang.”
Adiknya Husain berkata: “Ya ayah Muhammad, beritahukan saya, siapa yang meminumkan racun kepadamu?”
Hasan menjawab: “Mengapa, wahai saudaraku?”
Husain: “Demi Allâh, aku akan membunuhnya sebelum engkau dimakamkan. Dan bila aku tidak berhasil, akan aku meminta orang mencarinya.”
Hasan berkata: “Wahai saudaraku, sesungguhnya dunia ini adalah malam-malam yang fana. Doakan dia, agar dia dan aku bertemu di sisi Allâh, dan aku melarang meracuninya.”[2]
Mas’ûdî mengatakan: “Tatkala ia diberi minum racun, ia bangun menjenguk beberapa orang kemudian, setelah sampai di rumah, ia berkata: “Aku telah diracuni, berkali-kali tetapi belum pernah aku diberi minum seperti ini, aku sudah keluarkan racun itu sebagian, tetapi kemudian kembali biasa lagi.”
Husain berkata: “Wahai saudaraku, siapa yang meracunimu?”
Hasan menjawab: “Dan apa yang hendak kau lakukan dengannya? Bila yang kuduga benar, maka Allâh-lah yang melakukan hisab terhadapnya. Bila bukan dia, aku tidak menghendaki orang membebaskan diriku.”
Dan dia berada dalam keadaan demikian sampai 3 hari sebelum ia ra. akhirnya meninggal. Dan yang meminumkan racun kepadanya adalah Ja’dah binti Asy’ats bin Qais al-Kindî, dan Mu’âwiyah yang memerintahkan kepadanya, dan bila ia berhasil membunuh Hasan ia akan dapat 100.000 dirham dan “aku akan mengawinkan kau dengan Yazîd.” Ialah yang mengirim racun kepada Ja’dah, istri Hasan. Dan tatkala Hasan meninggal, ia mengirim uang tersebut dengan surat: “Sesungguhnya kami mencintai nyawa Yazîd, kalau tidak maka tentu akan kami penuhi janji dan mengawinkan engkau dengannya.”[3]
Abû’l-Faraj al-Ishfahânî menulis: “Hasan telah mengajukan syarat perdamaian kepada Mu’âwiyah: “Mu’âwiyah bin Abî Sufyân tidak boleh mengangkat seseorang jadi khalîfah sesudahnya. Dan bila Mu’âwiyah akan mengangkat Yazîd, anaknya, jadi khalîfah, maka yang memberatkannya adalah Hasan bin Alî dan Sa’d bin Abî Waqqâsh”[4], maka Mu’âwiyah meracuni mereka berdua dan mereka meninggal. Ia mengirim racun kepada putri Asy’ats bin Qais: “Aku akan kawinkan kau dengan anakku Yazîd, bila kau racuni Hasan”, dan ia mengirim 100.000 dirham dan ia tidak mengawinkannya denganYazid.[5]
Abul Hasan al-Madâ’inî berkata: “Hasan meninggal tahun 49 H, 669 M. setelah sakit selama 40 hari pada umur 47 tahun. Ia diracuni Mu’âwiyah melalui tangan Ja’dah binti Asy’ats, istri Hasan dengan kata-kata: “Bila engkau membunuhnya dengan racun, maka engkau dapat 100.000 dan akan aku kawinkan kau dengan Yazîd, anakku.” Dan tatkala Hasan meninggal, maka ia memberikan uang tersebut dan tidak mengawinkannya dengan Yazîd. Ia berkata: “Aku takut kau akan lakukan terhadap anakku seperti yang engkau lakukan terhadap anak Rasûl Allâh saw.”[6]
Hushain bin Mundzir ar-Raqasyi berkata: “Demi Allâh Mu’âwiyah tidak memenuhi sama sekali janjinya, ia membunuh Hujur dan teman-temannya, membaiat anaknya Yazîd dan meracuni Hasan.”[7]
Abû Umar berkata dalam al-Istî’âb: “Qatâdah dan Abû Bakar bin Hafshah berkata: “Mu’âwiyah meracuni Hasan bin Alî, melalui istri Hasan, yaitu putri Asy’ats bin Qais al-Kindî. Sebagian orang berkata: “Mu’âwiyah memaksanya, dan tidak memberinya apa-apa, hanya Allâh yang tahu!” Kemudian ia menyebut sumbernya, yaitu Mas’ûdî.[8]
Ibnu al-Jauzî mengatakan dalam “at-Tadzkirah Khawâshsh’l Ummah”: “Para ahli sejarah di antaranya Abdul Barr meriwayatkan bahwa ia diracuni istrinya Ja’dah binti Asy’ats bin Qais al-Kindî.”
As-Sûdî berkata: “Yang memerintahkannya adalah Yazîd bin Mu’âwiyah agar meracuni Hasan dan bahwa ia berjanji akan mengawininya. Dan tatkala Hasan meninggal Ja’dah mengirim surat kepada Yazîd menagih janjinya. Dan Yazîd berkata: “Hasan saja kamu bunuh, apalagi aku, demi Allâh, aku tidak rela.”
Asy-Sya’bî mengatakan: “Sesungguhnya yang melakukan tipu muslihat adalah Mu’âwiyah. Ia berkata kepada istri Hasan: “Racunilah Hasan, maka akan aku kawinkan engkau dengan Yazîd dan memberimu 100.000 dirham.” Dan tatkala Hasan meninggal Ja’dah menuntut janjinya. Mu’âwiyah lalu mengiriminya uang tersebut dan menambahkan : “Sesungguhnya aku mencintai Yazîd, dan mengharapkan agar ia tetap hidup, kalau tidak demikian tentu aku akan kawinkan engkau dengannya.”
Sya’bî berkata lagi: “Dan ini benar dengan berdasarkan saksi yang dapat dipercaya: “Sesungguhnya Hasan berkata tatkala akan mati dan telah sampai kepadanya apa yang dilakukan Mu’âwiyah: “Aku telah tahu minumannya dan kebohongannya, demi Allâh ia tidak memenuhi janjinya, dia tidak jujur dalam perkataannya.”
Kemudian Sya’bî mengutip ath-Thabaqât dari Ibnu Sa’d: “Mu’âwiyah meracuninya berulang ulang.”[9]
Ibnu Asâkir berkata: “Ia diberi minum racun, berulangulang, banyak, mula-mula ia bisa pulih, lalu diberi minum lagi dan ia tidak bisa pulih dan dikatakan: “Sesungguhnya Mu’âwiyah telah memperlakukan dengan ramah seorang pembantunya agar meracuninya dan ia lalu melakukannya dan berpengaruh sedikit demi sedikit, sampai ia memakai alat untuk bisa duduk dan ia bertahan sampai 40 kali.”
Muhammad bin al-Mirzubân meriwayatkan: “Ja’dah binti Asy’ats bin Qais adalah istri Hasan dan Yazîd melakukan tipu muslihat agar ia mau meracuni Hasan. Dan saya akan mengawininya, dan Ja’dah melakukannya. Dan tatkala Hasan meninggal Ja’dah menanyakan janji Yazîd dan Yazîd berkata: “Sesungguhnya, demi Allâh, kalau Hasan saja kamu bunuh, apalagi kami.”[10]
Hasan bin Alî sakit yang berakhir dengan kematiannya. Ia diracun istrinya, atas suruhan Mu’âwiyah dengan bayaran 100.000 dinar. Ia lalu memerintahkan Marwân bin Hakam yang diangkatnya jadi gubernur Madînah untuk terus mengamati Hasan dan menyuratinya. Tatkala datang berita bahwa Hasan telah meninggal seluruh penduduk Syam bertakbir. Seorang wanita, Fakhîtah binti Quraidhah bertanya kepada Mu’âwiyah: “Apakah kamu bertakbir bagi matinya putri Fâthimah?”
“Ya aku bertakbir karena hatiku gembira.”[11]
Ia sangat gembira dan bahagia dan bersujud, dan semua yang hadir ikut bersujud.[12]
Ia juga terkenal karena membunuh sahabat Rasûl Allâh saw. Hujur bin Adî dan kawan-kawannya pada tahun 51 H, 671 M. karena tidak mau melaknat Alî.
MUAWWIYAH MEMBUNUH MUHAMMAD BIN ABÛ BAKAR
Mu’âwiyah membunuh Muhammad bin Abû Bakar, anak khalîfah Abû Bakar. Mula-mula ia disiksa, tidak diberi minum, kemudian dimasukkan ke dalam perut keledai dan dibakar.
Untuk pertama kali dalam sejarah Islam, penguasa mempermainkan jenazah yang mereka bunuh.Dan jenazah ini adalah jenazah kaum Muslimîn.
Penguasa memenggal kepala mereka setelah diikat kedua tangan ke belakang, menyayat-nyayat mayat, mengarak kepala-kepala mereka berkeliling kota, membawanya dari kota ke kota dan akhirnya dikirim ke ‘khalîfah’ di Damaskus dengan menempuh jarak beratus-ratus kilometer.
Cukup dengan sedikit curiga bahwa seorang itu Syî’ah, maka mereka akan memotong tangan, kaki atau lidah mereka. Bila ada yang menyebut mencintai anak cucu Rasûl saja maka ia akan dipenjarakan atau hartanya dirampas, rumah dimusnahkan.
Bencana makan bertambah dan makan menyayat hati. Sampai gubernur Ubaidillâh bin Ziyâd membunuh Husain, kemudian gubernur Hajjâj bin Yûsuf yang membunuh mereka seperti membunuh semut. Ia lebih senang mendengar seorang mengaku dirinya zindîq atau kafir dari mendengar orang mengaku dirinya Syî’ah Alî.
Abû al-Husain Alî bin Muhammad bin Abî Saif al-Madani dalam kitabnya al-Ahdats, berkata: “Mu’âwiyah menulis sebuah surat kepada semua gubernurnya setelah tahun perjanjian dengan Hasan agar mereka mengucilkan orang yang memuliakan Alî dan keluarganya. “Pidatokan dan khotbahkan di tiap desa dan di tiap mimbar pelaknatan Alî dan kucilkan dia dan keluarganya.” Dan alangkah besar bencana yang menimpa Syî’ah Alî di Kûfah.
Diangkatlah Ziyâd bin Sumayyah diangkat jadi gubernur Kûfah. Ia lalu memburu kaum Syî’ah. Ia sangat mengenal kaum Syî’ah karena ia pernah jadi pengikut Alî. Dan ia lalu memburu dan membunuh mereka di mana pun mereka berada, tahta kulli hajar wa madar, membuat mereka ketakutan, memotong tangan dan kaki mereka, menyungkil bola mata mereka, samala al ‘uyun, dan menyalib mereka di batang-batang pohon korma. Ia memburu dan mengusir mereka ke luar dari Irak dan tiada seorang pun yang mereka kenal, luput dari perburuan ini.[13]
Di samping itu istri dan putri-putri Syî’ah dijadikan budak dan untuk pertama kali dilakukan Mu’âwiyah dengan Busr bin Arthât pada akhir tahun 39 H, 660 M. Mereka memaksa kaum Syî’ah membaiat khalîfah yang sebenarnya adalah raja yang lalim.
Setelah membaiat, biasanya mereka belum merasa puas, sehingga mereka merasa perlu membumi hanguskan desa mereka seperti diriwayatkan Bukhârî dalam tarikhnya.
Mu’âwiyah melalui jenderalnya Busr bin Arthât tersebut membakar rumah-rumah Zarârah bin Khairun, Rifâqah bin Rafî, Abdullâh bin Sa’d dari Banû Abdul Asyhal, semua adalah para sahabat kaum Anshâr. Celakanya Ziyâd bin Abih, yang mula-mula berpihak kepada Alî bin Abî Thâlib, menyeberang ke Mu’âwiyah, karena pengakuan Abû Sufyân bahwa Ziyâd yang lahir dari seorang budak perempuan asal Iran adalah anaknya.
Mu’âwiyah yang melihat Ziyâd sebagai seorang yang berbakat, mengakuinya sebagai saudaranya. Ummu Habîbah, istri Rasûl Allâh, saudara Mu’âwiyah tidak pernah mau mengakui Ziyâd sebagai saudaranya.
Karena pernah bersama Alî maka Ziyâd mengenal semua pengikut Alî dalam Perang Shiffîn dan dengan mudah memburu dan membunuhi mereka.
Orang pertama yang dipenggal kepalanya oleh Mu’âwiyah adalah Amr bin Hamaq sebagai Syî’ah Alî yang turut mengepung rumah Utsmân dan dituduh membunuh Utsmân dengan 9 tusukan. Ia melarikan diri ke Madâ’in bersama Rifâ’ah bin Syaddâd dan terus ke Mosul. Ia ditangkap dan gubernur Utsmân mengenalnya. Ia mengirim surat ke Mu’âwiyah. Mu’âwiyah menjawab seenaknya: “Ia membunuh Utsmân dengan 9 tusukan dengan goloknya (masyâqish) dan kita tidak akan bertindak lebih, tusuklah dia dengan sembilan tusukan.” Setelah ditusuk, baru tusukan pertama atau kedua, kelihatannya ia sudah mati,kepalanya dipenggal dan dikirim ke Syam, diarak kemudian diserahkan kepada Mu’âwiyah dan Mu’âwiyah mengirim kepala ini kepada istrinya Âminah binti al-Syarid yang sedang berada di penjara Mu’âwiyah. Kepala itu dilemparkan ke pangkuan istrinya. Istrinya meletakkan tangannya di dahi kepala suaminya kemudian mencium bibirnya dan berkata:
“Mereka hilangkan dia dariku amat lama,
Mereka bunuh dan sisakan untukku kepalanya,
Selamat datang, wahai hadiah,
Selamat datang, wahai wajah tanpa roma”[14]
Referensi:
[1] Ibnu Hajar, Shawâ’iq, hlm. 81.
[2] Ibnu Katsîr, Târîkh, jilid 8, hlm. 43.
[3] Mas’ûdî, Murûj adz-Dzahab, jilid 2, hlm. 50.
[4] Sa’d adalah satu-satunya anggota Syûrâ yang dibentuk Umar yang masih hidup, pen.
[5] Al-Ishfahânî, Maqâtil ath-Thâlibiyîn, hlm. 29; Diriwayatkan Ibn Abîl Hadîd, Syarh Nahju’l-Balâghah, jilid 4, hlm. 11, 17.
[6] Ibn Abîl-Hadîd, Syarh Nahju’l-Balâghah, jilid 4, hlm. 4.
[7] Ibn Abîl-Hadîd, Syarh Nahju’l-Balâghah, jilid 4, hlm. 7.
[8] Ibnu Abd al-Barr, Kitâb al-Istî’âb, jilid 1, hlm. 141.
[9] Ibnu al-Jauzî, ’al-Tadzkirah’, hlm. 121.
[10] Ibnu Asâkir, Târîkh, jilid 4, hlm. 229.
[11] Ad-Damîrî, Hayât al-Hayawân, jilid 1, hlm. 58; Diyâr Bakrî, Tarikh Yaum al-Khamîs, jilid 2, hlm. 294.
[12] 118 Ibnu Qutaibah, al-Imâmah was-Siyâsah, jilid 1, hlm. 144; Ibnu Abdu Rabbih, al-‘Iqd al-Farîd, jilid 2, hlm. 298; ar-Raghib al-Ishfahânî, Al-Muhâdharât, jilid 2, hlm. 224 dll.
[13] Lihat Ibn Abîl-Hadîd, Syarh Nahju’l-Balâghah, jilid 11, hlm. 43, 44.
[14] Amr bin Hamaq adalah orang pertama dalam sejarah Islam yang kepalanya dipenggal dan diarak dari kota ke kota, lihat Ibn Qutaibah, Al-Ma’ârif, hlm. 127; Al-Istî’âb, jilid 2, hlm. 404; Al-Ishâbah, jilid 2, hlm. 533; Ibn Katsîr, Târîkh, jilid 8, hlm. 48.
(Islam-Itu-Cinta/Tour-Mazhab/Yayasan-Al-Jawad/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email