Beberapa anggota keluarga ‘Aisyah sendiri mengaku bahwa mereka lebih suka ‘Aisyah tidak pernah mengepalai sebuah pasukan dan bertempur di dalam peperangan. Pada suatu kesempatan, ia mengirimkan seorang utusan kepada keponakannya—Ibn Abil-Atiq—untuk meminta dirinya mengirimkan seekor keledai untuk dikendarai ‘Aisyah. Ketika keponakannya itu menerima pesan itu, ia berkata kepada utusan yang memberinya pesan:
“Katakan kepada Ummul Mukminin bahwa, demi Allah, kami belum bersih betul mencuci darah kaum Mukminin dari unta yang ia naiki. Apakah ia sekarang ingin menumpahkan darah lagi dan mengotori keledai yang akan ia naiki?” (LIHAT: Baladzuri dalam kitab Ansab al-Ashraf, volume 1, halaman431)
Ibn Abil Atiq seperti mengolok-olok ‘Aisyah ketika mengatakan kalimat di atas. Akan tetapi pada tahun 669, akhirnya hari itu datang juga. ‘Aisyah benar-benar menunggang seekor keledai dan menghasut orang-orang untuk melakukan sesuatu.
Ketika peti jenazah yang berisi cucu Nabi—Imam Hasan (as)—dibawa ke pemakaman Rasulullah—kakeknya yang sangat ia cintai, Marwan bin Al-Hakam dan para anggota keluarga Bani Umayyah lainnya datang ke pemakaman. Mereka datang lengkap dengan perlengkapan perangnya seolah-olah keluarga Nabi ke sana hendak berperang dan bukan hendak mengebumikan salah seorang anggota keluarganya yang meninggal. Kaum Bani Umayyah (individu-individu yang ada di dalamnya tentu saja termasuk para sahabat Nabi—menurut definisi Kaum Sunni—karena mereka pernah melihat Nabi dan hidup sejaman dengan Nabi) mencoba untuk mencegah Bani Hasyim (Klan Keluarga Nabi) yang hendak mengebumikan jenazah Imam Hasan (as) di samping kuburan kakeknya yang tercinta. Kaum Bani Umayyah tidak sendirian dalam menentangan pemakaman itu. Diantara mereka ada pula ‘Aisyah binti Abu Bakar (istri Nabi) dengan mengendarai seekor keledai!!! Ketika Perang Unta, ‘Aisyah menunggang unta memerangi keluarga Nabi. Sekarang ‘Aisyah menunggangi seekor keledai untuk mencegah Keluarga Nabi memakamkan salah satu anggota keluarganya yang mereka cintai.
‘Aisyah memang kalah telak di Perang Unta (Perang Jamal) di kota Basrah, akan tetapi tampaknya ia menang perang melawan jenazah Imam Hasan (as) di kota Madinah. Imam Hasan (as) tentu saja tidak bisa melawan karena ia sudah meninggal. Imam Hasan (as) hendak dikuburkan di dekat pusara kakeknya akan tetapi hal itu tidak terlaksana karena pemakamannya ditentang oleh ‘Aisyah dan kelompok Bani Umayyah. Akhirnya ia dikebumikan di pekuburan Jannat-ul-Baqi.
Sepanjang hidup ‘Aisyah seringkali membuat Nabi merasa sakit hati (Baca: Biarlah Al-Qur’an dan Hadits-hadits Shahih Ahlul Sunnah Berbicara Jujur tentang ‘Aisyah). ‘Aisyah juga menyakiti keluarga Nabi dengan memerangi mereka dalam Perang Unta (Baca: HUBUNGAN ANTARA PERANG UNTA DAN PENCIPTAAN TOKOH “ABDULLAH BIN SABA”).
Dan sekarang daftar kesalahan fatal ‘Aisah bertambah lagi dengan menunggangi seekor keledai untuk menghalang-halangi penguburan cucu terkasih Nabi agar tidak dikuburkan di samping pusara Nabi.
Para Ulama Sunni terkenal dan ternama yang sekaligus juga pakar sejarah terkemuka, semuanya menuliskan bahwa ketika jenazah Imam Hasan (as) hendak dibawa ke Madinah, ‘Aisyah menaiki seekor keledai diikuti oleh sekelompok tentara Bani Umayyah beserta budak-budak mereka berusaha untuk menghentikan prosesi itu. ‘Aisyah dan orang-orang Bani Umayyah itu berkata bahwa mereka tidak akan pernah mengizinkan Imam Hasan (as) dikebumikan di samping pusara Rasulullah. Para ulama sejarawan dari Ahlu Sunnah yang menuliskan fakta sejarah seperti itu diantaranya ialah:
1. Yusuf Sibt Ibn Jauzi dalam kitabnya Tadhkira Khawasu’l-Umma, halaman 122
2. Allama Mas’udi, penulis Muruju’z-Dhahab, dalam kitabnya Isbatu’l-Wasiyya, halaman 136
3. Ibn Abi’l-Hadid dalam kitabnya Sharh-e-Nahju’l-Balagha, vol. IV, halaman 18, melaporkan dari Abu’l-Faraj dan Yahya Bin Hasan, penulis kitab Kitabu’n-Nasab; Muhammad Khwawind Shah dalam kitabnya Rauzatu’s-Safa
4. dan masih banyak yang lainnya yang ruangan ini tidak cukup untuk menuliskannya.
Menurut sebuah laporan Mas’udi Ibn Abbas berkata:
“Aneh sekali perbuatan dirimu ‘Aisyah! Bukankah cukup engkau mengobarkan perang Jamal dengan menunggangi seekor unta? Mengapa engkau tambah malapetaka dengan mengobarkan perang dari punggung keledai pula? Dengan mengendarai seekor keledai kau hendak larang pemakaman putera Rasulullah. Satu hari engkau menunggangi seekor unta; di hari lain engkau tunggangi seekor keledai. Engkau telah runtuhkan wibawa dan hancurkan kemuliaan Rasulullah. Apakah engkau ingin memadamkan cahaya Allah? Akan tetapi sesungguhnya Allah berkehendak untuk menyempurnakan cahayaNya walaupun orang-orang musyrikin benci; sesungguhnya kita ini milik Allah dan kepadaNya kita akan kembali.”
Beberapa sejarawan malah menuliskan bahwa Ibn Abbas pernah berkata kepada ‘Aisyah:
“Pada suatu ketika engkau menunggangi unta dan pada suatu ketika yang lain engkau menunggangi keledai. Apabila engkau hidup lebih lama lagi, niscaya engkau akan menunggangi gajah (untuk menentang Allah)! Meskipun dari seperdelapan engkau hanya memiliki sepersembilan bagian. Tapi engkau sudah mengambil semua bagian.”
Kaum Bani Hasyim (keluarga Rasulullah) menghunus pedang-pedangnya dan bermaksud untuk mengusir ‘Aisyah dan tentara Bani Umayyah, akan tetapi Imam Husein (as) melerai mereka dan berkata bahwa saudaranya (yaitu Imam Hasan (as)) telah berwasiat kepadanya agar ia tidak menumpahkan setetes darahpun di pemakamannya. Oleh karena itu, keluarga Rasulullah tidak jadi melawan. Mereka memutar balik arah dan tidak jadi menguburkan jenazah Imam Hasan (as) di sisi pusara Rasulullah. Jenazah Imam Hasan (as) akhirnya dikebumikan di Pekuburan Baqi (sebuah kompleks pemakaman di kota Madinah dan sampai sekarang masih diziarahi orang-orang yang peduli dan mencintai Ahlul-Bayt Nabi yang suci).
Kebiadaban Mu’awiyah (yang notabene adalah sahabat Nabi dan dihormati oleh kaum Muslimin Sunni) terhadap Imam Hasan (as) diwujudkan dalam bentuk persekongkolan jahat dengan istri Imam Hasan sendiri yang bernama Ja’dah binti Asy’ats (yang tidak lain adalah cucu Abu Bakar. Jadi cucu Nabi itu dibunuh oleh cucu Abu Bakar (Baca: Derita Cucu Nabi yang dibunuh oleh Sahabat Nabi).
____________________________________
Derita cucu Nabi yang dibunuh sahabat Nabi
Oleh: Ali Jamaleddine
KEDZALIMAN TERHADAP AL-MUJTABA TAK BERAKHIR WALAU IA SUDAH SYAHID
Rasulullah dan Ahlul Bayt suci Nabi (shalawat dan salah tercurah kepada mereka semua) telah mengalami sejumlah kesulitan hidup dan kesengsaraan dalam tugas dakwah Islam dan penyampaian pesan-pesan kemanusiaan. Ketika kita memasuki bulan Safar, segera ingatan kita kembali kepada sebuah peristiwa yang memilukan hati. Kita segera teringat kembali kepada kejadian dimana para sahabat Nabi memperlakukan cucu Nabi dengan sangat tega. Imam Hasan al-Mujtaba (as) menjadi sasaran kedengkian dan dendam yang tidak terkira. Imam Hasan (as) sudah merasakan penderitaan pada usia yang masih teramat muda dengan melihat ibunya yang tercinta—Fathimah az-Zahra (as)—diserang, dilukai, dan kemudian menemui kesyahidannya setelah menderita luka-luka yang sangat serius. Cucu Nabi yang terkasih itu juga harus melihat hak ayahnya—Imam Ali (as)—dirampas oleh rezim yang berkuasa sepeninggal kakeknya (Rasulullah SAW). Penderitaannya berlanjut ketika ia harus menyaksikan ayahnya juga syahid di mesjid Kufah. Pada saat kesyahidan Imam Ali (as)-lah, Imamah dilanjutkan olehnya; akan tetapi penderitaan yang diderita olehnya malah terus bertambah dan akhirnya berakhir 10 tahun kemudian dengan kesyahidan dirinya. Dan sejak hari kesyahidannya hingga detik ini, Imam Hasan (as) tetap harus menderita. Ia sekarang menjadi korban para sejarawan; pemerintah yang dzalim; dan kebudayaan keliru yang sudah mendarah daging.
KESALAHAN MEDIA DAN TUDUHAN YANG KEJI
Imam Hasan (as) beratus-ratus tahun menderita oleh media yang dikuasai oleh keluarga Bani Umayyah yang memerintah dunia Islam dengan kekejaman. Kabar-kabar burung disebarluaskan lewat-lewat mimbar-mimbar mesjid. Isu-isu miring dihembuskan di sekitar penyerahan kekuasaan dari Imam Hasan (as) ke Mu’awiyah. Mereka menyebarkan pendapat miring setelah Imam Hasan (as) berperang melawan Mu’awiyah dan para tentara bayarannya; dan kemudian dikatakan menyerah takluk serta mencari kesepakatan damai dengan Mu’awiyah agar nyawanya selamat. Media yang dikuasai dan dikendalikan oleh Mu’awiyah—sebagai penguasa dari Bani Umayyah—bahkan bertindak lebih jauh lagi sampai mendiskreditkan figur Imam Hasan (as) yang mulia.
Buku-buku sejarah—yang tentu saja dipengaruhi oleh propaganda media Bani Umayyah—menggambarkan Imam Hasan (as)—cucu terkasih Rasulullah; pemimpin pemuda di surga—sebagai seorang laki-laki yang senang menikah dan bercerai. Bani Umayyah menggambarkan Imam Hasan (as) sebagai orang yang suka berfoya-foya dan hidup dalam gemerlap dunia; dan beberapa sejarawan lainnya malah menuduh Imam Hasan (as) menjual Imamah dan kepemimpinan kepada Mu’awiyah karena ia lebih mementingkan kesenangan dunia!!!
Tentu saja semua tuduhan (atau lebih tepatnya fitnahan) tidak benar sama sekali. Semua fitnah itu dulunya ditujukan untuk menggerus kemuliaan dan keagungan dari Imam Hasan (as) di mata masyarakat. Ketika Imam Hasan (as) masih hidup, fitnah itu berkembang begitu masif-nya hingga banyak orang yang menganggap bahwa Imam Hasan (as) telah membuat malu orang-orang yang beriman. Sayangnya fitnahan ini masih tetap diyakini orang sebagai kebenaran karena sudah tertulis di dalam berbagai buku sejarah. Imam Hasan (as) rupanya harus menderita lebih lama lagi. 14 abad sudah berlalu ……. Sang Imam tetap harus menderita.
MUSUH TERSEMBUNYI
Imam Hasan (as) juga menderita dari kekejaman yang dilakukan oleh musuh tersembunyi. Musuh tersembunyi adalah musuh yang tidak berhadapan langsung dengan sang Imam akan tetapi terus menerus menyerang sang Imam. Musuh tersembunyi yang pertama asalnya adalah media Bani Umayyah. Sementara di sisi lain, ada musuh lainnya yang juga sama bahayanya karena sama-sama tersembunyinya. Musuh tersembunyi yang dimaksud adalah emas dan perak; selain itu musuh lainnya ialah para sahabat Nabi yang masih hidup akan tetapi lemah imannya.
Semangat para pengikut Imam Hasan (as) itu sudah terguncang, dan penderitaan yang mereka pikul dengan cepat menggerus kesetiaan mereka. Pasukan Imam Hasan (as) sudah mulai mempertanyakan perang yang mereka lakukan dengan Mu’awiyah. Mu’awiyah menggunakan kesempatan itu untuk menggoda mereka yang sudah berbai’at kepada Imam Hasan (as) agar mau bergabung dengan dirinya. Emas dan perak digunakan sebagai pancingan yang dasyhat. Banyak sekali para pengikut Imam Hasan (as) yang akhirnya beralih menjadi pengikut Mu’awiyah—dan itu termasuk para komandan perangnya yang seharusnya menjadi teladan yang baik.
Melihat para sahabat Nabi (yang menjadi pengikut Imam Hasan) dan para pengikutnya satu persatu bergabung dengan Mu’awiyah, Imam Hasan (as) menjadi sangat terasing dan kesepian di kampung halamannya sendiri. Imam Hasan (as) tidak lagi berperang melawan musuh yang jelas. Bergabungnya para sahabat Nabi dan para pengikut dirinya ke pihak musuh, membuat Imam Hasan (as) merasa sangat terpukul. Itu jauh lebih menyakitkan daripada serangan yang dilancarkan langsung oleh Mu’awiyah.
KISAH RACUN MEMATIKAN
Mu’awiyah belum merasa cukup. Ia ingin benar-benar melenyapkan Imam Hasan (as); Mu’awiyah ingin menyelewengkan gambaran Imam Hasan (as) yang penuh dengan kemuliaan digantikan dengan gambaran lain yang sudah dikotori oleh rezim Bani Umayyah. Di jaman sekarang ini, kalau ada percobaan pembunuhan dengan racun satu kali saja dan kemudian gagal, maka itu akan menjadi pembicaraan dimana-mana. Itu akan menjadi berita yang menggemparkan dunia. Akan tetapi pada jaman itu, percobaan pembunuhan terhadap Imam Hasan (as) itu berlangsung beberapa kali dan menemui kegagalan. Selain itu Imam Hasan (as) juga seringkali diserang secara fisik dan mengalami luka-luka diantaranya cukup serius. Satu usaha pembunuhan disusul usaha pembunuhan lainnya semuanya menemui kegagalan hingga akhirnya…..sang Imam menemui kesyahidan setelah sebuah racun yang sangat mematikan merusak hatinya dan membuatnya muntah-muntah hebat dan sebagian dari hatinya termuntahkan keluar bersama muntahnya. Ia menemui kesyahidan setelah beberapa kali usaha pembunuhan yang tidak berhasil.
TEMAN TERDEKATNYA
Melihat para sahabat Nabi yang menjadi pengikutnya serta melihat para sahabatnya sendiri satu persatu meninggalkannya memang menyakitkan hati. Akan tetapi ada yang jauh lebih menyakitkan hatinya lagi. Orang yang paling dekat dengan dirinya adalah orang yang meracuninya hingga menemui kematian!!! Imam Hasan (as) diracuni oleh istrinya sendiri yang bernama Ja’dah binti Al-Asy’ats. Dialah yang memberikan racun kepada Imam Hasan (as) setelah ia diberi iming-iming oleh Mu’awiyah dengan sejumlah uang dan gelar kehormatan. Menurut beberapa laporan, Mu’awiyah juga memberikan janji akan menikahkan Ja’dah dengan putera mahkotanya yaitu Yazid bin Mu’awiyah. Ja’dah binti Asy’ats sendiri adalah puteri dari Ummi Farwa. Ummi Farwa sendiri adalah saudari dari Abu Bakar. Jadi Ju’dah itu keponakan dari Abu Bakar. Ia membunuh Hasan bin Ali bin Abi Thalib, cucu Nabi. Jadi cucu Nabi dibunuh oleh cucu Abu Bakar. Yang menarik ialah JA’DAH BINTI ASY’ATS itu adalah istri dari Hasan bin Ali, Jadi Hasan bin Ali bin Abi Thalib—cucu Nabi—dibunuh oleh istrinya sendiri.
(Baca: SEJARAH MENCATAT PERSETERUAN ANTARA KELUARGA ABU BAKAR vs KELUARGA FATHIMAH BINTI MUHAMMAD, PUTERI NABI).
*****
SEJARAH MENCATAT PERSETERUAN KELUARGA ABU BAKAR VS KELUARGA FATHIMAH BINTI MUHAMMAD (keluarga Nabi)
PERSETERUAN ITU BERLANJUT HINGGA KE ANAK CUCU
Ketidak-adilan Abu Bakar terhadap bunda Fathimah az-Zahra memberikan jalan yang mulus kepada para karib kerabatnya dan keluarganya untuk melakukan hal yang sama kepada keturunan Nabi. Sayyid Safdar Hussain, dalam bukunya yang sangat berharga yang diberijudul The Early History of Islam, halaman 242, merangkum tindak kejahatan yang dilakukan oleh keluarga Abu Bakar (keturunan, sanak kerabat, dan keluarga karena pernikahan dari keturunan Abu Bakar) kepada keluarga Fathimah dan keturunannya. Ia menuliskan sebagai berikut:
“Sejarah telah menunjukkan dengan jelas sekali kepada kita bahwa Abu Bakar sendiri dan seluruh keluarganya (kecuali Asma dan puteranya yang bernama Muhammad) bersikap bermusuhan dengan keluarga Nabi, walaupun Al-Qur’an telah mewajibkan kita untuk mencintai keluarga Nabi dan Rasulullah pernah bersabda mengenai rasa hormat dan rasa cinta kepada keluarganya. Berikut adalah bukti-bukti nyata yang menunjukkan sikap permusuhan dari keturunan Abu Bakar terhadap keturunan atau keluarga Nabi:
1. ABU BAKAR, ketika naik menjadi khalifah, ia mengirimkan Umar untuk menemui bunda Fathimah dan mewajibkan Ali dengan paksaan untuk mendatanginya dan memberikan bai’at kepadanya. Umar mengancam untuk membakar rumah bunda Fathimah. Umar menggiring Imam Ali dengan todongan senjata ke hadapan Abu Bakar dimana disana ia dipermalukan dan dihina. Imam Ali merasa sangat sedih atas perlakuan itu hingga ia tersungkur di pusara Rasulullah dan kemudian ia menangis sejadinya di sana. Bunda Fathimah sendiri sangat sedih dan marah sekaligus hingga tidak lama setelah ayahnya yang tercinta meninggal, maka ia tidak lagi bertegur sapa dengan Abu Bakar. Sejarah mencatat bahwa bunda Fathimah tidak lagi terlihat berbicara dengan Abu Bakar. Di pembaringannya ketika bunda Fathimah hendak meninggal dunia, bunda Fathimah berwasiat agar pemakamannya tidak dihadiri oleh dua orang itu: ABU BAKAR dan UMAR IBN KHATTAB. Pemakaman bunda Fathimah dilangsungkan pada malam hari dan tidak diketahui oleh seluruh penduduk kota Madinah. Hanya beberapa gelintir orang saja (keluarga dan pendukung keluarga Rasulullah) yang hadir di pemakaman itu. Hingga kini makam bunda Fathimah tidak diketahui orang dimana letak sebenarnya.
2. ‘AISYAH BINTI ABU BAKAR, puteri dari Abu Bakar. Aisyah memberontak dan memerangi Ali bin Abi Thalib—khalifah yang sah; khalifah pertama yang ditunjuk oleh umat secara aklamasi (beda dengan para khalifah sebelumnya yang menjadi khalifah dengan intrik-intrik politik). Aisyah tidak pernah membai’at Ali sebelumnya dan ketika Ali baru saja menjabat jabatan khalifah, Aisyah langsung menyatakan perang terhadapnya. 30,000 nyawa melayang ….. dan mereka adalah para sahabat Nabi. Sebagian kecil sahabat Nabi yang setia kepada Nabi ikut dengan Ali; dan sebagian lagi yang lebih mencintai harta dan kekuasaan politik lebih memilih Aisyah. Untunglah pihak Aisyah kalah dalam perang itu. Kalau Aisyah menang, maka Islam akan jatuh ke tangan para sahabat Nabi yang lebih menyukai dunia dibandingkan akhirat; dan wajah Islam akan berubah seratus delapan puluh derajat.
3. ZUBAYR BIN AWWAM, menantu dari Abu Bakar. Zubayr bin Awwam menikah dengan Asma binti Abu Bakar—puteri tertuanya. Zubayr juga memerangi keluarga Nabi dalam Perang Unta. Ia menjadi salah satu jendral pasukan dalam Perang Unta. Ia memilih untuk berpihak kepada Aisyah daripada Ali. Ia lebih memilih keluarga Abu Bakar daripada keluarga Nabi. Di tengah-tengah peperangan (Perang Unta) yang makin berkecamuk, Zubayr mundur dari peperangan dan pergi meninggalkan medan perang menuju kota Mekah. Akan tetapi ia dibunuh orang tidak jauh dari medan perang.
4. ABDULLAH BIN ZUBAYR, cucu dari Abu Bakar. Abdullah bin Zubayr adalah putera dari Zubayr bin Awwam dan Asma binti Abu Bakar. Ia menjadi komandan pasukan infantri dalam pasukan pemberontak pimpinan Aisyah yang ditujukan untuk memerangi dan membunuh Ali bin Abi Thalib; dan kemudian merampas jabatan khalifah darinya. Abdullah bin Zubayr diadopsi oleh Aisyah yang tidak lain adalah tantenya sendiri. Setelah Perang Unta selesai, ia diketemukan diantara tumpukan mayat-mayat yang bergelimpangan. Ia kemungkinan besar bersembunyi di tumpukan mayat itu karena ketakutan. Ia masih hidup.
5. THALHAH BIN UBAYDILLAH, sepupu sekaligus menantu dari Abu Bakar. Thalhah adalah suami dari puteri Abu Bakar yaitu Ummi Kultsum. Thalhah adalah komandan pasukan pemberontak pimpinan Aisyah. Ketika Perang Unta berkecamuk, Marwan bin Hakam (kelak menjadi khalifah kaum Muslimin; sementara pada waktu itu ia adalah sekretaris negara yang ditunjuk oleh Utsman bin Affan, saudaranya. Marwan adalah otak jahat yang ada di dalam kekhalifahan Utsman) datang mengendap-endap mendekati Thalhah bin Ubaydillah. Marwan dan Thalhah sebenarnya ada dalam pasukan yang sama dan memerangi orang yang sama yaitu Ali bin Abi Thalib. Akan tetapi Marwan mengetahui bahwa Thalhah adalah orang yang ikut bertanggung jawab atas kematian Utsman bin Affan. Ketika melihat Thalhah sedang sibuk, Marwan berkata kepada budaknya, “Beberapa hari sebelumnya Thalhah sibuk menghasut orang-orang agar membunuh Utsman bin Affan; tapi sekarang ia sibuk untuk membalaskan darah Utsman bin Affan. Betapa memuakkan! Ia itu orang yang sangat munafik dan hanya mencari kesenangan dunia saja kerjanya!” Setelah berkata seperti itu, Marwan menembakkan sebuah panah yang kemudian menembus paha Thalhah dan menusuk kuda yang ditungganginya. Kuda itu menjerit keras dan lari kencang meninggalkan pasukan. Thalhah sendiri terlempar dari kudanya dan jatuh terjerembab ke tanah. Ia kemudian cepat-cepat dibawa ke kota Basrah dan ia tewas di sana tidak berapa lama kemudian.
6. ABU AL-RAHMAN, sepupu Abu Bakar saudara dari Thalhah. Abu Al-Rahman juga ikut dalam Perang Unta untuk membela Aisyah dan memerangi Ali bin Abi Thalib dan keluarga Nabi.
7. MUHAMMAD BIN THALHAH, putera Thalhah, juga ikut dalam perang untuk membunuh Ali bin Abi Thalib dan keluarga Nabi.
8. JA’DAH BINTI ASY’ATS, puteri dari Ummi Farwa. Ummi Farwa sendiri adalah saudari dari Abu Bakar. Jadi Ju’dah itu keponakan dari Abu Bakar. Ia membunuh Hasan bin Ali bin Abi Thalib, cucu Nabi. Jadi cucu Nabi dibunuh oleh cucu Abu Bakar. Yang menarik ialah JA’DAH BINTI ASY’ATS itu adalah istri dari Hasan bin Ali, Jadi Hasan bin Ali bin Abi Thalib—cucu Nabi—dibunuh oleh istrinya sendiri.
Mas’ûdî mengatakan: ‘Tatkala ia diberi minum racun, ia bangun menjenguk beberapa orang kemudian, setelah sampai di rumah, ia berkata: ‘Aku telah diracuni, berkali-kali tetapi belum pernah aku diberi minum sepertiini, aku sudah keluarkan racun itu sebagian, tetapi kemudian kembali biasa lagi’.
Husain berkata: ‘Wahai saudaraku, siapa yang meracunimu?’.
Hasan menjawab: ‘Dan apa yang hendak kau lakukan dengannya? Bila yang kuduga benar, maka Allâh-lah yang melakukan hisab terhadapnya. Bila bukan dia, aku tidak menghendaki orang membebaskan diriku. Dan dia berada dalam keadaan demikian sampai 3 hari sebelum ia ra. akhirnya meninggal. Dan yang meminumkan racun kepadanya adalah Ja’dah binti Asy’ats bin Qais al-Kindî, dan Mu’âwiyah yang memerintahkan kepadanya, dan bila ia berhasil membunuh Hasan ia akan dapat 100.000 dirham dan ‘ akan mengawinkannya dengan Yazîd’. Ialah yang mengirim racun kepada Ja’dah, istri Hasan. Dan tatkala Hasan meninggal, ia mengirim uang tersebut dengan surat:‘Sesungguhnya kami mencintai nyawa Yazîd, kalau tidak maka tentu akan kami penuhi janji dan mengawinkan engkau dengannya’. {Mas’ûdî, Murûj adz-Dzahab, jilid 2, hlm. 50}.
As-Sibth bin Jauzi meriwayatkan dari Ibnu Sa’d dalam kitab At-Thabaqaat dan ia meriwayatkan dari Al-Waqidi bahwa Imam Hasan bin Ali a.s. ketika sedang menghadapi sakaratul maut pernah berwaiat: “Kuburkanlah aku di samping kakekku Rasulullah SAWW”. Akan tetapi, Bani Umaiyah, Marwan bin Hakam dan Sa’d bin Al-’Ash sebagai gubernur Madinah kala itu tidak mengizinkannya untuk dikuburkan sesuai dengan wasiatnya.
Ibnu Sa’d pengarang kitab At-Thabaqaat berkata: “Salah seorang sahabat yang menentang penguburan Imam Hasan a.s. di samping Rasulullah SAWW adalah A’isyah. Ia berkata: “Tidak ada seorang pun yang berhak dikubur di samping Rasulullah”. Jadi selain diracun Hasan bin Ali cucu Nabi itu juga dilarang oleh Aisyah jenazahnya dikuburkan disamping kakeknya yang sangat mencintai dan dicintainya.
Akhirnya, jenazah Imam Hasan a.s. diboyong menuju ke pekuburan Baqi’ dan dikuburkan di samping kuburan neneknya, Fathimah binti Asad.
Dalam kitab Al-Ishaabah, Al-Waqidi bercerita: “Pada hari (penguburan Imam Hasan a.s.) orang-orang yang menghadirinya sangat banyak sekiranya jarum dilemparkan di atas mereka, niscaya jarum tersebut akan jatuh di atas kepala mereka dan tidak akan menyentuh tanah”.
9. ISHAQ, putera dari Ummi Farwa (saudari dari Abu Bakar), juga dua orang putera dari Asy’ats, semuanya ambil bagian dalam tentara Yazid untuk membunuh Husein bin Ali (cucu Nabi, saudara dari Hasan bin Ali). Keturunan Abu Bakar itu ikut dalam pasukan Yazid bin Mu’awiyah (l.a) yang membantai keluarga Nabi di padang Karbala. Keturunan Abu Bakar ini kelak dibunuh oleh pengikut Imam Husein yang setia yang bernama Mukhtar yang membalaskan dendam cucu Nabi. Sementara yang lainnya mati digigit dan dikoyak-koyak oleh anjing-anjing buas.
10. MUS’AB BIN ZUBAYR, putera dari Zubayr bin Awwam yang merupakan menantu dari Abu Bakar. Mus’ab bin Zubayr memerangi Al-Mukhtar (pengikut setia dari Imam Husein bin Ali bin Abi Thalib—cucu Nabi).
PERANG UNTA MEMANG LEGENDARIS. SELAIN IA JUGA MEMALUKAN DAN MEMILUKAN.
Perang Unta itu mirip-mirip perang MAHABHARATA dalam kisah pewayangan. Perang itu perang saudara karena yang bertikai masih banyak pertalian darah antara satu dan lainnya.
Yang jelas perang itu melibatkan Keluarga Fathimah (keluarga Nabi) di satu sisi dan Keluarga Abu Bakar (keluarga Aisyah) di sisi lain.
Perang ini sarat kepentingan. Di pihak Ali bin Abi Thalib. Perang ini selain untuk mempertahankan kedaulatan negara (untuk melindungi rakyatnya) juga untuk mempertahankan Islam dari gangguan orang-orang yang tidak bertanggung-jawab. Kalau saja Ali dan keluarga Nabi kalah dan terbunuh dalam perang itu, maka itu artinya Islam yang asli akan musnah di muka bumi ini; digantikan dengan Islam palsu yang disebarkan oleh kalangan istana oleh para penguasa yang menjadikan Islam itu sebagai alat untuk melegitimasi kekuasaannya sekaligus untuk menindas rakyatnya.
Di sisi lain, di pihak Aisyah, Thalhah, Zubayr (Keluarga Abu Bakar), perang ini adalah sebuah kesempatan emas untuk kembali mendapatkan tahta khilafah setelah sebelumnya pernah ada bersama mereka. Di dalam pasukan mereka ada juga para petualang yang mencoba untuk mencari peruntungan. Siapa tahu setelah perang, mereka bisa mendapatkan harta pampasan perang, atau jabatan, atau kedudukan; karena mereka kebanyakan adalah tentara bayaran.
Untuk lebih rinci tentang Perang Unta ini Silahkan anda bisa baca:
PERANG UNTA, PERANG SAUDARA PERTAMA DALAM ISLAM.
*****
Allah berfirman dalam Al-Qur’an: “Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula).”(QS. Ar-Rahman: 60), akan tetapi kebaikan Imam Hasan (as) yang dilakukan kepada setiap orang—terutama kepada istrinya, tentunya—dibalas dengan kejahatan berupa racun mematikan!!!
IMAM HASAN (AS) DIBUNUH ISTRINYA ATAS PERINTAH SEORANG SAHABAT NABI YANG SEKARANG NAMANYA HARUS DI KALANGAN SEBAGIAN BESAR KAUM MUSLIMIN!!!
DIJAUHKAN DARI KAKEKNYA SETELAH KESYAHIDANNYA
Dalam berbagi riwayat disebutkan bahwa Imam Hasan (as) itu berwasiat bahwa kelak kalau sudah meninggal beliau ingin dikebumikan disamping pusara kakeknya—Rasulullah (SAW). Dalam beberapa riwayat yang lainnya, beliau meminta jenazahnya dibawa ke pusara kakeknya dulu sebelum dikebumikan untuk menghormati kakeknya yang sangat ia cintai. Akan tetapi kedua wasiat itu ditentang oleh kelompok Bani Umayyah. Padahal itu hanya permintaan yang sangat wajar dari seorang cucu terhadap kakeknya. Tidak ada sesuatu yang melanggar syari’ah manapun.
HUJAN PANAH DI PEMAKAMAN
Kelompok Bani Umayyah tidak berpuas diri walaupun Imam Hasan (as) sudah tiada. Di pemakaman cucu Nabi itu, kelompok Bani Umayyah—yang tentu saja sebagian besar ialah para sahabat Nabi ketika Nabi masih hidup—menyerang upacara pemakaman itu. Mereka menembakkan puluhan anak panah ke peti mati Imam Hasan (as). Tidak kurang dari 70 anak panah tepat mengenai sasaran!!! Inilah perlakuan orang-orang yang mengaku Muslim dan notabene masih para sahabat Nabi kepada seorang Muslim lainnya yang sangat dicintai Nabi; yang ketika hidupnya Nabi pernah menyebutnya sebagai “hiasan mataku”.
KUBURANNYA PUN BEBERAPA KALI DIRUSAK
Bahkan setelah Imam Hasan (as) dikuburkan, kuburannya pun tetap menjadi sasaran kebencian dan dendam tak berkesudahan. Pada tahun 1221H, kaum Wahabi meluluh-lantakkan kuburan di Jannat al-Baqi—Madinah—termasuk kuburan dari Imam Hasan (as).
Setelah kuburan itu diperbaiki oleh orang-orang yang peduli , pada tahun 1335H, kembali kaum Wahabi menyerang kembali kuburan Imam Hasan (as) hingga rata dengan tanah. Kerusakan itu tidak lagi diperbaiki hingga sekarang karena yang memerintah di jazirah Arab (Arab Saudi) adalah tidak lain dari orang-orang Wahabi. Dan mereka masih merasa kurang sempurna dalam mendzalimi cucu Nabi. Mereka melarang para peziarah yang mencintai cucu Nabi ini datang dan menjenguk kuburannya. Mereka menutup-nutupi pelarangan itu dibalik kata-kata bahwa mereka “mencegah orang berbuat kemusyrikan”.
Ya, Abu Muhammad, Ya Hasan Putera Ali,
Wahai dikau yang terpilih Nabi, Wahai sang cucu dari Utusan Illahi,
Engkau pemutus perkara bagi setiap insani ,
Engkau pemuka dan pemimpin kami .
Kepadamu kami hadapkan wajah kami ,
Kepadamu kami mencari syafa’at suci ,
Kepadamu kami sampaikan kebutuhan dan ajukan keluhan kami ,
Karena lewat dirimu, Allah memberikan kasih dan cinta kepada kami .
Belalah kami di hari pengadilan nanti ,
Seperti kami telah bela namamu yang suci ,
Walau pembelaan dan pemihakkan dari kami ,
Belumlah sepadan dengan yang kau buat bagi kami, wahai cucu Nabi.
_________________________________________
Imam Hasan (as) menemui kesyahidannya pada tanggal 28 Safar 50H. Penguburannya dihadiri oleh Imam Husein (adiknya sendiri) dan seluruh keluarga Bani Hasyim. Tandu jenazahnya dihujani panah oleh musuh-musuhnya (yaitu ‘Aisyah binti Abu Bakar dan Bani Umayyah); sehingga akhirnya usungan tandu jenazah itu tidak jadi dibawa ke pusara Nabi melainkan dibawa ke kompleks pekuburan Jannat-ul-Baqi di kota Madinah. ‘Aisyah tidak menyukai jenazah musuhnya (yaitu Imam Hasan) mendapatkan kehormatan dan kemuliaan dikuburkan di samping pusara Rasulullah. ‘Aisyah sudah pernah berhadapan dengan kelompok Bani Hasyim atau keluarga Nabi dalam Perang Unta (Perang Jamal). Dan ia masih memendam dendam kepada keluarga Nabi karena ia kalah dalam perang itu.
Di jaman moderen, Kuburan Imam Hasan (as) dihancur leburkan oleh kaum Wahabi pada tanggal 8 Syawwal 1344H (atau tanggal 21 April 1926). Kaum Wahabi mendapatkan dukungan yang sangat kuat dari pemerintah Saudi—bahkan orang-orang Wahabi adalah orang-orang Saudi sendiri karena Wahabi menjadi madzhab resmi di Saudi Arabia. Para penguasa Saudi menjadi sangat kuat dan memerintah daerah Hijaz hingga sekarang. Dan oleh karena itu, kuburan Imam Hasan (as) masih hancur lebur dan belum pernah diperbaiki kembali hingga detik ini. ( http://www.al-islam.org/brief-history-of-fourteen-infallibles/ )
(Islam-Itu-Cinta/Tour-Mazhab/Berbagai-Sumber-lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email